Mitologi Sang Ratu Kidul


Di dalam karaton banyak ditemukan banyak sekali macam lambang dalam segi kehidupan, dimulai dari bentuk dan cara mengatur bangunan, mengatur penanaman pohon yang dianggap keramat, mengatur tempat duduk, menyimpan dan memelihara pusaka, macam pakaian yang dikenakan dan cara mengenakannya, bahasa yang harus dipakai, tingkah laku, pemilihan warna dan seterusnya. Karaton juga menyimpan dan melestarikan nilai-nilai lama, Mitos yang sangat besar lengan berkuasa terhadap kehidupan masyarakat dan komunitas karaton ialah mitos Kangjeng Ratu Kidul.
Kedudukan mitos itu sangat menonjol, sebab tanpa mengenal mitos Kangjeng Ratu Kidul, orang tidak akan sanggup mengerti makna dari tarian sakral Bedhaya Ketawang, yang semenjak Paku Buwana X naik tahta, setiap setahun sekali tarian itu dipergelarkan pada program ulang tahun penobatan Raja. Tanpa mengenal mitos itu makna Panggung Sangga Buwana akan sulit dipahami, demikian pula mengenai mitos yang dulu dikenal rakyat sebagai lampor.
‘Gung pra peri perayangan ejim
sumiwi Sang Sinom
Prabu Rara yekti gedhe dhewe.
(kutipan dari “Babad Nitik”)
terjemahkan:
segenap makhluk halus jin
bersembah pada Sang Ratu
yang besar tak bertara
Terdapat banyak sekali macam versi mitos Kanjeng Ratu Kidul antara lain berdasarkan kisah pujangga Yosodipuro. Di kerajaan Kediri, terdapat seorang putra raja Jenggala yang berjulukan Raden Panji Sekar Taji yang pergi meninggalkan kerajaannya untuk mencari tempat kekuasaan baru. Pada masa pencariannya sampailah ia di hutan Sigaluh yang didalamnya terdapat pohon beringin berdaun putih dan bersulur panjang yang berjulukan waringin putih. Pohon itu ternyata merupakan sentra kerajaan para lelembut (mahluk halus) dengan Sang Prabu Banjaran Seta sebagai rajanya.
Berdasarkan keyakinannya akan tempat itu, Raden Panji Sekar Taji melaksanakan pembabatan hutan sehingga pohon waringin putih tersebut ikut terbabat. Dengan terbabatnya pohon itu si Raja lelembut yaitu Prabu Banjaran Seta merasa bahagia dan sanggup menyempurnakan hidupnya dengan pribadi musnah ke alam sebenarnya. Kemusnahannya berwujud suatu cahaya yang kemudian pribadi masuk ke badan Raden Panji Sekar Taji sehingga menjadikan dirinya bertambah sakti.
Alkisah, Retnaning Dyah Angin-Angin ialah saudara perempuan Prabu Banjaran Seta yang kemudian menikah dengan Raden Panji Sekar Taji yang selanjutnya dinobatkan sebagai Raja. Dari hasil perkawinannya, pada hari Selasa Kliwon lahirlah putri yang berjulukan Ratu Hayu. Pada ketika kelahirannya putri ini berdasarkan cerita, dihadiri oleh para bidadari dan semua mahluk halus. Putri tersebut diberi nama oleh eyangnya (Eyang Sindhula), Ratu Pegedong dengan harapan nantinya akan menjadi perempuan tercantik dijagat raya. Setelah sampaumur ia benar-benar menjadi perempuan yang anggun tanpa cacat atau tepat dan wajahnya mirip dengan wajah ibunya bagaikan pinang dibelah dua. Pada suatu hari Ratu Hayu atau Ratu Pagedongan dengan menangis memohon kepada eyangnya biar kecantikan yang dimilikinya tetap abadi. Dengan kesaktian eyang Sindhula, jadinya permohonan Ratu Pagedongan perempuan yang cantik, tidak pernah renta atau keriput dan tidak pernah mati hingga hari simpulan zaman dikabulkan, dengan syarat ia akan berubah sifatnya menjadi mahluk halus yang sakti mandra guna (tidak ada yang sanggup mengalahkannya).
Setelah berubah wujudnya menjadi mahluk halus, oleh sang ayah Putri Pagedongan diberi kekuasaan dan tanggung jawab untuk memerintah seluruh wilayah Laut Selatan serta menguasai seluruh mahluk halus di seluruh pulau Jawa. Selama hidupnya Ratu Pagedongan tidak memiliki pedamping tetapi ia diramalkan bahwa suatu ketika ia akan bertemu dengan raja agung (hebat) yang memerintah di tanah Jawa. Sejak ketika itu ia menjadi Ratu dari rakyat yang mahluk halus dan memiliki berkuasa penuh di Laut Selatan.

Kekuasaan Ratu Kidul di Laut Selatan juga tertulis dalam serat Wedatama yang berbunyi:
Wikan wengkoning samodra,
Kederan wus den ideri,
Kinemat kamot hing driya,
Rinegan segegem dadi,
Dumadya angratoni,
Nenggih Kangjeng Ratu Kidul,
Ndedel nggayuh nggegana,
Umara marak maripih,
Sor prabawa lan wong agung Ngeksiganda.
terjemahkan:
Tahu akan batas samudra
Semua telah dijelajahi
Dipesona nya masuk hati
Digenggam satu menjadi
Jadilah ia merajai
Syahdan Sang Ratu Kidul
Terbang tinggi mengangkasa
Lalu tiba bersembah
Kalah perbawa terhadap
Junjungan Mataram
[setubuh alamai-senyawa Illahi]
Yang artinya : Mengetahui/mengerti betapa kekuasaan samodra, seluruhnya sudah dilalui/dihayati, dirasakan dan meresap dalam sanubari, menyerupai digenggam menjadi satu genggaman, sehingga terkuasai. Tersebutlah Kangjeng Ratu Kidul, naik ke angkasa, tiba menghadap dengan hormat, kalah wibawa dengan raja Mataram.
Ada versi lain dari masyarakat Sunda (Jawa Barat) yang menceritakan bahwa pada jaman kerajaan Pajajaran, terdapat seorang putri raja yang jelek rupa dan mengidap penyakit kulit bersisik sehingga bentuk dan seluruh tubuhnya jelak tidak terawat.Oleh sebab itu, Ia diusir dari kerajaan oleh saudara-saudaranya sebab merasa aib memiliki saudara yang berpenyakitan mirip dia. Dengan perasaan sedih dan kecewa, sang putri kemudian bunuh diri dengan mencebur ke maritim selatan.
Pada suatu hari rombongan kerajaan Pajajaran mengadakan slametan di Pelabuhan Ratu. Pada ketika mereka tengah kusuk berdoa muncullah si putri yang anggun dan mereka tidak mengerti mengapa ia berada disitu, kemudian si putri menjelaskan bahwa ia ialah putri kerajaan Pajajaran yang diusir oleh kerajaan dan bunuh diri di maritim selatan, tetapi kini telah menjadi Ratu mahluk halus dan menguasai seluruh Laut Selatan. Selanjutnya oleh masyarakat, ia dikenal sebagai Ratu Kidul.
Dari cerita-cerita mitos perihal Kangjeng Ratu Kidul, jelaslah bahwa Kangjeng Ratu Kidul adalh penguasa lautan yang bertahta di Laut Selatan dengan kerajaan yang berjulukan Karaton Bale Sokodhomas.
Mitos Pertemuan Kangjeng Ratu Kidul Dengan Penembahan Senopati
Sebelum Panambahan Senopati dinobatkan menjadi raja, dia melaksanakan tapabrata di Dlepih dan tapa ngeli. Dalam laris tapabratanya, dia selalu memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa biar sanggup membimbing dan mengayomi rakyatnya sehingga terwujud masyarakat yang adil dan makmur.
Dalam cerita, pada waktu Panembahan Senopati melaksanakan tapa ngeli, hingga di tempuran atau tempat bertemunya aliran sungai Opak dan sungai Gajah Wong di erat desa Plered dan sudah erat dengan Parang Kusumo, Laut Selatan tiba-tiba terjadilah topan dilaut yang dasyat sehingga pohon-pohon dipesisir pantai tercabut beserta akarnya, ikan-ikan terlempar di darat dan menjadikan air maritim menjadi panas seakan-akan mendidih. Bencana alam ini menarik perhatian Kangjeng Ratu Kidul yang kemudian muncul dipermukaan maritim mencari penyebab terjadinya petaka tersebut.
Dalam pencariannya, Kangjeng Ratu Kidul menemukan seorang pendekar sedang bertapa di tempuran sungai Opak dan sungai Gajah Wong, yang tidak lain ialah Sang Panembahan Senopati. Pada waktu Kangjeng Ratu Kidul melihat ketampanan Senopati, kemudian jatuh cinta. Selanjutnya Kangjeng Ratu Kidul menanyakan apa yang menjadi keinginan Panembahan Senopati sehingga melaksanakan tapabrata yang sangat berat dan menimbulkan petaka di maritim selatan, kemudian Panembahan menjelaskan keinginannya
Kangjeng Ratu Kidul memperkenalkan diri sebagai raja di Laut Selatan dengan segala kekuasaan dan kesaktiannya. Kangjeng Ratu Kidul menyanggupi untuk membantu Panembahan Senopati mencapai impian yang diinginkan dengan syarat, jikalau terkabul keinginannya maka Panembahan Senopati beserta raja-raja keturunannya bersedia menjadi suami Kangjeng Ratu Kidul. Panembahan Senopati menyanggupi persyaratan Kangjeng Ratu Kidul namun dengan ketentuan bahwa perkawinan antara Panembahan Senopati dan keturunannya tidak menghasilkan anak. Setelah terjadi kesepakatan itu maka alam kembali damai dan ikan-ikan yang setengah mati hidup kembali.
Adanya perkawinan itu konon mengandung makna simbolis bersatunya air (laut) dengan bumi (daratan/tanah). Ratu Kidul dilambangkan dengan air sedangkan raja Mataram dilambangkan dengan bumi. Makna simbolisnya ialah dengan bersatunya air dan bumi maka akan membawa kesuburan bagi kehidupan kerajaan Mataram yang akan datang.
Menurut sejarah bahwa Panembahan Senopati sebagai raja Mataram yang beristrikan Kangjeng Ratu Kidul tersebut merupakan cikal bakal atau leluhur para raja Mataram ,termasuk Karaton Surakarta Hadiningrat. Oleh sebab itu maka raja-raja karaton Surakarta sesuai dengan akad Panembahan Senopati yaitu menjadi suami dari Kangjeng Ratu Kidul. Dalam perkembangannya, raja Paku Buwana III selaku suami Kangjeng Ratu Kidul telah mendirikan Panggung Sangga Buawana sebagai tempat pertemuannya. Selanjutnya tradisi raja-raja Surakarta sebagai suami Kangjeng Ratu Kidul berlangsung terus hingga dengan raja Paku Buwana X. Alkisah Paku Buwana X yang merupakan suami Ratu Kidul sedang bermain asmara di Panggung Sangga Buwana. Pada ketika mereka berdua menuruni tangga Panggung yang curam tiba-tiba Paku Buwana X terpeleset dan hampir jatuh dari tangga tetapi berhasil diselamatkan oleh Kangjeng Ratu Kidul. Dalam kekagetannya itu Ratu Kidul berseru : “Anakku ngGer…………..” (Oh……….Anakku). Apa yang diucapkan oleh Kangjeng Ratu Kidul itu sebagai Sabda Pandito Ratu artinya sabda Raja harus ditaati. Sejak ketika itu kekerabatan kedudukan mereka berdua berubah bukanlah lagi sebagai suami istri , tetapi hubungannya sebagai ibu dan anak, begitu pula terhadap raja-raja keturunan Paku Buwana X selanjutnya.

Related : Mitologi Sang Ratu Kidul

0 Komentar untuk "Mitologi Sang Ratu Kidul"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)