Malam ini saya mau bercerita wacana pengalaman horor waktu mencari jangkrik di malam tengah sawah.
Peristiwa ini terjadi di desa Asemdoyong, Pemalang pada 12 September 2005 silam.
Berikut ini kisahnya.
Malam itu cuaca terlihat cerah. Sinar rembulan terang benderang menyinari setiap sudut gelap desa.
Selepas adzan magrib berkumandang, saya segera mengambil wudlu kemudian melakukan sholat di masjid.
Sepulang dari masjid, saya gres ingat bahwa malam ini ada kesepakatan dengan kawan-kawan untuk mencari jangkrik.
Jangkrik yang kami cari bukanlah serangga biasa yang sering dimanfaatkan sebagai pakan burung. Melainkan seekor jangkrik istimewa yang suaranya nyaring.
Orang-orang di desaku menyebutnya sebagai jangkrik lipo. Ciri-cirinya berwarna hitam pekat dan ada kalung kuning di penggalan lehernya.
Untuk mendapat jangkrik ini tidaklah mudah. Kita harus mencarinya pada waktu malam hari di lahan bekas sawah yang telah kering dan jauh dari perkampungan warga.
Kebiasaan dari belum dewasa muda di desaku yaitu sering nyari jangkrik bareng-bareng di malam hari. Biasanya dari pukul 19.00 hingga tengah malam.
Gak takut?
Ya takut lah. Cuman, alasannya yaitu kita rame-rame jadinya ya biasa saja.
#Ngumpul
Pukul 19.00 saya segera menuju ke rumah Taji dengan membawa peralatan lengkap untuk mencari jangkrik. Mulai dari senter, sarung, kandang, dan makanan.
Setibanya di rumah Taji, ternyata teman-temanku sudah pada ngumpul duluan.
Kalau tidak salah, ada sekitar 14 anak, antara lain Said, Rohman, Syukron, Hilmi, dan Taji, dll.
Setelah semua mitra lengkap, kami segera bergegas menuju lokasi dengan berjalan kaki selama 1 jam perjalanan.
Jalan yang kami lewati bukanlah jalan beraspal, melainkan hanya berupa jalan tanah yang penuh rerumputan.
Pada waktu siang, suasananya ramai alasannya yaitu banyak petani yang kemudian lalang pergi ke sawah.
Sedangkan di waktu malam, jalanan ini sangat sepi dan bikin merinding.
Tak ada satu pun lampu penerangan sepanjang jalan. Kondisi jalan benar-benar gelap gulita.
Ditambah lagi dengan banyaknya perkebunan mangga di kanan-kiri jalan tentunya menambah kesan angker.
Kalau kau lewat sini sendirian mungkin bakalan kencing di celana 😂😂
#Tiba di Lokasi
Setelah satu jam menyusuri jalanan super horor, balasannya kita tiba di lokasi.
Lokasi pencarian jangkrik yaitu bekas lahan sawah milik pak Sober yang telah kering dan banyak ditumbuhi rumput liar.
Kondisi tanah banyak terdapat retakan-retakan besar alasannya yaitu trend kemarau yang berkepanjangan.
Lahan ini berjarak sekitar 1,5 km dari permukiman warga.
Karena jauh dari permukiman, otomatis disini kondisinya gelap namun masih sedikit terang alasannya yaitu mendapat sinar rembulan.
Benar saja kata teman-teman. Sewaktu pertama kali tiba di sini, aneka macam bunyi jangkrik saling bersautan.
Suaranya benar-benar banyak, kayaknya lebih dari seratus.
Insting berburu kita pun tiba-tiba muncul. Secara otomatis semua anak sibuk mencari sumber bunyi jangkrik kemudian menggalinya dengan linggis.
Waktu itu untuk harga seekor jangkrik mencapai 5-10rb. Kaprikornus ketika mendengar bunyi jangkrik yang begitu banyak, maka kita seakan-akan menemukan tambang emas.
Betapa gembiranya...
Aku sibuk mencari-cari sumber bunyi jangkrik dalam kegelapan. Setelah saya dekati pelan-pelan, balasannya ketemu sumber suaranya. Langsung saja saya gali dengan peralatan seadanya dan dapat.
Yes!!!
Satu, dua, tiga...empat...
Terus menggali dan mencari. Anak-anak lain juga sama girangnya menyerupai saya. Mereka semua sibuk mencari.
#Pulang
Tak terasa, ternyata waktu pada jam tangan telah menunjukkan pukul 11 malam. Kami semua setuju untuk pulang.
Aku : "Ji, kau sanggup berapa ekor?"
Taji : "Kayaknya 25 an jangkrik. Kamu?"
Aku : "Dapat 16 nih"
Taji :"Teman-teman, ayok kita pulang!"
Teman : "Ayoo..."
Dengan perasaan senang, saya segera pulang. Namun sepanjang jalan saya merasa rada aneh.
"Kok rada sepi ya?🤔" Pikirku.
Saya merasa ada yang kurang dari rombongan.
Sewaktu berangkat, rasanya rombongan begitu rame dan ketawa-ketawa melulu. Tapi kok pulangnya rada sepi.
Mungkin alasannya yaitu sibuk dengan urusan masing-masing dan kondisi yang gelap, makanya gak ada yang nyadar jikalau ada anak yang tertinggal.
Kita terus berjalan...
Setelah berjalan cukup lama, balasannya kita tiba di perkampungan. Kita gak pribadi pulang, tetapi ngumpul dulu di rumah taji sambil mengecek hasil buruan malam ini.
Aku : "Ji, wedangnya mana nih?"
Taji : "Bentar ya, tak buatin"
Syukron : "Sekalian gorengannya ji"
Taji :"Okey"
Kita ngobrol dan begadang sampe subuh di rumah Taji.
#Gempar
Jam 3 pagi. Ketika kami lagi nyanyi2 di dalam rumah, tiba-tiba dari arah luar salah satu sahabat kami berteriak.
Sukron : "Woooyyy keluar..."
Kami : "Ada apa?"
Sukron : "Itu kayaknya ada orang lari-lari"
Kami : "Dimana?"
Sukron : "Itu tuh disono (nunjuk ke ujung jalan)
Aku : "Iya, itu kayak ada orang lari"
Setelah dekat, kami gres tahu bahwa yang lari-lari tersebut yaitu Said, Ipul, dan Mirza.
Mereka tiba dalam keadaan penuh keringat, ngos-ngosan, dan kaki terluka.
Aku : "Eh, kalian darimana aja?"
Mereka : ... (gak jawab, masih ngos2an)
Aku : "Tenang dulu, ambil nafas"
Setelah tenang, barulah mereka mulai bercerita wacana bencana menyeramkan yang dialami.
Dimulai dari Said..
Sewaktu kami nyari jangkrik bareng-bareng tadi malam, ternyata tanpa sadar Ia terpisah dari rombongan.
Menurut ceritanya, waktu itu memang awalnya Said nyari jangkrik bareng kita di lahan milih pak Sober.
Namun alasannya yaitu dirasa jumlahnya terlalu sedikit, Ia mengajak Mirza dan Ipul ke lokasi lain yang lebih jauh sekitar 400 meter dari lokasi rombongan.
Insting Said benar. Ternyata di daerah itu jangkriknya sangat banyak.
Anehnya, jangkrik-jangkrik tersebut berkumpul di atas permukaan tanah sehingga Said tak perlu repot-repot untuk menggali.
"Horee kita sanggup banyak broo!!" Teriak Said.
Said, Mirza dan Ipul mulai menangkap jangkrik tersebut satu persatu. Saking banyaknya, bahkan menciptakan wadah yang ia siapkan hingga tidak muat.
Mereka bertiga larut dalam kegembiraan hingga waktu menunjukkan pukul 01.30 WIB.
Ditengah asiknya mencari jangkrik, tiba-tiba angin bertiup kencang. Dan sinar rembulan sudah tak tampak lagi alasannya yaitu tertutup awan mendung.
Mirza : "Id, pulang yuk, udah banyak nih"
Said : "Bentar lagi"
Barusaja ngomong begitu, tiba-tiba di depan mereka muncul sosok bayangan hitam menyerupai kakek tua.
Jarak antara sosok tersebut dan mereka sekitar 5 meter. Dalam kondisi yang remang-remang, tak begitu terang apakah insan atau bukan.
Karena rasa penasaran, mereka bertiga secara perlahan mendekati sosok tersebut.
"Pak, lagi ngapain?" Sapa Ipul.
Ipul menerka bahwa sosok ini yaitu bapak-bapak petani yang lagi nyari tikus di sawah.
"Pak, nyari tikus ya?" Kata Ipul.
Sudah bertanya dua kali, tetapi sosok tersebut hanya membisu seribu bahasa.
Said mencoba mengarahkan senternya ke sosok ini namun tiba-tiba saja lampu senternya mati.
"Waduh senterku mati nih" Kata Said.
"Coba punyaku" Kata Mirza.
Saat sinar senter diarahkan ke sosok ini lagi-lagi mati.
Ipul : "Za, ada yang gak beres nih"
Said : "Kok saya merinding yah"
Mirza : " Eh, jangan-jangan..."
Baru ngomong begitu tiba-tiba kaki dari sosok tersebut bertambah panjang.
Dari satu meter, dua meter, tiga meter dan terus bertambah tinggi hingga kira-kira setinggi tower sinyal hp.
Melihat bencana tersebut mereka bertiga ketakutan. Seluruh badan terasa kaku bahkan lisan tak sanggup berteriak.
Mereka sangat ingin berlari secepatnya namun badan terasa berat menyerupai terikat. Dan sesudah beberapa ketika barulah mereka sanggup bergerak.
"Sssettt....settt...setaaaaannnn!!!!"
Langsung saja impulsif mereka pribadi berlari sekuat tenaga.
Padahal jikalau kalian tahu, kondisi lahan yang kami injak tidaklah rata. Melainkan aneka macam lubangnya akhir kekeringan.
Mereka bertiga terus berlari sekencang mungkin sampe jatuh berkali-kali alasannya yaitu masuk ke lubang tanah.
Rasa sakit alasannya yaitu lecet tak digubris. Yang ada dipikiran mereka yaitu lari secepatnya sampe ke kampung.
Mereka terus berlari selama beberapa menit, kemudian berhenti alasannya yaitu kelelahan.
Sebelum memasuki kampung, mereka harus melalui perkebunan yang super menakutkan seluas 5 hektar.
Said tetapkan untuk tidak berlari lagi alasannya yaitu menganggap sudah kondusif dari hantu kaki panjang.
Mereka berjalan menyusuri kegelapan kebun tanpa senter dan bekal apapun.
Semakin masuk kedalam area kebun, suhu udara semakin cuek dan lembab seta sangat gelap.
Tak ada pilihan lain, alasannya yaitu inilah satu-satunya jalan pulang ke rumah
Suara burung hantu yang bertengger di ranting pohon menciptakan nyali mereka semakin ciut. Said, Mirza dan Ipul berjalan pelan dan sesekali tersandung ranting pohon.
Beberapa menit berjalan di perkebunan, Ipul mendengar bunyi perempuan menangis.
Ipul : "Za, kau denger gak?"
Mirza : "Iya bro, itu mba kunti"
Said : "Aku gak denger apa-apa".
0 Komentar untuk "Pengalamanku: Nyari Jangkrik Malah Ketemu Hantu Raksasa"