Ekspedisi Snellius meneliti maritim di bab timur Hindia Belanda.
SEJAK masa Kongsi Dagang Hindia Timur (VOC), penelitian maritim sudah dilakukan, kendati terbatas pada eksplorasi rute komersial. Di masa setelahnya penelitian kelautan terus berkembang, terutama mengenai hidrografi (pemetaan laut) dan bilogi kelautan. Salah satunya melalui Ekspedisi Snellius.
Pada 1925, Kapten J.L.H Luymes, hidrografer Angkatan Laut Belanda, mengusulkan kepada Perkumpulan Geografi Kerajaan Belanda (KNAG), sebuah forum swasta, biar melaksanakan ekspedisi penelitian maritim dalam di bab timur Nusantara. Tujuan utamanya untuk penelitian geologi, biologi, dan meteorologi
“Ekspedisi ini juga untuk menegaskan bahwa Hindia Belanda bukan hanya negara tropis yang paling baik pemerintahannya, namun yang terdepan secara ilmiah,” ujar Luymes, dikutip Hendrik M. van Aken, “Dutch Oceanographic Research in Indonesia in Colonial Times,” dalam jurnal Oceanography Volume 18.
Untuk menjalankan misi tersebut, sebuah kapal penelitian rancangan L. Troost dibangun di Belanda dengan pertolongan Kementerian Pertahanan Belanda. Pembangunannya dimulai 23 Februari 1928 dan diluncurkan pada 14 Agustus. Kapal berbobot 1055 ton dan panjang 62 meter ini dilengkapi laboratorium, pengukur kedalaman laut, ruang gelap, dan lain-lain. Kapal ini dinamai Snellius, merujuk ilmuwan Belanda, Willebrord Snellius (1580-1626). Ekspedisinya pun dinamakan Ekspedisi Snellius.
P.M. van Riel, ketua departemen oseanografi dan meteorologi maritim dari Institut Meteorologi Kerajaan Belanda (KNMI), ditunjuk sebagai ketua ekspedisi. Dia ditemani beberapa peneliti menyerupai H. Boschma, Ph. H. Kuenen, A. Boelman, H. C. Hamaker, dan H.J. Hardon.
Kapal Snellius, dinakhodai Mayor Laut F. Pinke dengan awak dari Angkatan Laut, meninggalkan pelabuhan Den Helder pada Maret 1929 dan datang di Surabaya pada selesai Mei. Di Surabaya, 67 pelaut Indonesia menggantikan kru-kru Eropa untuk membantu pengumpulan sampel geologi dan biologi.
Pada 27 Juli 1929, Snellius berlayar menuju pos-pos observasi di bab timur Nusantara. Hampir di semua pos, tim ekspedisi melaksanakan pengukuran kedalaman maritim dengan memakai teknik echo sounding; mesin yang mengeluarkan gelombang bunyi kemudian menangkap kembali gelombang bunyi tersebut sehabis dipantulkan dasar laut.
Selama ekspedisi mereka melaksanakan sekira 33.000 kali sounding, jauh lebih besar dibandingkan Ekspedisi Sibolga 30 tahun sebelumnya yang hanya 238 kali sounding.
Dari hasil pengukuran di tempat Laut Banda, mereka tetapkan Palung Banda sebagai bab maritim yang terdalam di Hindia lebih dari 7.400 meter.
Laporan penelitian Scientific Results of the Snellius Expedition in The Eastern Part of the Netherlands East-Indies 1929-1930 Volume I juga mendata Laut Celebes (lebih dari 6.200 meter), Laut Sulu (5.500 meter), dan Laut Flores (lebih dari 5.100 meter).
Meski fokus mendapat data-data hidrologi dan geologi, tim ekspedisi juga melaksanakan pengambilan sampel biologis dari tiap pos observasi, menyerupai sampel karang dan plankton. Ekspedisi Snellius, tulis Willem Vervoort dalam The Copepoda of The Snellius Expedition I, membawa pulang sekitar 800 sampel plankton dari 350 lokasi.
Ekspedisi Snellius berakhir 15 November 1930. Selama 17 bulan perjalanan, tim ekspedisi mengunjungi 375 pos observasi. Hasil ekspedisi dipublikasikan dalam laporan 23 jilid.
Pada 1984-1985, Ekspedisi Snellius II dilaksanakan, hasil kerja sama pemerintah Indonesia dengan Belanda. Tujuannya meneliti keanekaragam hayati maritim di Indonesia timur.
0 Komentar untuk "Meneliti Bahari Di Bab Timur Hindia Belanda."