Geomorfologi: Pengertian, Sejarah, Aspek, Konsep, Dan Cabangnya

Geomorfologi berasal dari tiga kata Yunani yaitu 'ge' berarti bumi, 'mophe' berarti bentuk, dan 'logos' berarti ilmu.

Makara geomorfologi sanggup diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk permukaan bumi,  tetapi juga gaya dan proses yang menjadikan bentuk-bentuk demikian, serta perkembangan proses dari bentuk-bentuk tersebut.

Atas dasar kajian bentuk, gaya, dan proses serta perkembangan bentuk-bentuk permukaan bumi itu, maka lahirlah konsep-konsep yang sanggup digunakan sebagai dasar bagi kepentingan insan dalam hidupnya yang disebut Geomorfologi Terapan.

Meelalui kajian proses, geomorfologi berusaha mengkaji bagaimana bentukan tersebut terjadi atau terbentuk, alasannya bentukan alam yang sama kita lihat, kemungkinan proses atau gaya-gaya (kekuatan) yang membentuknya berlainan.

Contoh tempat perbukitan, sanggup terbentuk melalui proses abrasi dari kekuatan air mengalir (tenaga eksogen) tetapi juga sanggup dibuat melalui proses pelipatan oleh tenaga tektonik (tenaga endogen).

Dengan demikian melalui geomorfologi kita mempelajari bentuk-bentuk permukaan bumi, sekaligus menganalisa bagaimana bentukan tersebut sanggup terjadi dan bagaimana perkembangan bentukan itu selanjutnya.

Lebih lanjut kita sanggup memperkirakan bahwa bentukan yang nampak kini sanggup digunakan sebagai patokan atau "kunci" untuk meramal atau merekonstruksi bentukan tersebut dimasa silam.

Definisi geomorfologi yang telah dikemukakan oleh para andal sangatlah beragam, namun pada pada dasarnya geomorfologi yakni ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk permukaan bumi. Berikut yakni beberapa pengertian geomorfologi berdasarkan para ahli:

Cooke dan Dornkamp (1974)
Geomorfologi yakni studi bentang alam, dan khususnya mengenai sifat, asal usul, proses perkembangan, dan komposisi materialnya.

D.G.T (1962)
Geomorfologi yakni cabang ilmu fisiografi dan geologi yang merupakan ilmu kebumian, yang mempelajari bentuk umum permukaan bumi dan perubahan yang terjadi dalam evolusi bentang alam (landforms).

Heru Pramono (2003)
Geomorfologi yakni ilmu wacana aneka macam bentuk lahan di permukaan bumi baik di atas maupun di bawah permukaan bahari dengan pementingan pada: asal, sifat, proses perkembangan, susunan material dan kaitannya dengan lingkungan.

Suharini dan Palangan (2009)
Geomorfologi yakni ilmu yang mempelajari bentuk-bentuk permukaan bumi. Ilmu ini tidak hanya mengkaji wacana bentuk-bentuknya namun juga gaya dan proses yang menjadikan bentuk yang demikian serta perkembangan prose dari bentuk-bentuk tersebut.

Strahler (1970)
Ilmu geomorfologi mempelajari asal undangan dan perkembangan sistematis semua jenis bentang alam dan merupakan cuilan utama dari geografi fisik.

Thornbury
Geomorfologi yakni ilmu pengetahuan wacana bentuk lahan.

Van Zuidam (1979)
Geomorfologi yakni studi bentuk lahan dan proses-proses yang mempengaruhi pembentukannya dan emneylidiki korelasi antara bentuk dan proses dalam tatanan keruangannya.

Verstappen (1983)
Geomorfologi merupakan ilmu pengetahuan wacana bentuk lahan pemebntuk muka bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan bahari dan menekankan pada asal mulsa dan perkembangan di masa mendatang serta konteksnya dengan lingkungan.

Worcester (1939)
Geomorfologi yakni deskripsi dan tafsiran dari bentuk roman muka bumi. Deskripsi ini lebih luas dari sekedar ilmu pengetahuan wacana bentang alam, alasannya termasuk pembahasan wacana peristiwa bumi secara umum, mirip pembentukan cekungan lautan dan paparan benua, serta bentuk-bentuk struktur yang lebih kecil dari yang disebutkan diatas, mirip plain, plateau, mountain dan sebagainya.

Wikipedia
Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari wacana bentuk alam dan proses yang membentuknya. Para andal geomorfologi mencoba untuk memahami kenapa sebuah bentang alam terlihat mirip itu, untuk memahami sejarah dan dinamika bentang alam dan memprediksi perubahan pada masa depan dengan memakai kombinasi pengamatan, percobaan dan modelling.

Geomorfologi semenjak awal periode 19 telah dikenal di negara-negara berkembang dan sebagai disiplin akademik kira-kira muncul sebelum periode ke 17. Perkembangan yang pesat dari geomorfologi terjadi pada awal periode ke 20 di negara-negara berkembang, sedangkan di Indonesia geomorfologi gres dikenal pada awal periode ke 20.

Awal perkembangannya geomorfologi lebih bersifat akademik, sebagai ilmu pendukung geografi dan geologi, tetapi dalam dasawarsa terakhir ini geomorfologi mulai dirasakan arti pentingnya dalam pembangunan maupun dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Geomorfologi yang kita pelajari mirip dikala kini ini telah melalui pengalaman panjang dalam membangun konsep dasar dan metodologinya. Ada 5 fase perkembangan geomorfologi yang sanggup ditelusuri, yang masing-masing uraiannya yakni sebagai berikut:

1. Fase pertama (sebelum periode ke 17)
Fase ini merupakan fase peletak dasar pemikiran geologi dan geomorfologi yang telah dimulai lima periode sebelum Masehi (Thornbury, 1954). Pandangan kuno yang terkait dengan geologi dan geomorfologi mirip dikemukakan oleh Herodutus (485-425 SM), Aristotle (384-322 SM), Strabo (54 SM – 25 M) dan Senecca (- SM – 65 M).

Herodutus, mengamati penimbunan geluh (loam) dan lempung (clay) oleh S. Nil, sehingga memperlihatkan julukan “Mesir yakni proteksi S. Nil”. Pandangan Herodutus yang lain yakni perbukitan di Mesir yang mengandung kerang, pada masa lampau pernah di bawah permukaan laut.

Aristotle, berpandangan bahwa air yang keluar dari mata air itu berasal dari air hujan yang mengalami perkolasi ke bawah permukan tanah; air yang ada di dalam bumi berasal dari kondensasi di udara yang masuk ke permukaan bumi, dan air yang berada di dalam bumi menguap dengan aneka macam jalan. Strabo, mengamati dan mencatat adanya penenggelaman lokal dan munculnya daratan.

Strabo beropini bahwa “Vale of Tompe” merupakan kuman gempa bumi, selain itu juga menyampaikan bahwa G. Vesuvius yakni gunungapi, meskipun semasa hidupnya gunungapi tersebut belum pernah meletus. Pandangan Strabo yang lain yakni bahwa delta dari sungai bervariasi berdasarkan tempat pemikiran sungainya; delta yang besar terbentuk bila tempat yang dialiri luas dan batuannya lemah, dan pembentukan delta terpengaruh oleh pasang surut dan pemikiran sungai.

Seneca, mengenal gempa bumi lokal alami, tetapi masih menganggap bahwa gempa bumi terjadi sebagai akhir peristiwa internal dari angin daratan. Seneca juga beranggapan bahwa air hujan cukup untuk mengisi sungai-sungai, dan juga berpandangan bahwa tenaga pemikiran sungai sanggup mengikis lembah-lembahnya.

Avicenna (Ibnu Sina, 987-1037) berpandangan bahwa asal mula pegunungan sanggup dibedakan menjadi dua kelompok yaitu pengangkatan mirip yang terjadi oleh gempa bumi, dan oleh imbas air yang mengalir dan embusan angin yang membentuk lembah­lembah pada batuan lunak.

Leonardo da Vinci (1452-15190) berpandangan bahwa lembah terkikis oleh sungai dan sungai tersebut mengangkut material dari suatu tempat di permukaan bumi dan mengendapkannya di mana saja.

Dalam fase pertama ini sebagian besar pandangan memperlihatkan teori dasar terutama wacana proses berdasarkan pengamatan lokal, dan berusaha memperlihatkan klarifikasi bagaimanakah suatu fenomena alam tersebut terjadi. Pada fase ini ilmu geomorfologi belum muncul, tetapi pandangan-pandangan yang dikemukakan sebagian masih relevan dengan konsep yang berlaku sampai dikala ini.

2. Fase kedua (Abad 17 dan 18).
Pada fase ini ada dua konsep yang menonjol, yaitu konsep katastrofisme dan konsep uniformitarianisme (King, 1976). Konsep katastrofisme dikemukakan oleh Abraham Kitlob Wenner (1979-1817). Konsep tersebut muncul atas dasar pengamatan Wenner pada strata batuan yang ternyata setiap stratum (lapisan) mempunyai sifat yang khas.

Hasil pengamatan tersebut diformulasikan menjadi konsep lahirnya bumi yang berasal dari basin lautan yang besar. Wenner berpandangan bahwa setiap stratum batuan terjadi pads suatu dasar badan perairan yang luas kemudian mengendapkan sedimennya di atas stratum yang ada sebelumnya.

Material yang lebih mampat terendapkan oleh larutan yang pekat/kental. Pada waktu material secara berangsur-angsur diendapkan, bahari secara berangsur-angsur menyusut sehingga terbentuk tempat yang kini ini. Pandangan Wenner lain yang terkait dengan konsep dasar geomorfologi adalah:

batuan dasar yang berupa batuan granit tidak berfosil; setiap gradien sungai akan mencapai tingkat keseimbangan, dan gradien sungai merupakan fungsi dari kecepatan, debit dan muatan sedimen; seluruh sistem sungai merupakan suatu sistem yang terintegrasi.

3. Fase Ketiga (Awal periode 19)
Pada fase ke tiga dari perkembangan geomorfologi ada tiga tokoh yang populer yaitu: Sir Charles Lyell (1797-1875), Dean William Buckland (1784-18560 dan Louis Agassiz (1807-1873).

Lyell sesungguhnya lebih antusias dalam geologi daripada ke geomorfologi, dengan bukti karyanya yang berjudul “Principle of Geology”. Sumbangan pemikirannya dalam geomorfologi yakni wacana perkembangan bentuklahan yang lambat bahkan melebihi waktu geologi.

Meskipun Lyell banyak mengadakan pengamatan terhadap muatan suspensi, debit dan peubah-peubah lainnya, tetapi memperlihatkan suatu konsep yang mendasar. Dalam pengamatannya terhadap gletser (es), Lyell tidak mempercayai kapasitas daya angkutnya dalam memindahkan bongkah dan endapan gletser. Buckland, sangat sepakat dengan siklus hidrologi, akan tetapi tidak begitu mengerti mengapa sungai sanggup membentuk lembahnya sendiri. Buah fikiran Buckland yang lain adalah:

relief merupakan kuman dari struktur geologi dan bukan oleh proses erosi;
material yang terangkut dari hulu dan melalui lembah sungai akan terendapkan di laut;
pasang surut merupakan tenaga utama dalam transportasi material di bawah permukaan air laut.
Agassiz, populer dengan teori glasialnya, bantu-membantu dengan Buckland mengadakan perjalanan ke Swiss. Mereka mengadakan pengamatan terhadap pantai dasar glasial, yang kesudahannya menghasilkan formulasi wacana struktur endapan glasial, endapan “till “, karakteristik “moraine”, striasi dan gravel glasial.

4. Fase ke empat (Akhir periode 19)
Pada fase ke empat ini paling tidak ada lima tokoh yang terkenal, yaitu: Sir Andrew Ramsey; G.K. Gilbert; J.W. Powell; C.G. Greenwood dan J.B. Jukes. Sumbangan fikiran Ramsey (1814-1891) dalam geomorfologi terutama dalam proses glasial. Pendapat penting dari Ramsey, antara lain:

ada korelasi penting antara teori glasial dengan teori fluvial; terutama untuk mengetahui tenaga gletser untuk mengerosi;
peristiwa danau di tempat bergletser tidak sanggup dijelaskan dengan proses fluvial, tetapi sanggup dijelaskan dengan proses glasial;

tenaga abrasi dari gletser terutama terdapat pads cuilan bawah;
ada korelasi antara retakan/lenturan dengan arah sungai.
Powell (1834-1902) banyak memperlihatkan konsep dasar dalam geomorfologi, antara lain :

prinsip dari “base level” yang menyatakan bahwa “base level” selesai yakni permukaan air laut;
proses abrasi itu mempunyai potensi relatif;

mengusulkan dua penjabaran lembah sungai, yaitu atas dasar korelasi antara strata lembah tempat yang dilalui dan penjabaran lembah berdasarkan genetiknya.

Gilbert (1843-1918), memperlihatkan dasar-dasar geomorfologi yang sampai kini masih digunakan. Gilbert populer sebagai penulis metode ilmiah dan memformulasikan pemikiran-pemikiran induktif dan deduktif dalam analisis geomorfik. Konsep-konsep geomorfologis yang dikemukakan Gilbert, antara lain:

teori “grade” yang memperlihatkan adanya suatu rangkaian korelasi antara proses dan kenampakan, yang kemudian diasosiasikan dengan konsep adaptasi dinamis;
pengangkutan material di sungai meliputi pengangkutan material hasil erosi, abrasi dasar sungai dan pengurangan ukuran material dasar oleh proses gesekan/benturan;

lereng merupakan faktor yang sangat besar lengan berkuasa terhadap transportasi material oleh air;
bertambahnya debit (luah) akan mengakibatkan meningkatnya kecepatan pemikiran yang selanjutnya memperbesar kecepatan pengangkutan;

dalam penyelidikan komponen fisikal hams dilandasi dengan formulasi teori­teori.
Greenwood (1793-1875) yakni pendukung Hutton dan Playfair. Konsep yang dikemukakan oleh Greenwood adalah:

proses denudasi di suatu lahan sanggup dijelaskan dengan hujan dan sungai; air huj an yang jatuh di permukaan bumi membawa material halus di sepanjang lereng membentuk alur-alur dan kesudahannya membentuk sungai-sungai kecil;

lembah dan lereng merupakan suatu sistem yang terintegrasi.
Jukes (1811-1869), mengemukakan pandangannya bahwa abrasi marin tidak sanggup membentuk lembah. Jukes yakni orang pertama yang mengidentifikasikan peranan vegetasi dalam pembentukan bentukahan.

5. Fase ke lima (Awal periode 20)
Dalam fase lima ini tokoh yang paling populer yakni William Moris Davis (1850-1934). Teori yang pertama dikemukakan yakni “Siklus Geomorfik” yang diterbitkan tahun 1889 dalam makalahnya yang berjudul “The rivers and valleys in Pennsylvania”.

Dalam siklus geomorfik tersebut disebutkan bahwa semua bentuklahan akan berkembang berdasarkan tiga stadium, yaitu : stadium muda, dewasa, dan tua. Konsep Davis lainnya yang populer yakni trilogi. Konsep trilogi tersebut menjelaskan bahwa bentukahan ditentukan oleh struktur, proses dan stadium.

Walther Penk dalam tahun 1920 dan 1930 mengemukakan keberatannya terhadap teori Davis. Perbedaannya terletak pada pandangannya terhadap perkembangan bentuklahan. Menurut Penck perkembangan bentanglahan tergantung oleh imbas tektonik yang aktif dan iklim. Akhirnya Penck menyadari bahwa pendekatan yang dilakukannya bersifat geologis, sedangkan pendekatan Davis lebih bersifat geografis.

Setelah periode Davis dan Penck banyak buku teks geomorfologi yang terbit, akan tetapi sampai tahun 1960 (an) sebagian besar masih mengikuti konsep Davis, antara lain: Lobeck (1939), Thornbury (1954), Wooldridge (1959) dan Spark (1960). Setelah tahun 1960 (an) buku-buku teks geomorfologi sanggup dikelompokkan menjadi empat atas dasar pokok bahasannya sebagai berikut.

Kelompok topikal, yaitu yang menekankan pada salah satu aspek geomorfologi mirip proses pelapukan (Oilier, 1969), proses fluvial (Leopold, et al, 1964), Morisawa, 1968 dan Richard, 1982); gunungapi (Olier, 1969) dan pantai (Pethick, 1979)
Kelompok metode dan tehnik penelitian dalam geomorfologi mirip King dan Goudie (1981, 1990), Dackombe (1983) dan Verstappen (1976);

Kelompok pemetaan, yaitu yang menekankan pada tehnik pemetaan morfologi dan geomorfologi, mirip Verstappen dan Van Zuidam (1966, 1979), Klimmaszeski (1978), Demek (19780 dan Dorses dan Salome (1973);

Kelompok terapan, yaitu yang menekankan pada terapan geomorfologi untuk aneka macam tujuan mirip dalam bidang penilaian lahan, kerekayasaan, konservasi lahan, penilaian sumberdaya material dan dalam bidang lingkungan, mirip Van Zuidam, et al., (1979), Cooke, et al., (1974, 1982), Verstappen (1983), Maitor Pesci (1985), Hooke (1988), Viles dan Spencer, 1995, Panizza (1996) dan Oya, 2001.

Dalam buku-buku teks geomorfologi sehabis tahun 1960-an analisis geomorfologis sudah ada kecenderungan ke analisis kuantitatif. Hal tersebut dimungkinkan oleh kemajuan teknologi dalam menciptakan instrumen yang lebih simpel dan lebih teliti.

Dalam bukunya Leopold et al., (1960) yang berjudul “Fluvial Processes in Geomorphology” banyak menyajikan data debit yang dikaitkan dengan parameter lembah sungai dan besar muatan sedimen, King (1960), Goudie (1986) dan Dackombe (1983) memperlihatkan petunjuk simpel dalam mengukur, mengklasifikasikan aspek geomorfologi secara mendalam, termasuk analisis material batuan penyusun.

Metode pemetaan geomorfologi yang semula banyak dikerjakan secara terestrial, sehabis periode tahun 1960-an mulai memanfaatkan foto udara dan atau gambaran penginderaan jauh yang lain, bahkan pads dasawarsa terakhir ini pemetaan geomorfologi tanpa memakai tehnik penginderaan jauh dirasa kurang memadai.
Berikut ini yakni sepuluh konsep dasar Geomorfologi berdasarkan Thornbury:

1. Proses fisik dan aturan yang terjadi seluruhnya dikala ini telah terjadi juga sepanjang waktu geologi, meskipun intensitasnya tidak sama mirip sekarang”. Konsep ini hampir sama dengan prinsip yang dikemukakan oleh James Hutton pada 1785 yaitu prinsip uniformitarianisme. James Hutton mengajarkan “the present is the key to the past”, tetapi beliau mengaplikasikan prinsip ini terlalu kaku dan beropini bahwa proses geologi yang terjadi dahulu dan kini mempunyai intensitas yang sama. Telah terbukti bahwa intensitas peristiwa geologi tiap waktu tidak sama, mirip gletser pada Pleistosen lebih besar intensitasnya dibanding sekarang.

2. Struktur geologi yakni salah satu pengontrol mayoritas dalam evolusi pada bentang alam dan tercermin pada daratan tersebut”. Pada suatu waktu W.M Davis mengajarkan bahwa struktur, proses, dan tingkatan yakni faktor pengontrol utama pada bentang alam. Tetapi apa yang diajarkan Davis wacana “tingkatan” cukup diragukan oleh para geomorfologist. Hal yang tidak diragukan yakni wacana proses dan struktur. Istilah struktur tidak hanya meliputi lipatan, kekar, dan uncomfotmity tetapi juga meliputi cara bagaimana material bumi membentuk daratan yang meninggalkan jejak yang berbeda antara satu dengan yang lainnya mirip perilaku batuan, kehadiran kekar, sesar, unsur mineral, dan sebagainya.

3. Banyak relief permukaan Bumi lantaran proses geomorfologi berlangsung pada kecepatan yang berbeda”. Alasan utama gradasi pada permukaan bumi terjadi secara berbeda yakni batuan pada kerak Bumi mempunyai ragam litologi dan struktur dan oleh lantaran itu mengakibatkan perbedaan resistensi dalam proses gradasi. Perbedaan pada komposisi dan struktur batuan tercermin tidak hanya pada variasi geomorfologi secara regional tetapi juga pada topografi lokal. Selain litologi dan struktur ada juga faktor lain yang mempengaruhi mirip suhu, kelembaban, ketinggian, mikroklimatik, dan jumlah vegetasi yang menutupi permukaan. Pengaruh-pengaruh ini akan tampak pada intensitas pengendapan, laju penguapan, jumlah embun tanah, dan sebagainya.

4. Proses geomorfologi meninggalkan jejak khusus pada bentang alam, dan setiap proses geomorfologi menghasilkan aksara yang terkumpul pada pembentukan muka bumi”. Proses yang dimaksud meliputi proses fisik dan kimia yang terjadi dikala modifikasi muka Bumi. Bentang alam mempunyai pembeda yang bergantung pada proses geomorfologi pada dikala pembentukannya mirip dataran banjir, kipas aluvial, dan delta yang dibuat oleh arus. Meskipun sangat sempurna bahwa pembentukan bentang alam berasal dari proses geomorfologi yang terpisah, tetapi kita akan menyadari bahwa bentang alam yakni produk dari sekelompok proses.

5. Karena biro erosional berbeda pada permukaan Bumi, maka akan menghasilkan urutan yang sesuai dengannya pada bentang alam”. Hampir semua geomorfologist percaya bahwa bentang alam mempunyai proses yang teratur dan berurutan, tetapi tidak selalu melewati tahapan muda, dewasa, dan tua. Konsep muda, dewasa, dan bau tanah mungkin cocok pada tingkat dasar tetapi tidak cocok ketika pendekatan canggih dilakukan pada evolusi bentang alam.

6. Kompleksitas dari evolusi geomorfologi lebih lazim dibandingkan dengan yang sederhana”. Biasanya kebanyakan detail topografi dibuat dari proses selama siklus erosi, sangat jarang kumpulan bentang alam yang terbentuk dari satu proses geomorfologi. Horberg (1952) mengelompokkan  interpretasi bentang alam dalam 5 kategori utama : sederhana (produk dari satu proses geomorfologi yang utama), adonan (produk dari dua atau lebih proses geomorfologi baik dipermukaan mirip angin dan gletser maupun di bawah permukaan mirip sesar dan larutan air bawah tanah), monosiklik (menghasilkan jejak hanya dari satu siklus erosi, lebih sedikit dibanding multisiklik), multisiklik (menghasilkan jejak lebih dari satu siklus erosi), dan resurrected landscapes. Selain itu ada konsep komplemen yaitu polyclimatic landscapes, yaitu banyak bentang alam yang berkembang dalam kondisi  lebih dari satu kondisi iklim bersamaan dengan variasi kondisi mayoritas pada proses geomorfologi. Resurrected landscapes yakni bentang alam yang terbentuk selama periode waktu geologi yang lalu, kemudian terkubur di bawah yang ditutupi oleh batuan sedimen atau beku.

7. Sedikit topografi Bumi lebih bau tanah daripada Tersier dan kebanyakan tidak ada yang lebih bau tanah daripada Pleistosen”. Ashley (1931) memperkirakan setidaknya 90 persen daratan yang ada kini terbentuk pada post-Tersier dan mungkin sekitar 99 persen terbentuk pada post-tengah Miosen. Contohnya mirip pegunungan Himalaya  pertama terlipat pada zaman Kapur dan hampir seluruh topografi mirip kini terbentuk pada Pleistosen.

8. Interpretasi yang sempurna pada bentang alam  masa kini mustahil tanpa apresiasi dari imbas perubahan geologi dan iklim selama Pleistosen”. Gletser dan diastropishm yakni peristiwa yang signifikan pada Plesitosen yang mempengaruhi bentang alam yang kita jumpai pada masa kini. Diastropishm berperan pada pembentukan bentang alam disekitar batas lempeng bahari pasifik. Gletser yang terjadi pada Plesitosen salah satunya berefek pada arus yang terjadi pada sungai Ohio dan Missouri yang kita lihat sekarang. Air lelehan dari zaman es diperkirakan berefek pada permukaan Bumi seluas 10.000.000 m2.

9. Apresiasi terhadap perubahan iklim dunia dibutuhkan untuk memahami secara sempurna terhadap ragam penting dari proses geomorfologi yang berbeda”. Ragam iklim sanggup mempengaruhi operasi dari proses geomorfologi baik secara eksklusif maupun tidak langsung. Pengaruh secara tidak eksklusif yakni mirip iklim yang besar lengan berkuasa terhadap jumlah, jenis, dan distribusi tumbuhan yang menutupi bentang alam. Pengaruh secara eksklusif yakni mirip jumlah dan jenis pengendapan, intensitasnya, korelasi antara pengendapan dan penguapan, rentang suhu harian, dan kecepatan dan arah angin.

10. Geomorfologi tidak hanya fokus terhadap bentang alam masa kini, tetapi juga masa lalu”. Geomorfologist juga sanggup menyusun sejarah wacana suatu bentang alam yakni dengan prinsip uniformitarianisme .
Selama sejarah perkembangan Geografi, dikenal dua objek kajian utama, yaitu: Geografi Fisik, yang mendasarkan pada objek bentang alami (natural landscape) dengan pementingan pada bentuklahan (landform), dan Geografi Sosial, yang mendasarkan kepada objek bentang budaya (cultural landscape).

Dalam Geografi, dikaji fenomena geosfer melalui 3 (tiga) pendekatan, yaitu: (a) pendekatan keruangan, (b) ekologi, dan (c) kompleks wilayah. Fenomena geosfer merupakan hasil dari interaksi faktor alam dan faktor manusia.

Kenampakan fenomena geosfer pada hakekatnya ada 3 (tiga) paham utama, yaitu: (a) deterministik (faktor alam mempengaruhi kondisi manusia), (b) posibilistik (faktor insan mempengaruhi alam), dan (c) probabilistik (faktor alam dan insan sama-sama memperlihatkan kemungkinan terbentuknya fenomena geosfer).

Aspek-aspek geomorfologi meliputi:

1. Aspek morfologi:
Morfografi yakni suatu bentuk lahan yang dinyatakan dalam kualitatif
Morfometri yakni suatu bentuk lahan yang dinyatakan dalam kuantitatif

2. Aspek morfogenesis
Menyangkut asal undangan dari bentuk lahan. Morfogenesis terkait dengan tenaga dan proses geomorfologi

3. Aspek morfoklonologis
Membahas wacana urutan peristiwa suatu lahan yang diwujudkan dalam bentuk peta.

4. Aspek morfosiasi
Membahas wacana urutan peristiwa antara satu bentuk lahan dengan bentuk lahan yang lain.

Asal undangan bentuk lahan (genesis) yaitu:
1. Bentuk lahan asal proses structural yaitu bentuk lahan yang diakibatkan oleh tenaga endogen terutama dengan struktur geologi;
  • Lipatan
  • Patahan
  • Pengangkatan
2. Bentuklahan asal proses vulkanik yaitu bentuklahan yang disebabkan oleh proses gunung api. Satuan bentuklahannya yaitu:
  • Kawah yaitu suatu cekungan yang terbentuk oleh acara dari magma
  • Lava field (medan lava) yaitu terjadi dari akhir pembekuan dari lava. Cirri-cirinya mempunyai topografi yang halus,tekstur batuannya kasar.
  • Medan lahar yaitu terbentuk dari pembekuan dari lahar
  • Kerucut gunung api yaitu terbentuk dari cuilan puncak gunung api dan mempunyai lereng yang terjal
  • Lereng atas yaitu cuilan dari gunung api yang biasanya ditandai oleh lereng yang sangat curam dan mempunyai vegetasi lumut
  • Lereng tengah yaitu terletak pada cuilan tengah gunung api yang ditandai lereng yang sangat curam dan mempunyai vegetasi bermacam-macam
  • Lereng bawah yaitu cuilan gunung api yang bersahabat dengan kakinya yang ditandai dengan yang miring
  • Lereng kaki yaitu cuilan dari gunung api yang mempunyai lereng yang landai
  • Dataran alluvial gunung api yaitu terbentuk dari material yang halus dan mempunyai lereng yang datar (0 – 2%)
  • Dataran antar gunung api yaitu ditandai oleh lereng yang datar dan mempunyai 2 jenis batuan
  • Sadle intermountain yaitu cekungan antar gunung api
  • Bocca yaitu suatu kubah yang terbentuk akhir acara magma yang keluar dibagian samping/tengah
  • Dike yaitu acara magma yang mirip tiang
  • Barranco yaitu lembah dari gunung api/ tempat lewatnya lahar piroklastik
3. Bentuklahan asal proses denudasional merupakan bentuk lahan yang disebabkan oleh tenaga eksogen (pelapukan, erosi, sedimentasi, mass movement). Satuan bentuklahannya yaitu:
  • Pegunungan denudasional terkikis
  • Perbukitan denudasional terkikis
  • Perbukitan terisolasi
  • Peneplain
  • Kerucut talus
  • Pledmont
  • Pediment

4. Bentuklahan asal proses fluvial yaitubentuklahan yang disebabkan oleh air yang mengalir dan terjadinya sedimentasi. Bentukanlahannyab adalah:
  • Dataran alluvial yang mempunyai ciri-ciri topografi yang datar 0 – 2%, batuannya alluvial, terjadi akhir proses pengendapan dan penggunaan lahan beraneka ragam
  • Tanggul alam (natural levee) yang mempunyai topografi yang blebih tinggi, kualitas air yang sangat elok lantaran berasal dari sedimen yang lebih kasar, terbentuk akhir proses luapan
  • Rawa belakang (back swamp) mempunyai topografi yang yang cekung, wilayahnya selalu tergenang air.
  • Ledok fluvial
  • Point kafe yaitu endapan yang terdapat pada cuilan luar meander sungai
  • Channel kafe yaitu pulau yang terdapat ditengah sungai yang terjadi lantaran adanya batuan yang menghambat.
  • Oxbow lake
  • Crevasse-splays yaitu hasil luapan sungai
  • Kipas alluvial (Alluvial fan) yaitu terjadi pada ekspresi suatu riam atau lembah pada suatu pegunungan yang berbatasan dengan daratan
  • Dataran banjir yaitu mempunyai topografi datar dan merupakan tempat yang sering tergenang air banjir dengan periode 1 p- 2 tahun
  • Cekungan fluvial yaitu cuilan terendah dari dataran banjir sungai, tersusun dari material sangat halus dari muatan suspense dengan tebal penimbunan sekitar 1 sampai 2 cm, untuk setiap peristiwa banjir.
  • Teras alluvial yaitu bentuklahan yang dibatasi oleh dataran yang berlereng curam disuatu sisi dan lereng landai/datar disisi lain
  • Delta
5. Bentuklahan asal proses marin yaitu bentuklahan yang berasal dari air laut. Bentuklahannya adalah:
  • Platform
  • Cliftf dan notch
  • Spit,lidah gosong pasir laut
  • Ledok antar beting pasir laut
  • Hamparan lumpur, mudflat
  • Dataran Gisik
  • Beting gisik
  • Tombolo
  • Dataran alluvial pantai
  • Teras marin
  • Lagun
6. Bentuklahan asal proses solusional/karst yaitu bentuklahan yang diakibatkan oleh proses pelarutan. Bentuklahannya terbagi 2 yaitu:
a. Bentuklahan negative:
  • Doline yakni ledokan yang berbentuk corong pada kerikil gamping dengan diameter dari beberapa meter sampai 1 Km dan kedalamannya dari beberapa meter sampai ratusan meter.
  • Uvala yakni ledokan tertutup yang luas yang terbentuk oleh gabungan dari beberapa doline .
  • Polje yakni ledokan tertutup yang luas dan memanjang didaerah topografi karst yang mempunyai dasar mendatar dan dinding terjal.
  • Blind Valley yakni satu lembah mendadak berakhir/ buntu dan sungai yang terdapat pada lembah tersebut menjadi lenyap dibawah tanah.

b. Bentuklahan positif:
  • Kygelkarst yakni bentuklahan yang didirikan oleh sejumlah bukit berbentuk kerucut yang adakala dipisahkan oleh cockpit.
  • Turmkarst yang terdiri atas perbukitan berlereng curam atau vertical yang menjulang tersendiri diantara dataran alluvial.
7. Bentuklahan asal proses aeolin (angin) yaitu bentuik lahan yang disebabkan oleh angin yang mengangkut material

8. Bentuklahan asal proses organic yaitu bentuklahan yang diakibatkan oleh acara makhluk hidup. Bentuklahannya yaitu:
  • Gambut
  • Rataan terumbu
  • Hutan bakau
  • Makhluk hidup yang menciptakan sarang
9. Bentuklahan asal proses glacial yaitu bentuklahan yang disebabkan oleh proses pencairan es. Bentuklahannya yaitu:
  • Moraine
  • Horn
  • Cirque
  • Firm
Menurut Verstappen (1983) geomorfologi sanggup dikelompokkan dalam empat cuilan besar, yaitu:

  1. Geomorfologi statis yang lebih memusatkan perhatian pada bentuk-bentuk permukaan bumi yang nyata 
  2. Geomorfologi dinamis yang lebih memusatkan perhatian pada gaya dan proses yang mengakibatkan bentuk-bentuk permukaan bumi
  3. Geomorfologi genetis yang lebih memusatkan perhatian pada perkembangan relief permukaan bumi
  4. Geomorfologi kelingkungan yang lebih memusatkan perhatian pada bentuk-bentuk ekologis bentangan alam dengan memakai ukuran-ukuran tertentu.

Daftar Pustaka
  1. Suharini, Erni dan Abraham Palangan. 2008. Geomorfologi Gaya, Proses dan Bentuk Lahan. Semarang: Widya Karya.
  2. https://edu.paperplane-tm.site/search?q=27/perkembangan-geomorfologi/
  3. https://diamondgeologist.wordpress.com/2012/02/18/10-konsep-geomorfologi-menurut-thornbury/
  4. http://habib-geo.blogspot.com/2012/11/geomorfologi

Related : Geomorfologi: Pengertian, Sejarah, Aspek, Konsep, Dan Cabangnya

0 Komentar untuk "Geomorfologi: Pengertian, Sejarah, Aspek, Konsep, Dan Cabangnya"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)