Perjuangan Kalijaga Dalam Kesenian Dan Agama

Seperti diketahui, Walisongo di dalam mengembangkan aliran agama Islam di tanah Jawa ini tidak begitu saja melangkah, melainkan mereka menggunakan cara-cara dan jalan (taktik dan strategi) yang diperhitungkan benar-benar, menggunakan pertimbangan-pertimbangan yang masak, tidak ngawur sehingga agama Islam disampaikan kepada rakyat sanggup diterima dengan gampang dan penuh kesadaran, bukan alasannya ialah terpaksa.
Sunan Kalijaga di dalam mengembangkan aliran Islam benar-benar memahami dan mengetahui keadaan rakyat yang masih tebal dipengaruhi kepercayaan agama Hindu Budha dan gemar menampilkan budaya-budaya Jawa yang berbau kepercayaannya itu, maka bertindaklah dia sesuai dengan keadaan yang demikian itu, sehingga taktik dan taktik usaha dia diubahsuaikan pula dengan keadaan, ruang dan waktu.
Berhubung pada waktu itu sedikit para pemeluk agama Syiwa Budha yang fanatik terhadap aliran agamanya, maka akan berbahaya sekali apabila dalam mengembangkan agama Islam selanjutnya tidak dilakukan dengan cara yang bijaksana dan melalui jalan pendekatan yang gampang ditempuh. Para wali termasuk Sunan Kalijaga mengetahui bahwa rakyat dari kerajaan Majapahit masih lekat sekali dengan kesenian dan kebudayaan mereka, contohnya gemar terhadap gamelan dan keramaian-keramaian yang bersifat keagamaan Syiwa Budha.

Sunan Kalijaga ternyata bisa membuat kesenian dengan banyak sekali bentuknya. Maksud utama kesenian itu diciptakan ialah sebagai alat dalam bertabligh mengelilingi banyak sekali daerah, ternyata malah memiliki nilai yang berharga bagi bangsa Indonesia.
Sungguh besar jasa Sunan Kalijaga terhadap kesenian, tidak hanya dalam lapangan seni bunyi saja, akan tetapi juga mencakup seni drama (wayang kulit), seni gamelan, seni lukis, seni pakaian, seni ukir, seni pahat dan juga dalam lapangan kesusastraan, banyak corak batik oleh Sunan Kalijaga (periode Demak) diberi motif “burung” di dalam beraneka macam, sebagai gambar ilustrasi, perwujudan burung itu memanglah sangat indahnya, akan tetapi lebih indah lagi dia sebagai riwayat pendidikan dan pengajaran kebijaksanaan pekerti, di dalam bahasa kawi, burung itu disebut “kukila” dan kata bahasa kawi ini kalau dalam bahasa arab ialah dari rangkaian kata “quu” dan “qilla” atau “quuqilla” yang artinya “peliharalah ucapan (mulut) mu”.
Di lain pihak Sunan Kalijaga juga membuat karangan cerita-cerita pewayangan yang kemudian dikumpulkan dalam kitab-kitab dongeng wayang yang hingga kini masih ada. Cerita-cerita itu masih berbentuk dongeng berdasarkan kepercayaan Jawa dengan corak kehidupannya yang ada, tetapi sudah dimasuki unsur-unsur aliran Islam sebanyak mungkin.
Cara itu dilakukan oleh Sunan Kalijaga alasannya ialah adanya pertimbangan, bahwa rakyat pada ketika itu masih tebal kepercayaan Hindu dan Budhanya.

Selain jasa-jasa dia di atas tadi, masih ada jasanya yang lain menyerupai pendirian Masjid Agung Demak, Sunan Kalijaga tidak ketinggalan ikut serta membangun masjid bersejarah itu. Malah ada hasil karya dia yang sangat populer hingga sekarang, yaitu “Soko Total” artinya tiang pokok dalam masjid Agung Demak yang terbuat dari potongan-potongan kayu jati, kemudian disatukan dalam bentuk tiang buat berdiameter kurang lebih 70 cm. ini yang membuat ialah Sunan Kalijaga.
D. Peninggalan-peninggalan Sunan Kalijaga
1. Masjid Sunan Kalijaga
Di Cirebon tepatnya di desa Kalijaga telah terdapat sebuah masjid kuno, letaknya bersebelahan dengan petilasan pertapaan Sunan Kalijaga. Masjid ini oleh masyarakat Cirebon khususnya dikenal dengan nama Masjid Sunan Kalijaga.
Masjid ini tampak kelihatan menyeramkan dari luar, mungkin alasannya ialah letaknya yang berada di tengah-tengah hutan yang penuh dengan ratusan hewan “kera”. Di sekeliling masjid tersebut hanya ada penduduk yang jumlahnya sedikit, jurang lebih terdiri dari sembilan rumah. Masjid ini tampak kurang berfungsi, baik untuk berjamaah shalat lima waktu maupun sebagai tempat atau sentra acara penyiaran agama Islam.
2. Masjid Kadilangu
Sewaktu Sunan Kalijaga masih hidup, masjid Kadilangu itu masih berupa surau kecil. Setelah Sunan Kalijaga wafat dan digantikan oleh putranya yang berjulukan Sunan Hadi (putra ketiga) surau tersebut disempurnakan bangunannya sehingga berupa masjid menyerupai yang kita lihat kini ini.
Disebutkan di sebuah prasasti yang terdapat di pintu masjid sebelah dalam yang berbunyi “menika tiki mongso ngadekipun asjid ngadilangu hing dino minggu wage tanggal 16 sasi dzulhijjah tahun tarikh jawi 1456”, (ini waktunya berdiri masjid Kadilangu pada hari minggu wage tanggal 16 bulan dzulhijjah tahun tarikh Jawa 1456). Tulisan aslinya bertulisan karakter Arab. Menurut tutur rakyat Kadilangu masjid itu beberapa kali mengalami perbaikan di sana sini, sehingga banyak bab bangunannya yang sudah tidak asli, terutama bab luarnya.
3. Keris Kyai Clubuk
4. Keris Kyai Syir’an
5. Kotang Ontokusumo
Menurut beberapa dongeng rakyat menyatakan bahwa dahulu waktu para Walisongo sudah akibat menunaikan shalat subuh di masjid Agung Demak, tiba-tiba terlihatlah ada sebuah bungkusan yang terletak di depan mikhrab. Maka oleh Sunan Bonang diminta semoga Sunan Kalijaga mengambil dan memeriksanya. Ternyata bungkusan tersebut berisi “baju” (kutang), dan secarik kertas yang mengambarkan baju itu ialah anugerah dari Nabi Muhammad Saw, dan mengambarkan semoga kulit kambing yang terdapat juga dalam bungkusan itu dibentuk baju juga. Menurut dongeng kedua baju itu hingga kini masih terawat baik, yang pertama “baju ontokusumo” yang disimpan di musium kraton Solo dan “baju kyai Gondil” ada dalam makam Sunan Kalijaga di Kadilangu.

Bersambung ....

Referensi :
Drs. Purwadi, dkk., Babad Tanah Jawi, Yogyakarta: Gelombang Pasang Surut, 2005.
Drs. H. Imron Abu Amar, Sunan Kalijaga Kadilangu Demak, Kudus: Menara Kudus, 1992.

Related : Perjuangan Kalijaga Dalam Kesenian Dan Agama

0 Komentar untuk "Perjuangan Kalijaga Dalam Kesenian Dan Agama"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)