Sebagai cerpenis yang begitu gemar menjadi pemerhati masa lalu, penuai rindu, pencipta cinta tanpa lara, dan seorang yang gemar menyukai bunga-bunga. Aku akan menceritakan sebuah kisah. Tentang pesakitan yang seharusnya tak menjadi pesakitan. Apalagi akibat rasa cinta! Cinta yang buta! Cinta yang terlalu.
Baiklah, agar tidak terlampau panjang. Kalian harus bisa menyimak dengan baik. Jangan berhenti membaca sebelum cerita usai. Dan, jika tidak kuat. Silakan melambaikan tangan!
Nama mereka, Sari dan Awan adalah pasangan romantis di abad sebelum masehi. Mereka berdua adalah cikal bakal terjadinya sebuah pesakitan masa kini.
Kisah cinta mereka bermula ketika Awan tak sengaja melihat tempat pemandian Sari di Sungai Sampeyan. Awalnya, Sari begitu marah melihat Awan yang seperti mengintipnya. Namun, lama kelamaan. Entah siapa yang memulai duluan. Rasa cinta menjelar dari keduanya.
Sebelum remaja abad milinium mengenal kata backstreet, mereka telah mengalami hal tersebut. Pun, kedua orangtua mereka yang berbeda kasta memaksa membuat masalah cinta kian runyam.
“Kita tidak bisa terus menerus seperti ini, Kang Mas.” Kata Sari ketika ia selesai mandi di Sungai Sampeyan.
“Tapi mau gimana lagi? Cinta kita tak mungkin direstui. Bukankah kata penyanyi yang akan dikenal di zaman musik Melayu berkata cinta tak harus memiliki.” Awan mencoba restoris, kemampuannya yang bisa membaca masa depan itulah yang membuat hati Sari tergugah.
“Duh, Kang Mas. Masak lantaran cinta tak direstui, kita harus pasrah. Kita kan bisa kawin sambil lari. Eh, kawin lari maksudku.”
“Ide yang baik tuh. Baiklah, besok kita pergi dari tempat ini.”
Keesokan harinya. Sari dan Awan kembali bertemu di tepian Sungai Sampeyan. Pernikahan pun berlangsung. Meski akadnya begitu sederhana. Di mana matahari menjadi saksinya, tepian Sungai Sampeyan yang menjadi istana pelaminannya. Sedang penghulunya adalah arus tenang sungai kebanggan mereka berdua.
Sesuai akad. Mereka segera pergi berjalanan kaki ke arah timur hingga sampailah di kota seberang.
Hari-hari mereka diliputi rasa bahagia tiada tara. Sari yang cantik begitu memuaskan urusan ranjang Awan. Awan yang rupawan dan pintar beladiri membuat Sari merasa nyaman. Berbagai spekulasi hadir, begitu banyak yang cemburu akan keromantisan mereka berdua.
Akhirnya, masyarakat sepakat untuk berusaha memisahkan keduanya.
“Kita harus membuat heboh dan mereka berdua bercerai.” Kata seorang masyarakat.
“Iya, mereka memang pasangan serasi. Tapi tak baik jika keduanya mesra di depan umum. Membuat bini-bini kita cemburu di rumah.” Seorang masyarakat yang lain.
“Jika mereka telah bercerai. Akan kuwani Sari, lalu kujadikan bini kedua.”
“Wah, kalau gitu aku juga mau.”
Pun akhirnya beberapa masyarakat yang terdiri dari kaum bapak ini memantapkan rencana.
Ada dua opsi dalam masyarakat di cerita ini. Aku sebagai penulis akan menjabarkan opsi tersebut.
Pertama, Sari akan digoda oleh kaum bapak hingga ia terlena dari arah situlah Awan bisa cemburu dan menggugat cerai. Kedua, akan ada fitnah yang menyebar di telinga masyarakat bahwasanya Sari terlalu berlaku senonoh dengan seorang lelaki yang lebih muda. Kedua opsi di atas merujuk pada barang yang sama, yakni sama-sama menguji kesetian mereka merdeka.
Rencana tersebut segera disegerakan. Sayang, Sari tak tertarik dengan pemuda-pemuda yang menggodanya, apalagi bapak-bapak yang bekumis garang. Artinya rencana pertama gagal. Di rencana kedua, Awan tak percaya jika Sari telah berkhianat.
Para bapak-bapak bingung. Dan beruntung mereka kedatangan seorang Ki Sanak yang mengabarkan jika Sari dan Awan adalah pasangan yang tak direstui. Ki Sanak tersebut juga menceritakan bahwasanya keluarga Sari dan Awan memiliki dendam masa lalu.
Sari adalah keturunan putri Kadipaten Amore, sedang Awan adalah putra Kadipaten Murka. Keluarga Awan memperluas tanah jajahannya hingga sampai ke Kadipaten Amore. Pun, membuat Sari menjadi rakyat biasa.
Tak banyak yang tahu antara keduanya. Mereka—Sari dan Awan hanya mengetahui jika cinta mereka tak direstui. Itu saja.
Mendengar penuturan Ki Sanak tersebut. Masyarakat kembali memiliki rencana yang indah. Mereka pun sepakat untuk memberi sebuah pisau di bawah bantal Sari dan Awan. Dari sana mereka akan menceritakan bahwa Sari berniat membalas dendam atas kelakuan keluarga Awan di masa lalu yang membuat Sari sengsara.
Pun, rencana tersebut langsung terlaksana.
“Awan, kulihat tadi Sari meletakkan pisau di bawah bantal tempat tidur kalian. Tampaknya, ia berusaha membunuhmu. Setelah mengetahui jika keluargamu yang membuat keluarganya terpecah bela dan menderita. Bahkan sampai terusir dari Kadipaten Amore.” Jelas seorang warga membuat Awan mengerti jika cintanya yang tak direstui oleh kedua orangtuanya.
Memang dalam bagian cerita sebelumnya, saya sebagai penulis menjelaskan jika Awan memiliki kemampuan melihat masa depan. Tapi, merujuk pada masalah ini. Ia tak bisa menggunakan penglihatan masa depannya lantaran api kemarahan bertengger di dadanya.
Maka, setelah makan malam. Awan langsung bertanya pada Sari.
“Adinda. Cinta kita telah lama dan mungkin akan menjadi lagenda. Namun, mengapa kau mencoba untuk membuat lagenda ini rusak.”
“Apa maksud Kang Mas?”
“Baru kutahui jika keluarga kita punya dendam masa lalu. Keluargamu diusir dari istana Amore karena keluargaku yang memperluas kekusaan bukan? Dan sekarang kau menuntut balas untuk membunuhku dengan cintamu.”
“Tidak, Kang Mas. Itu sudah masa lalu. Aku tak ingin mengungkitnya, bukankah kita hidup untuk masa depan.”
“Begitu manis mulutmu, sekarang apa ini maksudnya?” Awan segera berlari menuju kamar dan menunjukkan pisau di bawah bantalnya.
“Maksud Kang Mas?” Sari tak mengerti.
“Kau mencoba membunuhku kan?”
“Sungguh tidak, Kang Mas.”
“Dasar pembohong!”
“Aku bisa membuktikannya padamu Kang Mas.”
“Bukti apa semuanya sudah jelas.”
Sari segera berlari keluar rumah yang terasa bagai nerakanya. Apalah arti rumah tangga jika keduanya tak memiliki sikap saling percaya. Awan mengejar Sari dengan langkah gontai. Mereka kembali bertemu di tepian sungai. Sungai yang berbeda. Tak seindah Sampeyan yang pernah menjadi latar cinta mereka berdua.
Dan entah arah dari mana, tiba-tiba seorang lelaki menusuk mulut Sari hingga mengeluarkan bercak darah. Pun, Awan kebingungan ia segera mencari penawar obat tersebut di hutan dengan membawa Sari. Setelah ditemukannya obat tersebut, timbullah bercak putih yang berlokasi di gusi Sari.
Berhari-hari Sari tak enak makan. Awan bertambah kebingungan. Ia pun merawat Sari dengan sabar. Pun, cemburu telah hilang dari dirinya. Beruntung, Awan segera menggunakan kemampuannya melihat masa depan. Bahwasanya penyakitnya Sari itu akan dikenang oleh genasi berikutnya sebagai Sariawan yang berarti sebagai pasangan harus saling memahami dan percaya.
Jember, 14 Juli 2016. Jam 21:00
0 Komentar untuk "Pernikahan Sari Awan (Dimuat di Radar Mojokerto Edisi 8 Januari 2016)"