Filsafat Eksistensialisme

 


Aliran filsafat Eksistensialisme ialah filsafat yang pemahamannya berpusat pada manusia/individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas, tanpa mendalami nilai kebenaran sesuatu. Sebenarnya bukannya tidak mendalami atau mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran itu relatif, maka masing-masing individu bebas memilih sesuatu mereka anggap benar.

Eksistensialisme ialah salah satu aliran besar tradisi filsafat Barat. Eksistensialisme mempersoalkan keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an itu dihadirkan lewat kebebasan. Pertanyaan utama yang bekerjasama dengan eksistensialisme ialah (selalu) duduk kasus kebebasan. Apakah kebebasan itu? bagaimana insan yang bebas? dan sesuai dengan ilham utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah bentuk determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri.



Filsafat eksistensialisme hadir lewat Jean Paul Sartre (versi pembelajaran filsafat di sekolahan), Sartre terkenal dengan diktumnya "human is condemned to be free", insan dikutuk untuk bebas. Maka dengan kebebasannya itulah kemudian insan bertindak. Pertanyaan yang paling sering muncul sebagai derivasi kebebasan eksistensialis adalah, sejauh mana kebebasan tersebut bebas? atau "dalam istilah orde baru", apakah eksistensialisme mengenal "kebebasan yang bertanggung jawab"? Bagi eksistensialis, saat kebebasan ialah satu-satunya universalitas manusia, maka batasan dari kebebasan dari setiap individu ialah kebebasan individu lain. Namun, Bapak filsafat eksistensialisme ini ialah Søren Aabye Kierkegaard, dialah yang pertamakali mencetuskan filsafat eksistensialisme kemudian diturunkan kepada Sartre, walaupun hasilnya Sartre lebih banyak dikenal dalam studi filsafat ejsistensialisme alasannya ialah karya-karyanya.


Namun, menjadi eksistensialis, bukan melulu harus menjadi seorang yang lain daripada yang lain, sadar bahwa keberadaan dunia merupakan sesuatu yang berada diluar kendali manusia, tetapi bukan menciptakan sesuatu yang unik ataupun yang gres yang menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan atas dasar harapan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan ialah inti dari eksistensialisme.



Søren Aabye Kierkegaard


Søren Aabye Kierkegaard lahir di Kopenhagen, Denmark, 5 Mei 1813 dan meninggal di Kopenhagen, Denmark, 11 November 1855 pada umur 42 tahun. Dia ialah seorang filsuf dan teolog kurun ke-19. Kierkegaard sendiri melihat dirinya sebagai seseorang yang religius dan seorang anti-filsuf, tetapi kini ia dianggap sebagai bapaknya filsafat eksistensialisme. Kierkegaard menjembatani jurang yang ada antara filsafat Hegelian dan apa yang kemudian menjadi Eksistensialisme. Kierkegaard terutama ialah seorang kritikus Hegel pada masanya dan apa yang dilihatnya sebagai formalitas hampa dari Gereja Denmark. Filsafatnya merupakan sebuah reaksi terhadap dialektika Hegel.


Banyak dari karya-karya Kierkegaard membahas masalah-masalah agama menyerupai contohnya hakikat iman, forum Gereja Kristen, etika dan teologi Kristen, dan emosi serta perasaan individu saat diperhadapkan dengan pilihan-pilihan eksistensial. Karena itu, karya Kierkegaard kadang kala digambarkan sebagai eksistensialisme Nasrani dan psikologi eksistensial. Karena ia menulis kebanyakan karya awalnya dengan memakai aneka macam nama samaran, yang seringkali mengomentari dan mengkritik karya-karyanya yang lain yang ditulis dengan memakai nama samaran lain, sangatlah sulit untuk membedakan antara apa yang benar-benar diyakini oleh Kierkegaard dengan apa yang dikemukakannya sebagai argumen dari posisi seorang pseudo-pengarang.


Ludwig Wittgenstein beropini bahwa Kierkegaard "sejauh ini, ialah pemikir yang paling mendalam dari kurun ke-19".

Pemikiran Kierkegaard


Pemikiran Kierkegaard, sebagai kritik atas Hegel, menekankan pada aspek subjektivisme. Mengingat seluruhnya intinya ialah manifestasi dari apa yang disebut Hegel sebagai fenomenologi roh maka individu insan direduksi menjadi kawanan. Hal ini akan melenyapkan individu dari tanggung jawab pribadinya secara etis bahkan juga melenyapkan keberadaan individu di dalam kerumunan kawanan. Penekanan pada keberadaan individu inilah yang menyebabkan Kierkegaard dianggap sebagai bapak eksistensialisme yang dipopulerkan oleh Sartre kelak.


Pemikiran lain yang menarik ialah sebuah dialektika eksistensialis yang menggambarkan perkembangan religiusitas insan dari apa yang disebutnya tahap estetis, tahap etis, sampai tahapan religius. Tahap pertama ialah tahap estetis yaitu saat insan bereksistensi menurut prinsip kesenangan indrawi, sebagaimana arti kata estetis yang bermakna mengindra. Tokoh dalam peradaban barat yang menjadi teladan ialah Don Juan yang memburu kesenangan.


Tahapan kedua dicapai dengan satu lompatan menuju tahap dimana insan bereksistensi dengan pertimbangan moral universal dalam kerangka benar dan salah. Tokoh yang sanggup dijadikan teladan ialah Socrates yang mengorbankan dirinya demi prinsip moral universal. Tahap terakhir ialah tahap keimanan puncak yang tidak sanggup dinilai dengan evaluasi moral universal namun menemui sifat paradoks keimanan.


Tokoh yang dijadikan teladan ialah Ibrahim (atau Abraham) dalam dongeng penyembelihan anaknya (Ishak dalam agama Nasrani dan Ismail dalam agama Islam) yang tindakannya tersebut, sebagai manifestasi dari keimanannya, tidak sanggup dinilai dengan evaluasi moral universal. Sebuah tindakan yang mengandung dasar paradoks alasannya ialah di satu sisi Ibrahim menyerahkan diri sepenuhnya, dan kehilangan segala-galanya, dengan gerakan imannya dan di sisi lain, secara bersamaan, ia mendapat segalanya dengan cara yang baru. Sebuah kegilaan ilahi[8], sesuatu yang tidak dikutuk tapi justru dianjurkan oleh Kierkegaard, yang akan tampak abstrak apabila dimasukkan ke dalam kategori moral universal.

Related : Filsafat Eksistensialisme

0 Komentar untuk "Filsafat Eksistensialisme"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)