Kompas - Tanggul Pengaman Tunakarya Lulusan Sma Berjulukan Jalur Ganda


Oleh
AMBROSIUS HARTO
Kompas 27 November 2019 11:05 WIB
Link - Kompas

Pemerintah Provinsi Jawa Timur menggandeng Institut Teknologi Sepuluh Nopember dalam aktivitas ”double track” untuk mengurangi pengangguran terbuka terutama dari lulusan sekolah menengah atas.



Data Badan Pusat Statistik Jawa Timur menunjukkan, jumlah pengangguran dikala ini 840.000 jiwa atau 2,1 persen dibandingkan populasi 40 juta jiwa. Artinya, satu dari 50 orang warga Jawa Timur tanpa pekerjaan.

Jumlah pengangguran tadi jikalau dibandingkan angkatan kerja yang 21,5 juta akan mendapatkan persentase 3,9 persen pengangguran terbuka (TPT). Jika diturunkan dalam kenyataan, 1 dari 25 orang yang masuk dalam angkatan kerja belum bisa menangguk rezeki dari lapangan pekerjaan.


Ironisnya, TPT tertinggi berasal dari sekolah menengah tingkat atas. Lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) yang tunakarya mencapai 8,6 persen. Persentase tamatan Sekolah Menengan Atas yang menganggur hampir 7,1 persen.

”Ada yang tidak nyambung antara anjuran lulusan SLTA dengan kebutuhan atau usul pasar pekerjaan,” kata Kepala BPS Jatim Teguh Pramono, Senin (25/11/2019).

Berbagai kenyataan tadi mendorong Pemerintah Provinsi Jatim meneruskan aktivitas double track untuk siswa/siswi SMA. Program ini diinisiasi dan diuji coba tahun 2017 di sejumlah Sekolah Menengan Atas swasta di Pulau Madura. Selanjutnya, dijalankan semenjak tahun aliran 2018 dengan menggandeng Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) serta kalangan dunia perjuangan dunia industri.

Keterampilan


Rancangan ini diberlakukan bagi lulusan Sekolah Menengan Atas yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Tamatan Sekolah Menengan Atas mempunyai tingkat kesulitan tersendiri untuk menerima pekerjaan. Mereka tak dibekali keterampilan spesifik, apalagi yang tersertifikasi. Lulusan Sekolah Menengan Atas cenderung mendapatkan pekerjaan apa saja, bahkan dengan upah rendah atau tidak layak untuk kebutuhan kehidupan.

Dengan kata lain, double track ditujukan bagi SMA-SMA yang secara persentase, yakni lebih dari 65 persen lulusannya, tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Alasan klasik, tetapi masih relevan, ialah mereka tidak bisa lanjut masuk universitas atau akademi tinggi alasannya ialah tidak mempunyai biaya.

Mereka harus bekerja untuk keberlangsungan hidup. Biasanya, SMA-SMA yang lulusannya banyak yang tak lanjut pendidikan tinggi berada di kabupaten-kabupaten pelosok dengan huruf keluarga siswa/siswi tidak sejahtera.

Dari sinilah kemudian aktivitas double track coba diaplikasikan yang ditujukan bagi siswa/siswi semenjak kelas 11 (kelas 2) berlatar belakang keluarga tidak sejahtera dan diyakini tak akan lanjut ke pendidikan tinggi setamat SMA. Kegiatannya berupa tunjangan keterampilan, antara lain multimedia, teknik elektro, teknik listrik, tata boga, tata busana, tata kecantikan, teknik kendaraan ringan, atau salah satu dari 17 belas bidang keahlian.


Kegiatan diberikan setiap pekan dengan status ekstrakurikuler wajib. Setahun, siswa/siswi menerima training keterampilan 120 jam. Pelatihnya profesional atau praktisi yang menerima training khusus penajaman bahan di ITS.

Program double track bertujuan untuk memperlihatkan kompetensi dan keterampilan siswa/siswi Sekolah Menengan Atas yang terperinci tak akan lanjut masuk kampus. Selain itu, mencoba membangun doktrin dan keberanian biar lulusan Sekolah Menengan Atas berwirausaha sesuai dengan bekal keterampilan yang telah dikuasai.

”Peserta aktivitas ini, setamat Sekolah Menengan Atas akan menerima akta kompetensi keterampilan dari ITS dan masuk jaringan aplikasi kami,” ujar Asrori, Ketua Tim Double Track ITS dalam kunjungan ke sejumlah Sekolah Menengan Atas di Magetan dan Ngawi.

Fajar Baskoro, Koordinator Pengolah Data Double Track ITS, menambahkan, pada 2018, aktivitas tersebut berjalan di 85 Sekolah Menengan Atas di 19 kabupaten atau separuh dari jumlah 38 kabupaten/kota di Jatim. Tahun itu, aktivitas meliputi 9.500 siswa/siswi. Warsa ini, rancangan terealisasi di 157 Sekolah Menengan Atas di 28 kabupaten. Jumlah pelajar yang tercakup bertambah menjadi 14.000 orang.
Rintis usaha
Nawang Kirana, siswi XII IPS Sekolah Menengan Atas Negeri 1 Plaosan, Magetan, mengatakan, aktivitas double track membawa manfaat besar dalam hidupnya dikala ini. Kini,  ia berani merintis perjuangan pembuatan salad buah dengan konsumen teman-teman di sekolah dan tetangga.

Latihan dan praktik selama setahun (120 jam) membuatnya terampil menciptakan kue, penganan, dan hidangan buah.

”Sangat lumayan. Jika dikumpulkan terus dan perjuangan berkembang, saya sanggup membantu ekonomi keluarga,” ujar Kirana, yang tiba dari keluarga petani.

Setahun lalu, Kirana masuk aktivitas double track dan menentukan keterampilan tata boga atau pembuatan makanan minuman. Latihan dan praktik selama setahun (120 jam) membuatnya terampil menciptakan kue, penganan, dan hidangan buah. Kemampuan itu coba diaplikasikan dengan merintis perjuangan menciptakan salad buah ketika berada di kelas XII.

Fajar mengatakan, aktivitas double track tahun kedua ditajamkan ke arah pengenalan pasar dan pengembangan produk. Untuk Kirana misalnya, pada  tahun kedua didorong lebih meningkatkan kualitas produk sekaligus membuka jaringan. ”Saat lulus atau di tahun ketiga, kami berharap mereka sudah sanggup berwirausaha dan menerima nilai transaksi yang signifikan,” katanya.

Merintis perjuangan dari aktivitas double track juga dijalankan dua siswi Sekolah Menengan Atas Negeri 1 Karas, Magetan. Mega Agustin Fajariah (XII IPA) dan Siti Fatimah Qodri (XII IPS) sekarang berkongsi merintis perjuangan jasa pemotretan. Mereka sudah mempunyai akun Instagram, mq_photography. Di sela kesibukan menempuh pendidikan, mereka memenuhi usul jasa fotografi sederhana untuk pranikah, pernikahan, hajatan, dan wisuda.

”Lumayan upahnya, bisa ditabung,” kata Mega dikala ditemui sedang mendampingi pelatih memperlihatkan bahan fotografi kepada penerima double track di Sekolah Menengan Atas Negeri 1 Karas dalam bidang keahlian fotografi.


Memang, upah atau pendapatan dari rintisan perjuangan siswa/siswi Sekolah Menengan Atas itu dilihat dari nilainya mungkin belum dianggap signifikan. Mega, misalnya, upah memotret sebuah aktivitas hanya Rp 100.000. Begitu pula Kirana, laba dari berjualan salad maksimal Rp 100.000 dalam sehari transaksi.

Namun, justru dari perjuangan sendiri yang masih amat kecil itulah mereka menerima tempaan atau pelajaran hidup. Mereka tak mau mengalah pada nasib. Mereka menolak menjadi tunakarya selepas Sekolah Menengan Atas meski harus mengubur mimpi melanjutkan ke pendidikan tinggi.

Justru, mimpi itu sekarang terus dipelihara dengan berusaha lebih dahulu. Jika berkembang, impian merampungkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bukan lagi hal yang tak mungkin.

Link terkait









Related : Kompas - Tanggul Pengaman Tunakarya Lulusan Sma Berjulukan Jalur Ganda

0 Komentar untuk "Kompas - Tanggul Pengaman Tunakarya Lulusan Sma Berjulukan Jalur Ganda"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)