Bagaimana Proses Perumusan Dasar Negara?

Dasar negara merupakan pondasi berdirinya sebuah negara. Ibarat sebuah bangunan, tanpa pondasi yang berpengaruh tentu tidak akan berdiri dengan kokoh. Oleh lantaran itu, dasar negara sebagai pondasi harus disusun sekuat mungkin sebelum suatu negara berdiri.

Ketua BPUPKI dr. K.R.T Radjiman Wedyodiningrat pada pidato awal sidang pertama, menyatakan bahwa untuk mendirikan Indonesia merdeka diharapkan suatu dasar negara.

Untuk menjawab undangan Ketua BPUPKI, beberapa tokoh pendiri negara mengusulkan rumusan dasar negara. Rumusan yang diusulkan mempunyai perbedaan satu dengan yang lain.

Namun demikian, rumusan-rumusan tersebut mempunyai persamaan dari segi materi dan semangat yang menjiwainya.

Pandangan para pendiri negara perihal rumusan dasar negara disampaikan berdasarkan sejarah usaha bangsa dan dengan melihat pengalaman bangsa lain.

Meskipun diilhami oleh gagasan-gagasan besar dunia, tetapi tetap berakar pada kepribadian dan gagasan besar dari bangsa Indonesia sendiri.

Usulan mengenai dasar Indonesia merdeka dalam sidang pertama BPUPKI secara berurutan dikemukakan oleh Muhammad Yamin, Soepomo, dan Ir. Soekarno. Pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muhammad Yamin, dikala mengusulkan rancangan dasar negara Indonesia menyampaikan bahwa :

”...rakyat Indonesia mesti menerima dasar negara yang berasal daripada peradaban kebangsaan Indonesia; orang timur pulang kepada kebudayaan timur.”

”... kita tidak berniat, kemudian akan memalsukan sesuatu susunan tata negara negeri haram. Kita bangsa Indonesia masuk yang beradab dan kebudayaan kita beribu-ribu tahun umurnya. (Risalah Sidang, halaman 12)

Muhammad Yamin mengusulkan secara mulut lima dasar bagi negara Indonesia merdeka, yaitu sebagai berikut.
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Sosial

Setelah selesai berpidato, Muhammad Yamin memberikan konsep mengenai dasar negara Indonesia merdeka secara tertulis kepada ketua sidang, konsep yang disampaikan berbeda dengan isi pidato sebelumnya.

Asas dan dasar Indonesia merdeka secara tertulis berdasarkan Muhammad Yamin yaitu sebagai berikut.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan persatuan Indonesia
3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kecerdikan dalam permusya waratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Selanjutnya, pada tanggal 31 Mei 1945, Soepomo memberikan pidatonya perihal dasar negara.
Menurut Soepomo, dasar negara Indonsia merdeka yaitu sebagai berikut.
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan batin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat

Soepomo juga menekankan bahwa negara Indonesia merdeka bukanlah negara yang mempersatukan dirinya dengan golongan terbesar dalam masyarakat dan tidak mempersatukan diri nya dengan golongan yang paling berpengaruh (golongan politik atau ekonomi yang paling kuat).

Akan tetapi mengatasi segala golongan dan segala paham perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyat.

Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 memberikan pidato perihal dasar negara Indonesia merdeka. Usulannya berbentuk philosophische grondslag atau weltanschauung.

Philosophische Grondslag atau Weltanschauung yaitu fundamen, filsafat, pikiran, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk diatasnya didirikan Indonesia merdeka yang kekal dan abadi.

Negara Indonesia yang kekal abadi itu dasarnya yaitu Pancasila. Rumusan dasar negara yang diusulkan olehnya yaitu sebagai berikut.
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau peri kemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan

Ir. Soekarno dalam sidang itu pun me nyampaikan bahwa kelima dasar Negara tersebut bukan dinamakan Panca Dharma.

Atas petunjuk seorang sahabat andal bahasa, rumusan dasar negara tersebut dinamakan Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah mendirikan Negara Indonesia yang kekal dan abadi.

Diskusikan dengan sahabat kalian proposal dari Muh. Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno tersebut. Laporkan hasil diskusi kalian di depan kelas biar menerima jawaban dari teman-teman sekelas kalian.

Pada tamat masa persidangan pertama, Ketua BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang bertugas untuk mengumpulkan proposal para anggota yang akan dibahas pada masa sidang berikutnya.

Panitia Kecil beranggotakan delapan orang di bawah pimpinan Ir. Soekarno, dengan anggota terdiri atas Ki Bagoes Hadikoesoemo, Kyai Haji Wachid Hasjim, Mr. Muhammad Yamin, Sutardjo Kartohadikoesoemo, A.A Maramis, Otto Iskandardinata, dan Drs. Mohammad Hatta.

Panitia kecil mengadakan pertemuan untuk mengumpulkan dan meme riksa usul-usul menyangkut beberapa masalah, yaitu Indonesia Merdeka. Usul-usul yang telah dikumpulkan dimasukkan dalam beberapa golongan, yaitu :

(1) golongan usul yang minta Indonesia merdeka selekas-lekasnya;
(2) golongan usul yang mengenai dasar;
(3) golongan usul yang mengenai soal unitifikasi dan federasi
(4) golongan usul yang mengenai bentuk negara dan kepala negara.
 (5) golongan usul yang mengenai warga negara;
(6) golongan usul yang mengenai daerah;
(7) golongan usul yang mengenai soal agama dan negara;
(8) golongan usul yang mengenai pembelaan, dan
(9) golongan usul yang mengenai soal keuangan. (Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI, 1995:88-89)

Sesudah sidang Chuo Sangi In, Panitia Kecil mengadakan rapat dengan tiga puluh delapan (38) anggota BPUPKI di Kantor Besar Djawa Hookokai.

Pertemuan tersebut membentuk lagi satu Panitia Kecil yang terdiri atas anggota-anggota sebagai berikut :

Ir. Soekarno sebagai ketua,
Mohammad Hatta,
Muhammad Yamin,
A.A Maramis,
Mr. Achmad Soebardjo (golongan kebangsaan),
Kyai Haji Wahid Hasjim,
Kyai Haji Kahar Moezakir,
Haji Agoes Salim, dan
R. Abikusno Tjokrosoejoso (golongan Islam).


Panitia Kecil yang berjumlah sembilan orang ini dikenal dengan sebutan Panitia Sembilan, bertugas untuk menyelidiki usul-usul mengenai perumusan dasar negara. Panitia sembilan mengadakan rapat di rumah kediaman Ir. Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta.

Setelah itu, pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan telah mencapai satu persetujuan atau janji perihal rancangan pembukaan aturan dasar (Undang-Undang Dasar).

Rapat ber eksklusif secara alot lantaran terjadi perbedaan paham antarpeserta perihal rumusan dasar negara terutama soal agama dan negara.

Persetujuan Panitia Sembilan ini termaktub di dalam satu rancangan pembukaan aturan dasar (Undang-Undang Dasar).

Oleh Ir. Soekarno, rancangan pembukaan aturan dasar ini diberikan nama ”Mukadimah”, oleh Mr. Muhammad Yamin dinamakan ”Piagam Jakarta”, dan oleh Sukiman Wirjosandjojo disebut ”Gentlemen’s Agreement  (Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, Tim Penyusun, 2012 : 35-36).

Setelah rapat yang cukup alot, disepakati rumusan konsep dasar negara yang tercantum dalam rancangan mukadimah aturan dasar.

Naskah ini mempunyai banyak persamaan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Adapun suara lengkap naskah mukadimah aturan dasar yaitu sebagai berikut.
”Bahwa bergotong-royong kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh alasannya yaitu itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, lantaran tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dan usaha pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada dikala yang berbahagia, dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh harapan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia Merdeka yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melakukan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu susunan negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, berdasarkan dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kecerdikan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Sumber: jakarta.go.id
Diskusikanlah isi naskah ”Mukadimah” dan analisis perbedaannya dengan sila-sila Pancasila menyerupai tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Laporkan hasil diskusi kalian di depan kelas dan menerima jawaban dari teman-teman kelompok lainnya. Naskah ”Mukadimah” yang ditanda ngani oleh sembilan orang anggota Panitia Sembilan, dikenal dengan nama ”Piagam Jakarta” atau ”Jakarta Charter”.

Panitia Kecil penyelidik usul-usul berkeyakinan bahwa ”Mukadimah” sanggup menghubungkan, mempersatukan paham-paham yang ada di kalangan anggota-aggota BPUPKI.

Selanjutnya, naskah ”Mukadimah” tersebut dibawa ke sidang kedua BPUPKI tanggal 10 – 17 Juli 1945. Pada tanggal 14 Juli 1945, mukadimah disepakati oleh BPUPKI.

Dalam alinea keempat naskah Piagam Jakarta tersebut, terdapat rumusan dasar negara sebagai berikut.
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemelukpemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kecerdikan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan dasar negara yang tercantum dalam naskah ”Piagam Jakarta” tersebut, dalam sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 mengalami perubahan.

Rumusan dasar negara yang diubah yaitu sila pertama yang semula berbunyi ”Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya", diubah menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa".

Latar belakang perubahan sila pertama, berdasarkan Mohammad Hatta bermula dari datangnya utusan opsir Kaigun (Angkatan Laut Jepang).

Mereka memberitahukan bahwa wakil-wakil Protestan dan Kristen dari wilayah yang dikuasai oleh Angkatan Laut Jepang merasa keberatan dengan bab kalimat rumusan dasar negara dalam naskah Piagam Jakarta.

Kalimat yang dimaksud yaitu ”Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Terhadap keberatan tersebut, sebelum sidang PPKI dimulai, Mohammad Hatta mengajak Ki Bagus Hadikusumo, K.H Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Mr. Teuku Mohammad Hasan mengadakan suatu rapat pendahuluan.

Supaya tidak terpecah sebagai bangsa, tokoh pendiri bangsa
yang bermusyawarah telah bermufakat untuk menghilangkan bab kalimat tersebut dan menggantikannya dengan rumusan ”Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sekarang coba kalian simulasikan di depan kelas, suasana para tokoh yang membahas permasalahan rumusan sila pertama ini. Lakukanlah dengansungguh-sungguh dan menerima masukan dari teman-teman di kelas kalian.

Dengan demikian, rumusan dasar negara yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945 yaitu sebagai berikut.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kecerdikan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Related : Bagaimana Proses Perumusan Dasar Negara?

0 Komentar untuk "Bagaimana Proses Perumusan Dasar Negara?"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)