SEBUAH naskah berisi anutan Islam awal yang diajarkan kepada penduduk Nusantara tersimpan selama lebih kurang tiga era di perpustakaan umum Marquis Cristino, Ferrara, Italia.
Naskah kuna tersebut ditulis dalam huruf Jawa Kuna di atas lontar yang berjumlah 23 lembar, masing-masing berukuran 40 x 3.5 cm. Sebelum menjadi milik perpustakaan Marquis Cristino, naskah itu merupakan koleksi seseorang yang tak tertulis datanya.
“Ketika buku ini ditulis, orang Islam di Jawa masih minoritas. Ini sanggup dirujuk pada keterangan musafir Portugis, Tome Pires, yang mengunjungi Sedayu, daerah ditemukannya buku itu pada tahun 1515,” kata Abdul Hadi WM, guru besar Falsafah dan Agama Universitas Paramadina, dalam seminar “Islam Indonesia dan Kebudayaan” yang dihelat di Universitas Paramadina, Jakarta, (19/6).
Karena itu, anutan fikih, tasawuf, dan ilmu kalam dalam buku itu tidak mendalam, serta adat yang diajarkan bersifat praktis. Naskah itu dibawa para pelaut Belanda dari pelabuhan Sedayu akrab Tuban menuju Eropa pada 1585.
Beberapa sumber menyebut berbeda. Dalam Misteri Syekh Siti Jenar: Peran Wali Songo dalam Mengislamkan Tanah Jawa, Hasanu Simon menduga naskah itu dibawa para pelayar Italia atau rombongan misi Kristen Roma. Beberapa tahun sebelum masa Kongsi Dagang Hindia Timur (VOC), antara 1598-1599, misionaris Kristen Roma pernah berkunjung secara teratur ke Pasuruan.
Pada 1962, fotokopi naskah itu dikirim ke Leiden, Belanda. Harapannya ada jago bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno yang bisa mengidentifikasi dokumen berharga itu. Akhirnya pada 1978, naskah itu diterbitkan Koninklijk Instituut voor Taal Land en Volkenkunde, Martinus Nijhoff, Den Haag, dengan judul An Early Javanese Code of Muslim Ethics, oleh GJH Drewes. Buku tersebut diterjemahkan Wahyudi ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan Alfikr Surabaya pada 2002 dengan judul Perdebatan Wali Songo: Seputar Makrifatullah.
“Kropak Ferrara ditujukan kepada orang-orang yang gres masuk Islam dan mereka yang masih di luar Islam,” tulis Hasanu Simon.
Menurut Abdul Hadi, Drewes menisbahkan isi buku itu sebagai anutan Maulana Malik Ibrahim (w. 1414). Sebab, pengarang buku menyebut dirinya khalifah, sebutan lazim di Jawa untuk ulama, pemimpin spiritual dan sekaligus imam masjid agung. Maulana Malik Ibrahim ialah imam masjid agung, sekaligus ulama dan pemimpin kerohanian. Judul risalah yang dimuat dalam naskah ini sama dengan judul risalah Imam al-Ghazali, Bidayat al-Hidayah (Menjelang Hidayah). Tetapi versi Maulana Malik Ibrahim ialah ringkasan dan tak semua yang diajarkan Imam al-Ghazali dikemukakan.
Hal menarik lain, lanjut Abdul Hadi, dalam risalah pendek ini dijumpai 122 kata serapan dari bahasa Arab dan Persia. Terdapat pula beberapa perkataan yang diserap dari bahasa Melayu. Ini menerangkan bahwa pada awal era ke-15 islamisasi bahasa dan kebudayaan Jawa sudah berlangsung serta menyentuh duduk perkara pandangan hidup, citra dunia, sistem nilai, etika, etos kerja, dan sebagainya. Di ketika bersamaan banyak istilah keagamaan dan spiritualitas Islam dialibahasakan ke bahasa Jawa.
Maulana Malik Ibrahim membuka risalahnya dengan kalimat: “Pada simpulan zaman, ketika hari simpulan zaman akan tiba, ulama sejati dan orang taat pada anutan agama akan lenyap dan diganti orang yang suka berbuat bidaah yang menyebabnya rancunya anutan Islam bercampur dengan anutan keliru dan sesat.”
“Inikah yang sedang terjadi di Indonesia?” kata Abdul Hadi.
referensi: historia
Naskah kuna tersebut ditulis dalam huruf Jawa Kuna di atas lontar yang berjumlah 23 lembar, masing-masing berukuran 40 x 3.5 cm. Sebelum menjadi milik perpustakaan Marquis Cristino, naskah itu merupakan koleksi seseorang yang tak tertulis datanya.
“Ketika buku ini ditulis, orang Islam di Jawa masih minoritas. Ini sanggup dirujuk pada keterangan musafir Portugis, Tome Pires, yang mengunjungi Sedayu, daerah ditemukannya buku itu pada tahun 1515,” kata Abdul Hadi WM, guru besar Falsafah dan Agama Universitas Paramadina, dalam seminar “Islam Indonesia dan Kebudayaan” yang dihelat di Universitas Paramadina, Jakarta, (19/6).
Karena itu, anutan fikih, tasawuf, dan ilmu kalam dalam buku itu tidak mendalam, serta adat yang diajarkan bersifat praktis. Naskah itu dibawa para pelaut Belanda dari pelabuhan Sedayu akrab Tuban menuju Eropa pada 1585.
Beberapa sumber menyebut berbeda. Dalam Misteri Syekh Siti Jenar: Peran Wali Songo dalam Mengislamkan Tanah Jawa, Hasanu Simon menduga naskah itu dibawa para pelayar Italia atau rombongan misi Kristen Roma. Beberapa tahun sebelum masa Kongsi Dagang Hindia Timur (VOC), antara 1598-1599, misionaris Kristen Roma pernah berkunjung secara teratur ke Pasuruan.
Pada 1962, fotokopi naskah itu dikirim ke Leiden, Belanda. Harapannya ada jago bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno yang bisa mengidentifikasi dokumen berharga itu. Akhirnya pada 1978, naskah itu diterbitkan Koninklijk Instituut voor Taal Land en Volkenkunde, Martinus Nijhoff, Den Haag, dengan judul An Early Javanese Code of Muslim Ethics, oleh GJH Drewes. Buku tersebut diterjemahkan Wahyudi ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan Alfikr Surabaya pada 2002 dengan judul Perdebatan Wali Songo: Seputar Makrifatullah.
“Kropak Ferrara ditujukan kepada orang-orang yang gres masuk Islam dan mereka yang masih di luar Islam,” tulis Hasanu Simon.
Menurut Abdul Hadi, Drewes menisbahkan isi buku itu sebagai anutan Maulana Malik Ibrahim (w. 1414). Sebab, pengarang buku menyebut dirinya khalifah, sebutan lazim di Jawa untuk ulama, pemimpin spiritual dan sekaligus imam masjid agung. Maulana Malik Ibrahim ialah imam masjid agung, sekaligus ulama dan pemimpin kerohanian. Judul risalah yang dimuat dalam naskah ini sama dengan judul risalah Imam al-Ghazali, Bidayat al-Hidayah (Menjelang Hidayah). Tetapi versi Maulana Malik Ibrahim ialah ringkasan dan tak semua yang diajarkan Imam al-Ghazali dikemukakan.
Hal menarik lain, lanjut Abdul Hadi, dalam risalah pendek ini dijumpai 122 kata serapan dari bahasa Arab dan Persia. Terdapat pula beberapa perkataan yang diserap dari bahasa Melayu. Ini menerangkan bahwa pada awal era ke-15 islamisasi bahasa dan kebudayaan Jawa sudah berlangsung serta menyentuh duduk perkara pandangan hidup, citra dunia, sistem nilai, etika, etos kerja, dan sebagainya. Di ketika bersamaan banyak istilah keagamaan dan spiritualitas Islam dialibahasakan ke bahasa Jawa.
Maulana Malik Ibrahim membuka risalahnya dengan kalimat: “Pada simpulan zaman, ketika hari simpulan zaman akan tiba, ulama sejati dan orang taat pada anutan agama akan lenyap dan diganti orang yang suka berbuat bidaah yang menyebabnya rancunya anutan Islam bercampur dengan anutan keliru dan sesat.”
“Inikah yang sedang terjadi di Indonesia?” kata Abdul Hadi.
referensi: historia
0 Komentar untuk "Naskah Pedoman Islam Awal Di Jawa"