Ritual Ngopi, Pesona Harum Kopi Sukses Menaklukkan Banyak Sekali Serpihan Dunia

KOPI luwak pernah bikin heboh. Sebabnya, rencana pengharaman kopi luwak oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Setelah melalui perdebatan hangat, MUI hasilnya mengeluarkan ajaran bahwa kopi luwak mengandung najis namun halal jikalau dicuci terlebih dulu sebelum dikonsumsi. Menilik sejarahnya, aturan halal-haram kopi juga sudah diperdebatkan oleh kaum agamawan.
Pelarangan kopi dipercaya hampir setua umur kopi mulai dikonsumsi manusia. Hal ini bisa diketahui dari sebuah kisah rakyat di kawasan Abyssinia, kini Etiopia. Dikisahkan, seorang penggembala berjulukan Kaldi melihat kambing-kambingnya kegirangan sehabis memakan buah ibarat beri merah yang belum pernah ia lihat. Dia pun mencicipinya dan merasakan imbas rasa segar. Ketika ia memberi tahu orang-orang, popularitas buah ini segera meroket di kawasan tersebut.
Tapi tak semua orang berpikir mirip Kaldi. Para agamawan setempat, yang meragukan imbas energi dari buah itu, segera menganggap tanda-tanda tersebut sebagai “pekerjaan setan”. Barulah sehabis tahu buah itu bisa membantu mereka begadang untuk melaksanakan ibadah, buah yang di kemudian hari dikenal sebagai kopi ini legal dikonsumsi.
Sejak itu, hanya butuh sedikit waktu bagi kopi untuk tersebar ke kawasan lain. Saat Etiopia menginvasi Yaman pada masa ke-6, mereka membudidayakan kopi di sana. Aktivitas perdagangan dengan bangsa Arab ikut membantu mempopulerkan kopi. NationalGeographic.com dalam artikel “Escape from Arabia” menyebut bangsa Arab jualah yang menemukan cara gres mengonsumsi buah ini. Jika sebelumnya dimakan dengan cara dibungkus lemak binatang, kopi mulai diseduh sebagai minuman, sebagaimana kita kenal sekarang.
Menurut Reay Tannahill dalam Food in History, bangsa Arab menyambut baik kopi alasannya yaitu dianggap sanggup menggantikan minuman keras yang dihentikan dalam Islam. Hal ini terlihat dari kepercayaan sebagian orang bahwa penamaan kopi atau coffee dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Arab, qahwa, yang berarti minuman anggur, alias wine. Sebagian lainnya meyakini akar kata coffee adalah: kaffa, sebuah wilayah di Etiopia; istilah Arab quwwa yang berarti kekuatan; atau kafta, nama minuman yang dibentuk dari tanaman khat. Di Indonesia, kata “kopi” berasal dari bahasa Belanda koffie.
Menurut Mark Pendergrast dalam Uncommon Grounds, semenjak awal mengenal kopi, para sufi asal Arab menggunakannya sebagai minuman yang membantu menyegarkan stamina dan menguatkan konsentrasi dikala berdoa di tengah malam. Sebuah riwayat menyebut Nabi Muhammad pernah mengakui imbas kesejukan kopi dan menyebutnya bisa “mengalahkan tenaga empat puluh lelaki dan memengaruhi empat puluh perempuan”.
Tak berlebihan untuk menyampaikan bahwa kopi menyebar bersama Islam. Pokoknya, kemana Islam pergi, ke sana pula kopi ikut. Ketika agama ini merentangkan pengaruhnya ke Turki, negara-negara Balkan, Spanyol, dan Afrika Utara, kopi sanggup ditemukan di sana. Beberapa sumber bahkan menyebutnya sebagai "minuman Islam”.
Namun sampai masa ke-15 tak ada bibit kopi yang menyebar. Bangsa Arab yang sadar arti penting kopi sebagai komoditas, memonopoli peredaran kopi dengan mencegah peredaran bibit kopi ke luar kawasan Arab. Kebun-kebun kopi dijaga ketat. Rencana ini acak-acakan hanya gara-gara Baba Budan, seorang jamaah haji asal Mysore, India, menyelundupkan tujuh bibit kopi dengan menempelkan di perutnya, kemudian memulai perkebunan kopi di kampungnya.
Karena popularitasnya kian membumbung, kopi yang awalnya identik dengan ritual keagamaan merambah ke sisi sekuler kehidupan manusia. Dalam dunia medis, pada masa ke-9, Al Razi menjadi orang pertama yang menyebut kopi dalam tulisannya dengan memasukkan kata bunn dan sebuah minuman berjulukan buncham, dalam ensiklopedi perihal zat-zat yang dipercaya menyembuhkan penyakit. Sayangnya, karya ini telah musnah. Sementara pada masa ke-11, Ibnu Sina menyampaikan bunchum sanggup “membentengi tubuh, membersihkan kulit, dan mengeringkan kelembaban di bawahnya, serta memperlihatkan anyir yang enak untuk tubuh”.
“Sekularisasi” kopi juga terlihat dengan terang di Turki. Pada 1453, di sana bangun toko kopi pertama di dunia, Kiva Han. Pentingnya kopi dalam kehidupan masyarakat Turki menciptakan negeri ini membolehkan tuntutan untuk menceraikan suami yang tak bisa memenuhi kebutuhan kopi untuk istrinya. Hal ini memperlihatkan bahwa kopi telah menjadi komoditas sehari-hari.
Ketika kedai-kedai qahveh mulai populer, para politikus, filosof, seniman, pendongeng, pelajar, wisatawan, sampai pedagang ngopi sambil menonton pertunjukan musik. Mereka juga kerap mendiskusikan soal-soal politik, sosial, dan keagamaan sambil minum kopi. Penentangan terhadap kopi oleh kaum agamawan pun kembali muncul. Banyak penguasa juga menganggap rakyatnya menghabiskan terlalu banyak waktu dengan bersenang-senang di kedai kopi. Apalagi kedai kopi juga menjadi ajang pesta-pora, main judi, catur, dan permainan lainnya. “Para pelanggan dimanjakan dengan banyak sekali acara yang membuang-buang waktu,” kata sejarawan Ralph Hattox dalam “Coffee and Coffeehouses” sebagaimana dikutip DecentCoffee.com.
Sekelompok Muslim pun mengekspresikan kemarahannya, alasannya yaitu kopi yang dianggap sebagai sobat ibadah mereka diperlakukan mirip itu. Mereka menutup paksa kedai-kedai kopi. Bahkan di Konstantinopel terjadi kekerasan; seorang yang dianggap melanggar kesucian kopi diikat pada sebuah kantong kulit dan dijebloskan ke sungai. Untuk mengatasinya, pemerintah setempat mengambil jalan tengah. Kedai kopi boleh dibuka jikalau mereka bersedia membayar pajak.
Mark Pendergrast mencatat, di tempat lain, insiden yang mirip terjadi. Pada 1511, Gubernur Mekkah Khair-Beg, yang menganggap imbas kopi tak ubahnya mirip anggur, melarang kedai-kedai kopi di kotanya. Hal tersebut berhenti hanya alasannya yaitu Sultan Kairo, yang menggandrungi kopi, membatalkan keputusan itu. Namun selama masa ke-16, banyak pemimpin dan pemuka agama Arab yang tetap mengecam kopi. Meski begitu, para peminum kopi tetap meneguk kopi secara diam-diam, sampai tak ada larangan lagi.
Berbeda dengan masyarakat Arab, sampai masa ke-16, orang-orang Eropa belum mengakrabi harum kopi. Sebagaimana dikutip Belief.Net, Claudia Rosen dalam bukunya Coffee, menceritakan bahwa gres pada 1615, dikala para pedagang Venesia membawanya ke Eropa, kopi segera menggebrak seisi benua tersebut. Di Italia, beberapa pemuka gereja mulai khawatir. Mereka menyebut kopi sebagai “temuan pahit setan” sehingga meminta Paus Clement VIII melarangnya.
Clement VIII memutuskan untuk mencicipinya sebelum menjatuhkan putusan. “Kenapa minuman setan ini demikian lezat,” katanya sehabis menyeruput, “sayang jikalau membiarkan para Muslim memilikinya secara eksklusif. Kita harus menipu setan dengan “membaptis” kopi.”
Sejak itu, penyebaran kopi di Eropa tak terbendung lagi sampai hari ini.

Referensi: Historia



Related : Ritual Ngopi, Pesona Harum Kopi Sukses Menaklukkan Banyak Sekali Serpihan Dunia

0 Komentar untuk "Ritual Ngopi, Pesona Harum Kopi Sukses Menaklukkan Banyak Sekali Serpihan Dunia"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)