Penjelasan Uu Perbankan Syariah


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

PERBANKAN SYARIAH 
I. UMUM
Sebagaimana diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tujuan pembangunan nasional yaitu terciptanya masyarakat adil dan makmur, menurut demokrasi ekonomi, dengan mengembangkan sistem ekonomi yang bertumpu pada prosedur pasar yang berkeadilan. Guna mewujudkan tujuan tersebut, pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional diarahkan pada perekonomian yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, merata, mandiri, handal, berkeadilan, dan bisa bersaing di kancah perekonomian internasional.
Agar tercapai tujuan pembangunan nasional dan sanggup berperan aktif dalam persaingan global yang sehat, diharapkan partisipasi dan donasi semua elemen masyarakat untuk menggali banyak sekali potensi yang ada di masyarakat guna mendukung proses akselerasi ekonomi dalam upaya merealisasikan tujuan pembangunan nasional. Salah satu bentuk penggalian potensi dan wujud donasi masyarakat dalam perekonomian nasional tersebut yaitu pengembangan sistem ekonomi menurut nilai Islam (Syariah) dengan mengangkat prinsip-prinsipnya ke dalam Sistem Hukum Nasional. Prinsip Syariah berlandaskan pada nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan, dan keuniversalan (rahmatan lil ‘alamin). Nilai-nilai tersebut diterapkan dalam pengaturan perbankan yang didasarkan pada Prinsip Syariah yang disebut Perbankan Syariah.
Prinsip Perbankan Syariah merupakan bab dari pedoman Islam yang berkaitan dengan ekonomi. Salah satu prinsip dalam ekonomi Islam yaitu larangan riba dalam banyak sekali bentuknya, dan memakai sistem antara lain prinsip bagi hasil. Dengan prinsip bagi hasil, Bank Syariah sanggup membuat iklim investasi yang sehat dan adil alasannya semua pihak sanggup saling menyebarkan baik laba maupun potensi risiko yang timbul sehingga akan membuat posisi yang berimbang antara bank dan nasabahnya. Dalam jangka panjang, hal ini akan mendorong pemerataan ekonomi nasional alasannya hasil laba tidak hanya dinikmati oleh pemilik modal saja, tetapi juga oleh pengelola modal.
Perbankan Syariah sebagai salah satu sistem perbankan nasional memerlukan banyak sekali sarana pendukung semoga sanggup memperlihatkan donasi yang maksimum bagi pengembangan ekonomi nasional. Salah satu sarana pendukung vital yaitu adanya pengaturan yang memadai dan sesuai dengan karakteristiknya. Pengaturan tersebut di antaranya dituangkan dalam Undang-Undang Perbankan Syariah. Pembentukan Undang-Undang Perbankan Syariah menjadi kebutuhan dan keniscayaan bagi berkembangnya forum tersebut. Pengaturan mengenai Perbankan Syariah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 perihal Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 belum spesifik dan kurang mengakomodasi karakteristik operasional Perbankan Syariah, dimana, di sisi lain pertumbuhan dan volume perjuangan Bank Syariah berkembang cukup pesat.
Guna menjamin kepastian aturan bagi stakeholders dan sekaligus memperlihatkan keyakinan kepada masyarakat dalam memakai produk dan jasa Bank Syariah, dalam Undang-Undang Perbankan Syariah ini diatur jenis usaha, ketentuan pelaksanaan syariah, kelayakan usaha, penyaluran dana, 27 dan larangan bagi Bank Syariah maupun UUS yang merupakan bab dari Bank Umum Konvensional. Sementara itu, untuk memperlihatkan keyakinan pada masyarakat yang masih mencurigai kesyariahan operasional Perbankan Syariah selama ini, diatur pula acara perjuangan yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah mencakup acara perjuangan yang tidak mengandung unsur-unsur riba, maisir, gharar, haram, dan zalim.
Sebagai undang-undang yang khusus mengatur perbankan syariah, dalam Undang-Undang ini diatur mengenai problem kepatuhan syariah (syariah compliance) yang kewenangannya berada pada Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang direpresentasikan melalui Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang harus dibuat pada masing-masing Bank Syariah dan UUS. Untuk menindaklanjuti implementasi fatwa yang dikeluarkan MUI kedalam Peraturan Bank Indonesia, di dalam internal Bank Indonesia dibuat komite perbankan syariah, yang keanggotaannya terdiri atas perwakilan dari Bank Indonesia, Departemen Agama, dan unsur masyarakat yang komposisinya berimbang.
Sementara itu, penyelesaian sengketa yang mungkin timbul pada perbankan syariah, akan dilakukan melalui pengadilan di lingkungan Peradilan Agama. Di samping itu, dibuka pula kemungkinan penyelesaian sengketa melalui musyawarah, mediasi perbankan, forum arbitrase, atau melalui pengadilan di lingkungan Peradilan Umum sepanjang disepakati di dalam Akad oleh para pihak.
Untuk menerapkan substansi undang-undang perbankan syariah ini, maka pengaturan terhadap UUS yang secara korporasi masih berada dalam satu entitas dengan Bank Umum Konvensional, di masa depan, apabila telah berada pada kondisi dan jangka waktu tertentu diwajibkan untuk memisahkan UUS menjadi Bank Umum Syariah dengan memenuhi tata cara dan persyaratan yang ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut, pengaturan tersendiri bagi Perbankan Syariah merupakan hal yang mendesak dilakukan, untuk menjamin terpenuhinya prinsip-prinsip Syariah, prinsip kesehatan Bank bagi Bank Syariah, dan yang tidak kalah penting diharapkan sanggup memobilisasi dana dari negara lain yang mensyaratkan pengaturan terhadap Bank Syariah dalam undang-undang tersendiri.lebih jelasnya silahkan download disini

Related : Penjelasan Uu Perbankan Syariah

0 Komentar untuk "Penjelasan Uu Perbankan Syariah"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)