Sejarah Indonesia Xi Belahan 5 Tirani Matahari Terbit

Peristiwa pengeboman Pearl Harbour memperlihatkan kemenangan Jepang terhadap Sekutu pada PD II dalam insiden Perang Pasifik.

Peristiwa itu telah membuka jalan bagi Jepang untuk memasuki negara di Asia, termasuk Indonesia.

Sementara gambar diatas berkaitan dengan citra mengenai cara tentara Jepang memasuki kotakota penting di Indonesia.

Perlu dipahami bahwa “rentetan kemenangan yang dicapai tentara Jepang semenjak melancarkan Perang Pasifik membuka pintu bagi mereka untuk menduduki tanah Hindia Belanda”.

Kedatangan “saudara tua”, sebagaimana Jepang menyebut dirinya, mula-mula disambut dengan penuh harapan, tetapi kemudian mengecewakan rakyat.

Walaupun demikian, pendudukan Jepang membuka sejarah gres bagi Indonesia”. Nah, sejarah gres yang bagaimana?

Sebelum memahami sejarah gres yang dimaksud kau perlu memahami terlebih dulu mengenai bagaimana tentara Jepang itu tiba dan kemudian menguasai Indonesia.

Ikutilah uraian klarifikasi tersebut melalui subbab “Kedatangan Saudara Tua”.

Sejak pengeboman Pearl Harbour oleh angkatan Perang Jepang pada 8 Desember 1941, serangan terus dilancarkan terhadap angkatan maritim Amerika Serikat di Pasifik.

Serangan-serangan itu seakan-akan tak sanggup dibendung oleh Amerika Serikat.

Pasukan Jepang berhasil menghancurkan basis-basis militer Amerika menyerupai di Filipina. Kemudian serangan Jepang juga diarahkan ke Indonesia.

Serangan terhadap Indonesia bertujuan untuk mendapatkan cadangan logistik dan materi industri perang, menyerupai minyak bumi, timah, dan aluminium.

Sebab, persediaan minyak di Indonesia diperkirakan sanggup mencukupi kebutuhan Jepang selama Perang Pasifik.

Perlu dipahami bahwa pada ketika Jepang ini memasuki Indonesia sudah membawa kultur dan ideologi fasisme. Jepang sudah menjadi negara fasis.

Fasis—fasisme yaitu paham atau ideologi. Fasisme sanggup dimaknai sebagai sistem (sistem pemerintahan), di mana semua kekuasaan berada pada satu tangan seorang yang diktator dan otoriter.

Dalam menyebarkan kehidupan berbangsa menjadi sangat nasionalistik (chauvinistik), elitis, dan rasialis.

Penataan kehidupan sosial dan ekonomi sangat ketat, sentralistik dalam sebuah korporasi pemerintah yang adikara di bawah pemimpin yang diktator.

Fasisme ini mula pertama berkembang di Italia pada tahun 1922 dengan tokohnya Benito Mussolini.

Kemudian pada tahun 1933 berkembang di Jerman, yang selanjutnya berkembang juga di Jepang. Pada Januari 1942, Jepang mendarat dan memasuki Indonesia.

Tentara Jepang ini masuk ke Indonesia melalui Ambon dan menguasai seluruh Maluku. Meskipun pasukan KNIL (Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger) dan pasukan Australia berusaha menghalangi, tapi kekuatan Jepang tidak sanggup dibendung.

Daerah Tarakan di Kalimantan Timur kemudian dikuasai oleh Jepang bersamaan dengan Balikpapan (12 Januari 1942).

Jepang kemudian menyerang Sumatra sehabis berhasil memasuki Pontianak. Bersamaan dengan itu Jepang melaksanakan serangan ke Jawa (Februari 1942).

Pada tanggal 1 Maret 1942, kemenangan tentara Jepang dalam Perang Pasifik memperlihatkan kemampuan Jepang dalam mengontrol wilayah yang sangat luas, yaitu dari Burma hingga Pulau Wake di Samudra Pasifik. Setelah daerah-daerah di luar Jawa dikuasai, Jepang memusatkan perhatiannya untuk menguasai tanah Jawa sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda.

Untuk menghadapi gerak invasi tentara Jepang, blok sekutu yang terdiri atas Belanda, Amerika Serikat, Australia, dan Inggris membentuk Komando Gabungan Tentara Serikat yang disebut ABDACOM (American British Dutch Australian Command) yang bermarkas di Lembang.

Letnan Jenderal Ter Poorten diangkat sebagai Panglima ABDACOM. Namun kekuatan ABDACOM tidak bisa menyelamatkan Hindia Belanda dari kekalahan.

Sementara itu, Gubernur Jenderal Carda (Tjarda) pada Februari 1942 telah mengungsi ke Bandung.

Dalam pertempuran di Laut Jawa, Angkatan Laut Jepang berhasil menghancurkan pasukan adonan Belanda-Inggris yang dipimpin oleh Laksamana Karel Doorman. Sisa-sisa pasukan dan kapal Belanda yang berhasil lolos terus melarikan diri menuju Australia.

Sementara itu, Jenderal Imamura dan pasukannya mendarat di Jawa pada tanggal 1 Maret 1942. Pendaratan itu dilaksanakan di tiga tempat, yakni di Banten dipimpin oleh Jenderal Imamura sendiri.

Kemudian pendaratan di Eretan Wetan-Indramayu dipimpin oleh Kolonel Tonishori, dan pendaratan di sekitar Bojonegoro dikoordinasi oleh Mayjen Tsuchihashi.

Tempat-tempat tersebut memang tidak diduga oleh Belanda kalau ternyata dipakai pendaratan tentara Jepang.

Sementara itu Jepang tidak menyerang Jakarta, lantaran pada ketika itu Jakarta disiapkan oleh Belanda sebagai kota terbuka.

Untuk menghadapi pasukan Jepang, bergotong-royong Sekutu sudah mempersiapkan diri, yaitu antara lain berupa tentara adonan ABDACOM, ditambah satu kompi Kadet dari Akademi Militer Kerajaan dan Korps Pendidikan Perwira Cadangan di Jawa Barat.

Di Jawa Tengah, telah disiapkan empat batalion infanteri, sedangkan di Jawa Timur terdiri tiga batalion pasukan pemberian Indonesia dan satu batalion marinir, serta ditambah dengan satuan-satuan dari Inggris dan Amerika.

Meskipun demikian, tentara Jepang mendarat di Jawa dengan jumlah yang sangat besar, berhasil merebut tiap kawasan hampir tanpa perlawanan. Pasukan Jepang dengan cepat menyerbu pusat-pusat kekuatan tentara Belanda di Jawa.

Tanggal 5 Maret 1942 Batavia jatuh ke tangan Jepang. Tentara Jepang terus bergerak ke selatan dan menguasai kota Buitenzorg (Bogor). Dengan gampang kota-kota di Jawa yang lain juga jatuh ke tangan Jepang.

Akhirnya pada tanggal 8 Maret 1942 Jenderal Ter Poorten atas nama komandan pasukan Belanda/Sekutu menandatangani penyerahan tidak bersyarat kepada Jepang yang diwakili Jenderal Imamura.

Penandatanganan ini dilaksanakan di Kalijati, Subang. Penyerahan Belanda kepada Jepang kemudian dikenal dengan Kapitulasi Kalijati.

Dengan demikian, berakhirlah penjajahan Belanda di Indonesia. Kemudian Indonesia berada di bawah pendudukan tentara Jepang. Gubernur Jenderal Tjarda ditawan.

Namun, Belanda segera mendirikan pemerintahan pelarian (exile government) di Australia di bawah pimpinan H.J. Van Mook.

Menyimak dari gerakan tentara Jepang untuk menguasai Indonesia berlangsung begitu cepat itu memang menarik. Hal ini ada kaitannya dengan perkembangan sebelumnya.

Sejak Jepang atau Negeri Sakura atau Negeri Matahari Terbit menjelma negara industri dan tampil sebagai imperialis, Jepang mulai membutuhkan daerah-daerah baru.

Salah satu kawasan gres yang dimaksud yaitu Indonesia. Keinginan Jepang untuk menguasai Indonesia lantaran Indonesia kaya akan sumber daya alam yang sanggup dimanfaatkan untuk pengembangan industri Jepang.

Jepang dengan slogan Hakko Ichiu yang diperkenalkan oleh Kaisar Jimmu yaitu doktrin untuk menguasai dunia dan satu-satunya kekaisaran.

Doktrin Hakko Ichiu ini kemudian dimodifikasi sebagai alat propaganda dan alat politik untuk mencapai tujuan pemerintah Jepang.

Slogan ini juga diilhami oleh pedoman Shintoisme yang mendapatkan dan memadukan semua tradisi termasuk kehidupan spiritual yang masuk ke Jepang, tanpa menghilangkah tradisi aslinya.

Hakko ichiu telah menjadi slogan dan pedoman wacana kesatuan keluarga umat manusia.

Ajaran ini diterjemahkan bahwa Jepang sebagai negara maju bertanggung jawab untuk membentuk kesatuan keluarga umat insan dengan memajukan dan mempersatukan bangsa-bangsa di dunia, termasuk Indonesia.

AjaranHakko ichiu diperkuat oleh keterangan antropolog yang menyatakan bahwa bangsa Jepang dan Indonesia serumpun.

Untuk merealisasikan keinginannya itu, maka sebelum gerakan tentara Jepang itu tiba ke Indonesia, Jepang sudah mengirim para spionase untuk tiba ke Indonesia pada tahun-tahun sebelumnya


Kedatangan Jepang di Indonesia pada awalnya disambut dengan bahagia hati oleh rakyat Indonesia.

Jepang dielu-elukan sebagai “Saudara Tua” yang dipandang sanggup membebaskan bangsa Indonesia dari kekuasaan Belanda.

Sikap simpatik bangsa Indonesia terhadap Jepang antara lain juga dipengaruhi oleh kepercayaan ramalan Jayabaya.

Di mana-mana terdengar ucapan “banzai-banzai” (selamat datang-selamat datang).

Sementara itu, pihak tentara Jepang terus melaksanakan propagandapropaganda untuk terus menggerakkan dukungan rakyat Indonesia.

Setiap kali Radio Tokyo memperdengarkan Lagu Indonesia Raya, di samping Lagu Kimigayo. Bendera yang berwarna Merah Putih juga boleh dikibarkan berdampingan dengan Bendera Jepang Hinomaru.

Melalui siaran radio, juga dipropagandakan bahwa barang-barang buatan Jepang itu menarik dan murah harganya, sehingga gampang bagi rakyat Indonesia untuk membelinya.

Simpati dan dukungan rakyat Indonesia itu nampaknya juga lantaran sikap Jepang yang sangat membenci Belanda.

Di samping itu, diperkuat pula dengan berkembangnya kepercayaan wacana Ramalan Jayabaya.

Tentara Jepang juga mempropagandakan bahwa kedatangannya ke Indonesia untuk membebaskan rakyat dari cengkeraman penjajahan bangsa Barat.

Jepang juga akan membantu memajukan rakyat Indonesia. Melalui acara Pan-Asia Jepang akan memajukan dan menyatukan seluruh rakyat Asia.

Untuk lebih meyakinkan rakyat Indonesia, Jepang menegaskan kembali bahwa Jepang tidak lain yaitu “saudara tua”, jadi Jepang dan Indonesia sama.

Bahkan untuk meneguhkan progandanya wacana Pan-Asia, Jepang berusaha membentuk perkumpulan yang diberi nama “Gerakan Tiga A”


Pada pertengahan tahun 1942 timbul pemikiran dari Markas Besar Tentara Jepang semoga penduduk di kawasan pendudukan dilibatkan dalam kegiatan pertahanan dan kemiliteran (termasuk semimiliter).

Oleh lantaran itu, pemerintah Jepang di Indonesia kemudian membentuk pemerintahan militer.

Di seluruh Kepulauan Indonesia bekas Hindia Belanda itu daerahnya dibagi menjadi tiga wilayah pemerintahan militer.

a. Pemerintahan militer Angkatan Darat, yaitu Tentara Kedua Puluh Lima (Tomi Shudan) untuk Sumatra. Pusatnya di Bukittinggi.

b. Pemerintahan militer Angkatan Darat, yaitu Tentara Keenam Belas (Asamu Shudan) untuk Jawa dan Madura. Pusatnya di Jakarta. Kekuatan pemerintah militer ini kemudian ditambah dengan Angkatan Laut (Dai Ni Nankenkantai).

c. Pemerintahan militer Angkatan Laut, yaitu (Armada Selatan Kedua) untuk kawasan Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Pusatnya di Makassar.

Pembagian manajemen wilayah pendudukan semacam itu tentu juga terkait dengan perbedaan kepentingan Jepang terhadap tiap-tiap kawasan di Indonesia, baik dari segi militer maupun politik ekonomi. Pulau Jawa yang merupakan pusat pemerintahan yang sangat penting waktu itu masih diberlakukan pemerintahan sementara.

Hal ini menurut Osamu Seirei (Undang-Undang yang dikeluarkan oleh Panglima Tentara Ke-16).

Di dalam undang-undang itu antara lain berisi ketentuan sebagai berikut.

a. Jabatan Gubernur Jenderal pada masa Hindia Belanda dihapuskan dan segala kekuasaan yang dahulu dipegangnya diambil alih oleh panglima tentara Jepang di Jawa.

b. Para pejabat pemerintah sipil beserta pegawainya di masa Hindia Belanda tetap diakui kedudukannya, asalkan mempunyai kesetiaan terhadap tentara pendudukan Jepang.

c. Badan-badan pemerintah dan undang-undang di masa Belanda tetap diakui secara sah untuk sementara waktu, asalkan tidak bertentangan dengan hukum pemerintahan militer Jepang.

Adapun susunan pemerintahan militer Jepang tersebut yaitu sebagai berikut.

a. Gunshirekan (panglima tentara) yang kemudian disebut dengan Seiko Shikikan (panglima tertinggi) sebagai pucuk pimpinan. Panglima tentara yang pertama dijabat oleh Jenderal Hitoshi Imamura.

b. Gunseikan (kepala pemerintahan militer) yang dirangkap oleh kepala staf. Kepala staf yang pertama yaitu Mayor Jenderal Seizaburo Okasaki. Kantor pusat pemerintahan militer ini disebut Gunseikanbu. Di lingkungan Gunseikanbu ini terdapat empat bu (semacam departemen) dan ditambah satu bu lagi, sehingga menjadi lima bu.

Adapun kelima bu itu yaitu sebagai berikut.
1) Somobu (Departemen Dalam Negeri)
2) Zaimubu (Departemen Keuangan)
3) Sangyobu (Departemen Perusahaan, Industri, dan Kerajinan Tangan) atau urusan Perekonomian 4) Kotsubu (Departemen Lalu Lintas)
5) Shihobu (Departemen Kehakiman)

c. Gunseibu (koordinator pemerintahan dengan kiprah memulihkan ketertiban dan keamanan atau semacam gubernur) yang meliputi:
1) Jawa Barat : pusatnya di Bandung.
2) Jawa Tengah : pusatnya di Semarang.
3) Jawa Timur : pusatnya di Surabaya.

Ditambah dua kawasan istimewa (Kochi) yakni Yogyakarta dan Surakarta. Di dalam pemerintahan itu, Jepang juga membentuk kesatuan Kempetai (Polisi Militer).

Di samping susunan pemerintahan tersebut, juga ditetapkan lagu kebangsaan yang boleh diperdengarkan hanyalah Kimigayo.

Padahal sebelum tentara Jepang tiba di Indonesia, Lagu Indonesia Raya sering diperdengarkan di radio Tokyo.

Pada awal pendudukan ini, secara kultural Jepang juga mulai melaksanakan perubahan-perubahan. Misalnya, untuk petunjuk waktu harus dipakai tarikh Sumera (tarikh Jepang), menggantikan tarikh Masehi.

Waktu itu tarikh Masehi 1942 sama dengan tahun 2602 Sumera. Setiap tahun (mulai tahun 1942) rakyat Indonesia harus merayakan Hari Raya Tencosetsu (hari raya lahirnya Kaisar Hirohito).

Dalam bidang politik, Jepang melaksanakan kebijakan dengan melarang penggunaan bahasa Belanda dan mewajibkan memakai bahasa Jepang.


Untuk mendukung kelancaran pemerintahan pendudukan Jepang yang bersifat militer, Jepang juga menyebarkan pemerintahan sipil.

Pada bulan Agustus 1942, pemerintahan militer berusaha meningkatkan sistem pemerintahan, antara lain dengan mengeluarkan UU No. 27 wacana hukum pemerintahan kawasan dan dimantapkan dengan UU No. 28 wacana pemerintahan shu serta tokubetsushi.

Dengan UU tersebut, pemerintahan akan dilengkapi dengan pemerintahan sipil. Menurut UU No. 28 ini, pemerintahan kawasan yang tertinggi yaitu shu (karesidenan).

Seluruh Pulau Jawa dan Madura, kecuali Kochi Yogyakarta dan Kochi Surakarta, dibagi menjadi daerah-daerah shu (karesidenan), shi (kotapraja), ken (kabupaten), gun (kawedanan), son (kecamatan), dan ku (desa/kelurahan).

Seluruh Pulau Jawa dan Madura dibagi menjadi 17 shu. Pemerintahan shu itu dipimpin oleh seorang shucokan.

Shucokan mempunyai kekuasaan menyerupai gubenur pada zaman Hindia Belanda mencakup kekuasaan legislatif dan eksekutif. Dalam menjalankan pemerintahan shucokan dibantu oleh Cokan Kanbo (Majelis Permusyawaratan Shu).

Setiap Cokan Kanbo ini mempunyai tiga bu (bagian), yakni Naiseibu (bagian pemerintahan umum), Kaisaibu (bagian ekonomi), dan Keisatsubu (bagian kepolisian).

Pemerintah pendudukan Jepang juga membentuk sebuah kota yang dianggap mempunyai posisi sangat penting sehingga menjadi kawasan semacam kawasan swatantra (otonomi).

Daerah ini disebut tokubetsushi (kota istimewa), yang posisi dan kewenangannya menyerupai shu yang berada pribadi di bawah pengawasan gunseikan.

Sebagai rujukan yaitu Kota Batavia, sebagai Batavia Tokubetsushi di bawah pimpinan Tokubetu shico.

Pemerintah Jepang juga membentuk tonarigumi, yang pada masa kini ini kita kenal dengan Rukun Tetangga (RT).

Tanorigumi ini dipakai oleh pemerintah Jepang untuk mengawasi gerak-gerik rakyat semoga sanggup dipantau oleh pemerintah Jepang.

Banyak organisasi yang dibuat pada zaman Jepang. Sama menyerupai organisasiorganisasi pada umumnya, yaitu organisasi yang bersifat semimiliter dan militer.

Zaman Belanda tidak ada organisasi pergerakan yang bersifat semi militer.

Berikut ini akan dipaparkan wacana perkembangan organisasi pergerakan di zaman pendudukan Jepang.

Ada satu perkembangan yang berbeda apabila kita memahami perkembangan organisasi pergerakan antara zaman kolonial Belanda dengan abad pendudukan Jepang.

Pada masa kolonial Belanda umumnya organisasi pergerakan yang muncul dan berkembang diprakarsai oleh para pejuang rakyat Indonesia, tetapi pada zaman Jepang banyak organisasi atau perkumpulan yang berdiri diprakarsai oleh Jepang, sementara para tokoh Indonesia mencoba memanfaatkan organisasi itu untuk kepentingan perjuangan.

Hal ini juga tampak berafiliasi dengan perkembangan pandangan sikap para tokoh Indonesia dalam menghadapi pendudukan Jepang.

Banyak di antara para tokoh Indonesia yang mencoba memanfaatkan masa pendudukan Jepang untuk melanjutkan usaha menuju kemerdekaan.

Mereka mengambil sikap dan seni manajemen bekerja sama dengan Jepang. Sebagai contoh, pada masa pendudukan Jepang Sukarno bersedia bekerja sama dengan Jepang.

Faktor penyebabnya yaitu kemenangan Jepang atas Rusia pada tahun 1905. Sehingga Sukarno merupakan salah seorang tokoh pergerakan kebangsaan yang terkesan pada kehebatan Jepang, dan percaya bahwa Jepang akan memenangkan perang.

Sementara, Moh. Hatta dan Syahrir yang dikenal antifasisme, semestinya menentang Jepang. Namun, keduanya menyusun seni manajemen yang saling melengkapi.

Moh. Hatta mengambil sikap kooperatif dengan Jepang, sementara Syahrir akan menyusun “gerakan bawah tanah” (gerakan rahasia).

Syahrir bergerak di “bawah tanah” dan menerima dukungan dari tokohtokoh lain, menyerupai Cipto Mangunkusumo dan mantan anggota PNI Baru, Amir Syarifudin. Amir Syarifudin dikenal sebagai sosok yang bersikap anti-Jepang.

Bahkan Amir Syarifudin dimanfaatkan oleh Belanda untuk menyusun gerakan perlawanan terhadap Jepang.

Untuk ini Amir Syarifudin telah mendapatkan sejumlah uang dari seorang pejabat Belanda (Van der Plas), sebagai imbalan.

Amir Syarifudin sebagai anggota PKI terikat dengan kebijakan Commintern yang menjalankan doktrin Dimitrov yakni bekerja sama dengan kapitalis untuk menghambat Fasisme lantaran itu Amir mau bekerja sama dengan Belanda (Kapitalis).

Sedangkan terhadap umat Islam, Jepang berusaha sekuat tenaga untuk mendekatinya.

Sebab, umat Islam dinilai secara dominan anti peradaban Barat, sehingga dibutuhkan menjadi kekuatan besar dan mau membantu Jepang dalam menghadapi Sekutu.

Sukarno dan Moh. Hatta bergabung dalam mengambil sikap kooperatif dengan Jepang. Langkah tersebut diambil semata-mata demi tujuan yang lebih penting, yakni kemerdekaan.

Bahkan kedua tokoh ini juga mengusulkan semoga segera dibuat organisasi politik, lantaran sehabis Jepang berkuasa di Indonesia, semua organisasi politik yang pernah berkembang di zaman Hindia Belanda dibubarkan.

1. Organisasi Sosial Kemasyarakatan

1. Gerakan Tiga A 
Untuk mendapatkan dukungan rakyat Indonesia, Jepang membentuk sebuah perkumpulan yang dinamakan Gerakan Tiga A (3A). Perkumpulan ini dibuat pada tanggal 29 Maret 1942.

Sesuai dengan namanya, perkumpulan ini mempunyai tiga semboyan, yaitu Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, dan Nippon Pemimpin Asia.

Sebagai pimpinan Gerakan Tiga A, pecahan propaganda Jepang (Sedenbu) telah menunjuk bekas tokoh Parindra Jawa Barat yakni Mr. Syamsuddin sebagai ketua dengan dibantu beberapa tokoh lain menyerupai K. Sutan Pamuncak dan Moh. Saleh.

Jepang berusaha semoga perkumpulan ini menjadi wadah propaganda yang efektif. Oleh lantaran itu, di banyak sekali kawasan dibuat komite-komite.

Sejak bulan Mei 1942, perhimpunan itu mulai diperkenalkan kepada masyarakat melalui media massa.

Di dalam Gerakan Tiga A juga dibuat subseksi Islam yang disebut “Persiapan Persatuan Umat Islam”. Subseksi Islam dipimpin oleh Abikusno Cokrosuyoso.

Ternyata sekalipun dengan banyak sekali upaya, Gerakan Tiga A ini kurang menerima simpati dari rakyat. Gerakan Tiga A hanya berumur beberapa bulan saja.

Jepang menilai perhimpunan itu tidak efektif. Bulan Desember 1942 Gerakan Tiga A dinyatakan gagal. Mengapa “Gerakan Tiga A” ini dinyatakan gagal oleh Jepang, kira-kira apa alasannya?


“Gerakan Tiga A” dinilai gagal oleh Jepang. Kemudian Jepang berusaha mengajak tokoh pergerakan nasional untuk meningkatkan kerja sama.

Jepang kemudian mendirikan organisasi pemuda, Pemuda Asia Raya di bawah pimpinan Sukardjo Wiryopranoto.

Organisasi itu juga tidak menerima sambutan rakyat. Jepang kemudian membubarkan organisasi itu.

Dukungan rakyat terhadap Jepang memang tidak menyerupai awal kedatangannya. Hal ini terjadi lantaran sikap dan tindakan Jepang yang berubah.

Seperti telah disinggung di depan, Jepang mulai melarang pengibaran bendera Merah Putih dan yang boleh dikibarkan hanya bendera Hinomaru serta mengganti Lagu Indonesia Raya dengan lagu Kimigayo.

Jepang mulai membiasakan mengganti kata-kata banzai (selamat datang) dengan bakero (bodoh). Masyarakat mulai tidak simpati terhadap Jepang.

“Saudara tua” tidak menyerupai yang mereka janjikan. Sementara perkembangan Perang Asia Timur Raya mulai memojokkan Jepang.

Kekalahan Jepang di banyak sekali medan pertempuran telah menjadikan rasa tidak percaya dari rakyat.

Oleh lantaran itu, Jepang harus segera memulihkan keadaan. Jepang harus sanggup bekerja sama dengan tokoh-tokoh nasionalis terkemuka, antara lain Sukarno dan Moh. Hatta.

Karena Sukarno masih ditahan di Padang oleh pemerintah Hindia Belanda, maka segera dibebaskan oleh Jepang. Pada tanggal 9 Juli 1942 Sukarno sudah berada di Jakarta dan bergabung dengan Moh. Hatta.

Jepang berusaha untuk menggerakkan seluruh rakyat melalui tokoh-tokoh nasionalis. Jepang ingin membentuk organisasi massa yang sanggup bekerja untuk menggerakkan rakyat.

Bulan Desember 1942 dibuat panitia persiapan untuk membentuk sebuah organisasi massa. Kemudian Sukarno, Hatta, K.H. Mas Mansyur, dan Ki Hajar Dewantara dipercaya untuk membentuk gerakan baru.

Gerakan itu berjulukan Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dibuat tanggal 16 April 1943. Mereka kemudian disebut sebagai empat serangkai.

Sebagai ketua panitia yaitu Sukarno.

Tujuan Putera yaitu untuk membangun dan menghidupkan kembali segala sesuatu yang telah dihancurkan oleh Belanda.

Menurut Jepang, Putera bertugas untuk memusatkan segala potensi masyarakat Indonesia guna membantu Jepang dalam perang.

Di samping kiprah di bidang propaganda, Putera juga bertugas memperbaiki bidang sosial ekonomi.

Menurut struktur organisasinya, Putera mempunyai pimpinan pusat dan pimpinan daerah. Pimpinan pusat dikenal sebagai Empat Serangkai.

Kemudian pimpinan kawasan dibagi, sesuai dengan tingkat daerah, yakni tingkat syu, ken, dan gun. Putera juga mempunyai beberapa penasihat yang berasal dari orang-orang Jepang.

Mereka yaitu S. Miyoshi, G. Taniguci, Iciro Yamasaki, dan Akiyama.

Pada awal berdirinya Putera, cepat mendapatkan sambutan dari organisasi massa yang ada. Misalnya dari Persatuan Guru Indonesia; Perkumpulan Pegawai Pos Menengah; Pegawai Pos Telegraf Telepon dan Radio; serta Pengurus Besar Istri Indonesia di bawah pimpinan Maria Ulfah Santoso.

Dari kalangan perjaka terdapat sambutan dari organisasi Barisan Banteng dan dari kelompok pelajar terdapat sambutan dari organisasi Badan Perantaraan Pelajar Indonesia serta Ikatan Sport Indonesia. Mereka semua bergabung ke dalam Putera.

Putera pun berkembang dan bertambah kuat. Sekalipun di tingkat kawasan tidak berkembang baik, namun Putera telah berhasil mempersiapkan rakyat secara mental bagi kemerdekaan Indonesia.

Melalui rapat-rapat dan media massa, efek Putera semakin meluas. Perkembangan Putera kesudahannya menjadikan kekhawatiran di pihak Jepang.

Oleh lantaran itu, Putera telah dimanfaatkan oleh pemimpin-pemimpin nasionalis untuk mempersiapkan ke arah kemerdekaan, tidak dipakai sebagai usaha menggerakkan massa untuk membantu Jepang.

Ternyata sikap dan tindakan para pemimpin nasionalis ini tercium juga oleh penguasa Jepang, maka pada tahun 1944 Putera dinyatakan bubar oleh Jepang.

Melalui tubuh propaganda Jepang ini Bahasa Indonesia mulai tersebar di kalangan masyarakat Indonesia sekaligus pula menciptakan nasionalisme Indonesia semakin kuat.


Berbeda dengan pemerintah Hindia Belanda yang cenderung anti terhadap umat Islam, Jepang lebih ingin dekat dengan umat Islam di Indonesia.

Jepang sangat memerlukan kekuatan umat Islam untuk membantu melawan Sekutu.

Oleh lantaran itu, sebuah organisasi Islam MIAI yang cukup besar lengan berkuasa pada masa pemerintah kolonial Belanda, mulai dihidupkan kembali oleh pemerintah pendudukan Jepang.

Pada tanggal 4 September 1942 MIAI diizinkan aktif kembali. Dengan demikian, MIAI dibutuhkan segera sanggup digerakkan sehingga umat Islam di Indonesia sanggup dimobilisasi untuk keperluan perang.

Dengan diaktifkannya kembali MIAI, maka MIAI menjadi organisasi pergerakan yang cukup penting di zaman pendudukan Jepang.

MIAI menjadi tempat bersilaturakhim, menjadi wadah tempat berdialog, dan bermusyawarah untuk membahas banyak sekali hal yang menyangkut kehidupan umat, dan tentu saja bersinggungan dengan perjuangan.

MIAI senantiasa menjadi organisasi pergerakan yang cukup diperhitungkan dalam usaha membangun kesatuan dan kesejahteraan umat.

Semboyan yang populer yaitu “berpegang teguhlah kau sekalian pada tali Allah dan janganlah berpecah belah”.

Dengan demikian, pada masa pendudukan Jepang, MIAI berkembang baik. Kantor pusatnya semula di Surabaya kemudian pindah ke Jakarta.

Adapun kiprah dan tujuan MIAI waktu itu yaitu sebagai berikut.
1) Menempatkan umat Islam pada kedudukan yang layak dalam masyarakat Indonesia.
2) Mengharmoniskan Islam dengan tuntutan perkembangan zaman.
3) Ikut membantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya.

Untuk merealisasikan tujuan dan melaksanakan kiprah itu, MIAI menciptakan acara yang lebih menitikberatkan pada program-program yang bersifat sosio-religius.

Secara khusus program-program itu akan diwujudkan melalui rencana sebagai berikut:
1) pembangunan masjid Agung di Jakarta,
2) mendirikan universitas, dan
3) membentuk baitulmal.

Dari ketiga acara ini yang mendapatkan lampu hijau dari Jepang hanya acara yang ketiga
MIAI terus menyebarkan diri di tengah-tengah ketidakcocokan dengan kebijakan dasar Jepang.

MIAI menjadi tempat pertukaran pikiran dan pembangunan kesadaran umat semoga tidak terjebak pada perangkap kebijakan Jepang yang semata-mata untuk memenangkan perang Asia Timur Raya.

Pada bulan Mei 1943, MIAI berhasil membentuk Majelis Pemuda yang diketuai oleh Ir. Sofwan dan juga membentuk Majelis Keputrian yang dipimpin oleh Siti Nurjanah.

Bahkan dalam menyebarkan aktivitasnya, MIAI juga menerbitkan majalah yang disebut “Suara MIAI”.

Keberhasilan acara baitulmal, semakin memperluas jangkauan perkembangan MIAI.

Dana yang terkumpul dari acara tersebut sematamata untuk menyebarkan organisasi dan usaha di jalan Allah, bukan untuk membantu Jepang.

Arah perkembangan MIAI ini mulai dipahami oleh Jepang sebagai organisasi yang tidak memberi konstribusi terhadap Jepang.

Hal tersebut tidak sesuai dengan impian Jepang sehingga pada November 1943 MIAI dibubarkan.

Sebagai penggantinya, Jepang membentuk Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia).

Harapan dari pembentukan majelis ini yaitu semoga Jepang sanggup mengumpulkan dana dan sanggup menggerakkan umat Islam untuk menopang kegiatan perang Asia Timur Raya.

Ketua Masyumi ini yaitu Hasyim Asy’ari dan wakil ketuanya dijabat oleh Mas Mansur dan Wahid Hasyim.

Orang yang diangkat menjadi penasihat dalam organisasi ini yaitu Ki Bagus Hadikusumo dan Abdul Wahab.

Masyumi sebagai induk organisasi Islam, anggotanya sebagian besar dari para ulama. Dengan kata lain, para ulama dilibatkan dalam kegiatan pergerakan politik. Masyumi cepat berkembang, di setiap karesidenan ada cabang Masyumi.

Oleh lantaran itu, Masyumi berhasil meningkatkan hasil bumi dan pengumpulan dana. Dalam perkembangannya, tampil tokoh-tokoh muda di dalam Masyumi antara lain Moh. Natsir, Harsono Cokroaminoto, dan Prawoto Mangunsasmito.

Perkembangan ini telah membawa Masyumi semakin maju dan warna politiknya semakin jelas. Masyumi menjelma wadah untuk bertukar pikiran antara tokoh-tokoh Islam dan sekaligus menjadi tempat penampungan keluh kesah rakyat.

Masyumi menjadi organisasi massa yang pro rakyat, sehingga menentang keras adanya romusa. Masyumi menolak perintah Jepang dalam pembentukannya sebagai pencetus romusa.

Dengan demikian Masyumi telah menjadi organisasi pejuang yang membela rakyat. Sikap tegas dan berani di kalangan tokoh-tokoh Islam itu kesudahannya dihargai Jepang.

Sebagai contoh, pada suatu pertemuan di Bandung, ketika pembesar Jepang memasuki ruangan, kemudian diadakan acara seikerei (sikap menghormati Tenno Heika dengan membungkukkan tubuh hingga 90 derajat ke arah Tokyo) ternyata ada tokoh yang tidak mau melaksanakan seikerei, yakni Abdul Karim Amrullah (ayah Hamka).

Akibatnya, muncul ketegangan dalam acara itu. Namun, sehabis tokoh Islam itu menyatakan bahwa seikerei bertentangan dengan Islam, lantaran sikapnya menyerupai orang Islam rukuk waktu sholat.

Menurut orang Islam rukuk hanya semata-mata kepada Tuhan dan menghadap ke kiblat. Dari alasan itu, kesudahannya orangorang Islam diberi kebebasan untuk tidak melaksanakan seikerei.

Tahun 1944, situasi Perang Asia Timur Raya mulai berbalik, tentara Sekutu sanggup mengalahkan tentara Jepang di banyak sekali tempat.

Hal ini mengakibatkan kedudukan Jepang di Indonesia semakin mengkhawatirkan.

Oleh lantaran itu, Panglima Tentara ke-16, Jenderal Kumaikici Harada membentuk organisasi gres yang diberi nama Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa).

Untuk menghadapi situasi perang tersebut, Jepang membutuhkan persatuan dan semangat segenap rakyat baik lahir maupun batin.

Rakyat dibutuhkan memperlihatkan darma baktinya terhadap pemerintah demi kemenangan perang. Kebaktian yang dimaksud memuat tiga hal:
1) mengorbankan diri,
2) mempertebal persaudaraan, dan
3) melaksanakan suatu tindakan dengan bukti.

Susunan dan kepemimpinan organisasi Jawa Hokokai berbeda dengan Putera. Jawa Hokokai benar-benar organisasi resmi pemerintah.

Oleh lantaran itu, pimpinan pusat Jawa Hokokai hingga pimpinan daerahnya pribadi dipegang oleh orang Jepang.

Pimpinan pusat dipegang oleh Gunseikan, sedangkan penasihatnya yaitu Ir. Sukarno dan Hasyim Asy’ari.

Di tingkat kawasan (syu/shu) dipimpin oleh Syucokan/Shucokan dan seterusnya hingga kawasan ku (desa) oleh Kuco (kepala desa/lurah), bahkan hingga gumi di bawah pimpinan Gumico.

Dengan demikian, Jawa Hokokai mempunyai alat organisasi hingga ke desa-desa, dukuh, bahkan hingga tingkat rukun tetangga (Gumi atau Tonarigumi).

Tonarigumi dibuat untuk mengorganisasikan seluruh penduduk dalam kelompok-kelompok yang terdiri atas 10-20 keluarga.

Para kepala desa dan kepala dukuh serta ketua RT bertanggung jawab atas kelompok masing-masing.

Adapun program-program kegiatan Jawa Hokokai sebagai berikut:
1) melaksanakan segala tindakan dengan aktual dan lapang dada demi pemerintah Jepang
2) memimpin rakyat untuk menyebarkan tenaganya menurut semangat persaudaraan, dan
3) memperkokoh pembelaan tanah air Jawa Hokokai yaitu organisasi pusat yang anggota-anggotanya terdiri atas majemuk hokokai (himpunan kebaktian) sesuai dengan bidang profesinya.

Misalnya Kyoiku Hokokai (kebaktian para pendidik guru-guru) dan Isi Hokokai (wadah kebaktian para dokter). Jawa Hokokai juga mempunyai anggota istimewa, menyerupai Fujinkai (organisasi wanita), dan Keimin Bunka

Shidosho (Pusat Kebudayaan). Di dalam membantu memenangkan perang, Jawa Hokokai telah berusaha antara lain dengan pengerahan tenaga dan memobilisasi potensi sosial ekonomi, contohnya dengan penarikan hasil bumi sesuai dengan sasaran yang di tentukan.

Organisasi Jawa Hokokai ini tidak berkembang di luar Jawa, sehingga Golongan nasionalis di luar Jawa kurang mendapatkan wadah.

Penguasa di luar Jawa menyerupai di Sumatra beropini bahwa di Sumatra terdapat banyak suku, bahasa, dan adat istiadat, sehingga sulit dibuat organisasi yang besar dan memusat, kalau ada hanya lokal di tingkat kawasan saja.

Dengan demikian, organisasi Jawa Hokokai ini juga sanggup berkembang sesuai yang diinginkan Jepang.


2. Organisasi Semimiliter

Lihllllll

Lihllllll




TULISANN
TULISANN

Related : Sejarah Indonesia Xi Belahan 5 Tirani Matahari Terbit

0 Komentar untuk "Sejarah Indonesia Xi Belahan 5 Tirani Matahari Terbit"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)