Akar Sejarah Singkong

Singkong penyelamat kala paceklik atau gagal panen. Namun peningkatan konsumsi singkong dipandang tanda kemiskinan.
MENTERI Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi mengeluarkan Surat Edaran No 10 Tahun 2020 biar semua instansi pemerintahan menyediakan masakan lokal, menyerupai singkong. Menurut Yuddy, selain untuk menghargai petani dan merangsang orang bercocok-tanam, makan singkong juga tak berpotensi besar mengakibatkan penyakit. Kebijakan ini mulai berlaku 1 Desember 2020.
Singkong (Manihot Utilisima), disebut juga ubi kayu atau ketela, berasal dari Amerika Selatan, yang tumbuh liar di hutan-hutan. Bangsa Portugis kemudian mengembangkan tumbuhan ini ke seluruh dunia. Menurut Haryono Rinardi dalam Politik Singkong Zaman Kolonial, singkong masuk ke Indonesia dibawa oleh Portugis ke Maluku sekira kurun ke-16. Tanaman ini sanggup dipanen sesuai kebutuhan. “Sifat itulah yang mengakibatkan tumbuhan ubi kayu seringkali disebut sebagai gudang persediaan di bawah tanah,” tulis Haryono.
Butuh waktu usang singkong menyebar ke tempat lain, terutama ke Pulau Jawa. Diperkirakan singkong kali pertama diperkenalkan di suatu kabupaten di Jawa Timur pada 1852. “Bupatinya sebagai seorang pegawai negeri harus memperlihatkan teladan dan bertindak sebagai pelopor. Kalau tidak, rakyat tidak akan mempercayainya sama sekali,” tulis Pieter Creutzberg dan J.T.M. van Laanen dalam Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia.
Namun sampai 1876, sebagaimana dicatat H.J. van Swieten, kontrolir di Trenggalek, dalam De zoete cassave (Jatropha Janipha) yang terbit 1875, singkong kurang dikenal atau tidak ada sama sekali di beberapa penggalan Pulau Jawa tapi ditanam besar-besaran di penggalan lain. “Bagaimanapun juga, singkong ketika ini mempunyai arti yang lebih besar dalam susunan masakan penduduk dibandingkan dengan setengah kurun yang lalu,” tulisnya, sebagaimana dikutip Creutzberg dan van Laanen.
Sampai sekira 1875, konsumsi singkong di Jawa masih rendah. Baru pada permulaan kurun ke-20, konsumsinya meningkat pesat. Pembudidayaannya juga meluas. Terlebih rakyat diminta memperluas tumbuhan singkong mereka.
Peningkatan penanaman singkong sejalan dengan pertumbuhan penduduk Pulau Jawa yang pesat. Ditambah lagi produksi padi tertinggal di belakang pertumbuhan penduduk. “Singkong khususnya menjadi sumber pangan pelengkap yang disukai,” tulis Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam Sejarah Nasional Indonesia V.
Terkait pertumbuhan penduduk ini kemudian muncul istilah “anak singkong,” yaitu anak yang lahir alasannya yaitu suburnya sang orangtua, yang menciptakan anak tanpa mengikuti kegiatan keluarga berencana. Ini mengacu kepada mudahnya menanam singkong.
Selain itu, istilah “anak singkong” digunakan untuk belum dewasa bumiputera sebagai lawan “anak keju” atau belum dewasa Belanda. Istilah “anak singkong” juga digunakan untuk anak yang tumbuh dengan alam.
Menurut Creutzberg dan van Laanen, meski nilai singkong sebagai masakan kurang dibandingkan beras atau jagung, ia menggantikan beras di banyak sekali penggalan Jawa Tengah pada masa paceklik sebelum panen atau ketika panen gagal.
Namun, berdasarkan Marwati dan Nugroho, alasannya yaitu dipandang lebih rendah daripada padi sebagai materi pangan pokok, singkong mempunyai reputasi jelek di kalangan pakar ekonomi pertanian. Kandungan proteinnya lebih rendah daripada padi dan peningkatan konsumsi per kapitanya biasanya dipandang sebagai tanda kemiskinan. Kendati demikian, peralihan ke singkong menjadi bukti bagi dinamika pertanian tumbuhan pangan Pulau Jawa pada masa final kolonial.
Anjuran pemerintah biar para pejabat memakan singkong semoga sanggup mengubah paradigma makan singkong. Barangkali jikalau dimulai oleh para pejabat, singkong akan bermartabat.

Referensi: Historia

Related : Akar Sejarah Singkong

0 Komentar untuk "Akar Sejarah Singkong"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)