Sumber: Blog Imabina |
Suasana ritmis langsung menyambut sesampainya di ruang 15-16 FKIP Universitas Jember. Ruang yang biasa digunakan sebagai tempat acara-acara yang ada di fakultas yang mencetak calon guru professional itu kini ditata begitu apik dengan tatanan lampu warna-warni, serta beberapa dekorasi yang indah.
Pasalnya pada Kamis (28/4) diadakan sebuah acara yang begitu indah dengan tema “Malam Seni dan Sastra Kreasi Seni dan Sastra Bersama Imabina FKIP Unej”. Acara yang digawangi oleh Mega dan kawan-kawan ini dimulai tepat jam setengah tujuh.
Selain suasana musik yang mengalun merdu menyambut undangan, mahasiswa PBSI, serta dosen telah memenuhi ruangan tersebut. Dua pelukis dan model juga turut menunjukkan aksi seninya, Lukisan yang dibuatpun langsung di depan panggung dengan menggoreskan tinta-tinta warna-warni ke pakaian yang dipakai sang model. Tentunya, pertunjukan tersebut masih menjadi pembuka. Sebab, acara yang dibawakan Melinda dan Farhan itu masih dihibur artis-artis PBSI lintas angkatan.
Seperti, angkatan 2015 yang membuat teatrikal puisi, Desi dan kawan-kawan (2013) yang membawakan musikalisasi puisi berjudul “” dan “”, Sembur (2014) yang mengombinasikan berbagai aspek seni, seperti tari, musik, perkusi dan pembacaan puisi. Angkatan 2012 pun tak kehilangan gairahnya, mereka yang tergabung dalam Selimut Dingin menampilkan musikalisasi. Tak hanya puisi gubahan pena penyair ternama seperti Sapardji Djoko Damono dan Chairil Anwar. Namun, mereka menyayikan pusi ciptaan sendiri yang berjudul Penantian Sunyi. Sungguh, kekhasan dalam penyampaian seni Selimut Dingin tidak diragukan lagi. Apalagi mereka memiliki dua penyanyi yang memiliki ciri-ciri khas tersendiri, Novita yang kuat dengan cenggoknya dan Anis yang serak-serak basah.
“Manusia tidak semua sama. Makanya ada konflik satu sama lain. Jangan lupa sama-sama saling mengerti.” Ungkap Pak Mujiman Rus Andianto mengawali acara inti dengan sebuah kidung berbahasa Jawa yang indah.
Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia itu menjadi pembedah buku Onrust karya S. Arimba dan buku Akhmad Taufid. Bedanya, bentuk resepsi membaca dosen yang akrab disapa Pak Andi ini menggunakan sebauh puisi yang langsung dideklamasikan. Hasilnya membuat suasana malam itu menjadi semakin semarak.
Dalam proses kreatifnya, Pak Taufiq bercerita jika salah puisinya yang berjudul “Jumat Kelabu” mendapat penghargaan Numera. Puisi tersebut berisi catatan tragedi santet dan ninja suluk di semenanjung pada 13 Juni 2007. Pun, dosen yang akrab disapa Pak Taufiq ini juga menghibur mahasiswanya dengan membaca puisi berjudul Alkisah Sri Kandi.
Tentu, S. Arimba selaku penyair yang diundang dari Yogyakarta secara khusus juga unjuk gigi. Bahkan, puisinya yang berjudul “Sebab Puisi Dicintai” langsung dibawakan bintang tamu Solitute yang dibawanya yang langsung membawa suasana baper dalam acara tersebut.
“Ikut acara ini, bikin baper dan gatal membaca puisi.” Ungkap Moh. Imron yang kebetulan diundang ke acara tersebut. Hal senada juga disampaikan oleh Ahmad Zaidi, Yudik Wergianto, dan Wahyu.
0 Komentar untuk "Sebab Bersastra Kita Bahagia"