Menjadi guru di lingkungan Pondok Pesantren Nurul Islam Antirogo Jember membuat saya harus siap mengajar di setiap lembaga formal yang ada. Dan benar saja, saya tak hanya mengajar MA dan SMK, tetapi juga MTs.
Di MTs Unggulan Nuris saya juga mendapat jatah tambahan menjadi pengajar ekstrakurikuler Penulis Kreatif. Setiap hari Rabu jam 15:30, para siswa yang memiliki minat terhadap bidang menulis langsung berkumpul di kelas yang biasa digunakan untuk eksul.
Pembelajaran di Penulisan Kreatif sendiri dimulai dengan materi pengenalan karya satra yang terbagi menjadi tiga, yakni: prosa, puisi, dan drama. Khusus eksul Penulisan Kreatif sendiri di semester gasal mempelajari prosa.
Di pertemuan pertama, saya menyampaikan jika prosa terbagi menjadi beranekaragam seperti cerpen, novelet (novel mini), dan novel. Tentu karena mereka masih pemula, pelajarannya berkisah seputar cerpen saja.
Bagi sebagian orang menulis cerita itu teramat sulit, hal yang paling menjadi kendala terkait ide. Padahal, proses kreatif menulis cerpen tidak terlepas dari ide. Menurut Kurniawan dan Heru dalam bukunya yang berjudul “Penulisan Sastra Kreatif” ide dapat diartikan sebagai masalah yang bersumber dari peristiwa atau benda. Mudah sekali kan pengertiannya?
Walaupun begitu, para siswa masih merasa kesulitan mencari ide. Akhirnya, sebagai guru yang juga tinggal di Pondok Pesantren Nurul Islam. Saya langsung membuat macam-macam ide yang bisa dibuat anak-anak. Seperti: ghosab (menggunakan barang orang lain tanpa izin), kebiasaan orang tua berkunjung setiap hari Minggu, mengantri makan, dan lain-lain.
Hanya saja, para siswa tetap merasa kesulitan lho. Apa ide bisa semudah itu? Saya langsung menjawab tidak. Sebab ide yang dimiliki itu harus memiliki masalah yang diselesaikan secara logika cerita.
Setelah menemukan ide dan permasalahan, langkah kedua yang harus dilakukan siswa itu berupa proses pengendapan ide artinya ide yang diperoleh itu diolah agar menjadi cerita yang utuh. Dalam mengendapkan ide ada dua teknik yang bisa dilakukan siswa yakni: teknik renung dan teknik tulis. Jika teknik renung itu siswa dituntut membuat kerangka cerita, tetapi kalau teknik tulis itu siswa langsung menulis saja cerita secara utuh.
Gambar 1: Santri putri menulis cerpen sesuai kerangka yang telah dibuat.
Karena mereka masih bingung, saya langsung menulis contoh kerangka cerita. Saya mengambil ide tentang ghosab. Berikut kerangkanya:
- Seorang santri kehilangan sandal seusai jamaah di masjid.
- Akhirnya, ia terpaksa nyeker menuju asrama.
- Ternyata di jalan, ia tak sengaja menginjak paku.
- Setelah membersihkan kaki, ia merasa biasa saja.
- Tetapi, beberapa hari kemudian ia ternyata mengalami tetanus.
- Dan seterusnya saya biarkan siswa meneruskan kerangka sendiri.
Cukup mudah kan? Menulis kerangka ini bisa menjadikan acuan kita dalam menulis cerita. Apalagi tidak semua siswa terbiasa menulis. Berbeda dengan teknik tulis yang biasa digunakan oleh orang yang terbiasa menulis. Walaupun begitu, saya membebaskan setiap siswa untuk memilih teknik yang mana.
Gambar 2: Santri putra menulis cerpen sesuai kerangka yang telah dibuat.
Barulah langkah ketiga, siswa diminta untuk menulis cerita secara utuh. Eits, langkah menulisnya belum selesai. Setelah menulis, siswa diminta untuk menyunting atau memperbaiki tulisannya. Makanya saya memberikan materi berupa penggunaan ejaan di pertemuan selanjutnya. Tidak hanya itu sih, saya juga memberikan beberapa hal yang sering dilakukan oleh penulis. Seperti serangan aku, serangan nama, konflik, mengulang keterangan yang sudah diterangkan, karakter atau tokoh tempelan, nama tokoh mirip, setting tempelan atau maksa, dan tidak piawai menyajikan bahasa lokal. 10 hal tersebut saya sadur dengan pengubahan dari bukunya Isa Alamsyah yang berjudul 101 Dosa Penulis Pemula.
Sebagai contoh ya, kita ambil dari serangan aku. Perhatikan kalimat berikut ya!
Aku menemukan ibuku sedang tidur di kasur tak jauh dari televisiku. Sementara, ayahku tampak sibuk mengaduk kopi sambil memainkan remote televisiku. (Ada 5-ku)
Setelah diedit bisa menjadi kalimat berikut:
Aku menemukan ibu sedang tidur di kasur tak jauh dari televisi. Sementara, ayah tampak sibuk mengaduk kopi sambil memainkan remote televisi. (Cuma ada 1-ku)
Seru kan?
Rabu selanjutnya, siswa saya ajak menjadi editor atas karya teman sebangkunya. Di sinilah mereka dituntut agar bisa bertindak sebagai editor yang professional. Selepas memberikan masukan atas karya temannya, karya tersebut dikembalikan. Dan si penulis diminta menyunting sesuai masukan temannya. Asyik kan? Barulah, setelah diedit, saya kembali membaca tulisan siswa untuk diberikan masukan.
Pada setiap pembelajaran, rasa antusias siswa begitu terasa. Hal itu terlihat dari jumlah siswa yang bertambah. Sebagai guru saya senang sekali. Makanya saya dituntut lebih kreatif lagi. O ya, saya tak hanya mengajar teknik menulis lho. Tetapi, juga memberi contoh teks pemodelan yang tepat sesuai usia dan kebutuhan mereka, makanya teks pemodelannya saya buat sendiri yang kemudian saya beri judul Ghosab. Untuk nama tokohnya pun diambil dari nama anak-anak sehingga ketika mereka membaca pasti sebagian besar tertawa dengan perilaku tokohnya.
Setelah siswa dirasa menguasai materi teks cerpen, barulah saya beralih ke materi lain tepatnya materi menulis cerita fantasi. Berbeda dengan cerpen yang permasalahannya bisa diambil dari kehidupan sehari-hari, kalau cerita fantasi saya memberikan trik bahwa biasanya tokohnya memiliki kekuatan super. Dalam menulisnya pun tekniknya tidak jauh dari menulis cerpen, hanya saja ceritanya dibuat tidak masuk akal.
Sebagai contoh, saya kembali menggunakan ghosab. Adapun judul ceritanya berbunyi “Pahlawan Anti Ghosab”. Kontan santri banyak yang tertawa. Pemilihan ghosab sendiri sangat dekat dengan kehidupan santri, bahkan saya sendiri sebagai gurunya juga pernah dighosab. Hehe. Kembali ke topik ya dalam “Pahlawan Anti Ghosab” saya menulis seorang tokoh bernama Dayat yang kehilangan sandal di masjid. Akhirnya, ia terpaksa kakinya telanjang menuju asrama. Tiba-tiba ketika tidur, santri tersebut bermimpi ketemu dengan kakek yang memberikannya sandal bercahaya. Anehnya, ketika Dayat bangun, sandal tersebut ada di lemari lelaki itu. Akhirnya, Dayat menggunakan sandal itu yang ternyata memiliki kekuatan ajaib. Di mana setiap kali menggunakan sandal itu, lalu ada santri yang mau mengghosab barang milik temannya, kaki Dayat berjalan tanpa bisa dikendalikan sehingga bisa menemukan pelaku ghosab. Asyik kan? Sekalipun bernada fantasi, tetapi dari cerita itu ada nilai-nilai yang dapat dipetik oleh pembaca. Seperti kita tidak boleh melakukan tindakan ghosab.
Animo santri yang tinggi akan dunia literasi tak begitu didukung oleh bahan bacaan yang ada di pesantren. Makanya, setiap pembelajaran selain memberikan teks pemodelan hasil karya sendiri, saya juga memberikan cerita-cerita yang bersumber dari internet. Barulah diperbanyak sesuai jumlah mereka.
Dan di semester genap depan, saya ingin membuat terbosan baru dengan menyediakan bahan bacaan sendiri. Caranya membeli buku, lalu dipinjamkan ke setiap siswa. Setelah siswa membaca, mereka diminta untuk memberikan komentar atas buku yang telah dibaca. Dan penyajian komentar itu akan dilaksanakan sebelum pembelajaran Penulisan Kreatif dimulai. Sebab bukan apa-apa, dari proses membaca itu siswa bisa mempelajari teknik menulis sekaligus sebagai contoh karya nyata, sehingga mereka berani berkreasi lewat tulisannya.
Apa kalian mau mencoba cara ini? Selamat mencoba ya!
Salam
Sutrisno Gustiraja Alfarizi
Catatan Penting : Tulisan ini pernah diikutkan Sayembara Guru Berani Menginspirasi yang diadakan oleh Penerbit Erlangga. Meskipun tidak mendapatkan kategori juara. Heheh. Tetapi, semoga pembaca bisa mengambil pelajaran dari tulisan ini.
0 Komentar untuk "Reformasi Mengajak Siswa Berani Berkreasi Melalui Tulisan"