Rusaknya ekonomi Eropa akhir peperangan dan berkembangnya teknologi pelayaran pada kala ke-15 mengakibatkan negara-negara di Eropa melaksanakan ekspedisi untuk mencari sumber-sumber ekonomi gres ke seluruh dunia.
Ekspedisi ini banyak menemukan sumber ekonomi dan lahan gres untuk dilakukannya perdagangan.
Ternyata kemudian, bangsa Eropa tidak hanya melaksanakan perdagangan melainkan pribadi menguasai dan menjajah negara-negara yang mereka anggap gres diketemukan.
Awal dimulainya penjajahan Belanda di Indonesia dimulai semenjak didirikannya Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) pada tanggal 20 Maret 1602.
Sejak VOC berdiri, dimulailah banyak sekali bentuk kekerasan yang menimpa rakyat Indonesia. Penderitaan rakyat Indonesia terjadi dalam banyak sekali segi kehidupan.
Di banyak sekali daerah, VOC melaksanakan tindakan dengan melaksanakan politik devide et impera (adu domba), ialah saling mengadu domba antara kerajan yang satu dan kerajaan yang lain atau mengadu domba di dalam kerajaan itu sendiri.
Politik memecah-belah makin melemahkan kerajaan-kerajaan di Indonesia dan merusak seluruh sendi kehidupan masyarakat.
Bangsa Indonesia makin menderita ketika Daendels (1808–1811) berkuasa. Upaya kerja paksa (rodi) guna membangun jalan sepanjang pulau Jawa (Anyer-Panarukan) untuk kepentingan militer, menciptakan rakyat makin menderita. Penderitaan berlanjut lantaran Belanda lalu menerapkan Cultuurstelsel (tanam paksa).
Peraturan Tanam Paksa diterapkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Van Den Bosch tahun 1828.
Sistem Tanam Paksa mewajibkan rakyat menanami sebagian dari sawah dan atau ladangnya dengan tanaman yang ditentukan oleh pemerintah dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah.
Tanam Paksa mengakibatkan rakyat diperas bukan hanya tenaga melainkan juga kekayaannya sehingga menimbulkan banyak sekali rakyat yang jatuh miskin.
Di pihak lain, penjajah mendapat kekayaan bangsa Indonesia yang berlimpah untuk membangun negara Belanda dan menjadi negara kaya di Eropa.
Penderitaan bangsa Indonesia menumbuhkan benih perlawanan di banyak sekali daerah. Perjuangan melawan penjajah dipimpin ulama atau kaum bangsawan.
Sultan Hasanuddin di Sulawesi Selatan, Sultan Ageng Tirtayasa di Banten, Tuanku Imam Bonjol di Sumatera Barat, Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah, memimpin usaha rakyat melawan penjajah. Perjuangan rakyat untuk mengusir penjajah belum berhasil.
Hal ini disebabkan usaha masih bersifat kedaerahan dan belum terorganisasi secara modern.
Penderitaan yang dialami bangsa Indonesia menyadarkan beberapa orang Belanda yang tinggal atau pernah tinggal di Indonesia.
Di antaranya Baron Van Houvell, Edward Douwes Dekker, dan Mr. Van Deventer. Edward Douwes Dekker, populer dengan nama samaran Multatuli, menulis buku ”Max Havelaar” pada tahun 1860.
Buku ini menggambarkan bagaimana penderitaan rakyat Lebak, Banten akhir penjajahan Belanda. Mr. Van Deventer mengusulkan semoga pemerintah Belanda menerapkan politik Balas Budi ”Etische Politic”.
Politik Balas Budi terdiri dari tiga program, ialah ”edukasi, transmigrasi, dan irigasi”. Atas desakan banyak sekali pihak, akibatnya pemerintah Belanda menerapkan Politik Balas Budi.
Politik Balas Budi bukan untuk kepentingan rakyat Indonesia melainkan untuk kepentingan pemerintah Belanda.
Contoh: irigasi dibangun untuk kepentingan pengairan perkebunan milik Belanda; pembangunan sekolah (edukasi) bertujuan untuk menyediakan tenaga terampil dan murah.
Di sisi lain, pembangunan sekolah melahirkan pengaruh positif bagi bangsa Indonesia, ialah munculnya masyarakat terdidik atau mulai mempunyai pemahaman dan kesadaran akan kondisi bangsa Indonesia yang sebenarnya.
Bangsa Indonesia ketika itu kondisinya bodoh, terbelakang, dan kemisikinan merajalela. Mereka yang mengenyam pendidikan dan sadar akan nasib bangsanya selanjutnya menjadi tokohtokoh Kebangkitan Nasional.
Ekspedisi ini banyak menemukan sumber ekonomi dan lahan gres untuk dilakukannya perdagangan.
Ternyata kemudian, bangsa Eropa tidak hanya melaksanakan perdagangan melainkan pribadi menguasai dan menjajah negara-negara yang mereka anggap gres diketemukan.
Awal dimulainya penjajahan Belanda di Indonesia dimulai semenjak didirikannya Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) pada tanggal 20 Maret 1602.
Sejak VOC berdiri, dimulailah banyak sekali bentuk kekerasan yang menimpa rakyat Indonesia. Penderitaan rakyat Indonesia terjadi dalam banyak sekali segi kehidupan.
Di banyak sekali daerah, VOC melaksanakan tindakan dengan melaksanakan politik devide et impera (adu domba), ialah saling mengadu domba antara kerajan yang satu dan kerajaan yang lain atau mengadu domba di dalam kerajaan itu sendiri.
Politik memecah-belah makin melemahkan kerajaan-kerajaan di Indonesia dan merusak seluruh sendi kehidupan masyarakat.
Bangsa Indonesia makin menderita ketika Daendels (1808–1811) berkuasa. Upaya kerja paksa (rodi) guna membangun jalan sepanjang pulau Jawa (Anyer-Panarukan) untuk kepentingan militer, menciptakan rakyat makin menderita. Penderitaan berlanjut lantaran Belanda lalu menerapkan Cultuurstelsel (tanam paksa).
Peraturan Tanam Paksa diterapkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Van Den Bosch tahun 1828.
Sistem Tanam Paksa mewajibkan rakyat menanami sebagian dari sawah dan atau ladangnya dengan tanaman yang ditentukan oleh pemerintah dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah.
Tanam Paksa mengakibatkan rakyat diperas bukan hanya tenaga melainkan juga kekayaannya sehingga menimbulkan banyak sekali rakyat yang jatuh miskin.
Di pihak lain, penjajah mendapat kekayaan bangsa Indonesia yang berlimpah untuk membangun negara Belanda dan menjadi negara kaya di Eropa.
Penderitaan bangsa Indonesia menumbuhkan benih perlawanan di banyak sekali daerah. Perjuangan melawan penjajah dipimpin ulama atau kaum bangsawan.
Sultan Hasanuddin di Sulawesi Selatan, Sultan Ageng Tirtayasa di Banten, Tuanku Imam Bonjol di Sumatera Barat, Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah, memimpin usaha rakyat melawan penjajah. Perjuangan rakyat untuk mengusir penjajah belum berhasil.
Hal ini disebabkan usaha masih bersifat kedaerahan dan belum terorganisasi secara modern.
Penderitaan yang dialami bangsa Indonesia menyadarkan beberapa orang Belanda yang tinggal atau pernah tinggal di Indonesia.
Di antaranya Baron Van Houvell, Edward Douwes Dekker, dan Mr. Van Deventer. Edward Douwes Dekker, populer dengan nama samaran Multatuli, menulis buku ”Max Havelaar” pada tahun 1860.
Buku ini menggambarkan bagaimana penderitaan rakyat Lebak, Banten akhir penjajahan Belanda. Mr. Van Deventer mengusulkan semoga pemerintah Belanda menerapkan politik Balas Budi ”Etische Politic”.
Politik Balas Budi terdiri dari tiga program, ialah ”edukasi, transmigrasi, dan irigasi”. Atas desakan banyak sekali pihak, akibatnya pemerintah Belanda menerapkan Politik Balas Budi.
Politik Balas Budi bukan untuk kepentingan rakyat Indonesia melainkan untuk kepentingan pemerintah Belanda.
Contoh: irigasi dibangun untuk kepentingan pengairan perkebunan milik Belanda; pembangunan sekolah (edukasi) bertujuan untuk menyediakan tenaga terampil dan murah.
Di sisi lain, pembangunan sekolah melahirkan pengaruh positif bagi bangsa Indonesia, ialah munculnya masyarakat terdidik atau mulai mempunyai pemahaman dan kesadaran akan kondisi bangsa Indonesia yang sebenarnya.
Bangsa Indonesia ketika itu kondisinya bodoh, terbelakang, dan kemisikinan merajalela. Mereka yang mengenyam pendidikan dan sadar akan nasib bangsanya selanjutnya menjadi tokohtokoh Kebangkitan Nasional.
0 Komentar untuk "Bagaimana Kondisi Bangsa Indonesia Sebelum Tahun 1908?"