Judul : Sembuh dari Minder, ‘n Pede Aja Kali...!
Penulis : Ella Sofa
Penerbit : Quanta (Imprint dari Penerbit Elex Media)
Penerbit : Quanta (Imprint dari Penerbit Elex Media)
Tahun Terbit : Pertama, 2015
Jumlah Halaman : xiii+ 133
ISBN : 9786020268408
Peresensi : Gusti Trisno (Penggiat Komunitas Penulis Muda Situbondo dan Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Jember)
Peresensi : Gusti Trisno (Penggiat Komunitas Penulis Muda Situbondo dan Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Jember)
Saya pernah mengalami hari-hari suram selama bertahun-tahun. Tidak bisa menikmati hidup, tak pernah merasa bahagia. Bukan karena saya orang tak punya, bukan karena saya sangat bodoh, juga bukan karena saya buruk rupa. Rasa menyiksa yang saya alai adalah karena satu hal, sasya seorang pemalu.
Ella Sofa mengawali buku ini dengan sebuah testimoni pengalaman pribadinya sewaktu sekolah. Di mana penulis asal Bumi Kartini ini sempat merasakan yang namanya tidak percaya diri. Ia sendiri merasakan banyak kerkurangan atas dirinya yang kurang pede itu. Pun dengan hadirnya buku ini, ia bermaksud memberi pengetahuan akan pentingnya rasa Pede.
Secara umum, buku yang digunakan sebagai motivasi bagi kawula muda ini ditata dengan apik. Hal ini bisa dilihat dari layout isi buku yang indah. Menunjukkan kualitas penerbit yang tak diragukan.
Adapun jumlah bab dalam buku ini ada 12 yang terdiri atas beberapa sub-bab. Bab pertama berjudul “I’m Not Pede”. Bab satu ini membahas tentang penggambaran akan sosok pemalu. Bahkan, penulis memberi tiga contoh kasus lengkap dengan pembahasannya yang amat merugikan. Baik efek ke dalam atau pun ke luar.
Ada nggak sih efek positif dari sifat minderan ini? Kalau mau jujur, kayaknya nggak ada untungnya, deh! Beneran! Ruginya banyak! (hlm. 10)
Di bab kedua penulis mempertanyakan Apakah Minderan Penyakit Menetap. ya. Seperti diketahui jika penyakit menetap sulit untuk dibasmi. Tapi, ternyata minderan bukanlah penyakit menetap. seperti yang dialami penulis sendiri. Di mana dulu ia minder dan kini telah berhasil melewati dan membasmi rasa minderan itu sendiri. Memasuki bab ketiga, penulis mengatakan, “Jika berada dalam keadaan biasa, mungkin sifat pemalu dan minder tersebut tidak terlalu terasa efek buruknya. Namun, hal itu akan sangat mengganggu saat kita dituntun untuk menampilkan diri kita, berhadapan dengan banyak orang atau menghadapi seseorang khusus.” (hlm. 22). Hal ini benar adanya. Tak mungkin bukan seseorang yang dituntut tampil di muka umum menyimpan rasa minder atau tidak pede. Hal tersebut bisa memengaruhi daya tariknya pada lawan bicara (para audiens). Juga, membuat materi yang ia sampaikan tak tepat tujuan. Bagaimana tidak? Seharusnya ia bisa bicara dengan tenang, tapi malah demam panggung seketika. Dan peluh menjulur dari balik tubuh. Benar-bener tidak menguntungkan bukan?
Lalu, bagaimana cara mengobati rasa minderan atau pede. Tenang, di bab ini penulis juga memberi saran. Katanya, orang yang sering mengalami keggupan bisa menggunakan obat khusus semacam antidepresan atau yang lebih dikenal dengan SSRI (Selecrive Serotonim Reupatake Inhibotors). Obat ini biasanya digunakan pada saat seseorang akan tampil di depan umumseperti pidato dan memberikan pelatihan. Namun,tentu saja efeknya terbatas. Penggunannya tidak boleh berlebihan karena jika melebihi dosis justru akan merugikan kesehatan fisik serta memberi efek ketergantunga. Lagian, masa kita mau konsumsi obat-obatan terus? Kasihan ginjalnya, ya nggak? Jadi gimana, dong? (hlm 23)
Ternyata tanpa obat, kita bisa menghilangkan rasa minderan tentu dengan cara bertahap dan tak bisa secara instans.
Ada beberapa hal yang membuat kita tidak minder seperti penampilan fisik, berasal dari keluarga yang kurang ideal, prestasi akademis kurang memuaskan, lingkungan, trauma akan masa lalu, dan, ketidaksempurnaan fisik. Mengatasi hal-hal tersebut bisa dengan cara mensyukuri pada yang telah digariskan oleh-Nya. Selain itu, kita dituntut bisa berdamai dengan diri sendiri dan move on! Bukankah segala yang menjadi penghambat keminderan itu bisa diatasi?
Pada bab Menekuni Hobi dan Bakat, penulis menyajikan jika setiap orang memiliki hobi yang tak sama.ada yang menggambar, menanam bunga, menulis, olahraga musik, mengoleksi perangko, baca buku, dan lain-lain.
Sudah menjadi rahasia umum. Jika sebuah hobi dan bakat memiliki hubungan yang erat. Bakat akan terasah kareana hobi. Contoh, ketika menayi suara Titan sangat enak didengar oleh orang-orang di sekitarnya dan oleh dirinya sendiri. titan merasa sangat menikmati aktivitas menyanyi tersebut meski hanya di dalam rumah atau di kelas. Ia juga merasa beban pikirannya berkurang dengan menyanti, meski hanya bersenandung liri. Akhirnya, ia sering menyanyi. Tak pernah absen satu hari pun. Nah, artinya bakat menanyayi Titan menjadi sebuah hobi juga. (hlm. 79)
Namun, ada juga orang yang hobinya tidak didukung dengan bakat. Contoh, temanmu hobi menanyi tapi suaranya fals. It’s okay lah, ya. Yang penting ia menikmati hobi itu sehingga bisa melahirkan rasa bahagia dan mengimbangi tekanan dari tugas-tugas harian. (hlm. 80)
Terlepas dari itu semua, ternyata hobi plus bakat dan ketekunan bisa menjadi modal buat meraih kesuksesan. Hal ini dibisa dilihat dari pemaparan penulis tentang tokoh yang sukses di berbagai midang. Seperti Vicky Burky, Oprah Winfrey, Pablo Picasso, John F. Kennedy, dan lain-lain. Pada bab ini pula. Penulis memberitahukan jika hobi dan bakat bisa meningkatkan kepercayaan diri.
Ternyata selain membahas tentang membasmi rasa minder. Di buku juga membahas tentang pentingnya menemukan makna penciptaan diri, pentingnya perkaya diri dengan wawasan, serta bijak dalam menghadapi kritik dan ejekan.
Buku yang memiliki tebal 133 halaman ini cukup komplit untuk membuat motivasi kawula muda bertambah. Pengemasan yang komunikatif menambah keseruan untuk membaca buku ini sampai tuntas. Selain itu, penulis juga berdakwah dengan indah tanpa embel-embel menggurui. Seperti kutipan berikut, “Teruslah berpegang pada keyakinan bahwa kita diciptakan untuk berbuat baik, bermanfaat bagi orang lain.” (hlm. 100). Pernyataan tersebut mengingatkan akan tugas jantung dalam tubuh manusia. Di mana jantung tidak terlihat tapi memiliki peran yang sangat vital. Ketika jantung berhenti berdetak, maka kehidupan seseorang hilang. Begitu pun manusia, teruslah berbuat baik meski orang di sekeliling tak menggagap baik.
Selain kutipan tersebut masih banyak kutipan menarik lainnya, seperti, “Manusia yang dekat dengan Tuhannya cenderung akan lebih sensitif terhadap adanya ketikdakberesan dalam tindakannya. Mungkin karena Tuhan makin menyayanginya, radar rasa bersalahnya langsung menyala ketika ia melalkukan hal yang kurang baik.” (hlm. 125). Sebenarnya perrnyataan tersebut merujuk pada suatu ayat di Kalam-Nya, namun penulis seperti sengaja tak menggunakan kutipan ayat agar dakwah yang ia lakukan di media buku ini tak terkesan berat.
Pun, buku yang memuat banyak quetos dan renungan yang menarik ini tak luput dari kekurangan. Ada beberapa typo dalam penulisannya, seperti kata menari (hlm. 14) di mana jika membaca redaksinya kalimatnya, hal yang dimaksud penulis bukan menari tapi menarik. Kesalahan dalam penulisannya itu tak membuat pengaruh yang berarti, apalagi typo-nya tidak terlalu banyak. Terlepas dari itu semua, buku ini cocok untuk dijadikan bahan bacaan untuk memberantas rasa minder dan kurang pede juga memantik api semangat dalam meraih kesuksesan dalam langkahmu. Tak percaya? Silakan dibaca!
Sumber gambar: bukalapak.com
Sumber gambar: bukalapak.com
0 Komentar untuk "Ketika Minder Menjangkiti Para Kawula Muda"