Kisah Bocah SD Peraih Medali Emas Olimpiade Matematika
SIDOARJO - Andika Naufal Helmy (11), siswa kelas 5 SD Islam Terpadu (SDIT) Insan Kamil, Dusun Pecantingan, Desa Sekardangan, Kecamatan Sidoarjo, Jawa Timur, dapat dibilang berbeda dengan sahabat sebayanya.
Saat guru menunjukan pelajaran di kelas, ia tidak menghiraukan dan asyik sendiri. Namun, siapa sangka ia dapat meraih medali emas dalam Oympiade International Mathematics Contest (IMC) Union 2012, di Global Indian International School, Singapura, beberapa waktu lalu.
Dengan mengayuh sepeda ontel, Andika berangkat sekolah dari rumahnya di Perumahan Mutiara Citra Graha (MCG) Blok D6/17, Desa Larangan, Kecamatan Candi. Dia tidak risau meski harus menempuh jarak sekira dua kilometer untuk hingga di sekolahnya.
Tanpa mengeluh, setiap hari ia menikmati perjalanan itu. Menggunakan baju putih dan celana merah ia terus mengayuh sepeda setiap pagi bersama adiknya. “Adik saya kelas 2, tiap pagi berangkat sekolah naik sepeda sama saya. Karena pulangnya tidak bareng, jadi bawa sepeda sendiri-sendiri,” ujar Andika, Senin (27/8/2012).
Putra pertama Elis Widiarini tersebut ibarat hirau dan asyik sendiri ketika guru menunjukan pelajaran. Tapi, ketika ada pelajaran yang tidak sesuai, ia pribadi mengacungkan tangan dan berkomentar tidak ibarat itu pelajarannya.
Meski tergolong cuek, namun nilai Andika di atas teman-temannya. Sejak kelas 1 ia sudah meraih ranking pertama dan nilai rata-rata seluruh pelajaran di atas 9. Bahkan, matematika mendapat nilai 10. “Kami awalnya heran, ketika diterangkan ia hirau taacuh tapi nilai mata pelajarannya bagus,” ujar Taufik, wali kelas Andika.
Karena menonjol di mata pelajaran matematika, ketika kelas 3, Andika sudah menguasai pelajaran matematika untuk kelas 6. Hal ini yang menciptakan Andika dijadikan ajudan guru matematika ketika mengajar di kelas 5. Dia dapat menunjukan mata pelajaran matematika ke teman-temannya, bahkan dalam beberapa cara penyelesaian soal matematika.
Suatu hari, ketika siswa kelas 6 sedang pelajaran matematika, Andika tidak sengaja lewat dan melihat dari pintu kelas. Anehnya, sehabis itu, ia dapat menuntaskan soal matematika yang diajarkan untuk siswa kelas 6.
“Saya heran, padahal hanya melihat sebentar, tapi ia dapat mengerjakan soal untuk kelas 6," ujar Syamsul Umar, guru matematika SDIT Insan Kamil.
Tak jarang, bila Syamsul mengajar matematika di kelas 5 ia menyuruh Andika menunjukan ke teman-temannya. Pelajaran yang disampaikan tidak ada yang keliru.
Andika gampang menyerap apa yang dilihat dan dibaca. Bahkan, meski sekarang masih kelas 5 SD ia sudah dapat menghafal Quran hampil 2 juz. Padahal, biasanya siswa SDIT Insan Kamil gres dapat menghafal Quran 2 juz sehabis lulus SD.
Karena menonjol di mata pelajaran matematika itulah ia diikutkan seleksi Olympiade Matematika se-Asia Tenggara. Sebenarnya, SDIT Insan Kamil mengikutkan beberapa siswanya ketika seleksi, namun hanya Andika yang lolos dan kesannya dapat meraih medali emas.
Tak hanya pintar, Andika juga dikenal sebagai anak mandiri. Sesampainya di rumah usai sekolah, Andika tidak pribadi bertemu ibunya alasannya belum pulang kerja di Direktorat Jendral Pajak (DJP) Gresik Selatan. Di rumahnya tidak ada pembantu. Tapi ia memang anak mandiri, pulang pribadi mandi. Saat magrib ia salat berjamaah di masjid terdekat. Biasanya, anak seusianya masih manja dengan orangtuanya.
Saat istirahat di sekolah, Andika memanfaatkannya dengan membaca buku. Dia gampang menghafal buku-buku yang dibaca meski hanya sekali. Hal ini yang membedakan Andika dengan teman-teman sebayanya.
Guru-guru di tempatnya sekolah awalnya menerka kalau Andika merupakan anak berkebutuhan khusus. Namun, sikap ia di sekolah ibarat anak normal dan hanya lebih bahagia bertanya atau diam. IQ anak pertama dari dua bersaudara itu juga tergolong tinggi, yaitu 136, sehingga masuk akal bila lebih cerdas dibanding teman-temannya.
Meski ber-IQ tinggi, namun Andika tidak memiliki harapan yang muluk. Dia hanya ingin menjadi guru dan dosen.
Setelah meraih medali emas dalam Olympiade Matematika se-Asia Tenggara, Andika mengaku ingin mengikuti ajang lebih populer diseluruh dunia lagi. Tidak ada persiapan khusus ketika mengikuti Olympiade Matematika tingkat Asia-Tenggara itu. Bahkan, ketika di rumah ia juga jarang membaca pelajaran matematika. “Kalau mencar ilmu saya membaca sekilas-sekilas saja," pungkas siswa yang suka makan sate tersebut.
Saat guru menunjukan pelajaran di kelas, ia tidak menghiraukan dan asyik sendiri. Namun, siapa sangka ia dapat meraih medali emas dalam Oympiade International Mathematics Contest (IMC) Union 2012, di Global Indian International School, Singapura, beberapa waktu lalu.
Dengan mengayuh sepeda ontel, Andika berangkat sekolah dari rumahnya di Perumahan Mutiara Citra Graha (MCG) Blok D6/17, Desa Larangan, Kecamatan Candi. Dia tidak risau meski harus menempuh jarak sekira dua kilometer untuk hingga di sekolahnya.
Tanpa mengeluh, setiap hari ia menikmati perjalanan itu. Menggunakan baju putih dan celana merah ia terus mengayuh sepeda setiap pagi bersama adiknya. “Adik saya kelas 2, tiap pagi berangkat sekolah naik sepeda sama saya. Karena pulangnya tidak bareng, jadi bawa sepeda sendiri-sendiri,” ujar Andika, Senin (27/8/2012).
Putra pertama Elis Widiarini tersebut ibarat hirau dan asyik sendiri ketika guru menunjukan pelajaran. Tapi, ketika ada pelajaran yang tidak sesuai, ia pribadi mengacungkan tangan dan berkomentar tidak ibarat itu pelajarannya.
Meski tergolong cuek, namun nilai Andika di atas teman-temannya. Sejak kelas 1 ia sudah meraih ranking pertama dan nilai rata-rata seluruh pelajaran di atas 9. Bahkan, matematika mendapat nilai 10. “Kami awalnya heran, ketika diterangkan ia hirau taacuh tapi nilai mata pelajarannya bagus,” ujar Taufik, wali kelas Andika.
Karena menonjol di mata pelajaran matematika, ketika kelas 3, Andika sudah menguasai pelajaran matematika untuk kelas 6. Hal ini yang menciptakan Andika dijadikan ajudan guru matematika ketika mengajar di kelas 5. Dia dapat menunjukan mata pelajaran matematika ke teman-temannya, bahkan dalam beberapa cara penyelesaian soal matematika.
Suatu hari, ketika siswa kelas 6 sedang pelajaran matematika, Andika tidak sengaja lewat dan melihat dari pintu kelas. Anehnya, sehabis itu, ia dapat menuntaskan soal matematika yang diajarkan untuk siswa kelas 6.
“Saya heran, padahal hanya melihat sebentar, tapi ia dapat mengerjakan soal untuk kelas 6," ujar Syamsul Umar, guru matematika SDIT Insan Kamil.
Tak jarang, bila Syamsul mengajar matematika di kelas 5 ia menyuruh Andika menunjukan ke teman-temannya. Pelajaran yang disampaikan tidak ada yang keliru.
Andika gampang menyerap apa yang dilihat dan dibaca. Bahkan, meski sekarang masih kelas 5 SD ia sudah dapat menghafal Quran hampil 2 juz. Padahal, biasanya siswa SDIT Insan Kamil gres dapat menghafal Quran 2 juz sehabis lulus SD.
Karena menonjol di mata pelajaran matematika itulah ia diikutkan seleksi Olympiade Matematika se-Asia Tenggara. Sebenarnya, SDIT Insan Kamil mengikutkan beberapa siswanya ketika seleksi, namun hanya Andika yang lolos dan kesannya dapat meraih medali emas.
Tak hanya pintar, Andika juga dikenal sebagai anak mandiri. Sesampainya di rumah usai sekolah, Andika tidak pribadi bertemu ibunya alasannya belum pulang kerja di Direktorat Jendral Pajak (DJP) Gresik Selatan. Di rumahnya tidak ada pembantu. Tapi ia memang anak mandiri, pulang pribadi mandi. Saat magrib ia salat berjamaah di masjid terdekat. Biasanya, anak seusianya masih manja dengan orangtuanya.
Saat istirahat di sekolah, Andika memanfaatkannya dengan membaca buku. Dia gampang menghafal buku-buku yang dibaca meski hanya sekali. Hal ini yang membedakan Andika dengan teman-teman sebayanya.
Guru-guru di tempatnya sekolah awalnya menerka kalau Andika merupakan anak berkebutuhan khusus. Namun, sikap ia di sekolah ibarat anak normal dan hanya lebih bahagia bertanya atau diam. IQ anak pertama dari dua bersaudara itu juga tergolong tinggi, yaitu 136, sehingga masuk akal bila lebih cerdas dibanding teman-temannya.
Meski ber-IQ tinggi, namun Andika tidak memiliki harapan yang muluk. Dia hanya ingin menjadi guru dan dosen.
Setelah meraih medali emas dalam Olympiade Matematika se-Asia Tenggara, Andika mengaku ingin mengikuti ajang lebih populer diseluruh dunia lagi. Tidak ada persiapan khusus ketika mengikuti Olympiade Matematika tingkat Asia-Tenggara itu. Bahkan, ketika di rumah ia juga jarang membaca pelajaran matematika. “Kalau mencar ilmu saya membaca sekilas-sekilas saja," pungkas siswa yang suka makan sate tersebut.
0 Komentar untuk "Kisah Bocah Sd Peraih Medali Emas Olimpiade Matematika"