Maka tak heran jika agama Islam begitu memuliakan ibu. Bahkan sebuah Hadist Berkata, “ Surga itu ada di bawah kaki ibu “ . Dan masih ada beberapa kata-kata indah di Al-Qur’an maupun hadist di antaranya .
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada duai ibu bapakmu; hanya kepada-Ku engkau akan kembali (Q.S. 31:14-15)
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya, atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah sekali-kali engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah!" - Jangan pula engkau membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan, dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku! Sayangilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah menyayangi aku semenjak kecil." (Q.S. 17:23-24)
Memandang dengan kasih sayang dan ramah tamah kepada ibu dan ayah, adalah ibadah (Al-Hadits)
Keridhaan Allah terletak pada keridhaan kedua orang tua. Kemurkaan-Nya juga terletak pada kemurkaan mereka (Al-Hadits)
Allah memberi keistemawaan itu untuk sesosok yang biasa disebut malaikat cinta itu Keindahan puisi yang pernah dibuat pujangga hebat pun tidak dapat mewakili seluruh perasaan cinta untuknya.
Begitu juga dengan lagu-lagu yang dibuat oleh musisi sekaliber Melly Goeslow, Ungu, dan musisi lainnya. Dan jujur pasti banyak di antara kita ikut terbasahi pipihnya saat mendengar syair yang indah itu.
Tak hanya tokoh-tokoh besar yang memiliki pandangan sosok ibu. Kita sebagai anaknya pun memiliki pandangan yang berbeda. Bagi saya, Ibu adalah sumber inspirasi dikala bimbang untuk menulis apa. Bahkan setiap memikirkannya saja saya bisa merangkai kata-kata indah yang mungkin layak disebut puisi.
Negara turut pula memuliakan ibu dengan membuat peringatan hari Ibu disetiap tanggal 22 Desember. Sejarah Hari Ibu sendiri berawal dari Kongres Perempuan Indonesia yang pertama kali diadakan pada 22 Desember 1928. Padahal sebenarnya, organisasi perempuan di Indonesia sudah ada sejak tahun 1912 yang diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19, seperti R.A. Kartini, Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, Cut Nyak Meutia, Martha Christina Tiahahu, Maria Walanda Maramis, Nyai Ahmad Dahlan, dan lain-lain.
Pada kongres pertama itu yang berlangsung tanggal 22-25 Desember 1928 dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).
Setelah kongres itu, berbagai isu turut dibahas oleh organisasi perempuan itu dengan menyatukan visi dalam perjuangan menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Barulah pada Kongres Perempuan yang ke-3 tepatnya tahun 1938, para anggota yang hadir bersepakat untuk menjadikan tanggal 22 Desember sebagai perayaan Hari Ibu. Pada tahun 1953, peringatan 25 tahun Hari Ibu dirayakan secara meriah oleh sekitar 85 kota di Indonesia.
Hingga akhirnya, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 yang menetapkan bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu, yang kemudian dirayakan secara nasional hingga sekarang.
Jika agama dan neraka sedemikian memuliakan ibu. Apalagi kita yang begitu banyak berhutang pada ketulusan ibu membimbing dan merawat kita sedari kecil. Bahkan, sedewasa apa pun seorang anak, ibu pasti menganggap kita sebagai anak kecil.
0 Komentar untuk "Tentang Ibu, Tentang Rindu yang Terlalu"