Kisah Si Jenius Annisa

KISAH SI JENIUS ANNISA

 putri bangsa asal banjarmasin ini boleh dibilang bocah Kisah Si Jenius AnnisaIndonesia patut berbangga… !!!!
Annisa Rania Putri, putri bangsa asal banjarmasin ini boleh dibilang bocah  wanita sangat jenius!!
Dia digolongkan anak aneh !!!
Di usianya yang gres 9  tahun itu ia menguasai bahasa asing !!!
Tidak TANGGUNG – TANGGUNG 5 BAHASA SEKALIGUS !!!
Inggris, Korea, Arab, Belanda, termasuk Indonesia secara fasih dan lancar !!!! ( Unbelieveable )
Bahkan beliau juga bisa melihat hal-hal mistik yang tak bisa ditembus penglihatan orang awam. Dia bisa menjangkau masa depan, menyembuhkan orang sakit dan melatih meditasi orang-orang dewasa.

Di usia yang masih belia, Anissa telah menerbitkan buku yang berjudul Hope Is on the Way: Kumpulan Pesan Alam.29 agustus kemudian !!!
Gadis cilik ini mempunyai kelebihan berupa kemampuan mendapatkan “pesan alam” yang kemudian dituangkannya dalam goresan pena dan disampaikannya melalui ceramah. Ia pun bermetamorfosis kolam seorang selebritas.
“La donna e mobile
Qual piuma al vento,
Muta d’accento.
Sempre un amabile…
Annisa Rania Putri mengikuti lantunan La Donna E Mobile dari Giusepe Verdi yang mengalun lewat iPod-nya. Lagu klasik itu merupakan tembang kesekian yang dinyanyikan bocah berusia 9 tahun itu. Sebelumnya, Annisa melantunkan lagu Ave Maria-nya Schubert dan beberapa tembang klasik lainnya.
Sore itu, sambil mendengarkan musik, Annisa asyik mempelajari dua buku cukup berat, Leonardo da Vinci: The Complete Works dan The Dan Brown Companion, di sebuah sudut kafe Starbucks di Mal Kelapa Gading, Jakarta Utara. Annisa, yang semenjak kecil dikaruniai kelebihan mendapatkan “pesan alam”, mencoba memecahkan misteri yang dipaparkan kedua buku itu. I try to deencrypt (saya mencoba memecahkan misteri karya Leonardo da Vinci),” katanya sambil menyeruput hot coffee late-nya.
Dan semenjak dikaruniai kelebihan itu, Annisa senantiasa berupaya mengungkap belakang layar hidup manusia. Inspirasinya bisa didapat dari mana saja, termasuk kedua buku yang tengah dipelajarinya itu. Inspirasi yang diperolehnya pribadi ditulis pada laptop yang selalu dibawa sang ibu, Yenni Handojo. “Itu akan dijadikan materi ceramahnya,” kata Yenni, yang menemani Annisa sore itu.
Sejak sekitar tiga tahun belakangan ini, Annisa memang kebanjiran seruan berceramah. Ia diundang menjadi pembicara di pelbagai tempat, dari kampus, komunitas pengajian, hingga kantor Wakil Presiden. Menurut ibunya, Annisa sendirilah yang menyiapkan dan menulis bahan-bahan ceramahnya pada laptopnya.
Ya, boleh dibilang, Annisa yaitu sebuah keajaiban. Sejak kecil ia telah dikaruniai sejumlah keajaiban yang mencengangkan. Saat berusia sekitar setahun, ia telah pandai bicara dalam bahasa Inggris, bukan bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa sehari-hari di rumahnya di bilangan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Menginjak usia dua setengah tahun, Annisa sudah pandai mengoperasikan komputer. Bocah kelahiran Jakarta, 5 Juli 1999, itu juga kian fasih berbicara dalam bahasa Inggris. Plus, pandai menyanyi, bermain drum, dan melukis.
Sejak itu pula, Annisa dikaruniai kelebihan berupa kemampuan mendapatkan “pesan alam”, yang kemudian dituangkan dalam goresan pena dan disampaikan lewat ceramah atau presentasi. Pada Agustus lalu, serangkaian ceramahnya dikompilasi dalam sebuah buku bertajuk Hope is on the Way: Kumpulan Pesan Alam.
Dalam buku setebal 143 halaman itu dipaparkan pula ihwal proses Annisa mendapatkan “pesan alam”. Pada waktu-waktu tertentu, biasanya tengah malam hingga menjelang pagi, Annisa, yang terjaga, menyerupai mendengar “bisikan” atau melihat “tulisan” yang harus cepat-cepat ditulisnya.
Hanya, Annisa tak menuliskannya dalam huruf biasa alasannya yaitu beliau mempunyai abjad sendiri yang hanya beliau yang bisa membacanya. Biasanya, Annisa mengucapkan pesan-pesan itu dan ibunya atau saudaranya akan merekamnya. Pesan yang berisi ihwal aneka macam belakang layar kehidupan itu kemudian diketik sang ibu atau saudaranya pada komputer. Belakangan, Annisa mengetik sendiri “pesan-pesan alam” itu pada laptop yang senantiasa menemaninya. Pesan-pesan yang diterimanya itu juga kerap didiskusikan Annisa dengan ibunya atau pamannya sebelum diketikkan pada komputernya.
Selain itu, Annisa gemar mencari pengetahuan dengan membaca aneka jenis buku.
Caranya memahami buku menyerupai layaknya mahasiswa memahami sebuah kajian untuk pembuatan makalah atau skripsi. Dia hanya membaca belahan yang diperlukannya. Tak semua halaman buku habis disantapnya. “I just read what I need (untuk dikaji),” ujarnya.
Gadis cilik itu juga saban pagi membaca koran berbahasa Inggris, International Herald Tribune dan The Jakarta Post. Annisa juga tak hanya berhenti membaca artikel di kedua harian itu, tapi ia juga memahami isinya. Misalnya artikel ihwal dua calon Presiden Amerika Serikat yang tengah bersaing ketat. Dia menunjukkan alasan mengapa calon dari Partai Demokrat, Barack Obama, lebih diunggulkan ketimbang John McCain dari Partai Republik. “His vision much better than McCain,” katanya menyerupai seorang analis politik.
Soal-soal lainnya juga sangat dikuasai Annisa, dari krisis ekonomi yang menimpa Amerika hingga ilmu ihwal nanoteknologi. Bila berbicara, ia fasih menyerupai seorang pakar. “Saya mabok mendengarnya, saya nggak mengerti apa yang beliau omongin,” ujar ibunya.
Menurut ibunya, selain dari Internet dan koran, Annisa memang menyerap aneka macam pengetahuan dari aneka buku bacaannya. Tak hanya buku ringan, sejumlah buku kelas berat pun dilahapnya. Karya-karya klasik dari William Shakespeare, Kahlil Gibran, Deepak Chopra, hingga Immanuel Kant nangkring di lemari buku di kamarnya.
Kelebihannya membaca itu, tutur ibunya, juga digabungkan dengan kelebihan Annisa yang lain, yakni “membaca alam”. “Kalau sudah begitu, beliau biasanya pribadi menulis atau bergumam,” katanya. “Hasilnya, ya, buku yang berisi kumpulan ceramahnya itu.”
Annisa tak akan berhenti jikalau yang dikajinya itu belum menemukan jawaban. Ia akan meneruskan pekerjaannya di kamarnya, bahkan hingga menjelang pukul lima pagi. Kalau sudah begitu, kopi kental menjadi teman favorit Annisa dalam bekerja. “Kadang saya hingga tertidur menemaninya bekerja,” kata ibunya.
Boleh dibilang, mengkaji sesuatu dan menuliskannya merupakan kegiatan utamanya belakangan ini. “Dia tak main-main layaknya anak seusianya,” ujar sang ibu. Awalnya, ibunya sempat heran. Tapi, sehabis ia mengetahui anaknya mempunyai kelebihan, beliau mulai sadar dan mendukungnya.
Kegemaran lain Annisa yaitu mendengarkan musik. Di rumahnya, yang dirancang Annisa pada 2005, terdapat koleksi cakram musik klasik, menyerupai Schubert, Mozart, dan Bach. Ada pula koleksi penyanyi tenor Placido Domingo, Jose Carreras, dan Luciano Pavarotti. Selain itu, Annisa mengoleksi Josh Groban, Sarrah Brightman, dan Celine Dion.
Kini Annisa telah bermetamorfosis kolam seorang selebritas. Namanya mulai melambung. Sejumlah media massa, baik cetak, elektronik, maupun online, pernah memuat profil dan keajaiban-keajaiban yang dimilikinya.
Putri tunggal dokter kejiwaan yang berdinas di Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat itu sadar, dirinya terlalu pandai buat anak seusianya. Annisa sadar, beliau lebih remaja ketimbang anak seusianya. Karena itu, berdasarkan ibunya, beliau tak bisa memasukkan anaknya itu ke sekolah. “Saya sedang berpikir bagaimana sebaiknya (ke depan),” katanya.
Sang ibu juga kian paham bahwa ajaran anaknya terkadang menciptakan orang lain terheran-heran dan menganggapnya sebagai bocah ajaib. Padahal Annisa tak suka disebut anak kecil. “Jangan panggil beliau adik atau nak,” ujar ibunya ketika pertama kali bertemu Tempo.
Selain itu, ibunya menambahkan, Annisa tahu dirinya sekarang terkenal sehingga harus selalu siap menjadi sorotan publikasi. Walau begitu, Annisa kerap curhat kepada ibunya. “Saya menyerupai orang yang terjebak pada tubuh anak kecil,” kata Yenni menirukan keluhan putrinya, Annisa.
Sore itu, ketika hari mulai beranjak petang di kafe Starbucks, Annisa tampak tak kuasa menahan kantuk dan lelah. Maklum, belakangan ini hampir setiap hari beliau selalu melayani wawancara dan photo session dengan aneka macam media.
Ya, meski berjiwa dewasa, fisik Annisa tetaplah masih bocah. “The funny thing is, when he open the window of his limousine, he smile and said see you again to me,” ungkapnya sambil tertawa senang. YOPHIANDI KURNIAWAN
Pesan-pesan Alam Annisa
Sepucuk seruan peluncuran buku mampir di meja redaksi Tempo pada selesai Agustus lalu. Sebetulnya ini sesuatu yang biasa. Tapi pengundang, penerbit Prima Media, mewanti-wanti biar semua seruan menggunakan pakaian formal, tak terkecuali wartawan, dan sebisa mungkin menunjukkan konfirmasi kehadiran jauh-jauh hari.
Acara peluncuran buku yang digelar di Rafflesia Grand Ballroom Balai Kartini, Jakarta, itu menampilkan dua pembicara: politikus Gayus Lumbuun dan penyanyi Elly Kasim. Boleh dibilang, daerah program yang glamor dan tampilnya pembicara itu juga sesuatu yang biasa dalam sebuah peluncuran buku baru.
Tapi siapa nyana, Gayus, guru besar ilmu hukum, dihadirkan untuk membedah buku karya gadis cilik berusia sembilan tahun, Annisa Rania Putri. Hope Is on the Way, demikian judul buku yang diluncurkan itu, memuat kumpulan materi presentasi Annisa yang disampaikannya dalam pelbagai acara.
Dalam buku setebal 143 halaman itu terdapat tujuh goresan pena yang membahas aneka topik, dari puasa, kelestarian lingkungan, hingga tema psikologi. Beberapa goresan pena juga membahas topik cukup berat yang mungkin tak terjangkau pikiran kanak-kanak, menyerupai dalam belahan Kasih dan Keadilan.
Bab itu memaparkan ketidakadilan yang menyebabkan kemiskinan. Dalam tulisannya, Annisa tak berhenti dengan hanya menyalahkan kenaikan harga sebagai biang keladinya, tapi ia juga memberikan pemikirannya ihwal aturan yang memungkinkan para spekulan harga menerima eksekusi berat.
Annisa menulis, masyarakat miskin tak pernah salah ketika meminta harga-harga diturunkan. Makara yang tak adil justru para pembuat kebijakan. “Orang-orang yang seharusnya memelihara keadilan justru tak pernah akan bersikap adil,” katanya.
Menurut Annisa, semua yang ditulis dalam bukunya yaitu pesan yang diterimanya dari alam. Pesan-pesan itu bersifat universal dan umum, tanpa ada perincian, bahkan pola kasus.
Boleh dibilang, tak banyak keistimewaan dari buku ini, kecuali Annisa menulisnya dalam bahasa Inggris. Sebab, hanya bahasa Inggris yang memang dikuasai gadis cilik itu dengan fasih. Penerbit kemudian menyuguhkan setiap artikel di buku ini dalam dua bahasa: Inggris dan Indonesia.
Tulisan-tulisan dalam buku ini juga terkesan datar. Terkadang paragraf goresan pena Annisa tak mengalir dan terhubung dengan paragraf selanjutnya, sehingga terkesan setiap paragraf mempunyai ide tersendiri. Menurut Annisa, tulisannya memang tak untuk dibaca secara runut dan kronologis, alasannya yaitu ia percaya mereka yang mencari wangsit dari bukunya akan mendapatkannya dari kalimat-kalimat, bukan dari goresan pena yang panjang.
Yang justru janggal, buku ini kelewat sederhana untuk pribadi sekompleks Annisa. Gadis cilik yang selalu bertopi baret itu memang hanya merasa perlu menulis dan menyimpulkan pesan-pesan alam yang diterimanya. Selebihnya, ia serahkan kepada penerbit.
Meski begitu, Annisa berharap pesan-pesannya dalam buku ini bisa bermanfaat bagi pembacanya. “Saya berharap pesan-pesan ini bisa mengembalikan impian orang, menguatkan iman, dan membantu orang memperbaiki hidup,” ujarnya.
Annisa juga berharap biar tulisan-tulisannya dalam buku tersebut bisa menguatkan pembacanya dalam masa-masa sulit. Masa yang bagi Annisa penuh dengan hal-hal menakutkan. “Saya berharap semua yang saya takuti itu tak pernah benar-benar terjadi dan mendatangi saya,” katanya.


Sumber : Koran Tempo


Related : Kisah Si Jenius Annisa

0 Komentar untuk "Kisah Si Jenius Annisa"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)