Pertama-tama lantaran kasus politik dan pemerintahan merupakan kasus sehari-hari yang tidak sanggup dihindarkan, maka filsafat Cina berkecendrungan mengutamakan pemikiran simpel berkenaan kasus dan kehidupan sehari-hari. Dengan perkataan lain ia cenderung mengarahkan dirinya pada persoalan-persoalan dunia. Para hebat sejarah, mengemukakan beberapa ciri yang muncul akhir kecenderungan tersebut, adalah:
1. Dalam pemikiran kebanyakan orang Cina antara teori dan pelaksanaannya tidak sanggup dipisahkan. Dengan demikian pemikiran spekulatif kurang menerima kawasan dalam tradisi filsafat Cina, lantaran filsafat justru lahir lantaran adanya banyak sekali problem yang muncul dari kehidupan yang aktual.
2. Secara umum filsafat Cina bertolak dari semacam ‘humanisme’. Tekanannya pada persoalannya kemanusiaan melebihi filsafat Yunani dan India. Manusia dan perilakunya dalam masyarakat dan peristiwa-peristiwa kemanusiaan menjadi perhatian utama sebagian besar filosof Cina.
3. Dalam pemikiran filosof Cina watak dan spiritualitas (masalah keruhanian) menyatu secara padu. Etika dianggap sebagai intipati kehidupan insan dan sekaligus tujuan hidupnya. Di lain hal konsep keruhanian diungkapkan melalui perkembangan jiwa seseorang yang menjunjung tinggi etika. Artinya spiritualitas seseorang dinilai melalui moral dan etikanya dalam kehidupan sosial, kenegaraan dan politik. Sedangkan inti watak dan kehidupan sosial ialah kesalehan dan kearifan.
4. Meskipun menekankan pada problem insan sebagai makhluk sosial, problem yang bersangkut paut dengan langsung atau individualitas tidak dikesampingkan. Namun demikian secara umum filsafat Cina sanggup diartikan sebagaoi ‘Seni hidup bermasyarakat secara bijak dan cerdas’. Kesetaraan, persamaan dan kesederajatan insan menerima perhatian besar. Menurut para filosof Cina keselerasan dalam kehidupan sosial hanya sanggup dicapai dengan menjunjung tinggi persamaan, kesetaraan dan kesederajatan itu.
5. Filsafat Cina secara umum mengajarkan sikap optimistis dan demokratis. Filosof Cina pada umumnya yakin bahwa insan sanggup mengatasi persoalan-persoalan hidupnya dengan menata dirinya melalui banyak sekali kebijakan simpel serta menghargai kemanusiaan. Sikap demokratis menciptakan bangsa Cina toleran terhadap pemikiran yang anekaragam dan tidak cenderung memandang sesuatu secara hitam putih.
6. Agama dipandang tidak terlalu penting dibanding kebijakan berfilsafat. Mereka menganjurkan masyarakat mengurangi pemborosan dalam penyelenggaraan upacara keagamaan atau penghormatan pada leluhur.
7. Penghormatan terhadap kemanusiaan dan individu tampak dalam filsafat aturan dan politik. Pribadi dianggap lebih tinggi nilainya dibanding aturan-aturan formal yang ajaib dari hukum, undang-undang dan etika. Dalam memandang sesuatu tidak menurut mutlak benar dan mutlak salah, jadi berpedoman pada relativisme nilai-nilai.
8. Dilihat dari sudut pandang intelektual, Para filosof Cina berhasil membangun etos masyarakat Cina menyerupai mengasihi mencar ilmu dan mendorong orang gemar melaksanakan penelitian mendalam atas segala sesuatu sebelum memecahkan dan melaksanakan sesuatu. Demikianlah pengetahuan dan integritas langsung merupakan tekanan utama filsafat Cina. Aliran pemikiran, teori dan metodologi apa saja hanya sanggup mencapai target apabila dilaksanakan oleh seseorang yang mempunyai pengetahuan luas dan integratitas langsung yang kokoh.
1. Dalam pemikiran kebanyakan orang Cina antara teori dan pelaksanaannya tidak sanggup dipisahkan. Dengan demikian pemikiran spekulatif kurang menerima kawasan dalam tradisi filsafat Cina, lantaran filsafat justru lahir lantaran adanya banyak sekali problem yang muncul dari kehidupan yang aktual.
2. Secara umum filsafat Cina bertolak dari semacam ‘humanisme’. Tekanannya pada persoalannya kemanusiaan melebihi filsafat Yunani dan India. Manusia dan perilakunya dalam masyarakat dan peristiwa-peristiwa kemanusiaan menjadi perhatian utama sebagian besar filosof Cina.
3. Dalam pemikiran filosof Cina watak dan spiritualitas (masalah keruhanian) menyatu secara padu. Etika dianggap sebagai intipati kehidupan insan dan sekaligus tujuan hidupnya. Di lain hal konsep keruhanian diungkapkan melalui perkembangan jiwa seseorang yang menjunjung tinggi etika. Artinya spiritualitas seseorang dinilai melalui moral dan etikanya dalam kehidupan sosial, kenegaraan dan politik. Sedangkan inti watak dan kehidupan sosial ialah kesalehan dan kearifan.
4. Meskipun menekankan pada problem insan sebagai makhluk sosial, problem yang bersangkut paut dengan langsung atau individualitas tidak dikesampingkan. Namun demikian secara umum filsafat Cina sanggup diartikan sebagaoi ‘Seni hidup bermasyarakat secara bijak dan cerdas’. Kesetaraan, persamaan dan kesederajatan insan menerima perhatian besar. Menurut para filosof Cina keselerasan dalam kehidupan sosial hanya sanggup dicapai dengan menjunjung tinggi persamaan, kesetaraan dan kesederajatan itu.
5. Filsafat Cina secara umum mengajarkan sikap optimistis dan demokratis. Filosof Cina pada umumnya yakin bahwa insan sanggup mengatasi persoalan-persoalan hidupnya dengan menata dirinya melalui banyak sekali kebijakan simpel serta menghargai kemanusiaan. Sikap demokratis menciptakan bangsa Cina toleran terhadap pemikiran yang anekaragam dan tidak cenderung memandang sesuatu secara hitam putih.
6. Agama dipandang tidak terlalu penting dibanding kebijakan berfilsafat. Mereka menganjurkan masyarakat mengurangi pemborosan dalam penyelenggaraan upacara keagamaan atau penghormatan pada leluhur.
7. Penghormatan terhadap kemanusiaan dan individu tampak dalam filsafat aturan dan politik. Pribadi dianggap lebih tinggi nilainya dibanding aturan-aturan formal yang ajaib dari hukum, undang-undang dan etika. Dalam memandang sesuatu tidak menurut mutlak benar dan mutlak salah, jadi berpedoman pada relativisme nilai-nilai.
8. Dilihat dari sudut pandang intelektual, Para filosof Cina berhasil membangun etos masyarakat Cina menyerupai mengasihi mencar ilmu dan mendorong orang gemar melaksanakan penelitian mendalam atas segala sesuatu sebelum memecahkan dan melaksanakan sesuatu. Demikianlah pengetahuan dan integritas langsung merupakan tekanan utama filsafat Cina. Aliran pemikiran, teori dan metodologi apa saja hanya sanggup mencapai target apabila dilaksanakan oleh seseorang yang mempunyai pengetahuan luas dan integratitas langsung yang kokoh.
Periodisasi Filsafat Cina
Pokok pemikiran dari filsafat dan kebudayaan Cina ialah perikemanusiaan. Filsafat Cina lebih pragmatis dengan mengajarkan bagaimana harus bertindak semoga keseimbangan antara dunia dan nirwana tercapai. Ketika kebudayaan Yunani masih beropini bahwa semua makhluk dikuasai oleh suatu nasib buta (Moira), dan saat kebudayaan India masih mengajarkan bahwa kita di dunia ini tertahan dalam roda reinkarnasi yang terus-menerus, maka di Cina sudah diajarkan bahwa insan sendiri sanggup memilih nasib dan tujuannya.
Pada perkembangan melewati rentan waktu panjang yang dilalui Filsafat di Cina, disini Filsafat Cina sanggup dikategorikan ke dalam empat periode besar, yaitu: Zaman Klasik (600 – 200 SM), zaman Neo-taoisme dan Buddhisme (200 SM – 1000 M), zaman Neo-konfusianisme (1000 – 1900 M) dan zaman Modern (setelah 1900).Pokok pemikiran dari filsafat dan kebudayaan Cina ialah perikemanusiaan. Filsafat Cina lebih pragmatis dengan mengajarkan bagaimana harus bertindak semoga keseimbangan antara dunia dan nirwana tercapai. Ketika kebudayaan Yunani masih beropini bahwa semua makhluk dikuasai oleh suatu nasib buta (Moira), dan saat kebudayaan India masih mengajarkan bahwa kita di dunia ini tertahan dalam roda reinkarnasi yang terus-menerus, maka di Cina sudah diajarkan bahwa insan sendiri sanggup memilih nasib dan tujuannya.
referensi;
Creel, H. G. Chinese Thought from Confusius to Mao Tse tung. 1953. Chicago: The University of Chicago Press.
Yu-Lan, Fung. A History of Chinese Philosophy, vol. I & II. 1952. Princeton: Princeton University Press.
Short History of Chinese Philosophy. 1948. New York: The Free Press.
Liu, JeeLoo. An Introduction to Chinese Philosophy – From Ancient Philosophy to Chinese Buddhism. 2006. Blackwell Publishing.
0 Komentar untuk "Periodisasi Filsafat Cina Dan Ciri-Ciri Filsafat Cina"