Suatu Hari Bersama Asma Nadia (Dimuat di Malang Post, 10 Januari 2016)






Tahun 2015 merupakan tahun keemasan bagi Asma Nadia. Ungkapan tersebut bukanlah suatu yang berlebihan bagi sosok Jilbab Traveller ini. Pasalnya, pada tahun tersebut karya Asma Nadia yang fenomenal yakni Surga Yang Tak Dirindukan diadaptasi menjadi film yang paling laris dan mendapat banyak prestasi, diantaranya mengantarkan Laudy Cintya Bella sebagai pemeran wanita terbaik dan Raline Shah sebagai pemeran wanita pendukung terbaik dalam Festival Film Bandung.
            Jauh sebelum itu, karir kepenulisan Asma Nadia banyak digemari kalangan penikmat karya sastra khususnya pembaca remaja setelah menerbikan novel Aisyah Putri The Series. Di mana dalam novel ber-series tersebut terdapat dakwah cerdas tanpa kesan menggurui.         Novel Aisyah Putri The Series pun menjadi salah satu novel yang dijadikan sinetron di RCTI, selain Catatan Hati Seorang Istri dan Sakinah Bersamamu. Selain itu, pada tahun 2015 Asma Nadia begitu aktif mengabarkan dua novelnya yang berjudul Love Sparks in Korea dan Pesantren Impian yang juga sudah memulai syuting di akhir 2015. Hal ini bisa dilihat dari aktivitas Asma Nadia melalui akun sosial medianya.
            Pencapaian Asma Nadia yang gemilang ini membuat motivasi yang berlebih kepada pembaca ataupun penulis pemula yang sedang mewujudkan mimpinya. Beruntung, saya bisa berkesampatan berjumpa dengan penulis sekaliber Asma Nadia pada Februari 2015 sewaktu ia memberi untuk memberi seminar motivasi kepenulisan di Jember.
            “Setiap orang bisa menulis, tapi tidak semua punya pisau bedah untuk menulis.” Ungkap Asma Nadia mengawali pemberian materi. Selanjutnya, ia mengungkapkan bahwa pisau bedah yang dimaksud adalah orang yang memberi kritik atau saran terhadap tulisan yang ditulis kita. Jika kita melirik pada tulisan-tulisan muslimah ini pisau bedah yang dimaksud tak lain adalah suaminya sendiri yakni Isa Alamsyah. Selain itu, perlu diketahui jika seseorang mau sukses berhentilah mencari-cari alasan. Begitu juga dalam menulis, sebab menulis adalah berjuang. Bagi yang tidak memiliki pisau bedah dalam hal ini orang yang memberi kritik dan saran pada tulisan kita. Asma Nadia dan suaminya memiliki solusi dengan hadirnya buku 101 Dosa Penulis Pemula.
Buku-buku yang telah ditulis Asma Nada sendiri sudah mencapai 50-an judul. Namun baginya, setiap buku yang ditulis memiliki kesan sendiri, seperti ketika menulis Pesantren Impian. Ia merasa jika tiba-tiba menulis menjadi lebih gampang. Di cerita Emak Ingin Naik Haji, meskipun termasuk cerpen, tapi konfliknya banyak. Catatan Hati Seorang Istri, pembaca dari segala usia dan agama. Surga Yang Tak Dirindukan (Istana Kedua) novel terlama yang ditulis, Assalamualaikum Beijing menemukan kesulitan dalam sebuah setting.
           Dalam penulisan novel-novel tersebut Asma Nadia termasuk penulis yang tidak pecaya dengan mood, sebab yang ia butuhkan adalah perasaan. Karena perasaan adalah kekayaan dan sebuah potensi yang luar bisa. Misalnya ketika kita mengalami patah hati, tulis saja yang berbau patah hati. Pas banget kan dengan situasi? Dan ingat, perasaan apapun yang dilalui penulis bisa menjadi cerita. Selain tidak percaya dengan mood, Asma Nadia juga mengungkap bahwa tidak ada yang namanya orang malas, yang ada adalah orang yang tidak memiliki motivasi. Seperti kita ketahui dalam novel-novel Asma Nadia selalu saja terdapat tokoh “Ibu” yang menguatkan tokoh-tokohnya. Hal ini dikarenakan dari sosok Ibu yang tidak pernah mengeluh yang dijadikan Asma Nadia sebagai sumber motivasi.
          Asma Nadia sendiri juga memberi cara mudah dalam menulis untuk pemula. Misalnya kita ingin menulis novel, biasanya novel yang dicari penerbit-penerbit  itu berkisar 100-150 halaman. Mari, kita ambil jalan tengah yakni 120 halaman. Lalu, menulislah setiap hari selama setahun. Maka, dalam selama sehari kita hanya butuh 1/3  halaman. Lalu jadikan orang tua sebagai motivasi. Bukankah cara pintas membahagiakan orangtua adalah menjadi penulis. Ketika tulisan selesai, kita bisa menawarkannya ke penerbit, tapi hati-hati jika cerpen sudah difilmkan. Umumnya, sudah dikontrak. Maka konsultasi dulu dengan PH terkait. Ada beberapa cerpen Asma Nadia yang dikembangkan menjadi novel, yakni Rumah Tanpa Jendela dan Cinta Di Ujung Sajadah.
Selain cara mudah untuk menulis itu, Asma Nadia juga memberi solusi untuk melupakan teori kepenulisan yang dimiliki seseorang ketika memulai menulis. Sebab, menulislah terlebih dahulu dengan hati, muntahkan yang ingin dimuntahkan. Setelah itu, lupakan selama 2-3 hari. Dan kembali membaca tulisan tersebut, tapi dari kacamata sebagai seorang editor. Dan secara umum penulis itu wajib membaca, karena membaca adalah saudara kembar menulis, juga menambah wawasan juga. Tentu, jika kita membaca juga bisa belajar dari penulis lain. Pilih bahan bacaan yang pas, urusan buku kita mau menjadi bestseller, pembaca dan waktu yang menentukan. Dalam mencari buku, carilah yang dekat dengan genre yang ditulis. Novel yang difilimkan wajib dibaca, karena PH mengangkatnya menjadi film butuh uang banyak. Semua penulis itu berjuang pembedanya adalah tekad untuk mengalahkan kesulitan yang ada. Kalau tidak menulis, kita tidak akan menemukan kesulitan.
       Terakhir, Asma Nadia juga menekankan pentingnya membangun eksistensi dalam menulis dengan cara; sering menulis, kirim ke media, tanpa meninggalkan pekerjaan. Karena penulis bisa berasal dari profesi manapun. Membangun ekstistensi juga bisa dengan mengikuti komunitas kepenulisan yang memberikan kritik atas tulisan kita, sebab untuk menjadi seseorang yang berhasil kita membutuhkan banyak kritikan bukan pujian yang begitu melenakan.
         Dari beberapa penjelasan di atas, kita bisa mengetahui rahasia menulis Asma Nadia. Maka mulai dari sekarang, mari gemar menulis untuk mengubah peradaban dunia. Sebab menulis itu berjuang!



Gusti Trisno. Aktif menulis cerpen, puisi, novel, dan resensi. Penggiat Komunitas Penulis Muda Situbondo ini lahir di Situbondo pada tanggal 26 Desember 1994. Saat ini menjadi mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Jember.

Related : Suatu Hari Bersama Asma Nadia (Dimuat di Malang Post, 10 Januari 2016)

0 Komentar untuk "Suatu Hari Bersama Asma Nadia (Dimuat di Malang Post, 10 Januari 2016)"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)