Pengalaman Duduk Bareng Pencopet Di Transportasi Umum

Aku dikala itu pulang dari kosan menuju rumahku di Bandung. Aku bermaksud naik kendaraan umum. Aku sudah biasa dan suka pulang ke Bandung lewat jalur yang berbeda, kadang lewat Subang kadang lewat Sumedang dan kadang naik kereta Ciremai.


Saat itu kuputuskan naik kendaraan lazim lewat Sumedang. Maka pilihannya merupakan naik elf atau naik bis, demi mengurangi ongkos dan waktu saya pilih naik mobik elf di bandingkan naik bus. Bus sungguh jarang dijumpai dan lagian takut harga biayanya dianggap dari Cirebon. Aku pilih naik elf, semua elf disini niscaya maksudnya ke Bandung khusus untuk arah yg ke Bandung ya, jika arah sebaliknya tidak demikian alasannya merupakan banyak jurusannya.

Aku menanti sekitar 20 menitan tuk menanti elf tiba. Elf dari arah Cirebon menghampiriku, "Bandung.. Bandung" teriak kenek. Saya pribadi naik, di dalam tidak mengecewakan sarat saya duduk berada di dingklik perhiasan yang yang dibikin dari kayu yang dilapisi karpet dan busa, dingklik tersebut terletak di depan dari pintu kendaraan elf tersebut.

Saya senantiasa tersadar tidak tidur alasannya merupakan memang ku jarang tertidur di kendaraan, saya suka menyaksikan panorama dari beling mobil, itung itung saya dapat mengenal tempat yang saya lewati.

Setelah hingga di kota Cimalaka Sumedang, sang kenek menhampiri saya dengan mencolek punggungku tanda untuk meminta ongkos. Saya kasih duit 25ribu sambil menyebutkan tujuanku ke Cileunyi Bandung. Sang kenek masih meminta perhiasan 5ribu dengan argumentasi macet. Saya pribadi kasih tambahannya saja, saya malas berdebat.

Dari arah bertentangan ada elf yang menuju ke arah Cirebon, menginfokan bahwa di kota tahu tersebut macet alasannya merupakan ada perbaikan jalan. Maka elf ini pun pribadi berlari menuju jalan-jalan tikus tuk dapat melalui kota tanpa terkendala macet.

Setiap memasuki jalan tikus atau jalan kecil, banyak anak kecil menjinjing baskom atau bapak-bapak yang siap meminta pungutan bahwa elf tersebut berada di daerah mereka. Sang kenek sudah merencanakan duit recehan untuk para penjaga jalan tersebut.
Masuk ke kampung melalui bukit dan kebun dan pemakaman begitulah jalan tikus yang kulalui, dan hasilnya hingga juga ke jalan utama Sumedang. Agak sedikit merayap dikala masuk jalur utama, lebih mending ketimbang tidak masuk jalan tikus tadi.

Setelah melalui jalan yang diperbaiki hasilnya elf melaju tanpa gangguan tanpa hambatan. Elf meneruskan perjalanan menuju Bandung. Nah, dikala perjalanan sebelum Tanjung Sari ada sepasang laki-laki dan perempuan yang sudah berumur memberhentikan elf yang kami naiki. Mereka bertujuan menjadi penumpang yang terakhir dengan tujuan mereka ke Tanjung Sari, suatu kecamatan di bab selatan Sumedang.
Mereka duduk erat denganku, yang laki-laki renta duduk sempurna menghadapku dan si perempuan duduk sempurna di samping pintu kendaraan yang memang bersebelahan dengan tempat dudukku. Suasana di elf tersebut sarat dan sesak sampai-sampai ada penumpang yang bangun di pintu bareng sang kenek.
Nah, disini laki-laki paruh baya tersebut menyaksikan dompetku yang kusimpan di saku kanan bab depan. Di saku tersebut lebih menonjol dibanding saku-saku lainnya. Karena berdesakan, si laki-laki renta tersebut sengaja menghasilkan tempat menjadi sesak dengan mengambil tempat lebih luas sehingga tangannya menjamah celana jeansku sempurna di letak dompetku berada.
Matanya melirik-lirik ke jeansku, ia berupaya mendorong-dorong dompetku biar keluar dari saku depanku. Disini saya dongkol banget, pengen memberontak memarahi si laki renta tersebut. Aku pribadi ambil dompet ku keluar dari saku tuk dipegang di tangan. Si laki-laki renta tersebut tahu kalo saya terlihat risih. Akhirnya matanya berupaya memalingkan pandangannya ke tempat kain.
Saat keadaan hening saya masukkan kembali dompet ke saku semula, dan laki-laki renta tersebut tidak kapok-kapoknya mendorong-dorong dompetku biar keluar dari sakuku. Busyet dah bikin risih lagi ni orang. Saya sengaja biarkan dompet terdorong hingga sepertiga bab dompet keluar. Saat itu juga saya menyaksikan perempuan renta tadi di belakang saya sudah siap mengancang-ancang mengambil dompetku dari samping jika sudah keluar dari sakuku.
Tindakan terakhir, saya tidak berani memarahi mereka, takutnya saya sendiri yang dituduh mencopet. Saya beranjak bangun dari tempat duduk, saya pribadi pindah. Lebih baik bangun di depan pintu kendaraan bareng sang kenek dari pada ku duduk dibikin risih dan berbahaya oleh sepasang paruh baya yang entah dari planet mana. Entah mereka sudah mendapatkan barang yang dikehendaki dari penumpang lain yang lengah. Entahlah mereka hasilnya turun di Tanjung Sari, suatu kecamatan bab selatan Sumedang yang kondang macet juga alasannya merupakan adanya pasar di pinggir jalan utama.
Setelah mereka turun, saya pribadi lega terhindar dari pencopetan. Sejak insiden tersebut, saya tuk beberapa waktu jarang lewat rute tersebut dan saya pilih jalur lain yang lebih kondusif meskipun sedikit lebih mahal ongkosnya. Lebih baik mahal namun kondusif ketimbang murah namun beresiko.
Demikian pengalamanku tahun-tahun kemudian mudah-mudahan teman dekat sobat biar lebih siaga dikala berada di kendaraan umum. Simpanlah dompet di tempat yang kondusif atau tak terlihat biar tidak memanggil hal yang tidak diinginkan. Wassalam.
Gambar (Source: riaupost.com)

Sumber https://namakuprince.blogspot.com

Related : Pengalaman Duduk Bareng Pencopet Di Transportasi Umum

0 Komentar untuk "Pengalaman Duduk Bareng Pencopet Di Transportasi Umum"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)