Perang Batak (Raja Sisingamangaraja Xii, Faktor Yang Menimbulkan Terjadinya Perang Batak, Jalannya Perang Batak, Efek Perang, Kesimpulan)

Kali ini saya akan men-share Materi Sejarah Indonesia Sekolah Menengan Atas Kelas XI tentang Perang Batak secara lengkap, ringkas, dan jelas. Ini juga merupakan kiprah dari sekolah saya, kalian sanggup memakai ini untuk pembelajaran kalian. Semoga Bermanfaat!!!. Oke pribadi aja di simak :

Gambar Sisingamangaraja XII

1. Sisingamangaraja XII


Sisingamangaraja XII ialah sosok yang tidak gila lagi di daftar Nama-Nama Pahlawan Nasional Indonesia. Ia dinobatkan sebagai jagoan nasional tanggal 19 November 1961 menurut SK Presiden RI No 590/1961. Sisingamangaraja XII mempunyai nama orisinil Pantuan Besar Ompu Pulo Batu. Ia lahir di Bakkara, Tapanuli, Sumatra Utara, 17 Juni 1849. Ayah dan Ibunya berjulukan Sisingamangaraja XI (Ompu Sohahuaon) dan Boru Situmorang. Ayahnya wafat pada tahun 1876, sehingga Sisingamangaraja XII dinobatkan menjadi penerus ayahnya di usia yang gres 19 tahun. Gelarnya ialah Sisingamangaraja XII. Sisingamangaraja berasal dari tiga kata, yaitu ‘si’, ‘singa’, dan ‘mangaraja’. ‘Si’ ialah kata sapaan, ‘singa’ merupakan bahasa Batak yang berarti bentuk rumah Baka, sedangkan ‘mangaraja’ sama maksudnya dengan kata ‘maharaja’. Makara Sisingamangaraja berarti Maharaja orang Batak.
Ada dua versi ihwal asal-usul Sisingamangaraja dan kerjaan Batak. versi pertama menyampaikan Sisingamanagaraja ialah keturunan seorang pejabat yang ditunjuk oleh raja Pagaruyung yang sangat berkuasa ketika itu, yang tiba berkeliling ke Sumatera Utara untuk menempatkan pejabat-pejabatnya. Dalam sepucuk surat kepada Marsden bertahun 1820, Raffles menulis bahwa para pemimpin Batak menjelaskan kepadanya mengenai Sisingamangaraja yang merupakan keturunan Minangkabau dan bahwa di Silindung terdapat sebuah arca kerikil berbentuk insan sangat kuno yang diduga dibawa dari Pagaruyung. Sampai awal era ke-20, Sisingamangaraja masih mengirimkan upeti secara teratur kepada pemimpin Minangkabau melalui perantaraan Tuanku Barus yang bertugas menyampaikannya kepada pemimpin Pagaruyung.
Sedangkan versi kedua berasal dari mitos rakyat yang diceritakan dalam aneka macam versi lagi, namun secara garis besar versi itu menyatakan Manghuntal (Sisingamanagaraja I) ialah keturunan Bona Ni Onan bermarga Sinambela. Sebelum kelahirannya Sisingamaraja I telah diramalkan bahwa ia ialah titisan dari Batara Guru dan akan menjadi seorang raja besar. Setelah cukup umur Manguntal hasilnya menjadi raja sesudah berhasil mencabut keris yang berjulukan Piso Gaja Dompak (Pisau Gajah Penangkal). Piso Gaja Dompak dinyakini tidak akan bisa dicabut dari sarungnya oleh seseorang yang tidak mempunyai kesaktian, kecuali oleh orang yang mempunyai kesaktian dan orang yang menjadi titisan Batara Guru (orang yang memang sudah ditakdirkan menjadi Raja).


Berikut ini ialah silsilah Raja Sisingamangaraja dari urutan 1 hingga ke 12 ialah sebagai berikut:
1. Raja Manghuntal / Sisingamangaraja I
2. Raja Tinaruan / Sisingamangaraj II
3. Raja Itubungna / Sisingamangaraja III
4. Sori Mangaraja / Sisingamangaraja IV
5. Ampallongos / Sisingamangaraja V
6. Amangulbuk / Sisingamangaraja VI
7. Ompu Tuan Lombut / Sisingamangaraja VII
8. Ompu Sotarunggal / Sisingamangaraja VIII
9. Ompu Sohalompoan / Sisingamangaraja IX
10. Ompu Tuan Na Bolon / Sisingamangaraja X
11. Ompu Sohahuaon / Sisingamangaraja XI
12. Patuan Bosar / Sisingamangaraja XII
Singamangaraja XII meninggal pada 17 Juni 1907 dalam sebuah pertempuran dengan Belanda di pinggir bukit Aek Sibulbulen, di suatu desa yang namanya Si Onom Hudon, di perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang. Sebuah peluru menembus dadanya, jawaban tembakan pasukan Belanda yang dipimpin Kapten Hans Christoffel. Turut gugur waktu itu dua putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi, serta putrinya Lopian. Sementara keluarganya yang tersisa ditawan di Tarutung. Sisingamangaraja XII sendiri kemudian dikebumikan Belanda secara militer pada 22 Juni 1907 di Silindung, sesudah sebelumnya mayatnya diarak dan dipertontonkan kepada masyarakat Toba. Makamnya kemudian dipindahkan ke Makam Pahlawan Nasional di Soposurung, Balige semenjak 14 Juni 1953, yang dibangun oleh Pemerintah, Masyarakat dan keluarga.


 2. Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Perang Batak

a). Sebab umum.
- Adanya tantangan raja Batak Tapanuli yang masih menganut agama Batak kuno (Animisme dinamisme) atas penyebaran agama Nasrani di Tapanuli.
- Adanya siasat Belanda dengan memakai gerakan Zending untuk menguasai daerah Tapanuli.
- Alasan yang dipakai Belanda untuk menindas pejuang Padri dan pemimpin-pemimpin Aceh banyak melarikan diri ke daerah Tapanuli.
b). Sebab Khusus.
Penolakan Raja Si Singamangaraja ke-XII atas penyebaran agama Nasrani di daerah Tapanuli.
Perang Tapanuli (1878-1907) terjadi alasannya kebijakan Belanda di Nusantara, dan berlaku juga di Tapanuli, menciptakan rakyat mengalami penderitaan yang hebat. Banyak para petani yang kehilangan tanah dan pekerjaannya alasannya diberlakukannya politik liberal yang membebaskan kepada para pengusaha Eropa untuk sanggup menyewa tanah penduduk pribumi. Dan dalam pelaksanaanya banyak penduduk pribumi yang dipaksakan untuk menyewakan tanahnya dengan harga murah. Untuk itu Sisingamangaraja mengadakan perlawanan terhadap Belanda.
Berikut beberapa alasan Sisingamangaraja XII mengadakan perlawanan terhadap Belanda:
1. Pengaruh Sisingamangaraja semakin kecil.
2. Adanya Zending atau misi penyebaran agama kristen di Tapanuli dan sekitarnya
3. Belanda memperluas kekuasaannya dalam rangka Pax Netherlandica.
Sedangkan penyebab khusus perlawanan ialah kemarahan sisingamangaraja atas penempatan pasukan Belanda di Tarutung.

3. Jalannya Perang Batak

Sampai era ke-18, hampir seluruh Sumatera sudah dikuasai Belanda kecuali Aceh dan tanah Batak yang masih berada dalam situasi merdeka dan tenang di bawah pimpinan Raja Sisingamangaraja XII yang masih muda. Rakyat bertani dan beternak, berburu dan sedikit-sedikit berdagang. Kalau Raja Sisingamangaraja XII mengunjungi suatu negeri semua yang “terbeang” atau ditawan, harus dilepaskan. Sisingamangaraja XII memang populer anti perbudakan, anti penindasan dan sangat menghargai kemerdekaan.
Pada tahun 1877 para misionaris di Silindung dan Bahal Batu meminta pemberian kepada pemerintah kolonial Belanda dari bahaya diusir oleh Singamangaraja XII. Kemudian pemerintah Belanda dan para penginjil setuju untuk tidak hanya menyerang markas Sisingamangaraja XII di Bangkara tetapi sekaligus menaklukkan seluruh Toba.
Pada tanggal 6 Februari 1878 pasukan Belanda hingga di Pearaja, tempat kediaman penginjil Ingwer Ludwig Nommensen. Kemudian beserta penginjil Nommensen dan Simoneit sebagai penerjemah pasukan Belanda terus menuju ke Bahal Batu untuk menyusun benteng pertahanan. Namun kehadiran tentara kolonial ini telah memprovokasi Sisingamangaraja XII, yang kemudian mengumumkan pulas (perang) pada tanggal 16 Februari 1878 dan penyerangan ke pos Belanda di Bahal Batu mulai dilakukan.
Pada tanggal 14 Maret 1878 tiba Residen Boyle bersama perhiasan pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Engels sebanyak 250 orang tentara dari Sibolga. Pada tanggal 1 Mei 1878, Bangkara sentra pemerintahan Sisingamangaraja diserang pasukan kolonial dan pada 3 Mei 1878 seluruh Bangkara sanggup ditaklukkan namun Singamangaraja XII beserta pengikutnya sanggup menyelamatkan diri dan terpaksa keluar mengungsi. Sementara para raja yang tertinggal di Bangkara dipaksa Belanda untuk bersumpah setia dan tempat tersebut dinyatakan berada dalam kedaulatan pemerintah Hindia-Belanda.
Walaupun Bangkara telah ditaklukkan, Singamangaraja XII terus melaksanakan perlawanan secara gerilya, namun hingga simpulan Desember 1878 beberapa tempat ibarat Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta Ginjang, Gurgur juga sanggup ditaklukkan oleh pasukan kolonial Belanda.
Karena lemah secara taktis, Sisingamangaraja XII menjalin kekerabatan dengan pasukan Aceh dan dengan tokoh-tokoh pejuang Aceh beragama Islam untuk meningkatkan kemampuan tempur pasukannya. Dia berangkat ke wilayah Gayo, Alas, Singkel, dan Pidie di Aceh dan turut serta pula dalam latihan perang Keumala. Karena Belanda selalu unggul dalam persenjataan, maka strategi perang usaha Batak dilakukan secara tiba-tiba, hal ini ibarat dengan strategi perang Gerilya.
Pada tahun 1888, pejuang-pejuang Batak melaksanakan penyerangan ke Kota Tua. Mereka dibantu orang-orang Aceh yang tiba dari Trumon. Perlawanan ini sanggup dilarang oleh pasukan Belanda yang dipimpin oleh J. A. Visser, namun Belanda juga menghadapi kesulitan melawan usaha di Aceh. Sehingga Belanda terpaksa mengurangi acara untuk melawan Sisingamangaraja XII alasannya untuk menghindari berkurangnya pasukan Belanda yang tewas dalam peperangan.
Pada tanggal 8 Agustus 1889, pasukan Sisingamangaraja XII kembali menyerang Belanda. Seorang prajurit Belanda tewas, dan Belanda harus mundur dari Lobu Talu. Namun Belanda mendatangkan bala pemberian dari Padang, sehingga Lobu Talu sanggup direbut kembali. Pada tanggal 4 September 1889, Huta Paong diduduki oleh Belanda. Pasukan Batak terpaksa ditarik mundur ke Passinguran. Pasukan Belanda terus mengejar pasukan Batak sehingga ketika tiba di Tamba, terjadi pertarungan sengit. Pasukan Belanda ditembaki oleh pasukan Batak, dan Belanda membalasnya terus menerus dengan peluru dan altileri, sehingga pasukan Batak mundur ke daerah Horion.
Sisingamangaraja XII dianggap selalu mengobarkan perlawanan di seluruh Sumatra Utara. Kemudian untuk menanggulanginya, Belanda berjanji akan menobatkan Sisingamangaraja XII menjadi Sultan Batak. Sisingamangaraja XII tegas menolak iming-iming tersebut, baginya lebih baik mati daripada menghianati bangsa sendiri. Belanda semakin geram, sehingga mendatangkan regu pencari jejak dari Afrika, untuk mencari persembunyian Sisingamangaraja XII. Barisan pelacak ini terdiri dari orang-orang Senegal. Oleh pasukan Sisingamangaraja XII barisan musuh ini dijuluki “Si Gurbak Ulu Na Birong”. Tetapi pasukan Sisingamangaraja XII pun terus bertarung. Panglima Sarbut Tampubolon menyerang tangsi Belanda di Butar, sedang Belanda menyerbu Lintong dan berhadapan dengan Raja Ompu Babiat Situmorang. Tetapi Sisingamangaraja XII menyerang juga ke Lintong Nihuta, Hutaraja, Simangarongsang, Huta Paung, Parsingguran dan Pollung. Panglima Sisingamangaraja XII yang populer Amandopang Manullang tertangkap. Dan tokoh Parmalim yang menjadi Penasehat Khusus Raja Sisingamangaraja XII, Guru Somaling Pardede juga ditawan Belanda. Ini terjadi pada tahun 1906.
Tahun 1907, pasukan Belanda yang dinamakan Kolonel Macan atau Brigade Setan mengepung Sisingamangaraja XII. Tetapi Sisingamangaraja XII tidak bersedia menyerah. Ia bertempur hingga titik darah penghabisan. Boru Sagala, Isteri Sisingamangaraja XII, ditangkap pasukan Belanda. Ikut tertangkap putra-putri Sisingamangaraja XII yang masih kecil. Raja Buntal dan Pangkilim. Menyusul Boru Situmorang Ibunda Sisingamangaraja XII juga ditangkap, menyusul Sunting Mariam, putri Sisingamangaraja XII dan lain-lain.
       Tahun 1907, di pinggir kali Aek Sibulbulon, di suatu desa yang namanya Si Onom Hudon, di perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang, gugurlah Sisingamangaraja XII oleh peluru Marsuse Belanda pimpinan Kapten Christoffel. Sisingamangaraja XII gugur bersama dua putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi serta putrinya Lopian. Pengikut-pengikutnya berpencar dan berusaha terus mengadakan perlawanan, sedangkan keluarga Sisingamangaraja XII yang masih hidup ditawan, dihina dan dinista, mereka pun ikut menjadi korban perjuangan. Gugurnya Sisingamangaraja XII merupakan menunjukan jatunya tanah Batak ke tangan Belanda. 

4. Akhir  Perang

            Yang awalnya pasukan Si Singa Mangaraja masih melaksanakan perlawana namun tahun 1900 kekuatan Si Singa Mangaraja semakin surut. Sehingga perlawanna tidak dikerahkan untuk melaksanakan penyerangan sebanyak mungkin melainkan memperthankan diri dari serangan lawan selain penduduk daerah Dairi dan Pak – Pak Masih setia kepada mereka. Selain itu  Belanda juga melaksanakan gerakan pembasmi gerakan – gerakan perlawanan  yang ada diSumatera ( Aceh dan Batak). Operasi diketuai oleh Overste Van Daelan yang bergerak dari Aceh terus ke Batak. Mereka mengadakan pengepungan dan mebakar kamung – kampung yang membangkan pertempuran semakin sengit antara kedua belah pihak.
            Pada ketika Belanda hingga di daerah pak – Pak dan Dairi  pasukan Si Singa Mangaraja semakin terkepung sedangkan di lain pihak kekerabatan mereka dengan Aceh sudah terputus. Denga terdesaknya  pasukan Si Singa Mangaraja merka terus berpindah – pindah dari satu tempat ketempat yang lain untuk menyelamatkan diri. Tahun 1907 pengepungan yag dilakukan oleh Belanda terhadap pasukan Si Singa Mangaraja dilakukan secara intensif  yang dipimpin oleh Hans Christoffel.
            Dimulai menelusuri jejak Si Singa Mangaraja oleh Belanda namun merak gagal menangkap Si Singa Mangaraja dan anak istri Si Singa Mangaraja ditawan oleh Belanda. Boru Situmorang ibu Si Singa Mangaraja tertangkap dan dijadikan tawanan perang oleh Belanda sementara itu Si Singa Mangaraja belum juga mneyerahkan diri dan belanda terus mencari  hingga tanggal 28 Mei pihak belanda mengetahui bahwa Si Singa Mangaraja berada di Barus  maka Wenzel menarahkan pasukan untuk menangkapnya tetapi tidak berhasil.   
            4 Juni 1907 pihak Belanda mengetahui bahwa Si Singa Mangaraja berada di Penegen dan Bululage dan mereka melaksanakan pengerebekan  melalui Huta Anggoris  yang tak jauh dari panguhon. Ternyata Si Singa Mangaraja telah meninggalkan sempurna itu sebelum mereka datang. Si Singa Mangaraja terus menyikir ke darah Alahan  sementara itu Belanda terus mengejar melalui kampung Batu Simbolon, Bongkaras dan Komi. Banyak penduduk sekitar ditangkap alasannya dicurigai bekerjasma dengan Si Singa Mangaraja. Berbagai usaha yang dilakukan Belanda tanggal 17 jJuni 1907 Si Singa Mangaraja berhasil ditangkap  didekat Aik Sibulbulon ( derah Dairi ) dalam keadaan lemah Si Singa Mangaraja dan pasukanya terus mengadakan perlawanan. Dalam kejadian Si Singa Mangaraja tertebak oleh Belanda sehingga pada ketika itu Si Singa Mangaraja mati terbunuh ditempat. Disaat yang bersamaan anak wanita dan dua putra laki – lakinya juga gugur sedankan istri, ibu  dan putra – putra masih menjadi tawana perang oleh Belanda . dengan gugurnya Si Singa Mangaraja maka seluruh daerah Batak menjadi milik Belanda. Sejak saat  itu kerja rodi didaerah ini meraja lelah struktur tradisional masyarakat semaki usang semakin runtuh.

 5. Dampak Perang   

            Orang batak banyak terbunuh dan banyak kerugian yang ditimbulkam, rumah – rumah hancur dibakar, agama Keristen ketika itu meraja lelah tampa ada halangan dari pihak manapun sedangkan pihak Belanda mengalami kebangkrutan dana yag disebakan alasannya ketika bersamaan Belanda juga menghadapi Aceh yang begitu berpengaruh sehingga didatang pasukan – pasukan dari luar yang dibayar mahal.
a). Bidang Politik.
Seluruh daerah Tapanuli sanggup dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.
b). Bidang ekonomi.
Dikuasainya monopoli perdagangan di sana terutama hasil perkebunannya ibarat tembakau.
c). Bidang sosial.
Tersebarnya agama kristen di Tapanuli secara meluas yang mengakibatkan berubahnya keyakinan masyarakat sebelumnya.

6. KESIMPULAN

Perang Batak yang terjadi selama 29 tahunberawal dari ketidaksukaan Si Singamangaraja XII terhadap Belanda yang sengaja mengembangkan agama Kristen di Batak. Hal ini mengakibatkan Si Singamangaraja melaksanakan perlawan alasannya takut Belanda menguasai daerah tesebut lebih luas lagi. Ia juga takut perannya sebagai pemimpin sanggup disingkirkan oleh Belanda. Disisi lain Si Singamangaraja sebagai pemimpin juga takut Belanda mensugesti rakyat dan bisa berubah struktur kebuadayaan yang ada disana. Perperangan demi perperangan yang terjadi sangat merugikan bagi rakyat Batak. Orang Batak banyak terbunuh dan banyak kerugian yang ditimbulkan. Rumah – rumah hancur dibakar, agama Nasrani ketika itu menyebar tanpa ada halangan dari pihak manapun, sedangkan pihak Belanda mengalami kebangkrutan dana yang disebabkan alasannya ketika bersamaan Belanda juga menghadapi Aceh yang begitu berpengaruh sehingga didatang pasukan – pasukan dari luar yang dibayar mahalPerperangan yang berlangsung sangat lama tersebut berhasil dimenangkan oleh pihak Belanda. Dengan gugurnya Si Singamangaraja di medan perangBelanda berhasil menduduki seluruh daerah Batak.



0 Komentar untuk "Perang Batak (Raja Sisingamangaraja Xii, Faktor Yang Menimbulkan Terjadinya Perang Batak, Jalannya Perang Batak, Efek Perang, Kesimpulan)"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)