2.1 PENGERTIAN REFORMASI BIROKRASI
Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada yang sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang termasuk didalamnya masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah kemajuan. Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya aparaturnya. Reformasi di sini merupakan proses pembaharuan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya dan/atau tindakan yang bersifat radikal dan revolusioner.
Menurut Khan (1981) reformasi sebagai suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem birokrasi yang bertujuan mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang telah lama. Sedangkan Quah (1976) mendefinisikan reformasi sebagai suatu proses untuk mengubah proses, prosedur birokrasi publik dan sikap serta tingkah laku birokrat untuk mencapai efektivitas birokrasi dan tujuan pembangunan nasional.
Reformasi ini harus dilakukan mulai dari pejabat tertinggi, seperti presiden dan wakil presiden dalam suatu negara atau menteri dalam lembaga kementerian negara, sebagai motor penggerak utama diikuti oleh seluruh aparatur dibawahnya. Reformasi birokrasi Indonesia untuk saat ini dapat dikatakan belum berjalan dengan maksimal. Indikasinya adalah buruknya pelayanan publik dan masih maraknya perkara korupsi.
Reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dengan kata lain, reformasi birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional.
Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai good governance. Melihat pengalaman sejumlah negara menunjukan bahwa reformasi birokrasi merupakan langkah awal untuk mencapai kemajuan sebuah negara. Melalui reformasi birokrasi, dilakukan penataan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang tidak hanya efektif dan efesien tapi juga reformasi birokrasi menjadi tulang punggung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Reformasi Birokrasi dituntut untuk dapat melayani masyarakat secara cepat, tepat dan profesional. Birokrasi merupakan faktor penentu dalam mencapai tujuan pembangunan nasional. Oleh sebab itu cita-cita reformasi birokrasi adalah terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang professional, memiliki kepastian hukum, transparan, partisipatif, akuntable dan memiliki kredibilitas serta berkembangnya budaya dan perilaku birokrasi yang didasari oleh etika, pelayanan dan pertanggungjawaban publik.
Tujuan utama Reformasi Birokrasi yaitu agar terciptanya good governance, yaitu tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa, yaitu :
1. Memperbaiki kinerja birokrasi agar lebih efektif dan efisien.
2. Terciptanya birokrasi yang profesional, netral, terbuka, demokratis, mandiri, serta memiliki integritas dan kompetensi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya selaku abdi masyarakat dan abdi negara.
3. Menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktek KKN.
4. Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.
5. Membangun aparatur negara agar lebih berdaya dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional.
2.2 PENGERTIAN PELAYANAN PUBLIK DAN ETIKA PELAYANAN PUBLIK
A. PENGERTIAN PELAYANAN PUBLIK
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial,ini berarti manusia selalu membutuhkan bantuan orang lain dalam hidupnya termasuk dalam hal pelayanan. Pelayanan adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Pelayanan erat kaitannya dengan kegiatan Antara dua orang/lebih yang satu sama lain saling diuntungkan. Menurut Kotlern pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Inu dan kawan-kawan mendefinisikan public adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap atau tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka memiliki.
Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mendefinisikan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan beberapa pengertian pelayanan publik yang telah diuraikan diatas, maka kami menyimpulkan bahwa pelayanan publik adalah bentuk pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap masyarakat guna memenuhi segala kebutuhannya dan sebagai bentuk pengabdian pemerintah kepada rakyatnya.
Pelayanan public dikatakan maksimal apabila tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja para pelayan public tinggi. Namun pada kenyataannya, saat ini tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik yang dilakukan pemerintah masih rendah. Itulah yang menjadi pekerjaan rumah bagi setiap pemimpin pemerintahan di Indonesia.
B. PENGERTIAN ETIKA PELAYANAN PUBLIK
Etika pelayanan publik menurut Denhardt etika pelayanan publik diartikan sebagai filsafat dan kode etik atau stnadar profesi, atau moral atau raight rules of conduct (aturan berperilaku yang benar yang seharusnya dipatuih oleh pemberi pelayanan publik atau administrator publik). Dalam hal ini Denhardt menekankan etika pelayanan publik sebagai kode etik. Sedangkan menurut Rohman etika pelayanan publik adalah suatu cara dalam melayani publik dengan menggunakan kebiasaan-kebiasaan yang mengandung nilai-nilai hidup dan hukum atau norma yang mengatur tingkah laku manusia yang dianggap baik. Dalam hal ini menekankan penggunaan nilai-nilai luhur dalam pelayanan publik. Jadi, bahwa etika pelayanan publik merupakan penggunaan nilai-nilai luhur oleh seorang administrator dalam memberikan pelayanan publik.
2.3 RUANG LINGKUP PELAYANAN PUBLIK
Ruang lingkup dari penyelenggaraan pelayanan publik ini tercantum dalam Bagian Ketiga Ruang Lingkup Pasal 5 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, bahwa “Ruang lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalarn peraturan perundang-undangan”. Hal ini meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alarn, pariwisata, dan sektor strategis lainnya.
A. Pelayanan Barang Publik
Ruang lingkup dari pelayanan barang publik ini diantaranya meliputi:
· Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
· Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan.
· Pengadaan dan penyaluran barang publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/ atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
B. Pelayanan Jasa Publik
Ruang lingkup dari pelayanan jasa publik ini diantaranya meliputi:
· Penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/ atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
· Penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan.
· Penyediaan jasa publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/ atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan ddam peraturan perundang-undangan.
C. Pelayanan administratif
Ruang lingkup dari pelayanan administratif ini diantaranya meliputi:
· Tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara.
· Tindakan administratif oleh instansi non-pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan.
2.4 PIHAK-PIHAK YANG BERPERAN DALAM PELAYANAN PUBLIK (TUGAS DAN KEWAJIBAN PIHAK-PIHAK TERSEBUT)
Dalam pelayanan publik ini terdapat pihak-pihak yang berperan di dalamnya, baik itu pihak yang memberikan pelayanan publik maupun pihak yang menerima pelayanan publik. Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan publik ini diperlukan adanya pembina dan penanggungjawab.
Pembina disini memiliki tugas untuk melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas dari penanggung jawab. Pihak yang dapat berperan sebagai pembina dalam penyelenggaraan pelayanan publik ini yaitu:
1) Pimpinan lembaga negara, pimpinan kementerian, pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian, pimpinan lembaga komisi negara atau yang sejenis, dan pimpinan lembaga lainnya.
Pembina tersebut wajib melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan publik kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat, kecuali untuk pimpinan lembaga negara dan pimpinan lembaga komisi negara atau yang sejenis yang dibentuk berdasarkan undang-undang.
2) Gubernur pada tingkat provinsi
Pembina ini wajib melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan publik masing-masing kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan menteri.
3) Bupati pada tingkat kabupaten atau walikota pada tingkat kota
Pembina ini wajib melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan publik masing-masing kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten atau Kota dan gubernur.
Sedangkan yang berperan sebagai penanggungjawab disini adalah pimpinan kesekretariatan negara yang berkedudukan sebagai pembina atau pejabat yang ditunjuk sebagai pembina dalam penyelenggaraan pelayanan publik, seperti menteri yang bertanggungjawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.
Penanggungjawab memiliki tugas untuk mengoordinasikan kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan standar pelayanan pada setiap satuan kerja, melakukan evaluasi penyelenggaraan pelayanan publik, dan melaporkan kepada pembina pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan publik di seluruh satuan kerja unit pelayanan publik.
Dalam hal ini pihak-pihak yang berperan dalam pelayanan publik diantaranya yaitu ada penyelenggara pelayanan publik, atasan satuan kerja penyelanggara, organisasi penyelenggara pelayanan publik, pelaksana pelayanan publik, dan masyarakat.
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Pasal 1 (2) bahwa:
Penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
Dalam melaksanakan tugasnya penyelenggara pelayanan publik ini pun memiliki hak dan kewajiban.
1) Hak penyelenggara tercantum dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009.
Penyelenggara memiliki hak:
a. memberikan pelayanan tanpa dihambat pihak lain yang bukan tugasnya;
b. melakukan kerja sama;
c. mempunyai anggaran pembiayaan penyelenggaraan pelayananan publik;
d. melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan tuntutan yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan
e. menolak permintaan pelayanan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
2) Kewajiban penyelenggara tercantum pada Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009.
Penyelenggara berkewajiban:
a. menyusun dan menetapkan standar pelayanan;
b. menyusun, menetapkan, dan memublikasikan maklumat pelayanan;
c. menempatkan pelaksana yang kompeten;
d. menyediakan sarana, prasarana, dan/ atau fasilitas pelayanan publik yang mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai;
e. memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik;
f. melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan;
g. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik;
h. memberikan pertanggungjawaban terhadap pelayanan yang diselenggarakan;
i. membantu masyarakat dalam memaharni hak dan tanggung jawabnya;
j. bertanggung jawab dalarn pengelolaan organisasi penyelenggara pelayanan publik;
k. memberikan pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku apabila mengundurkan diri atau melepaskan tanggung jawab atas posisi atau jabatan; dan
l. memenuhi panggilan atau mewakili organisasi untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang berhak, berwenang, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dan Pasal 1 (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 bahwa “Atasan satuan kerja penyelenggara adalah pimpinan satuan kerja yang membawahi secara langsung satu atau lebih satuan kerja yang melaksanakan pelayanan publik”.
Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (4) bahwa:
Organisasi penyelenggara pelayanan publik yang selanjutnya disebut Organisasi Penyelenggara adalah satuan kerja penyelenggara pelayanan publik yang berada di lingkungan institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
Organisasi penyelenggara pelayanan publik ini memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan publik sesuai dengan tujuan pembentukan dari organisasi tersebut. Dalam hal penyelenggaraan pelayanan publik ini, organisasi penyelengara pelayanan publik minimal memiliki unit organisasi yang berperan sebagai pelaksana pelayanan, pengelola pengaduan masyarakat, pengelola informasi, pengawas internal, penyuluhan kepada masyarakat, dan pelayanan konsultasi.
Semua unit tersebut bertanggungjawab atas semua hal yang berkaitan dengan pelayanan publik, termasuk dalam hal ketidakmampuan, pelanggaran, dan kegagalan penyelenggaraan pelayanan.
Dan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (5) bahwa “Pelaksana pelayanan publik yang selanjutnya disebut Pelaksana adalah pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik”.
Di dalam melaksanakan tugasnya, pelaksana pelayanan publik ini memiliki kewajiban dan larangan.
1) Kewajiban dari pelaksana pelayanan publik tercantum dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009.
Pelaksana berkewajiban:
a. melakukan kegiatan pelayanan sesuai dengan penugasan yang diberikan oleh penyelenggara;
b. memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c. memenuhi panggilan untuk hadir atau melaksanakan perintah suatu tindakan hukum atas permintaan pejabat yang berwenang dari lembaga negara atau instansi pemerintah yang berhak, benvenwg, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
d. memberikan pertanggungjawaban apabila mengundurkan diri atau melepaskan tanggungjawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
e. melakukan evaluasi dan membuat laporan keuangan dan kinerja kepada penyelenggara secara berkala.
2) Ketentuan larangan yang dilakukan oleh pelaksana tercantum dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009.
Pelaksana dilarang:
a. merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah;
b. meninggalkan tugas dan kewajiban, kecuali mempunyai alasan yang jelas, rasional, dan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
c. menarnbah pelaksana tanpa persetujuan penyelenggara;
d. membuat perjanjian kerja sama dengan pihak lain tanpa persetujuan penyelenggara; dan
e. melanggar asas penyelenggaraan pelayanan publik.
Serta dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (6) bahwa “Masyarakat adalah seluruh pihak, baik warga negara maupun penduduk sebagai orang perseorangan, kelompok, maupun badan hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak langsung”.
Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik ini sangat diperlukan sejak penyusunan standar pelayanan sampai pada evaluasi terhadap pelayanan yang diselenggarakan. Maka dari itu masyarakat memliki hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
1) Hak masyarakat penyelenggaraan pelayanan publik ini tercantum dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009.
Masyarakat berhak:
a. mengetahui kebenaran isi standar pelayanan;
b. mengawasi pelaksanaan standar pelayanan;
c. mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan;
d. mendapat advokasi, perlindungan, dan/ atau pemenuhan pelayanan;
e. memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan;
f. memberitahukan kepada pelaksana untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan;
g. mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/ atau tidak memperbaiki pelayanan kepada penyelenggara dan ombudsman;
h. mengadukan penyelenggara yang melakukan penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada pembina penyelenggara dan ombudsman; dan
i. mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan.
2) Kewajiban masyarakat tercantum dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009.
Masyarakat berkewajiban:
a. mematuhi dan memenuhi ketentuan sebagaimana dipersyaratkan dalam standar pelayanan;
b. ikut menjaga terpeliharanya sarana, prasarana, dan/ atau fasilitas pelayanan publik; dan
c. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik.
2.5 STANDAR PELAYANAN DALAM PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Pasal 1 (7) bahwa “Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur”.
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan publik harus berasaskan kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persarnaan perlakuan/ tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, serta kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, bahwa:
Komponen standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi:
a. dasar hukum;
b. persyaratan;
c. sistem, mekanisme, dan prosedur;
d. jangka waktu penyelesaian;
e. biaya/ tarif;
f. produk pelayanan;
g. sarana, prasarana, dan/ atau fasilitas;
h. kompetensi pelaksana;
i. pengawasan internal;
j. penanganan pengaduan, saran, dan masukan;
k. jumlah pelaksana;
l. jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan;
m. jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-raguan; dan
n. evaluasi kinerja pelaksana.
2.6 PERILAKU PELAKSANA PELAYANAN PUBLIK MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (5) bahwa “Pelaksana pelayanan publik yang selanjutnya disebut Pelaksana adalah pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik”.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Pasal 34 bahwa:
Pelaksana dalam menyelenggarakan pelayanan publik harus berperilaku sebagai berikut:
a. adil dan tidak diskriminatif;
b. cermat;
c. santun dan ramah;
d. tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yang berlarut-larut;
e. profesional;
f. tidak mempersulit;
g. patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar;
h. menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan integritas institusi penyelenggara;
i. tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib dirahasiakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
j. terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan kepentingan;
k. tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan publik;
l. tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam menanggapi permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan masyarakat;
m. tidak menyalahgunakan informasi, jabatan, dan/atau kewenanganya yang dimiliki;
n. sesuai dengan kepantasan; dan
o. tidak menyimpang dari prosedur.
Selain perilaku yang harus sesuai dengan aturan, para pelaksana penyelenggara pelayanan publik juga akan di awasi oleh pihak-pihak yang berwenang, yaitu pengawas internal dan pengawas eksternal. Pengawasan ini bertujuan agar kinerja para pelayan publik tidak menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan.
Untuk pengawasan yang internal biasanya melalui pengawasan yang dilakukan langsung oleh atasannya, dan pengawasan yang dilakukan oleh pengawasan fungsional. Sedangkan untuk pengawasan yang eksternal biasanya melalui pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat yang berupa laporan atau pengaduan dari masyarakat atas pelayanan publik yang diselenggarakan, pengawasan oleh ombudsman (lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik), dan pengawasan yang dilakukan oleh pihak DPR atau DPRD wilayah tersebut.
2.7 POTRET KINERJA APARAT BIROKRASI PEMERINTAH INDONESIA DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT
Permasalahan dalam birokrasi pemerintahan pada saat ini antara lain bahwa birokrasi pemerintah belum efisien, kebijakannya belum stabil, dan masih adanya praktek penyimpnangan dan penyalahgunaan wewenang. Peraturan perundang-undangan di bidang aparatur negara masih tumpang tindih, inkonsisten, tidak jelas, dan pelayanan publiknya yang masing belum dapat mengakomodasi kepentingan seluruh lapisan masyarakat.
Dalam mengimplementasikan program reformasi birokrasi yang telah lama dicanangkan oleh pemerintah, banyak tantangan-tantangan yang harus dihadapai oleh pemerintah diantarnya adalah reformasi birokrasi belum mencapai sasaran pembenahan kelembagaan, tata laksana, manajemen sumber daya manusia, akuntabilitas, pengawasan, pelayanan publik, perubahan pola pikir dan sebagainya.
Pada era reformasi seperti sekarang ini, birokrasi dituntut untuk merubah sikap dan perilaku agar dapat melayani masyarakat dengan baik dan maksimal. Perubahan-perubahan sosial yang terjadi baik yang berubah secara cepat maupun lambat menuntut organisasi birokrasi untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan tersebut, sebab perubahan selalu mengundang unsur perbedaan.
Pelayanan public dikatakan maksimal apabila tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja para pelayan public atau birokrat tinggi. Namun pada kenyataannya,saat ini tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik yang dilakukan pemerintah masih rendah. Hal ini terlihat jelas dalam berbagai bidang pelayanan publik di Indonesia, misalnya dalam hal pembuatan E-KTP, KK dan sebagainya. Para pelayan public seakan-akan tidak mengedepankan prinsip kepuasan pelanggan, tidak menjamin kepastian waktu, dan bahkan menetapkan prosedur pelayanan yang sulit, serta banyak aparat birokrasi yang kurang ramah, sopan, santun dan kurangnya kenyamanan yang dirasakan oleh masyarakat atas pelayanan yang diberikan kepadanya.
Di tingkat Kecamatan saja, untuk membuat KTP dari awal pembuatan hingga selesai bias memakan waktu berbulan-bulan. Padahal jika pelayanannya baik dan para pegawainya bersikap professional maka proses pembuatan KTP tidak akan memakan waktu yang cukup lama, cukups atu atau dua hariselesai.
Fakta lainnya misal di tingkat Desa, masyarakat yang ingin membuat dan mengajukan surat keterangan tidak mampu, harus menempuh prosedur yang berbelit-belit. Selain itu, biasanya ada pungutan-pungutan liar yang dilakukan aparat desa jika permohonannya ingin segera diselesaikan. Dengan adanya hal tersebut, maka lama kelamaan masyarakat akan merasa resah sehingga timbul pandangan buruk terhadap birokrasi pemerintahan di negaranya.
Buruknya proses penanganan dan pelayanan pasien di Rumah Sakit milik pemerintah juga menjadi potret dari lemahnya kinerja aparat birokrasi. Pelayanan yang diberikan para pegawai rumah sakit terhadap pasien sangat lambat sekali sampai-sampai banyak pasien yang harus menunggu berjam-jam untuk bisa mendapatkan pelayanan. Lambatnya proses pelayanan dan penanganan pasien ini terjadi hampir di seluruh rumah sakit yang ada di Indonesia. Entah karena alasan apa kebanyakan pelayanan publik di rumah sakit khususnya milik pemerintah memang seperti itu, prosesnya lama, tidak adanya kepastian waktu, prosedur pelayanan yang berbelit-belit dan bahkan sikap para pegawai yang kurang ramah dan profesional.
Pelayananpublikmenjadisalahsatupenyakitberkelanjutandarisetiapmasa ke masa pemerintahan berikutnya. Sejakdahuluhinggasekarangrasanyatidakadaperubahan yang signifikan. Padahalsetiappemimpinbaru,dibuat strategi baru yang berkaitan dengan upaya peningkatan pelayanan publik, tetapihalitumenjadisia-siajikatidak adanya keseriusan pemerintah dalam membenahi dan memperbaiki sumber daya manusianya terutama sikap dan perilakuparaaparatbirokrasi itu sendiri.
2.8 UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN PEMERINTAH DALAM MEMPERBAIKI KINERJA APARAT BIROKRASI DIBIDANG PELAYANAN PUBLIK
Dari masa ke masa, tahun ke tahun dan silih bergantinya presiden, masalah kinerja birokrasi dalam bidang pelayanan publik sangat mengecewekan. Bahkan, aparat birokrasi memiliki citra yang buruk dimata masyarakat karena pelayanan publik yang diberikan tidak bisa memenuhi harapan dan sesuai dengan keinginan masyarakat.
Birokrasi selalu menjadi salah satu masalah besar yang harus segera diselesaikan. Dengan sangat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat. Oleh karena itu harus segera diambil langkah-langkah yang bersifat mendasar, komprehensif, dan sistematik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien.
Agar tingkat kepuasan dan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik yang dilakukan oleh aparat birokrasi meningkat, maka harus dibuat suatu cara dan strategi untuk menanggulangi masalah tersebut. Berikut beberapa upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam peningkatan kualitas pelayanan publik diantaranya adalah:
1. Revitalisasi, restrukturisasi dan deregulasi di bidang pelayanan publik.
2. Peningkatan profesionalisme pejabat pelayanan publik
3. Korporatisasi unit pelayanan publik.
4. Pengembangan dan pemanfaatan E-Government bagi instansi pelayanan publik.
5. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik.
6. Pemberian penghargaan dan sanksi kepada unit pelayanan masyarakat.
Buruknya kinerja birokrasi pemerintahan dalam memberikan pelayanan pada masyarakat, menggambarkan bahwa betapa kompleksnya persoalan organisasi birokrasi yang dihadapkan pada persoalan masyarakat yang heterogen, kondisi demikian menyebabkan organisasi birokrasi harus melakukan beberapa perubahan sikap dan perilakunya antara lain :
a. Birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan masyarakat; dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan
b. Birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi modern, ramping, efektif dan efesien yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani (termasuk membagi tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat)
c. Birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan sistem dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni : pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efesiensi biaya dan ketepatan waktu.
d. Birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan publik dari pada sebagai agen pembaharu (change of agent ) pembangunan
e. Birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang kinerjanya kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis, inovatif, flrksibel dan responsif.
Dari pandangan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa organisasi birokrrasi yang mampu memberikan pelayanan publik secara efektif dan efesien kepada masyarakat, salah satunya jika strukturnya lebih terdesentralisasi daripada tersentralisasi. Sebab, dengan struktur yang terdesentralisasi diharapkan akan lebih mudah mengantisipasi kebutuhan dan kepentingan yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga dengan cepat birokrasi dapat menyediakan pelayanannya sesuai yang diharapkan masyarakat pelanggannya. Sedangkan dalam kontek persyaratan budaya organisasi birokrasi, perlu dipersiapkan tenaga kerja atau aparat yang benar-benar memiliki kemampuan (capabelity), memiliki loyalitas kepentingan (competency), dan memiliki keterkaitan kepentingan (consistency atau coherncy).
0 Komentar untuk "Birokrasi Pemerintahan di Bidang Pelayanan Publik"