Keberhasilan reproduksi akan sangat mendukung peningkatan populasi sapi potong. Namun kondisi sapi potong diusaha peternakan rakyat, hingga saat ini sering dijumpai adanya kasus gangguan reproduksi yang ditandai dengan rendahnya fertilitas induk, yang ditandai dengan penurunan angka kebuntingan danjumlah kelahiran pedet, sehingga mempengaruhi penurunan populasi sapi danpasokan penyediaan daging secara nasional. Perlu dicarikan solusi untuk meningkatkan populasisapi potong dalamrangka mendukung kecukupan daging sapi secara nasional tahun 2010.
Gangguan reproduksi yang umum terjadi pada sapi diantaranya :
(1) retensio sekundinarium (ari-ari tidak keluar),
(2) distokia (kesulitan melahirkan)
(3) abortus (keguguran), dan
(4) kelahiran
prematur/sebelum waktunya.Gangguan reproduksi tersebut menyebabkan kerugian ekonomi sangat besar bagi petani yang berdampak terhadap penurunan pendapatan peternak; umumnya disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya :
(1) penyakit reproduksi,
(2) buruknya sistem pemeliharaan,
(3) tingkat kegagalan kebuntingan dan
(4) masih adanya pengulangan inseminasi, yang kemungkinan salah satu penyebabnya adalah adanya gangguan reproduksi; diSumatera Barat 60 % disebabkan oleh endometritis dan40 % hormonal (Riady, 2006).
Penanganan gangguan reproduksi ditingkat pelaku usaha peternakan masih kurang, bahkan beberapa peternak terpaksa menjual sapinya dengan harga yang murahkarena ketidaktahuan cara menangani. Perlu pemasyarakatan teknologi inovatif untuk penanggulangan gangguan reproduksi sapi potong, khususnya pada sapi induk usaha perbibitan rakyat dengan harapan sapi induknya produktif sehingga memacu semangat untuk berusaha.
Kegagalan reproduksi biasanya tidak segera mendapatkan perhatian, karena laporan bernada rendah, kurang menunjukan drama yang menyedihkan dan lebih tersamar lagi kalau ternak yang infertile tersebut adalah milik rakyat. Hal ini disebabkan ternak betina yang gagal bereproduksi masih produktif dalam bidang lain, misal: masih dapat menyumbangkan tenaga, menghasilkan pupuk, dan menyumbangkan daging. Selain itu, daya fikir rakyat kecil pemilik sapi yang infertile tersebut tidak tajam dalam memperhitungkan kerugian yang diderita karena ternaknya infertile. Peternak tidak merasa rugi, karena masih melihat ternaknya masih berdiri di kandang.
Kegagalan reproduksi yang mengakibatkan turunnya kemampuan atau sama
sekali tidak ada kemampuan menghasilkan keturunan dapat diakibatkan
oleh beberapa sebab. Dari keseluruhan kegagalan reproduksi yang terjadi,
sekitar 93% terjadi karena gangguan fungsional, 5% karena gangguan
mikroorganisme, dan 2% karena kesalahan genetik.
Penanganan kasus tergantung pada latar belakang, pengalaman, dan tingkat
pendidikan sehingga sering kali hanya menaruh perhatian pada satu
penyebab kegagalan reproduksi saja. Secara umum sebab-sebab kegagalan
reproduksi dapat menyangkut kelainan anatomi, kelainan kongenital,
kelainan fisiologis, kelainan psikologis, masalah pemeliharaan, dan penyakit-penyakit infeksi.
Penyebab Gangguan Reproduksi
Gangguan reproduksi pada sapi potong disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya :
a. Cacat anatomi saluran reproduksi (defek kongenital).
b. Gangguan fungsional.
c. Kesalahaan manajemen.
d. Infeksi organ reproduksi.
Macam Gangguan Reproduksi danPenanggulangannya
1) Cacat anatomi saluran reproduksi
Abnormalitas yang berupa cacat anatomi saluran reproduksi ini dibedakan menjadi dua yaitu cacat kongenital (bawaan) dancacat perolehan.
a) Cacat Kongenital
Gangguan karena cacat kongenital ataubawaan lahir dapat terjadi pada ovarium (indung telur) danpada saluran reproduksinya. Gangguan pada ovarium meliputi: Hipoplasia ovaria (indung telur mengecil) dan Agenesis ovaria (indung telur tidak terbentuk). Hipoplasia ovaria merupakan suatu keadaan indung telur tidak berkembang karena keturunan. Hal ini dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral. Apabila terjadi pada salah satu indung telur maka sapi akan menunjukan gejala anestrus (tidak pernah birahi) danapabila terjadi pada kedua indung telur maka sapi akan steril (majir). Secara perrektal indung telur akan teraba kecil, pipih dengan permukaan berkerut. Agenesis merupakan suatu keadaan sapi tidak mempunyai indung telur karena keturunan. Dapat terjadi secara unilateral (salah satu indung telur) ataupun bilateral (kedua indung telur).
Cacat turunan juga dapat terjadi pada saluran alatreproduksi, diantaranya : Freemartin (abnormalitas kembar jantan danbetina) dan atresia vulva (pengecilan vulva). Kelahiran kembar pedet jantan danbetina pada umumnya (lebih dari 92%) mengalami abnormalitas yang disebut dengan freemartin. Abnormalitas ini terjadi pada fase organogenesis (pembentukan organ dari embrio di dalamkandungan), kemungkinan hal ini disebabkan oleh adanya migrasi hormon jantan melalui anastomosis vascular (hubungan pembuluh darah) ke pedet betina dan karena adanya intersexuality (kelainan kromosom). Organ betina sapi freemartin tidak berkembang (ovaria hipoplastik) danditemukan juga organ jantan (glandula vesikularis).Sapi betina nampak kejantanan seperti tumbuh rambut kasar disekitar vulva, pinggul ramping dengan hymen persisten. Sedangkan Atresia Vulva merupakan suatu kondisi pada sapi induk dengan vulva kecil danini membawa resiko pada kelahiran sehingga sangat memungkinkan terjadi distokia (kesulitan melahirkan). Penanganannya dengan pemilihan sapi induk dengan skor kondisi tubuh (SKT) yang baik (tidak terlalu kurus ataugemuk serta manajemen pakan yang baik (Gambar 12).
Kegagalan Reproduksi karena Kelainan Anatomi dan Keturunan Kegagalan reproduksi ang disebablan oleh kelainan bentuk anatomi dan keturunan yang serin dijumpai adalah freemartin, tidak berkembangnya system reproduksi, struk saluran reproduksi yang tidak lenglap, hermaphrodite, cryptorchid, kecelakaan, dan prolapses.
Freemartin
Kira-kira 90% sapi betina yang dilahirkan kembar dengan sapi jantan akan menderita freemartin. Sapi betina freemartin ini menderita kelainan pada saluran reproduksinya. Di dalam uterus pada waktu dikandung induknya, saluran reproduksi fetus betina tumbuh tidak sempurna akibat adanya pengaruh dari hormone fetus jantan. Hormone androgen fetus jantan dapat memasuki fetus betina karena pembuluh darah plasenta keduannya beranastomose (saling berhubungan) sehingga kandungan darah kedua fetus dapat saling bercampur dan mempengaruhi salah satunya.
Bentuk freemartin selalu steril. Bentuk dan tampilan gonad sangat bervariasi. Kadang bentuknya hamper menyerupai ovarium yang normal, dan yang lainnya seperti testes lengkap dengan epididymis. Saluran kelamin seperti tuba falopi, uterus, servix, dan hampir seluruh vagina gagal untuk tumbuh dan berkembang sehingga bentuknya seperti pita. Klitoris tumbuh sehingga agak lebar, vulva kecil, celah vulva sempit, dan rambut vulva kasar. Kelakuan dan bentuk eksterior seperti jantan. Keadaan freemartin ini tidak memungkinkan betina untuk bereproduksi.
Kondisi freemartin pada pedet dapat didiagnosa dengan memasukkan plastic sheet ateril ke dalam vagina. Vagian pedet betina panjangnya 12-13 cm, sedangkan pada penderita freemartin panjangnya hanya 5-6 cm. atau dapat menggunakan testtube dimana pada kondisi normal seluruh tube dapat masuk ke dalam vagina. Jika betina atau pedet betina positif freemartin, sebaiknya di-culling.
Saluran Reproduksi Tidak Bekembang
Tidak berkembangnya saluran reproduksi tidak selalu menjadi penyebab kegagalan reproduksi reproduksi yang permanen. Yang sering dijumpai pada dara yang mendapat pakan kurang adalah ovarium kecil dan inaktif. Masalah ini dapat diperbaiki dengan meningkatkan asupan energy. Pengobatan dengan hormone seperti PMSG mungkin cukup efektif, tetapi peternak lebih menyukai melakukan perbaikan pakan Karena lebih murah. Jika tidak berkembangnya ovarium disebabkan oleh masalah genetic, maka keadaan ini tidak dapat diperbaiki.
Kelengkapan Struktur Saluran Reproduksi
Kelainan yang dapat dijumpai pada kasus ini adalah ketidaklengkapan tubavalopi, kesalahan bentuk dari uterus, dan serviks yang buntu. Biasanya difek ini tidak dapat dikoreksi karena sangat sulit dideteksi tanpa memotong ternak. Ternak yang menderita kelainan tersebut memeiliki siklus birahi yang teratur karena ovariumnya tetap berfungsi pada kenyataannya difek-difek tersebut tidak diketahui sampai akhirnya muncul perkawinan imbriding. Pada jantan juga dapat ditemui ketidaklengkapan testis, saluran spermatozoa, dan malformasi dari penis.
Hermaphrodite
Hermaphrodite adalah sesuatu kondosi seksualitas dari suatu individu yang membingungkan karena kehadiran struktur dua kelamin. Hermaphrodite dibagi 2 yaitu true hermaphrodite dan pseudohermaphrodite. True hermaphrodite mempunyai kelamin ganda, jantan dan betina. Keadaannya dapat terpisah ataupun menyatu menjadi ovotestes. Pseudohemaprodite memiliki salah satu testes atau ovarium dan saluran reproduksinya tumbuh dan berkembang sesuai dengan keadaan gonad. Pseudohemaprodite jantan kemungkinan memiliki testes tetapi dengan tampilan seperti betina.
Genetik seks digambarkan oleh kromosom seks yang selalu berdampingan. Betina normal memiliki pasangan kromosom XX dan jantan XY. Devisiasi dapat terjadi akibat abnormalisasi dari satu atau dua kromosom seks yaitu dengan penambahan (XXY) atau pengurangan (XO) dalam kromosom seks; atau terbantuknya sel chimeras jantan (XY) dan betina (XX) pada individu yang sama. True hemaprodite dapat terjadi apda semua ternak. Tetapi pseudohermaprodite lebih sering dijumpai dari pada True hemaprodite. Pada kasus pseudohemaprodite, gen dan seks gonad tetap berkembang, tetapi terjadi diskrepansi dalam pertumbuhan struktur saluran mulai dari duktuswolfian atau mulleri, sinus urogenetalia sampai kelamin luar.
b) Cacat perolehan
Cacat perolehan dapat terjadi pada indung telur maupun pada alatreproduksinya. Cacat perolehan yang terjadi pada indung telur, diantaranya: Ovarian Hemorrhagie (perdarahan pada indung telur) dan Oophoritis (radang pada indung telur). Perdarahan indung telur biasanya terjadi karena efek sekunder dari manipulasi traumatik pada indung telur. Bekuan darah yang terjadi dapat menimbulkan adhesi (perlekatan) antara indung telut dan bursa ovaria (Ovaro Bursal Adhesions / OBA).OBA dapat terjadi secara unilateral danbilateral. Gejalanya sapi mengalami kawin berulang. Sedangkan Oophoritis merupakan keradangan pada indung telur yang disebabkan oleh manipulasi yang traumatik/ pengaruh infeksidari tempat yang lain misalnya infeksi pada oviduk (saluran telur) atauinfeksi uterus (rahim). Gejala yang terjadi adalahsapi anestrus.
Cacat perolehan pada saluran reproduksi, diantaranya Salphingitis, trauma akibat kelahiran dan tumor. Salphingitis merupakan radang pada oviduk. Peradangan ini biasanya merupakan proses ikutan dari peradangan pada uterus dan indung telur. Cacat perolehan ini dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral. Sedangkan trauma akibat kelahiran dapat terjadi pada kejadian distokia dengan penanganan yang tidak benar (ditarik paksa), menimbulkan kerusakan pada saluran kelahiran dandapat berakibat sapi menjadi steril. Tumor ovarium yang umum terjadi adalah tumor sel granulosa. Pada tahap awal sel- sel tumor mensekresikan estrogen sehingga timbul birahi terus menerus namun akhirnya menjadi anestrus.
Penanganan cacat perolehan disesuaikan dengan penyebab primernya. Jika penyebab primernya adalah infeksi maka ditangani dengan pemberian antibiotika. Perlu hindari trauma fisik penanganan reproduksi yang tidak tepat.
2) Gangguan fungsional
Salah satu penyebab gangguan reproduksi adalahadanya gangguan fungsional (organ reproduksi tidak berfungsi dengan baik). Infertilitas bentuk fungsional ini disebabkan oleh adanya abnormalitas hormonal.
Berikut adalahcontoh kasus gangguan fungsional, diantaranya :
a) Sista ovarium.
b) Subestrus danbirahi tenang.
c) Anestrus.
d) Ovulasi tertunda.
a) Sista ovarium (ovaria, folikuler danluteal)
Status ovarium dikatakan sistik apabila mengandung satu ataulebih struktur berisi cairan danlebih besar dibanding dengan folikel masak. Penyebab terjadinya sista ovarium adalahgangguan ovulasi danendokrin (rendahnya hormon LH). Sedangkan faktor predisposisinya adalahherediter, problem sosial dandiet protein. Adanya sista tersebut menjadikan folikel degraf (folikel masak) tidak berovulasi (anovulasi) tetapi mengalami regresi (melebur) ataumengalami luteinisasi sehingga ukuran folikel meningkat,adanya degenerasi lapisan sel granulosa danmenetap paling sedikit 10hari. Akibatnya sapi –sapi menjadi anestrus atau malah menjadi nymphomania (kawin terus). Penanganan yang dilakukan yaitu dengan :
(1) Sista ovaria : prostaglandin (jika hewan tidak bunting).
(2) Sista folikel : Suntik HCG/LH (Preynye, Nymfalon) secara intramuskuler sebanyak 200IU.
(3) Sista luteal : PGH 7,5 mgsecara intra uterina atau2,5 mlsecara intramuskuler. Selain itu juga dapat diterapi dengan PRID/CIDR intra uterina (12 hari). Dua sampai lima hari setelah pengobatan sapi akan birahi.
b) Subestrus dan birahi tenang
Subestrus merupakan suatu keadaan dimana gejala birahi yang berlangsung singkat/ pendek (hanya 3- 4 jam) dandisertai ovulasi (pelepasan telur). Birahi tenang merupakan suatu keadaan sapi dengan aktifitas ovarium danadanya ovulasi namun tidak disertai dengan gejala estrus yang jelas. Penyebab kejadian ini diantaranya: rendahnya estrogen (karena defisiensi βkarotin, P,Co, Kobalt danberat badan yang rendah ). Apabila terdapat corpus luteum maka dapat diterapi dengan PGF2α(prostaglandin) dandiikuti dengan pemberian GnRH (Gonadotropin Releasing Hormon).
c) Anestrus
Anestrus merupakan suatu keadaan pada hewan betina yang tidak menunjukkan gejala estrus dalamjangka waktu yang lama. Tidak adanya gejala estrus tersebut dapat disebabkan oleh tidak adanya aktivitas ovaria atauakibat aktifitas ovaria yang tidak teramati. Keadaan anestrus dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu :
(1) True anestrus (anestrus normal)
Abnormalitas ini ditandai dengan tidak adanya aktivitas siklik dari ovaria, penyebabnya karena tidak cukupnya produksi gonadotropin ataukarena ovaria tidak respon terhadap hormon gonadotropin. Secara perrektal pada sapi dara akan teraba kecil, rata danhalus, sedangkan kalau pada sapi tua ovaria akan teraba irreguler (tidak teratur) karena adanya korpus luteum yang regresi (melebur).
(2) Anestrus karena gangguan hormon
Biasanya terjadi karena tingginya kadar progesteron (hormon kebuntingan) dalamdarah atauakibat kekurangan hormon gonadotropin.
(3) Anestrus karena kekurangan nutrisi
Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan gagalnya produksi danpelepasan hormon gonadotropin, terutama FSH dan LH,akibatnya ovarium tidak aktif.
(4) Anestrus karena genetik
Anestrus karena faktor genetik yang sering terjadi adalahhipoplasia ovarium dan agenesis ovaria. Penanganan dengan perbaikan pakan sehingga skor kondisi tubuh meningkat, merangsang aktivitas ovaria dengan cara pemberian hormon (eCG 3000-4500 IU; GnRH 0,5 mg; PRID/ CIDR danestrogen).
d) Ovulasi yang tertunda
Ovulasi tertunda (delayed ovulation) merupakan suatu kondisi ovulasi yang tertunda/ tidak tepat waktu. Hal ini dapat menyebabkan perkawinan/IB tidak tepat waktu, sehingga fertilisasi (pembuahan) tidak terjadi danakhirnya gagal untuk bunting. Penyebab utama ovulasi tertunda adalahrendahnya kadar LHdalamdarah. Gejala yang nampak pada kasus ini adalahadanya kawin berulang(repeat breeding).Terapi yang dapat dilakukan diantaranya dengan injeksi GnRH (100-250µg gonadorelin)saat IB.
3) Kesalahan Manajemen
Faktor manajemen sangat erat hubungannya dengan faktor pakan/nutrisi. Jika tubuh kekurangan nutrisi terutama untuk jangka waktu yang lama maka akan mempengaruhi fungsi reproduksi, efisiensi reproduksi menjadi rendah danakhirnya produktifitasnya rendah. Kekurangan nutrisi akan mempengaruhi fungsi hipofisis anterior sehingga produksi dan sekresi hormon FSH dan LH rendah (karena tidak cukupnyaATP), akibatnya ovarium tidak berkembang (hipofungsi).Pengaruhlainnya pada saat ovulasi, transport sperma, fertilisasi, pembelahan sel, perkembangan embrio dan fetus. Kekurangan nutrisi yang terjadi pada masa pubertas sampai beranak pertama maka kemungkinannya adalah : birahi tenang, defek ovulatory (kelainan ovulasi), gagal konsepsi, kematian embrio/fetus. Nutrisi yang sangat menunjang untuk saluran reproduksi diantaranya : protein, vitamin A, mineral/vitamin (P, Kopper,Kobalt, Manganese, Iodine, Selenium). Selain nutrisi tersebut di atas, yang perlu diperhatikan adalahadanya ransum yang harus dihindari selama masa kebuntingan karena dapat menyebabkan abortus (keguguran), diantaranya: racun daun cemara, nitrat, ergotamin, napthalen, khlor dan arsenik.
4) Infeksi Organ Reproduksi
a) Infeksi non spesifik
Yang termasuk dalaminfeksi non spesifik diantaranya :
(1) Endometritis (radang uterus)
Merupakan peradangan pada endometrium (dinding rahim). Uterus (rahim) sapi biasanya terkontaminasi dengan berbagai mikroorganisme (bakteri) selama masa puerpurium (masa nifas). Gejalanya meliputi : leleran berwarna jernih keputihan sampai purulen (kekuningan) yang berlebihan, uterus mengalami pembesaran (peningkatan ukuran). Penderita bisa nampak sehat, walaupundengan leleran vulva purulen dandalam uterusnya tertimbun cairan. Pengaruh endometritis terhadap fertilitas (pembuahan) adalah dalamjangka pendek, menurunkan kesuburan, Calving Interval danS/C naik, sedangkan jangka panjang menyebabkan sterilitas (kemajiran) karena terjadi perubahan saluran reproduksi. Faktor predisposisi (pendukung) terjadinya endometritis adalah distokia, retensi plasenta, musim, kelahiran kembar, infeksi bakteri serta penyakit metabolit. Penanganannya dengan injeksi antibiotik, hormon (PGF2α) danirigasi/ pemasukan antiseptik intra uterina.
(2) Piometra (radang uterus bernanah)
Merupakan pengumpulan sejumlah eksudat purulen dalamlumen uterus (rongga rahim) danadanya korpus luteum persisten pada salah satu ovariumnya. Korpus luteum mengalami persistensi mungkin karena adanya isi uterus abnormal, menyebabkan hambatan pelepasan prostaglandin dari endometrium ataumenahan prostaglandin dalamlumen uterus. Gejala yang timbul meliputi : leleran vagina purulen (kekuningan), sapi anestrus.
Penanganan medisnya yaitu dengan kombinasi pemberian antibiotik danhormon prostaglandin.
(3) Vaginitis
Merupakan peradangan pada vagina, biasanya sebagai penjalaran dari metritis dan pneumovagina ataudapat disebabkan oleh tindakan penanganan masalah reproduksi yang tidak tepat seperti tarikan paksa/fetotomi. Penyebab vaginitis diantaranya virus IBR-IPV danpenyakit–penyakit kelamin. Tanda-tanda
vaginitis bervariasi, mulai dari leleran lendir keruh danhiperemia mukosa (mukosa kemerahan) vagina sampai nekrosis mukosa (kematian jaringan mukosa) vagina disertai pengejanan terus –menerus dan septikemia.
Penanganan kasus vaginitis ini ditujukan untuk menghilangkan iritasi, menghentikan pengejanan dengan anastesi epidural, koreksi operatif dari defek vulva dan urovagina serta pengobatan antibiotik sistemik.
b) Infeksi Spesifik
Infeksi yang bersifat spesifik, diantaranya Bakterial :
(1) Brucellosis
Penyebab brucellosis pada sapi adalah Brucella abortus sedangkan pada kambing/ domba adalah Brucella melitensis. Bersifat zoonosis danmenyebabkan demam undulan pada manusia bila mengkonsumsi susu yang tercemar B.abortus. Brucellosis dapat menular melalui eksudat (lendir) alatkelamin, selaput lendir mata, makanan danair yang tercemar ataupun melalui IBdari semen yang terinfeksi. Gejala yang nampak biasanya sapi bunting mengalami abortus pada 6-9 bulan kebuntingan; selaput fetus yang diaborsikan terlihat oedema, hemorhagi, nekrotik danadanya eksudat kental serta adanya retensi plasenta, metritis dankeluar kotoran dari vagina.
Penanggulangan danpencegahan brucellosis diataranya dengan :
(2) Leptospirosis
Penyebabnya yaitu Leptospira pomona, Leptospira gripothyposa, Leptospira conicola, Leptospira hardjo. Cara penularannya melalui kulit terbuka/ selaput lendir (mulut, pharynx, hidung, mata) karena kontak dengan makanan danminuman yang tercemar. Gejala yang nampak diantaranya : anoreksia (tidak mau makan), produksi susu turun, abortus pada pertengahan kebuntingan danbiasanya terjadi retensi plasenta, metritis dan infertilitas.
Pengendalian kejadian leptospirosis meliputi sanitasi yang baik, isolasi hewan yang sakit serta hindari pakan dan minuman dari pencemaran, vaksinasi dengan serotipe (jenis) leptospira yang ada didaerah tersebut. Pengobatan dengan antibiotika dosis tinggi, 3 juta IUpenicillin dan5 grstreptomycin (2x sehari).
(3) Vibriosis
Penyebabnya adalah Vibrio fetus veneralis atau Campylobacter foetus veneralis. Dapat menular melalui perkawinan dengan pejantan tercemar. Gejala yang timbul diataranya : endometritis dan kadang –kadang salpingitis dengan leleran mukopurulen, siklus estrus diperpanjang ± 32 hari, kematian embrio, abortus pada trisemester 2 kebuntingan danterjadinya infertilitas karena kematian embrio dini.
Pengendaliannya yaitu dengan cara IBdengan semen sehat, istirahat kelamin selama 3 bulan pada hewan yang terinfeksi, vaksinasi dengan bakterin 30-90hari sebelum dikawinkan atausetiap tahun. Pengobatan dengan infusi (pemasukan) antibiotika spektrum luas secara intra uterin, injeksi pejantan dengan dihydrostreptomisin dosis 22mg/kg BBsecara subkutan (di bawah kulit).
(4) Tuberkulosis
Penyebabnya adalah Mycobacterium bovis. Dapat menular melalui ekskresi, sputum (riak), feses, susu, urin, semen, traktus genitalis (saluran kelamin), pernafasan, ingesti dan perkawinan dengan hewan yang sakit. Gejala yang nampak diataranya : abortus, retensi plasenta, lesi uterus bilateral, salpingitis dan adhesi (perlekatan) antara uterus.
Penanganan dan pencegahan diantaranya dengan sanitasi kandang dan lingkungan, pengobatan dengan antibiotika, isolasi hewan yang terinfeksi danvaksinasi.
(5) Prolaps Vagina Cervik
Merupakan pembalikan uterus, vagina danservik, menggantung keluar melalui vulva. Penyebabnya adalah hewan selalu dikandangkan, tingginya estrogen, tekanan intra abdominal saat berbaring maupun genetik. Pada keadaan prolaps partial, organ masuk kesaluran reproduksi seperti semula saat berdiri namun bila terjadi secara total maka organ akan tetap menggantung keluar meskipun dalam keadaan berdiri.
Jika hasil pengamatan frekuensi perkawinan menunjukkan bahwa untuk menjadi bunting sapi tersebut harus dikawinkan berkali-kali (repeat breeder), kemungkinan akibat terjadinya gangguan serius pada proses pertemuan sel telur (ovum) dengan spermatozoa (gangguan pembuahan), dan dapat juga diakibatkan oleh kematian embrio dini. Akibat dari kedua faktor penyebab tersebut ternak sapi dikategorikan mengalami kemajiran sementara.
Gangguan reproduksi yang umum terjadi pada sapi diantaranya :
(1) retensio sekundinarium (ari-ari tidak keluar),
(2) distokia (kesulitan melahirkan)
(3) abortus (keguguran), dan
(4) kelahiran
prematur/sebelum waktunya.Gangguan reproduksi tersebut menyebabkan kerugian ekonomi sangat besar bagi petani yang berdampak terhadap penurunan pendapatan peternak; umumnya disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya :
(1) penyakit reproduksi,
(2) buruknya sistem pemeliharaan,
(3) tingkat kegagalan kebuntingan dan
(4) masih adanya pengulangan inseminasi, yang kemungkinan salah satu penyebabnya adalah adanya gangguan reproduksi; diSumatera Barat 60 % disebabkan oleh endometritis dan40 % hormonal (Riady, 2006).
Penanganan gangguan reproduksi ditingkat pelaku usaha peternakan masih kurang, bahkan beberapa peternak terpaksa menjual sapinya dengan harga yang murahkarena ketidaktahuan cara menangani. Perlu pemasyarakatan teknologi inovatif untuk penanggulangan gangguan reproduksi sapi potong, khususnya pada sapi induk usaha perbibitan rakyat dengan harapan sapi induknya produktif sehingga memacu semangat untuk berusaha.
Kegagalan reproduksi biasanya tidak segera mendapatkan perhatian, karena laporan bernada rendah, kurang menunjukan drama yang menyedihkan dan lebih tersamar lagi kalau ternak yang infertile tersebut adalah milik rakyat. Hal ini disebabkan ternak betina yang gagal bereproduksi masih produktif dalam bidang lain, misal: masih dapat menyumbangkan tenaga, menghasilkan pupuk, dan menyumbangkan daging. Selain itu, daya fikir rakyat kecil pemilik sapi yang infertile tersebut tidak tajam dalam memperhitungkan kerugian yang diderita karena ternaknya infertile. Peternak tidak merasa rugi, karena masih melihat ternaknya masih berdiri di kandang.
Kegagalan reproduksi yang mengakibatkan turunnya kemampuan atau sama
sekali tidak ada kemampuan menghasilkan keturunan dapat diakibatkan
oleh beberapa sebab. Dari keseluruhan kegagalan reproduksi yang terjadi,
sekitar 93% terjadi karena gangguan fungsional, 5% karena gangguan
mikroorganisme, dan 2% karena kesalahan genetik.
Penanganan kasus tergantung pada latar belakang, pengalaman, dan tingkat
pendidikan sehingga sering kali hanya menaruh perhatian pada satu
penyebab kegagalan reproduksi saja. Secara umum sebab-sebab kegagalan
reproduksi dapat menyangkut kelainan anatomi, kelainan kongenital,
kelainan fisiologis, kelainan psikologis, masalah pemeliharaan, dan penyakit-penyakit infeksi.
Penyebab Gangguan Reproduksi
Gangguan reproduksi pada sapi potong disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya :
a. Cacat anatomi saluran reproduksi (defek kongenital).
b. Gangguan fungsional.
c. Kesalahaan manajemen.
d. Infeksi organ reproduksi.
Macam Gangguan Reproduksi danPenanggulangannya
1) Cacat anatomi saluran reproduksi
Abnormalitas yang berupa cacat anatomi saluran reproduksi ini dibedakan menjadi dua yaitu cacat kongenital (bawaan) dancacat perolehan.
a) Cacat Kongenital
Gangguan karena cacat kongenital ataubawaan lahir dapat terjadi pada ovarium (indung telur) danpada saluran reproduksinya. Gangguan pada ovarium meliputi: Hipoplasia ovaria (indung telur mengecil) dan Agenesis ovaria (indung telur tidak terbentuk). Hipoplasia ovaria merupakan suatu keadaan indung telur tidak berkembang karena keturunan. Hal ini dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral. Apabila terjadi pada salah satu indung telur maka sapi akan menunjukan gejala anestrus (tidak pernah birahi) danapabila terjadi pada kedua indung telur maka sapi akan steril (majir). Secara perrektal indung telur akan teraba kecil, pipih dengan permukaan berkerut. Agenesis merupakan suatu keadaan sapi tidak mempunyai indung telur karena keturunan. Dapat terjadi secara unilateral (salah satu indung telur) ataupun bilateral (kedua indung telur).
Cacat turunan juga dapat terjadi pada saluran alatreproduksi, diantaranya : Freemartin (abnormalitas kembar jantan danbetina) dan atresia vulva (pengecilan vulva). Kelahiran kembar pedet jantan danbetina pada umumnya (lebih dari 92%) mengalami abnormalitas yang disebut dengan freemartin. Abnormalitas ini terjadi pada fase organogenesis (pembentukan organ dari embrio di dalamkandungan), kemungkinan hal ini disebabkan oleh adanya migrasi hormon jantan melalui anastomosis vascular (hubungan pembuluh darah) ke pedet betina dan karena adanya intersexuality (kelainan kromosom). Organ betina sapi freemartin tidak berkembang (ovaria hipoplastik) danditemukan juga organ jantan (glandula vesikularis).Sapi betina nampak kejantanan seperti tumbuh rambut kasar disekitar vulva, pinggul ramping dengan hymen persisten. Sedangkan Atresia Vulva merupakan suatu kondisi pada sapi induk dengan vulva kecil danini membawa resiko pada kelahiran sehingga sangat memungkinkan terjadi distokia (kesulitan melahirkan). Penanganannya dengan pemilihan sapi induk dengan skor kondisi tubuh (SKT) yang baik (tidak terlalu kurus ataugemuk serta manajemen pakan yang baik (Gambar 12).
Gambar 12. Induk sapi dengan skor kondisi tubuh yang baik |
Kegagalan Reproduksi karena Kelainan Anatomi dan Keturunan Kegagalan reproduksi ang disebablan oleh kelainan bentuk anatomi dan keturunan yang serin dijumpai adalah freemartin, tidak berkembangnya system reproduksi, struk saluran reproduksi yang tidak lenglap, hermaphrodite, cryptorchid, kecelakaan, dan prolapses.
Freemartin
Kira-kira 90% sapi betina yang dilahirkan kembar dengan sapi jantan akan menderita freemartin. Sapi betina freemartin ini menderita kelainan pada saluran reproduksinya. Di dalam uterus pada waktu dikandung induknya, saluran reproduksi fetus betina tumbuh tidak sempurna akibat adanya pengaruh dari hormone fetus jantan. Hormone androgen fetus jantan dapat memasuki fetus betina karena pembuluh darah plasenta keduannya beranastomose (saling berhubungan) sehingga kandungan darah kedua fetus dapat saling bercampur dan mempengaruhi salah satunya.
Bentuk freemartin selalu steril. Bentuk dan tampilan gonad sangat bervariasi. Kadang bentuknya hamper menyerupai ovarium yang normal, dan yang lainnya seperti testes lengkap dengan epididymis. Saluran kelamin seperti tuba falopi, uterus, servix, dan hampir seluruh vagina gagal untuk tumbuh dan berkembang sehingga bentuknya seperti pita. Klitoris tumbuh sehingga agak lebar, vulva kecil, celah vulva sempit, dan rambut vulva kasar. Kelakuan dan bentuk eksterior seperti jantan. Keadaan freemartin ini tidak memungkinkan betina untuk bereproduksi.
Kondisi freemartin pada pedet dapat didiagnosa dengan memasukkan plastic sheet ateril ke dalam vagina. Vagian pedet betina panjangnya 12-13 cm, sedangkan pada penderita freemartin panjangnya hanya 5-6 cm. atau dapat menggunakan testtube dimana pada kondisi normal seluruh tube dapat masuk ke dalam vagina. Jika betina atau pedet betina positif freemartin, sebaiknya di-culling.
Saluran Reproduksi Tidak Bekembang
Tidak berkembangnya saluran reproduksi tidak selalu menjadi penyebab kegagalan reproduksi reproduksi yang permanen. Yang sering dijumpai pada dara yang mendapat pakan kurang adalah ovarium kecil dan inaktif. Masalah ini dapat diperbaiki dengan meningkatkan asupan energy. Pengobatan dengan hormone seperti PMSG mungkin cukup efektif, tetapi peternak lebih menyukai melakukan perbaikan pakan Karena lebih murah. Jika tidak berkembangnya ovarium disebabkan oleh masalah genetic, maka keadaan ini tidak dapat diperbaiki.
Kelengkapan Struktur Saluran Reproduksi
Kelainan yang dapat dijumpai pada kasus ini adalah ketidaklengkapan tubavalopi, kesalahan bentuk dari uterus, dan serviks yang buntu. Biasanya difek ini tidak dapat dikoreksi karena sangat sulit dideteksi tanpa memotong ternak. Ternak yang menderita kelainan tersebut memeiliki siklus birahi yang teratur karena ovariumnya tetap berfungsi pada kenyataannya difek-difek tersebut tidak diketahui sampai akhirnya muncul perkawinan imbriding. Pada jantan juga dapat ditemui ketidaklengkapan testis, saluran spermatozoa, dan malformasi dari penis.
Hermaphrodite
Hermaphrodite adalah sesuatu kondosi seksualitas dari suatu individu yang membingungkan karena kehadiran struktur dua kelamin. Hermaphrodite dibagi 2 yaitu true hermaphrodite dan pseudohermaphrodite. True hermaphrodite mempunyai kelamin ganda, jantan dan betina. Keadaannya dapat terpisah ataupun menyatu menjadi ovotestes. Pseudohemaprodite memiliki salah satu testes atau ovarium dan saluran reproduksinya tumbuh dan berkembang sesuai dengan keadaan gonad. Pseudohemaprodite jantan kemungkinan memiliki testes tetapi dengan tampilan seperti betina.
Genetik seks digambarkan oleh kromosom seks yang selalu berdampingan. Betina normal memiliki pasangan kromosom XX dan jantan XY. Devisiasi dapat terjadi akibat abnormalisasi dari satu atau dua kromosom seks yaitu dengan penambahan (XXY) atau pengurangan (XO) dalam kromosom seks; atau terbantuknya sel chimeras jantan (XY) dan betina (XX) pada individu yang sama. True hemaprodite dapat terjadi apda semua ternak. Tetapi pseudohermaprodite lebih sering dijumpai dari pada True hemaprodite. Pada kasus pseudohemaprodite, gen dan seks gonad tetap berkembang, tetapi terjadi diskrepansi dalam pertumbuhan struktur saluran mulai dari duktuswolfian atau mulleri, sinus urogenetalia sampai kelamin luar.
b) Cacat perolehan
Cacat perolehan dapat terjadi pada indung telur maupun pada alatreproduksinya. Cacat perolehan yang terjadi pada indung telur, diantaranya: Ovarian Hemorrhagie (perdarahan pada indung telur) dan Oophoritis (radang pada indung telur). Perdarahan indung telur biasanya terjadi karena efek sekunder dari manipulasi traumatik pada indung telur. Bekuan darah yang terjadi dapat menimbulkan adhesi (perlekatan) antara indung telut dan bursa ovaria (Ovaro Bursal Adhesions / OBA).OBA dapat terjadi secara unilateral danbilateral. Gejalanya sapi mengalami kawin berulang. Sedangkan Oophoritis merupakan keradangan pada indung telur yang disebabkan oleh manipulasi yang traumatik/ pengaruh infeksidari tempat yang lain misalnya infeksi pada oviduk (saluran telur) atauinfeksi uterus (rahim). Gejala yang terjadi adalahsapi anestrus.
Cacat perolehan pada saluran reproduksi, diantaranya Salphingitis, trauma akibat kelahiran dan tumor. Salphingitis merupakan radang pada oviduk. Peradangan ini biasanya merupakan proses ikutan dari peradangan pada uterus dan indung telur. Cacat perolehan ini dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral. Sedangkan trauma akibat kelahiran dapat terjadi pada kejadian distokia dengan penanganan yang tidak benar (ditarik paksa), menimbulkan kerusakan pada saluran kelahiran dandapat berakibat sapi menjadi steril. Tumor ovarium yang umum terjadi adalah tumor sel granulosa. Pada tahap awal sel- sel tumor mensekresikan estrogen sehingga timbul birahi terus menerus namun akhirnya menjadi anestrus.
Penanganan cacat perolehan disesuaikan dengan penyebab primernya. Jika penyebab primernya adalah infeksi maka ditangani dengan pemberian antibiotika. Perlu hindari trauma fisik penanganan reproduksi yang tidak tepat.
2) Gangguan fungsional
Salah satu penyebab gangguan reproduksi adalahadanya gangguan fungsional (organ reproduksi tidak berfungsi dengan baik). Infertilitas bentuk fungsional ini disebabkan oleh adanya abnormalitas hormonal.
Berikut adalahcontoh kasus gangguan fungsional, diantaranya :
a) Sista ovarium.
b) Subestrus danbirahi tenang.
c) Anestrus.
d) Ovulasi tertunda.
a) Sista ovarium (ovaria, folikuler danluteal)
Status ovarium dikatakan sistik apabila mengandung satu ataulebih struktur berisi cairan danlebih besar dibanding dengan folikel masak. Penyebab terjadinya sista ovarium adalahgangguan ovulasi danendokrin (rendahnya hormon LH). Sedangkan faktor predisposisinya adalahherediter, problem sosial dandiet protein. Adanya sista tersebut menjadikan folikel degraf (folikel masak) tidak berovulasi (anovulasi) tetapi mengalami regresi (melebur) ataumengalami luteinisasi sehingga ukuran folikel meningkat,adanya degenerasi lapisan sel granulosa danmenetap paling sedikit 10hari. Akibatnya sapi –sapi menjadi anestrus atau malah menjadi nymphomania (kawin terus). Penanganan yang dilakukan yaitu dengan :
(1) Sista ovaria : prostaglandin (jika hewan tidak bunting).
(2) Sista folikel : Suntik HCG/LH (Preynye, Nymfalon) secara intramuskuler sebanyak 200IU.
(3) Sista luteal : PGH 7,5 mgsecara intra uterina atau2,5 mlsecara intramuskuler. Selain itu juga dapat diterapi dengan PRID/CIDR intra uterina (12 hari). Dua sampai lima hari setelah pengobatan sapi akan birahi.
b) Subestrus dan birahi tenang
Subestrus merupakan suatu keadaan dimana gejala birahi yang berlangsung singkat/ pendek (hanya 3- 4 jam) dandisertai ovulasi (pelepasan telur). Birahi tenang merupakan suatu keadaan sapi dengan aktifitas ovarium danadanya ovulasi namun tidak disertai dengan gejala estrus yang jelas. Penyebab kejadian ini diantaranya: rendahnya estrogen (karena defisiensi βkarotin, P,Co, Kobalt danberat badan yang rendah ). Apabila terdapat corpus luteum maka dapat diterapi dengan PGF2α(prostaglandin) dandiikuti dengan pemberian GnRH (Gonadotropin Releasing Hormon).
c) Anestrus
Anestrus merupakan suatu keadaan pada hewan betina yang tidak menunjukkan gejala estrus dalamjangka waktu yang lama. Tidak adanya gejala estrus tersebut dapat disebabkan oleh tidak adanya aktivitas ovaria atauakibat aktifitas ovaria yang tidak teramati. Keadaan anestrus dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu :
(1) True anestrus (anestrus normal)
Abnormalitas ini ditandai dengan tidak adanya aktivitas siklik dari ovaria, penyebabnya karena tidak cukupnya produksi gonadotropin ataukarena ovaria tidak respon terhadap hormon gonadotropin. Secara perrektal pada sapi dara akan teraba kecil, rata danhalus, sedangkan kalau pada sapi tua ovaria akan teraba irreguler (tidak teratur) karena adanya korpus luteum yang regresi (melebur).
(2) Anestrus karena gangguan hormon
Biasanya terjadi karena tingginya kadar progesteron (hormon kebuntingan) dalamdarah atauakibat kekurangan hormon gonadotropin.
(3) Anestrus karena kekurangan nutrisi
Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan gagalnya produksi danpelepasan hormon gonadotropin, terutama FSH dan LH,akibatnya ovarium tidak aktif.
(4) Anestrus karena genetik
Anestrus karena faktor genetik yang sering terjadi adalahhipoplasia ovarium dan agenesis ovaria. Penanganan dengan perbaikan pakan sehingga skor kondisi tubuh meningkat, merangsang aktivitas ovaria dengan cara pemberian hormon (eCG 3000-4500 IU; GnRH 0,5 mg; PRID/ CIDR danestrogen).
d) Ovulasi yang tertunda
Ovulasi tertunda (delayed ovulation) merupakan suatu kondisi ovulasi yang tertunda/ tidak tepat waktu. Hal ini dapat menyebabkan perkawinan/IB tidak tepat waktu, sehingga fertilisasi (pembuahan) tidak terjadi danakhirnya gagal untuk bunting. Penyebab utama ovulasi tertunda adalahrendahnya kadar LHdalamdarah. Gejala yang nampak pada kasus ini adalahadanya kawin berulang(repeat breeding).Terapi yang dapat dilakukan diantaranya dengan injeksi GnRH (100-250µg gonadorelin)saat IB.
3) Kesalahan Manajemen
Faktor manajemen sangat erat hubungannya dengan faktor pakan/nutrisi. Jika tubuh kekurangan nutrisi terutama untuk jangka waktu yang lama maka akan mempengaruhi fungsi reproduksi, efisiensi reproduksi menjadi rendah danakhirnya produktifitasnya rendah. Kekurangan nutrisi akan mempengaruhi fungsi hipofisis anterior sehingga produksi dan sekresi hormon FSH dan LH rendah (karena tidak cukupnyaATP), akibatnya ovarium tidak berkembang (hipofungsi).Pengaruhlainnya pada saat ovulasi, transport sperma, fertilisasi, pembelahan sel, perkembangan embrio dan fetus. Kekurangan nutrisi yang terjadi pada masa pubertas sampai beranak pertama maka kemungkinannya adalah : birahi tenang, defek ovulatory (kelainan ovulasi), gagal konsepsi, kematian embrio/fetus. Nutrisi yang sangat menunjang untuk saluran reproduksi diantaranya : protein, vitamin A, mineral/vitamin (P, Kopper,Kobalt, Manganese, Iodine, Selenium). Selain nutrisi tersebut di atas, yang perlu diperhatikan adalahadanya ransum yang harus dihindari selama masa kebuntingan karena dapat menyebabkan abortus (keguguran), diantaranya: racun daun cemara, nitrat, ergotamin, napthalen, khlor dan arsenik.
4) Infeksi Organ Reproduksi
a) Infeksi non spesifik
Yang termasuk dalaminfeksi non spesifik diantaranya :
(1) Endometritis (radang uterus)
Merupakan peradangan pada endometrium (dinding rahim). Uterus (rahim) sapi biasanya terkontaminasi dengan berbagai mikroorganisme (bakteri) selama masa puerpurium (masa nifas). Gejalanya meliputi : leleran berwarna jernih keputihan sampai purulen (kekuningan) yang berlebihan, uterus mengalami pembesaran (peningkatan ukuran). Penderita bisa nampak sehat, walaupundengan leleran vulva purulen dandalam uterusnya tertimbun cairan. Pengaruh endometritis terhadap fertilitas (pembuahan) adalah dalamjangka pendek, menurunkan kesuburan, Calving Interval danS/C naik, sedangkan jangka panjang menyebabkan sterilitas (kemajiran) karena terjadi perubahan saluran reproduksi. Faktor predisposisi (pendukung) terjadinya endometritis adalah distokia, retensi plasenta, musim, kelahiran kembar, infeksi bakteri serta penyakit metabolit. Penanganannya dengan injeksi antibiotik, hormon (PGF2α) danirigasi/ pemasukan antiseptik intra uterina.
(2) Piometra (radang uterus bernanah)
Merupakan pengumpulan sejumlah eksudat purulen dalamlumen uterus (rongga rahim) danadanya korpus luteum persisten pada salah satu ovariumnya. Korpus luteum mengalami persistensi mungkin karena adanya isi uterus abnormal, menyebabkan hambatan pelepasan prostaglandin dari endometrium ataumenahan prostaglandin dalamlumen uterus. Gejala yang timbul meliputi : leleran vagina purulen (kekuningan), sapi anestrus.
Penanganan medisnya yaitu dengan kombinasi pemberian antibiotik danhormon prostaglandin.
(3) Vaginitis
Merupakan peradangan pada vagina, biasanya sebagai penjalaran dari metritis dan pneumovagina ataudapat disebabkan oleh tindakan penanganan masalah reproduksi yang tidak tepat seperti tarikan paksa/fetotomi. Penyebab vaginitis diantaranya virus IBR-IPV danpenyakit–penyakit kelamin. Tanda-tanda
vaginitis bervariasi, mulai dari leleran lendir keruh danhiperemia mukosa (mukosa kemerahan) vagina sampai nekrosis mukosa (kematian jaringan mukosa) vagina disertai pengejanan terus –menerus dan septikemia.
Penanganan kasus vaginitis ini ditujukan untuk menghilangkan iritasi, menghentikan pengejanan dengan anastesi epidural, koreksi operatif dari defek vulva dan urovagina serta pengobatan antibiotik sistemik.
b) Infeksi Spesifik
Infeksi yang bersifat spesifik, diantaranya Bakterial :
(1) Brucellosis
Penyebab brucellosis pada sapi adalah Brucella abortus sedangkan pada kambing/ domba adalah Brucella melitensis. Bersifat zoonosis danmenyebabkan demam undulan pada manusia bila mengkonsumsi susu yang tercemar B.abortus. Brucellosis dapat menular melalui eksudat (lendir) alatkelamin, selaput lendir mata, makanan danair yang tercemar ataupun melalui IBdari semen yang terinfeksi. Gejala yang nampak biasanya sapi bunting mengalami abortus pada 6-9 bulan kebuntingan; selaput fetus yang diaborsikan terlihat oedema, hemorhagi, nekrotik danadanya eksudat kental serta adanya retensi plasenta, metritis dankeluar kotoran dari vagina.
Gambar 13. Sanitasi kandang |
Penanggulangan danpencegahan brucellosis diataranya dengan :
- Sanitasi dankebersihan harus terpelihara.
- Vaksinasi strain 19usia 3 –7 bulan.
- Pemberian antiseptik danantibiotika pada hewan yang sakit.
- Penyingkiran reaktor (sapi terinfeksi sebagai sumber infeksi).
- Sapi yang terinfeksi diisolasi/dijual/dipotong.
- Fetus danplasenta yang digugurkan dibakar dikubur.
- Hewan baru dikarantina, diperiksa dan diuji.
Gambar 14. Vaksinasi brucellosis pada sapi |
(2) Leptospirosis
Penyebabnya yaitu Leptospira pomona, Leptospira gripothyposa, Leptospira conicola, Leptospira hardjo. Cara penularannya melalui kulit terbuka/ selaput lendir (mulut, pharynx, hidung, mata) karena kontak dengan makanan danminuman yang tercemar. Gejala yang nampak diantaranya : anoreksia (tidak mau makan), produksi susu turun, abortus pada pertengahan kebuntingan danbiasanya terjadi retensi plasenta, metritis dan infertilitas.
Pengendalian kejadian leptospirosis meliputi sanitasi yang baik, isolasi hewan yang sakit serta hindari pakan dan minuman dari pencemaran, vaksinasi dengan serotipe (jenis) leptospira yang ada didaerah tersebut. Pengobatan dengan antibiotika dosis tinggi, 3 juta IUpenicillin dan5 grstreptomycin (2x sehari).
(3) Vibriosis
Penyebabnya adalah Vibrio fetus veneralis atau Campylobacter foetus veneralis. Dapat menular melalui perkawinan dengan pejantan tercemar. Gejala yang timbul diataranya : endometritis dan kadang –kadang salpingitis dengan leleran mukopurulen, siklus estrus diperpanjang ± 32 hari, kematian embrio, abortus pada trisemester 2 kebuntingan danterjadinya infertilitas karena kematian embrio dini.
Pengendaliannya yaitu dengan cara IBdengan semen sehat, istirahat kelamin selama 3 bulan pada hewan yang terinfeksi, vaksinasi dengan bakterin 30-90hari sebelum dikawinkan atausetiap tahun. Pengobatan dengan infusi (pemasukan) antibiotika spektrum luas secara intra uterin, injeksi pejantan dengan dihydrostreptomisin dosis 22mg/kg BBsecara subkutan (di bawah kulit).
(4) Tuberkulosis
Penyebabnya adalah Mycobacterium bovis. Dapat menular melalui ekskresi, sputum (riak), feses, susu, urin, semen, traktus genitalis (saluran kelamin), pernafasan, ingesti dan perkawinan dengan hewan yang sakit. Gejala yang nampak diataranya : abortus, retensi plasenta, lesi uterus bilateral, salpingitis dan adhesi (perlekatan) antara uterus.
Penanganan dan pencegahan diantaranya dengan sanitasi kandang dan lingkungan, pengobatan dengan antibiotika, isolasi hewan yang terinfeksi danvaksinasi.
(5) Prolaps Vagina Cervik
Merupakan pembalikan uterus, vagina danservik, menggantung keluar melalui vulva. Penyebabnya adalah hewan selalu dikandangkan, tingginya estrogen, tekanan intra abdominal saat berbaring maupun genetik. Pada keadaan prolaps partial, organ masuk kesaluran reproduksi seperti semula saat berdiri namun bila terjadi secara total maka organ akan tetap menggantung keluar meskipun dalam keadaan berdiri.
Gambar 15. Prolapsus vagina induk sapi |
Penanggulangan secara teknis yaitu dengan ditempatkan dikandang dengan kemiringan 5 –15 cmlebih tinggi di bagian belakang. Secara medis dapat dilakukan dengan reposisi keposisi semula, irigasi (pemasukan dilanjutkan dengan pengeluaran) antiseptik (povidon iodine) daninjeksi dengan antibiotika spektrum luas (oxytetracycline).
(6) Distokia
Merupakan suatu kondisi stadium pertama kelahiran (dilatasi cervik) dankedua (pengeluaran fetus) lebih lama danmenjadi sulit dantidak mungkin lagi bagi induk untuk mengeluarkan fetus. Sebab –sebab distokia diantaranya herediter, gizi, tatalaksana, infeksi, traumatik danberbagai sebab lain. Penanganan yang dapat dilakukan diantaranya :
▪ Mutasi, mengembalikan presentasi, posisi danpostur fetus agar normal dengan cara didorong (ekspulsi),diputar (rotasi) danditarik (retraksi).
▪ Penarikan paksa, apabila uterus lemah danjanin tidak ikut menstimulir perejanan.
▪ Pemotongan janin (Fetotomi),apabila presentasi, posisi danpostur janin yang abnormal tidak bisa diatasi dengan mutasi/ penarikan paksa dankeselamatan induk yang diutamakan.
▪ Operasi Secar (Sectio Caesaria),merupakan alternatif terakhir apabila semua cara tidak berhasil. Operasi ini dilakukan dengan pembedahan perut (laparotomy) dengan alat dankondisi yang steril.
Merupakan suatu kondisi stadium pertama kelahiran (dilatasi cervik) dankedua (pengeluaran fetus) lebih lama danmenjadi sulit dantidak mungkin lagi bagi induk untuk mengeluarkan fetus. Sebab –sebab distokia diantaranya herediter, gizi, tatalaksana, infeksi, traumatik danberbagai sebab lain. Penanganan yang dapat dilakukan diantaranya :
▪ Mutasi, mengembalikan presentasi, posisi danpostur fetus agar normal dengan cara didorong (ekspulsi),diputar (rotasi) danditarik (retraksi).
▪ Penarikan paksa, apabila uterus lemah danjanin tidak ikut menstimulir perejanan.
▪ Pemotongan janin (Fetotomi),apabila presentasi, posisi danpostur janin yang abnormal tidak bisa diatasi dengan mutasi/ penarikan paksa dankeselamatan induk yang diutamakan.
▪ Operasi Secar (Sectio Caesaria),merupakan alternatif terakhir apabila semua cara tidak berhasil. Operasi ini dilakukan dengan pembedahan perut (laparotomy) dengan alat dankondisi yang steril.
Gambar 16. Penanganan distokia |
(7) Retensi Plasenta
Merupakan suatu kondisi selaput fetus menetap lebih lama dari 8 –12jam di dalam uterus setelah kelahiran. Pada dasarnya retensi plasenta adalah kegagalan pelepasan plasenta anak (vili kotiledon) dan plasenta induk (krypta caruncula). Penyebabnya adalah infeksi (yang menyebabkan uterus lemah untuk berkontraksi), pakan (kekurangan karotin, vitamin A) dankurangnya exercise (sapi diumbar) sehingga otot uterus tidak kuat untuk bekontraksi. Penanganan yang dapat dilakukan dengan pelepasan selaput fetus secara manual, pemberian preparat antibiotika spektrum luas (oxytetracyclin, Chlortetracyclin atauTetracyclin). Pengobatan secara tradisional dapat dilakukan dengan pemberian daun waru dan bambu dengan cara diberikan langsung lewat pakan.
Merupakan suatu kondisi selaput fetus menetap lebih lama dari 8 –12jam di dalam uterus setelah kelahiran. Pada dasarnya retensi plasenta adalah kegagalan pelepasan plasenta anak (vili kotiledon) dan plasenta induk (krypta caruncula). Penyebabnya adalah infeksi (yang menyebabkan uterus lemah untuk berkontraksi), pakan (kekurangan karotin, vitamin A) dankurangnya exercise (sapi diumbar) sehingga otot uterus tidak kuat untuk bekontraksi. Penanganan yang dapat dilakukan dengan pelepasan selaput fetus secara manual, pemberian preparat antibiotika spektrum luas (oxytetracyclin, Chlortetracyclin atauTetracyclin). Pengobatan secara tradisional dapat dilakukan dengan pemberian daun waru dan bambu dengan cara diberikan langsung lewat pakan.
Gambar 17. Retensio plasenta pada sapi induk |
Kemajiran
Kemajiran atau kealpaan reproduksi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan tidak adanya aktivitas kelamin, baik pada ternak jantan maupun betina. Kemajiran dikenal ada 2 macam, yaitu kemajiran yang bersifat sementara (temporer), dan kemajiran yang bersifat menetap (kontemporer).
Kemajiran atau kealpaan reproduksi adalah suatu kondisi yang ditandai dengan tidak adanya aktivitas kelamin, baik pada ternak jantan maupun betina. Kemajiran dikenal ada 2 macam, yaitu kemajiran yang bersifat sementara (temporer), dan kemajiran yang bersifat menetap (kontemporer).
Kemajiran yang bersifat sementara umumnya disebabkan oleh kesalahan dalam manajemen pemeliharaan, misalnya kekurangan pakan (malnutrisi), penyakit, dan akibat gangguan hormonal. Kemajiran yang bersifat menetap paling banyak disebabkan oleh faktor genetik atau keturunan, namun ada juga yang disebabkan oleh kelainan atau cacat pada organ kelamin primer. Untuk mengevaluasi kemajiran sementara pada sapi tidak diperlukan peralatan khusus atau tambahan, karena evaluasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) berdasarkan catatan (track record) tentang aktivitas reproduksi dari peternak atau petugas; dan (2) berdasarkan pengamatan yang seksama dan teliti secara intensif tentang aktivitas reproduksi khususnya aktivitas berahi sapi yang akan atau telah diinseminasi, atau sapi-sapi yang ada di lapangan.
Secara normal, siklus birahi sapi adalah sekitar 18 –21 hari, secara periodik siklus tersebut akan selalu berputar. Jika data hasil evaluasi menunjukkan siklus birahi lebih dari 21 hari atau di bawah 18 hari, berarti aktivitas birahi sapi tersebut termasuk tidak normal. Terjadinya percepatan daur birahi (kurang dari 18 hari), atau terjadi perlambatan daur birahi (lebih dari 21 hari) diduga disebabkan terjadinya penetapan korpus luteum (corpus luteum persistence), sehingga hormon progesteron diproduksi terus menerus, akibatnya daur birahi terganggu. Hormon progesteron menekan sekresi folikel stimulating hormon (FSH), sehingga akibat lebih jauh akan menekan hormon berahi, yaitu estrogen. Jika data pengamatan gejala berahi yang terkumpul menunjukkan tidak pernah berahi, atau gejala berahinya sangat lemah (subestrus), berarti ternak tersebut termasuk dalam kategori mengalami kemajiran sementara. Terjadinya subestrusbiasanya disebabkan oleh kekurangan hormon berahi yaitu estrogen, sehingga penampakan berahinya tidak jelas.
Jika hasil pengamatan frekuensi perkawinan menunjukkan bahwa untuk menjadi bunting sapi tersebut harus dikawinkan berkali-kali (repeat breeder), kemungkinan akibat terjadinya gangguan serius pada proses pertemuan sel telur (ovum) dengan spermatozoa (gangguan pembuahan), dan dapat juga diakibatkan oleh kematian embrio dini. Akibat dari kedua faktor penyebab tersebut ternak sapi dikategorikan mengalami kemajiran sementara.
Abnormalitas organ kelamin luar banyak terjadi pada kambing dan babi, namun kadang-kadang juga dijumpai pada sapi. Biasanya ternak mempunyai kelamin ganda (hermaprodit), ditandai dengan adanya kelainan yaitu vulvanya kecil dan klitoris membesar. Jika dikaji lebih mendalam, maka hermaprodit ada dua macam, yaitu :
1) Hermaprodit murni adalah ternak yang memperlihatkan penampilan jenis kelamin meragukan, ditandai dengan mempunyai kelamin ganda, yaitu mempunyai testis dan ovarium (ovotestis).
2) Pseudohermaprodit adalah ternak yang hanya mempunyai satu organ kelamin, testis atau ovarium saja namun sisa saluran kelamin masih menyeliputi kedua jenis kelamin, sehingga dikenal ada dua jenis pseudohermaprodit, yaitu:
2) Pseudohermaprodit adalah ternak yang hanya mempunyai satu organ kelamin, testis atau ovarium saja namun sisa saluran kelamin masih menyeliputi kedua jenis kelamin, sehingga dikenal ada dua jenis pseudohermaprodit, yaitu:
a) Pseudohermaprodit jantan adalah ternak yang mempunyai testis namun berpenampilan seperti ternak betina.
b) Pseudohermaprodit betina adalah ternak yang mempunyai ovarium, namun berpenampilan seperti ternak jantan.
b) Pseudohermaprodit betina adalah ternak yang mempunyai ovarium, namun berpenampilan seperti ternak jantan.
Abnormalitas organ kelamin bagian dalam yang bersifat menurun yaitu:
1) Aplasia ovariumadalah suatu kondisi yang ditandai dengan tidak terjadinya pertumbuhan ovarium, baik ovarium kiri maupun kanan. Ternak yang terserang sepenuhnya mengalami kemajiran menetap, dan ovariumnya hanya berupa penebalan seperti jarum pentul. Tidak pernah menunjukkan gejala berahi, dan sifatnya cenderung seperti jantan.
2) Hipoplasia ovariumadalah suatu abnormalitas yang ditandai dengan kondisi ovarium yang tidak berkembang sempurna, sehingga ukurannya lebih kecil dari ovarium yang normal. Jika kedua ovaria yang terserang disebut hipoplasia ovaria bilateral, kondisi ternaknya majir menetap dan menurun, sehingga ternaknya harus disembelih. Jika hanya satu ovarium yang terserang disebut hipoplasia ovaria unilateral, ternaknya masih menunjukkan aktivitas reproduksi namun kemampuannya hanya 50 %. Akibat sifat kemajirannya menurun, maka yang terserang hipoplasia ovaria unilateral harus disembelih Pendataan asal usul sapi adalah untuk mengetahui sejarah sapi tersebut, karena sapi yang berasal dari tetua yang aktivitas reproduksinya tidak baik cenderung akan menurunkan anak yang aktivitas reproduksinya lebih tidak baik, termasuk di dalamnya tentang aktivitas berahi. Hanya sayangnya data tetua sapi sangat jarang dapat terpantau, karena sistem recordingdi peternak kita kurang atau bahkan tidak dikenal, kecuali di sentra Inseminasi Buatan.
0 Komentar untuk "Kegagalan Reproduksi pada Sapi "