Definisi Logika Berdasarkan Para Ulama

DEFINISI AKAL MENURUT PARA ULAMA -, Manusia ialah makhluk yang paling mulia dibandingkan dengan makhluk Allah lainnya, sekalipun dibandingkan dengan Malaikat makhluk yang selalu taat dan tidak pernah mengingkari perintah-Nya. Hal ini dikarenakan Allah menganugrahkan kebijaksanaan kepadanya. Dengan akalnya tersebut insan sanggup menjadi makhluk paling mulia dan sanggup juga menjadi makhluk yang hina sekalipun dibandingkan dengan hewan, yakni apabila insan tidak memakai akalnya.

 Manusia ialah makhluk yang paling mulia dibandingkan dengan makhluk Allah lainnya DEFINISI AKAL MENURUT PARA ULAMA


Tentunya kita semua sudah tidak gila lagi dengan kata “akal”, tetapi untuk sebahagian orang termasuk aku sendiri hanya mengetahui katanya saja tanpa mengetahui pengertian kebijaksanaan itu, “apa sih kebijaksanaan itu?”.Nah disini akan dikutif beberapa pendapat ulama mengenai pengertian kebijaksanaan itu. Para ulama berbeda-beda dalam kasus kebijaksanaan dan produk-produknya.

Al-harits bin Asad al-Muhasiby, seorang sufi besar, sekaligus sorang pakar aturan dan hadits serta seorang sastrawan yang wafat di Bagdad, Irak pada tahun 857 M menyampaikan bahwa kebijaksanaan itu ialah insting yang diciptakan oleh Allah SWT pada banyak makhluk-Nya yang (hakikatnya) tidak terjangkau oleh hamba-hamba-Nya, baik melalui pengajaran sebahagian terhadap sebahagian yang lainnya maupun secara bangun sendiri. Mereka semua tidak sanggup menjangkaunya dengan pandangan, indra, dan rasa. 

Al-Muhasiby melanjutkan bahwasannya dengan kebijaksanaan itulah hamba-hamba Allah bisa mengenal Allah. Mereka sanggup menyaksikan wujud-Nya dan mengenal-Nya dengan akal. Dengan kebijaksanaan pula mereka mengetahui yang bermanfaat dan yang membahayakan mereka. Karena itu barang siapa yang mengetahui dan sanggup membedakan apa yang bermanfaat dan apa yang membahayakan dirinya dalam urusan kehidupan dunianya, maka dia telah mengetahui bahwa Allah telah menganugrahinya dengan kebijaksanaan yang kebijaksanaan yang dicabutnya dari orang gila atau yang tersesat dan juga dari sekian banyak orang picik yang hanya sedikit mempunyai akal.

Ada lagi yang berpendapat bahwa kebijaksanaan terdiri dari 2 (dua) macam. Akal yang merupakan anugrah Allah dan kebijaksanaan yang sanggup diperoleh dan dikembangkan oleh insan melalui penalaran, pendidikan, dan pengalaman hidup.

Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali mengingatkan bahwa kata “akal” mempunyai banyak pengertian. Akal sanggup berarti potensi yang membedakan insan dari binatang dan menyebabkan insan bisa menerimaberbagai pengetahuan teoritis. Makna ini tidak jauh berbeda dengan pendapat pertama tadi yang disampaikan oleh Al-Muhasiby. Akal juga berarti pengetahuan yang dicerna oleh seorang anak yang telah mendekati usia dewasa, dimana ia contohnya sanggup mengetahui bahwa sesuatu mustahil ada pada sesuatu yang pada ketika yang sama ia tidak ada juga ditempat itu, atau dua itu lebih banyak daripada satu. Makna selanjutnya berdasarkan Imam Al-Ghazali, yakni makna ketiga berdasarkan dia bahwasannya kebijaksanaan itu ialah pengetahuan yang diperoleh seseorang berdasar pengalaman yang dilaluinya dan yang pada gilirannya memperhalus budinya. Menurut kebiasaan, orang yang demikian ini dinamai “orang berakal”, sedangkan orang yang agresif budinya dinamai “tidak berakal”. Makna keempat dari kebijaksanaan ialah kekuatan insting yang menyebabkan seseorang mengetahui imbas semua kasus yang dihadapinya, kemudian ia sanggup menekan hawa nafsunya serta mengatasinya supaya tidak terbawa larut olehnya.

Akhir dari kesungguhan kebijaksanaan insan ialah keterbelengguan, dan perjuangan insan menuju kesesatan. Kita tidak memperolah sepanjang pencarian kita, kucuali mengumpul bahawa berdasarkan si A begini, dan berdasarkan si B begitu. (Fakruddin ar-Razi, seorang pakar tafsir dan teologi)

Demikianlah sebahagian ulama beropini mengenai akal. Pastinya masih banyak lagi ulama-ulama yang lainnya yang mengemukakan pendapatnya mengenai kebijaksanaan yang tidak dimuat di dalam pengertian kebijaksanaan disini.

Pada balasannya semoga kita semua bisa menjaga dan memakai kebijaksanaan yang telah dianugrahkan ini, supaya kita termasuk “orang berakal” dan tidak termasuk orang yang “tidak berakal”, ataupun orang yang “kurang akal”. 


Referensi : Buku Logika Agama karya M. Quraish Shihab

Related : Definisi Logika Berdasarkan Para Ulama

0 Komentar untuk "Definisi Logika Berdasarkan Para Ulama"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)