Pkn Vii Cuilan 3 Perumusan Dan Legalisasi Uud 1945

Untuk memahami Undang-Undang Dasar mari kita pahami terlebih dahulu istlah Konstitusi. Konstitusi berasal dari bahasa Prancis “Constituere” yang artinya membentuk. Pemakaian istilah konstitusi dimaksud sebagai pembentukan atau penyusunan suatu negara.

Konstitusi bagi suatu negara merupakan keseluruhan sistem aturan yang memutuskan dan mengatur tata kehidupan kenegaraan melalui sistem pemerintahan negara dan tata kekerabatan secara timbal balik antara pemerintah negara dan orang seorang yang berada di bawah pemerintahnya.

Konstitusi diartikan juga sebagai aturan dasar, aturan dasar tersebut sanggup tertulis dan sanggup juga tidak tertulis.

Konstitusi atau aturan dasar yang tertulis disebut juga Undang-Undang Dasar, sedangkan konstitusi atau aturan dasar yang tidak tertulis disebut juga konvensi, yakni aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek-praktek penyelengaraan negara meskipun tidak tertulis.

Dengan demikian, konstitusi lebih luas dibandingkan dengan Undang-Undang Dasar (UUD), atau Undang-Undang Dasar merupakan salah satu bab dari konstitusi.

Menurut James Bryce, suatu konstitusi menetapkan:
1.   pengaturan mengenai pendirian lembaga-lembaga yang permanan
2.   fungsi dari lembaga-lembaga tersebut
3.   hak-hak tertentu yang ditetapkan.

Sedangkan berdasarkan JF. Strong, konstitusi mengatur:
1.   kekuasaan pemerintah
2.   hak-hak dari yang diperintah
3.   hubungan antara pemerintah dengan yang diperintah.

Fungsi UUD/Konstitusi
Fungsi UUD/konstitusi, sanggup ditinjau dari sudut penyelenggaraan pemerintahan atau berdasarkan tujuannya. Ditinjau dari sudut pemerintahan fungsi UUD/konstitusi sebagai landasan struktural penyelenggaraan  pemerintahan berdasarkan suatu sistem ketatanegaraan yang niscaya yang pokok-pokoknya dalam suatu aturan-aturan konstitusi atau UUD-nya.

Sedangkan ditinjau dari sudut tujuannya, fungsi UUD/kontitusi yaitu untuk menjamin hak-hak anggota warga negara atau masyarakat dari tindakan adikara penguasa.

Isi atau Muatan Konstitusi
Menurut A.A.H. Struycken, Undang-Undang Dasar sebagai suatu konstitusi yang tertulis merupakan dokumen formal yang memuat:
1.   Hasil usaha politik bangsa di waktu lampau
2.   Tingkatan-tingkatan perkembangan tertinggi ketatanegaraan bangsa
3.   Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik waktu kini maupun yang akan datang.
4.   Sutau keinginan dengan mana perkembangan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.

Menurut Sri Sumantri (1979:45) Undang-Undang Dasar atau konstitusi pada umumnya memuat:
1.   adanya jaminan terhadap hak-hak asasi insan dan warga negara
2.   ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental;
3.   adanya pembagian dan pembatasan kiprah ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.

Menurut Miriam Budiardjo (1977:101), setiap UUD/Konstitusi memuat ketentuan tentang:
1.   organisasi negara, contohnya pembagian kekuasaan antara tubuh legislatif, direktur dan judikatif, dan sebagainya
2.   hak-hak asasi manusia
3.   prosedur mengubah UUD
4.   Ada kalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD.

Undang-Undang Dasar yang Pernah Berlaku di Indonesia
1.   Semenbjak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 hingga sekarang, di Indonesia telah berlaku tiga macam Undang-Undang Dasar dalam empat periode:
2.   Periode 18 Agutus 1945 hingga dengan 27 Desember 1949 berlaku Undang-Undang Dasar Proklamasi yang kemudian dikenal dengan Undang-Undang Dasar 1945
3.   Periode 27 Desember 1949 hingga dengan 17 Agustus 1950 berlaku Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (UUD RIS)
4.   Periode 17 Agutus 1950 hingga dengan 5 Juli 1959 berlaku Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS 1950)
5.   Periode 5 Juli 1959 hingga dengan kini berlaku Undang-Undang Dasar 1945
Penjajahan Belanda ini berakhir pada tahun 1942, tepatnya tanggal 8 Maret . Sejak dikala itu Indonesia diduduki oleh bala tentara Jepang.

Namun Jepang tidak terlalu usang menduduki Indonesia. Mulai tahun 1944, tentara Jepang mulai kalah di dalam melawan tentara Sekutu.

Untuk menarik simpati bangsa Indonesia biar bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu, Jepang menawarkan kesepakatan kemerdekaan di kelak kemudian hari. Janji ini diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal 7 September 1944.

Karena Jepang terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang menawarkan kesepakatan kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu juanji kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Ganseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura) No. 23.

Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas tubuh ini yaitu mengusut dan mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk sanggup dipertimbangkan.

BPUPKI resmi dibuat pada tanggal 1 Maret 1945, bertepatan dengan ulang tahun kaisar Jepang, Kaisar Hirohito. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, dari golongan nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua BPUPKI dengan didampingi oleh dua orang ketua muda (wakil ketua), yaitu Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yosio(orang Jepang).

Selain menjadi ketua muda, Raden Pandji Soeroso juga diangkat sebagai kepala kantor tata usaha BPUPKI (semacam sekretariat) dibantu Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo.

BPUPKI sendiri beranggotakan 69 orang, yang terdiri dari: 62 orang anggota aktif yaitu tokoh utama pergerakan nasional Indonesia dari semua tempat dan aliran, serta 7 orang anggota istimewa yaitu perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari bangsa Jepang ini tidak mempunyai hak bunyi (keanggotaan mereka yaitu pasif, yang artinya mereka hanya hadir dalam sidang BPUPKI sebagai pengamat saja).

Selama BPUPKI berdiri, telah diadakan dua kali masa persidangan resmi BPUPKI, dan juga adanya pertemuan-pertemuan yang tak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPKI, yaitu yaitu sebagai berikut :

Persidangan Resmi BPUPKI yang pertama pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945

Pada tanggal 28 Mei 1945, diadakan upacara peresmian dan sekaligus seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama di gedung "Chuo Sangi In", yang pada zaman kolonial Belanda gedung tersebut merupakan gedung Volksraad (dari bahasa Belanda, semacam forum "Dewan Perwakilan Rakyat Hindia Belanda" pada masa penjajahan Belanda), dan kini gedung itu dikenal dengan sebutanGedung Pancasila, yang berlokasi di Jalan Pejambon 6 – Jakarta.

Namun masa persidangan resminya sendiri (masa persidangan BPUPKI yang pertama) diadakan selama empat hari dan gres dimulai pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 29 Mei 1945, dan berlangsung hingga dengan tanggal 1 Juni 1945, dengan tujuan untuk membahas bentuk negara Indonesia, filsafat negara "IndonesiaMerdeka" serta merumuskan dasar negara Indonesia.

Upacara peresmian dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano. Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang berlangsung selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI.

Sebelumnya jadwal sidang diawali dengan membahas pandangan mengenai bentuk negara Indonesia, yakni disepakati berbentuk "Negara Kesatuan Republik Indonesia" ("NKRI"), kemudian jadwal sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI harus merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih dahulu yang akan menjiwai isi dari Undang- Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri, alasannya Undang-Undang Dasar yaitu merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, maka jadwal program dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini yaitu mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasionalIndonesia, yang mengajukan pendapatnya wacana dasar negara Republik Indonesia itu yaitu sebagai berikut :

Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: “ 1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat ” .

Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang beliau namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu: “1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Mufakat dan Demokrasi; 4. Musyawarah; dan 5. Keadilan Sosial ” .

Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang beliau namakan "Pancasila", yaitu: “ 1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa ” .

Gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno tersebut kemudian dikenal dengan istilah "Pancasila", masih berdasarkan beliau bilamana dibutuhkan gagasan mengenai rumusan Pancasila ini sanggup diperas menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu: “ 1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan ” .

Bahkan masih berdasarkan Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut bila hendak diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu merupakan sila: “ Gotong-Royong ” , ini yaitu merupakan upaya dari Bung Karno dalam menjelaskan bahwa konsep gagasan mengenai rumusan dasar negara Republik Indonesia yang dibawakannya tersebut yaitu berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang tak terpisahkan satu dengan lainnya.

Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditetapkan dan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang pertama, sehabis itu BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode jeda atau istirahat) selama satu bulan lebih.

Masa antara Sidang Resmi Pertama dan Sidang Resmi Kedua

Selesai sidang pertama, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya yaitu menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat hingga dengan tanggal 20 Juni 1945. Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas delapan orang, yaitu:
Ir. Soekarno
Ki Bagus Hadikusumo
K.H. Wachid Hasjim
Mr. Muh. Yamin
M. Sutardjo Kartohadikusumo
Mr. A.A. Maramis
R. Otto Iskandar Dinata
Drs. Muh. Hatta


Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat adonan antara Panitia Kecil dengan para anggota BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujuinya dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan orang, yaitu:
Ir. Soekarno
Drs. Muh. Hatta
Mr. A.A. Maramis
K.H. Wachid Hasyim
Abdul Kahar Muzakkir
Abikusno Tjokrosujoso
H. Agus Salim
Mr. Ahmad Subardjo
Mr. Muh. Yamin

Panitia kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada tanggal itu juga melanjutkan sidang dan berhasil merumuskan Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan “Piagam Jakarta”  yang pada waktu itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlement  Agreement".

Adapun bunyi lengkapnya “Piagam Jakarta” yaitu sebagai berikut:
Mukaddimah
          Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh alasannya itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, lantaran tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan
          Dan usaha pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada dikala yang berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur.
          Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.
          Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melakukan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian infinit dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, berdasarkan dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat akal dalam permusyawaratan perwakilam, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jakarta, 22-6-2605
Ir. Soekarno
Drs. Muh. Hatta
Mr. A.A. Maramis
K.H. Wachid Hasjim
Abdul Kahar Muzakkir
H. Agus Salim
Abikusno Tjokrosujoso
Mr. Ahmad Subardjo
Mr. Muhammad Yamin

Persidangan Resmi BPUPKI yang kedua pada tanggal 10 Juli-16 Juli 1945.
Masa persidangan BPUPKI yang kedua berlangsung semenjak tanggal 10Juli 1945 hingga tanggal 16 Juli 1945. Hari pertama sidang BPUPKI dimulai dengan diumumkannya dengan penambahan 6 anggota gres yaitu 1) Abdul Fatah Hasan; 2) Asikin Natanegara; 3) Soerjo Hamidjojo; 4) Muhammad Noor, 5) Besar dan 6 ) Abdul Kaffar. Pada sidang pertama ini ketua "Panitia Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen rancangan asas dan tujuan "Indonesia Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta" itu. Salah keputusan penting dalam rapat BPUPKI tanggal 10 Juli 2016 yaitu diambilnya keputusan wacana bentuk Negara. Dari 64 bunyi (ada beberapa anggota yang tidak hadir) yang pro republic sebanyak 55 orang, 6 orang yang menginginkan bentuk kerajaan, 2 orang mengingkan bentuk lain.dan 1 orang yang blangko.

Ketika akan mengambil pemungutan bunyi untuk menentukan bentuk negara, para pendiri negara diliputi  suasana yang penuh dengan permufakatan, tanggung jawab, toleransi, dan religius sebagaimana tergambar dalam obrolan di bawah ini (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:125-127) “…

Anggota MOEZAKIR:
Saya mohon dari Tuan-tuan anggota sekalian! Oleh lantaran kita menghadapi dikala yang suci, oke kita mengheningkan cipta, supaya janganlah hati kita dipengaruhi oleh sesuatu hal yang tidak suci, tetapi dengan segala keikhlasan menghadapi keputusan wacana bentuk negara yang akan didirikan, dengan hati yang murni, yang tidak terpengaruh oleh sesuatu maksud yang tidak suci. Oleh lantaran itu, saya mohon kepada paduka Tuan-tuan sekalian, sukalah Tuan-tuan bangun di hadapan hadirat Allah Subhanahuwataala untuk meminta doa.

Ketua RADJIMAN:
Usul itu kita turuti dan saya minta marilah kita mengheningkan cipta, supaya menerima pikiran yang suci dan murni dalam pemilihan.
Rapat meminta doa dengan pimpinan Ki Bagoes Hadikoesoemo yang membacakan Fatihah. Sesudah itu diadakan pemungutan suara.

Anggota DASAAD:
Tuan Ketua, kami sudah mengetahui, bahwa ada 64 stem. Yang menentukan republik, ada 55 stem, kerajaan 6, lain-lain 2 dan belangko 1.

Ketua:
Saya mengucapkan terima kasih atas pekerjaan komisi. Anggota sekalian sudah mendengar, bahwa telah dipilih oleh sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai yang kedua kali ini, yang melahirkan 64 stem, ialah yang 55 republik, 6 kerajaan, 1 belangko dan 2 lain-lain. Jadi, semuanya ada 64. Sudah ada ketetapan dalam waktu ini, nanti kita menciptakan pelaporan yang sejelas-jelasnya.

Anggota SOEKARNO:
Jadi, putusan Panitia itu republik?

Ketua RADJIMAN:
Sudah terang republik yang dipilih dengan bunyi terbanyak. Sekarang saya minta beristirahat. ….”
Semangat nasionalisme dan patriotisme terlihat sangat konkret dalam perbincangan dalam Sidang BPUPKI tanggal 10 dan 11 Juli 1945 ketika membahas duduk perkara wilayah negara. Semangat tersebut, antara lain dikemukakan oleh beberapa tokoh berikut ini (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995:132-144).

Anggota MOEZAKIR:
…. Maka apabila bangsa Indonesia pada masa ini mempunyai ketinggian kehendak dan kemauan, dan menjunjung tinggi apa yang angan-angankan, hendaklah sanggup pula mengakui bahwa tanah Melayu itu sebagian dari tanah air kita…. tanah Papua itu pula menjadi sumber kekayaan kita. Janganlah sumber kekayaan, yang diwariskan oleh nenek moyang kita hilang dengan sia-sia belaka. Oleh lantaran itu, saya setuju, bahwa dalam menentukan batas halaman tanah air kita hendaklah kita berpikir dengan sebaik-baiknya; janganlah didasarkan pada soal, apakah kita kita sanggup atau tidak sanggup, tetapi pula apakah akan timbul kesanggupan akan merdeka atau tidak….

Anggota YAMIN:
…. Soal lain pula berhubung dengan tanah Papua. Memang hal ini dalam ilmu pengetahuan, ethnologie, bahasa, geografi ada yang menyebutkan, bahwa pulau Papua tidak masuk tanah Indonesia.Tetapi faham ini hanyalah dilahirkan oleh orang-orang yang mengarang buku yang bersangkutan. Tetapi ada juga faham-faham lain yang mengatakan, bahwa seluruh pulau Papua masuk Indonesia. Perkataan “Indonesia” dibuat oleh orang yang mempunyai faham yang mengatakan, bahwa Indonesia melingkungi tempat Malaya dan Polinesia. Jadi, dengan sendirinya pada waktu perkataan “Indonesia” lahir dimaksudkan bahwa tanah Papua masuk dalam tempat Indonesia. …

Anggota ABDUL KAFFAR:
…. Dalam ilmu taktik alangkah besar bagi kedua-duanya untuk menjaga sisi masing-masing. Artinya kalau kita melihat batas kita di Timur, ke Pulau Timor, saya sepakat sekali dengan anggota yang terhormat Muh Yamin, yaitu biar pulau itu dimasukkan dalam lingkungan kita, terletak Indonesia baru, begitu pula Borneo Utara, di mana terletak Serawak, dan juga negara Papua bukanlah kita bersifat meminta, tetapi hal itu beralaskan kebangsaan. …

Anggota SOEMITRO KOLOPAKING:
…. Jikalau peperangan sudah berakhir dan kemenangan simpulan telah tercapai, kita sanggup melengkapkan aturan-aturan itu menjadi aturan-aturan yang sesuai dengan keadaan zaman pada waktu itu, dengan seruan Indonesia merdeka ialah seluas Indonesia-Belanda dahulu.

Jikalau kemenangan simpulan tercapai dan ada seruan yang konkret dari Malaya Selatan, Borneo Utara bahwa rakyat di situ merasa juga ingin masuk dalam lingkungan kita, dengan senang hati mereka akan kita terima sebagai bangsa kita di dalam Indonesia merdeka.”

Dalam membahas duduk perkara wilayah negara, masih banyak tokoh pendiri negara yang memberikan usulnya, ibarat Moh. Hatta, Soekarno, Soetardjo, Agoes Salim, A.A. Maramis, Sanoesi, dan Oto Iskandardinata. Akhirnya diputuskan, bahwa wilayah Indonesia Merdeka yaitu Hindia Belanda dulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor Portugis dan pulau-pulau sekitarnya.

Pada sidang BPUPKI tanggal 11 Juli 1945, sehabis mendengarkan pandangan dan pemikiran 20 orang anggota, maka dibentuklah tiga Panitia Kecil, yaitu:
Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, dengan ketua Ir. Soekarno.
Panitia Perancang Keuangan dan Perekonomian, dengan ketua Moh. Hatta.
Panitia Perancang Pembelaan Tanah Air, dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso.


Agenda sidang BPUPKI yang kedua juga membahas wacana wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan dan pengajaran.

Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil.

Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu antara lain adalah: Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno), Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso), dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).

Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya yaitu khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar,

Membentuk Panitia Perancang “Declaration of Rights”, yang beranggotakan Subardjo, Sukiman, dan Parada Harahap.

Membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut: Prof. Mr. Dr. Soepomo (ketua panitia kecil) Mr. KRMT Wongsonegoro (anggota) Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota) Mr. Alexander Andries Maramis (anggota) Mr. Raden Panji Singgih (anggota) Haji Agus Salim (anggota) Dr. Soekiman Wirjosandjojo (anggota)

Selain itu,  Panitia Perancang Undang-Undang Dasar menghasilkan kesepakatan:

Bentuk “Unitarisme”.
Kepala Negara di tangan satu orang, yaitu Presiden.

Pada tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya yaitu khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang tersebut.

Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar berhasil membahas beberapa hal dan menyepakati antara lain ketentuan wacana Lambang Negara, Negara Kesatuan, sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan membentuk Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri atas Djajadiningrat, Salim, dan Supomo. Rancangan Undang-Undang Dasar diserahkan kepada Panitia Penghalus Bahasa.

Pada tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang dengan jadwal “Pembicaraan wacana pernyataan kemerdekaan”. Sidang pleno BPUPKI mendapatkan laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno.

Dalam laporan tersebut membahas mengenai rancangan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tercantum tiga duduk perkara pokok yaitu : Pernyataan wacana Indonesia Merdeka Pembukaan Undang-Undang Dasar Batang tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian dinamakan sebagai "Undang-Undang Dasar 1945", yang isinya mencakup : Wilayah negara Indonesia yaitu sama dengan bekas wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang yaitu wilayah Sabah dan wilayah Serawak di negara Malaysia, serta wilayah negara Brunei Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang yaitu wilayah negara Timor Leste), dan pulau-pulau di sekitarnya, Bentuk negara Indonesia yaitu Negara Kesatuan, Bentuk pemerintahan Indonesia yaitu Republik, Bendera nasional Indonesia yaitu Sang Saka Merah Putih, Bahasa nasional Indonesia yaitu Bahasa Indonesia.

Konsep proklamasi kemerdekaan negara Indonesia gres rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta", sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta".

Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara penerima sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam, Syariat Islam, dalam negara Indonesia baru. "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" pada jadinya disetujui dengan urutan dan redaksion yang sedikit berbeda.

Sedangkan sidang pada tanggal 15 Juli 1945 melanjutkan program “Pembahasan Rancangan Undang- Undang Dasar”.

Setelah Ketua Perancang Undang-Undang Dasar, Soekarno menawarkan klarifikasi naskah yang dihasilkan dan mendapatkan jawaban dari Moh. Hatta, lebih lanjut Soepomo, sebagai Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, diberi kesempatan untuk menawarkan klarifikasi terhadap naskah Undang-Undang Dasar.

Penjelasan Soepomo, antara lain menjelaskan betapa pentingnya memahami proses penyusunan Undang-Undang Dasar (Sekretariat Negara Indonesia, 1995:264).

“Paduka Tuan Ketua! Undang-Undang Dasar Negara Mana Pun Tidak Dapat Dimengerti Sungguh-Sungguh Maksudnya Undang-Undang Dasar Dari Suatu Negara, Kita Harus Mempelajari Juga Bagaimana Terjadinya Teks Itu, Harus Diketahui Keterangan-Keterangannya Dan Juga Harus Diketahui Dalam Suasana Apa Teks Itu Dibikin.

Dengan Demikian Kita Dapat Mengerti Apa Maksudnya. Undang-Undang Yang Kita Pelajari, Aliran Pikiran Apa Yang Menjadi Dasar Undang-Undang Itu. Oleh Karena Itu, Segala Pembicaraan Dalam Sidang Ini Yang Mengenai Rancangan-Rancangan Undang-Undang Dasar Ini Sangat Penting Oleh Karena Segala Pembicaraan Di Sini Menjadi Material, Menjadi Bahan Yang Historis, Bahan Interpretasi Untuk Menerangkan Apa Maksudnya Undang-Undang Dasar Ini.”

Naskah Undang-Undang Dasar jadinya diterima dengan bunyi bundar pada Sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945.

Persiapan Kemerdekaan dilanjutkan oleh PPKI
Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan lantaran dianggap telah sanggup menuntaskan tugasnya dengan baik, yaitu menyusun rancangan Undang-Undang Dasar bagi negara Indonesia Merdeka, dan digantikan dengan dibentuknya "Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia" ("PPKI") atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai dengan Ir. Soekarno sebagai ketuanya.

Tugas "PPKI" ini yang pertama yaitu meresmikan pembukaan (bahasa Belanda: preambule) serta batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945.

Tugasnya yang kedua yaitu melanjutkan hasil kerja BPUPKI, mempersiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah pendudukan militer Jepang kepada bangsa Indonesia, dan mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut duduk perkara ketatanegaraan bagi negara Indonesia baru.

Anggota "PPKI" sendiri terdiri dari 21 orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari banyak sekali etnis di wilayah Hindia Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asalMaluku, 1 orang asal etnis Tionghoa.

"PPKI" ini diketuai oleh Ir. Soekarno, dan sebagai wakilnya yaitu Drs. Mohammad Hatta, sedangkan sebagai penasihatnya ditunjuk Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.

Kemudian, anggota "PPKI" ditambah lagi sebanyak enam orang, yaitu: Wiranatakoesoema, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo,Mohamad Ibnu Sayuti Melik, Iwa Koesoemasoemantri, dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.

Secara simbolik "PPKI" dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945, dengan mendatangkan Ir. Soekarno,Drs. Mohammad Hatta dan Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat ke "Kota Ho Chi Minh" atau dalam bahasa Vietnam: Thành phố Hồ Chí Minh (dahulu bernama: Saigon), yaitu kota terbesar di negara Vietnam dan terletak bersahabat delta Sungai Mekong.

Pada dikala "PPKI" terbentuk, keinginan rakyat Indonesia untuk merdeka semakin memuncak. Memuncaknya keinginan itu terbukti dengan adanya tekad yang bundar dari semua golongan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Negara Indonesia.

Golongan muda kala itu menghendaki biar kemerdekaan diproklamasikan tanpa kerjasama dengan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang sama sekali, termasuk proklamasi kemerdekaan dalam sidang "PPKI".

Pada dikala itu ada anggapan dari golongan muda bahwa "PPKI" ini yaitu hanya merupakan sebuah tubuh bentukan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang.

Di lain pihak "PPKI" yaitu sebuah tubuh yang ada waktu itu guna mempersiapkan hal-hal yang perlu bagi terbentuknya suatu negara Indonesia baru.

Tetapi cepat atau lambatnya kemerdekaan Indonesia bisa diberikan oleh pemerintah pendudukan militer Jepang yaitu tergantung kepada sejauh mana semua hasil kerja dari "PPKI".

Jendral Terauchi kemudian jadinya memberikan keputusan pemerintah pendudukan militer Jepang bahwa kemerdekaan Indonesia akan diberikan pada tanggal 24 Agustus1945. Seluruh persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia diserahkan sepenuhnya kepada "PPKI".

Dalam suasana menerima tekanan atau beban berat ibarat demikian itulah "PPKI" harus bekerja keras guna meyakinkan dan mewujudnyatakan keinginan atau impian luhur seluruh rakyat Indonesia, yang sangat haus dan rindu akan sebuah kehidupan kebangsaan yang bebas, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Namun, pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang mengalah tanpa syarat kepada sekutu, dan semenjak dikala itu Indonesia kosong dari kekuasaan.

Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945.

Sehari sehabis proklamasi kemerdekaan PPKI mengadakan sidang, dengan program utama mengesahkan rancangan Hukum Dasar dengan preambulnya menentukan Presiden dan Wakil Presiden.

Sehari sehabis Proklamasi Kemerdekaan tanggal 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia segera mengadakan Sidang. pada sidang "PPKI" pada tanggal 18 Agustus 1945 ini telah terjadi kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik dari pihak kaum keagamaan yangberagama non-Muslim serta pihak kaum keagamaan yang menganut pemikiran kebatinan, yang kemudian diikuti oleh pihak kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") guna melunakkan hati pihak tokoh- tokoh kaum keagamaan yang beragama Islam guna dihapuskannya "tujuh kata" dalam "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter".

Untuk legalisasi Preambul, terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum mengesahkan Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat sehabis Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bab Timur yang menemuinya.

Intinya, rakyat Indonesia bab Timur mengusulkan biar pada alinea keempat preambul, dibelakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dihapus.

Jika tidak maka rakyat Indonesia bab Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang gres saja diproklamasikan.

Usul ini oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, dengan dalih demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Setelah itu Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang "PPKI" dan membacakan empat perubahan dari hasil kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik tersebut.

Hasil perubahan yang kemudian disepakati sebagai "pembukaan (bahasa Belanda: "preambule") dan batang tubuh Undang- Undang Dasar 1945", Pertama, kata “Mukaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti dengan kata “Pembukaan” .

Kedua, anak kalimat "Negara berdasar atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Ketiga, kalimat yang menyebutkan “ Presiden ialah orang Indonesia orisinil dan beragama Islam ” , ibarat tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata “ dan beragama Islam” . Keempat, terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula berbunyi: “ Negara berdasarkan atas Ketuhananan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya ” diganti menjadi berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa ” .

Suasana  permufakatan  dan  kekeluargaan,  serta  kesederhanaan  juga
muncul pada dikala pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden. Risalah sidang PPKI mencatat sebagai berikut (Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995 :445-446)

Anggota OTTO ISKANDARDINATA :
...."Berhubung dengan keadaan waktu saya harap supaya pemilihan Presiden ini  diselenggarakan  dengan  aklamasi  dan  saya  majukan  sebagai  calon, yaitu Bung Karno sendiri.  (Tepuk tangan)"

Ketua SOEKARNO :
...."Tuan-tuan banyak terima kasih atas kepercayaan Tuan-tuan dan dengan ini  saya  dipilih  oleh  Tuan-tuan  sekalian  dengan  suara  bulat  menjadi Presiden  Republik  Indonesia. (Tepuk  tangan).  (Semua  anggota  bangun dengan menyanyi lagu Indonesia Raya. Sesudahnya diserukan ”Hidup Bung Karno ” 3x)"

Anggota OTTO ISKANDARDINATA :
..."Pun untuk menentukan Wakil Kepala Negara Indonesia saya usulkan cara yang gres ini dijalankan. Dan saya usulkan Bung Hatta menjadi Wakil Kepala Negara  Indonesia. (Tepuk tangan) (Semua anggota bangun dengan menyanyi lagu Indonesia Raya. Sesudahnya diserukan ”Hidup Bung Hatta” 3x)"

Adapun keputusan penting hasil sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 18 Agustus 1945 yaitu sebagai berikut:

  1. Menetapkan dan mengesahakan Undang-Undang Dasar 1945
  2. Memilih Ir Soekarno sebagai presiden dan Drs. Muh. Hatta sebagai wakil presiden
  3. Sebelum terbentuk MPR, pekerjaan presiden sehari-hari dibantu oleh Komite Nasional Indonesisa Pusat.

Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan oleh PPKI merupakan Rancangan Undang-Undang dasar hasil karya BPUPKI sehabis mengalami perubahan dan penyempurnaan. Beberapa perubahan yang terjadi pada Rancangan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut antara lain:
1.   Hukum dasar diganti dengan Undang-undang dasar
2.   Kalimat ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya ....’ diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
3.   Menambahan Rancangan Undang-Undang Dasar 1945.

Tambahan tersebut adalah:
Bab XVI pasal 37 wacana perubahan UUD
Aturan Peralihan pasal I – IV
Aturan Tambahan ayat 1 dan 2
B.  Arti Penting Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bagi Bangsa dan Negara Indonesia
Setiap negara mempunyai Undang-Undang Dasar dengan tujuan yang diharapkan oleh masing-masing negara tersebut. Konstitusi-konstitusi yang dimiliki oleh negara-negara di dunia ternyata amat bermacam-macam bentuk dan susunannya. Ada yang memakai Mukadimah/Pembukaan ada pula yang tidak, dan ada yang terdiri dari banyak pasal dan ada pula yang hanya terdiri dari beberapa pasal, kesemuanya sangat tergantung dari maksud para pendiri negara masing-masing dalam mengatur kehidupan ketatanegaraan.

Sebagai ketentuan yang mengatur kehidupan ketatanegaraan, undang-undang dasar merupakan sumber utama aturan tata negara suatu negara. Oleh lantaran itu, konstitusi selalu mempunyai corak nasional dari masing-masing negara. Henk van Maarseveen dan Ger van der Tang (Sri Soemantri M, 1998: 94-95) mengemukakan bahwa selain sebagai dokumen nasional, konstitusi juga sebagai alat untuk membentuk sistem politik dan sistem aturan negaranya sendiri. Sedangkan Sri Sumantri M (1998: 95) mengemukakan bahwa Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis merupakan sebuah dokumen formal yang berisi:
a. Hasil usaha politik bangsa di waktu yang lampau.
b. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.
c.  Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu kini maupun untuk masa yang akan datang.
d. Suatu keinginan dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.

Meskipun setiap negara mempunyai Undang-Undang Dasar yang isinya berbeda-beda, namun intinya setiap Undang-Undang Dasar mengatur materi yang merupakan ciri yang harus dipenuhi bagi suatu konstitusi yang benar sebagaimana dikemukakan oleh J.G. Steenbeek (Sri Soemantri M, 1998: 93), yaitu:
a.   Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi insan dan warga negara.
b. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental.
c. Adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang bersifat fundamental.

Miriam Budiardjo (2001: 101) menyatakan bahwa setiap Undang-Undang Dasar memuat ketentuan-ketentuan mengenai soal-soal sebagai berikut:
a.  Organisasi negara, contohnya pembagian kekuasaan antara tubuh legislatif, eksekutif, dan yudikatif dalam negara federal, pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah negara-negara bagian, mekanisme me­nyelesaikan duduk perkara pelanggaran yuridiksi oleh salah satu tubuh pemerintah, dan sebagainya.
b.   Hak-hak asasi manusia.
c.   Prosedur mengubah Undang-Undang Dasar.
d.   Ada kalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari Undang-Un­dang Dasar. Hal ini biasanya terdapat jikalau para penyusun Undang-Undang Da­sar ingin menghindari terulangnya kembali hal-hal yang gres saja di­atasi, contohnya munculnya seorang diktator atau kembalinya suatu monarkhi.
                         
Selain itu, dijumpai pula bahwa Undang-Undang Dasar sering memuat impian rakyat dan asas-asas ideologi negara yang oleh penyusun Undang-Undang Dasar untuk mengungkapkan cerminan semangat dan spirit rakyat negara tersebut dan mewarnai seluruh naskah Undang-Undang Dasar itu.
               
Di negara-negara komunis, Undang-Undang Dasar mempunyai fungsi ber­ganda. Di satu pihak mencerminkan kemenangan-kemenangan yang telah di­capai dalam usaha ke arah tercapainya masyarakat komunis dan merupakan pencatatan formal dan legal dari kemajuan yang telah dicapai. Di pihak lain Undang-Undang Dasar menawarkan rangka dan dasar aturan untuk perubahan masyarakat yang dicita-citakan dalam perkembangan berikutnya (Miriam Budiardjo, 2001: 99).

Sejak simpulan kala ke-19, Undang-Undang Dasar dianggap sebagai jaminan paling efektif bila kekuasaan tidak akan disalahgunakan dan hak-hak warga negara tidak di­­langgar. Kemudian muncullah istilah konstitusionalisme untuk membuktikan suatu sistem asas-asas pokok yang memutuskan dan membatasi kekuasaan dan hak bagi yang memerintah dan yang diperintah, lantaran mereka mem­punyai pandangan bahwa seluruh aparatur serta acara kenegaraannya harus di­tujukan kepada tercapainya masyarakat komunis. Oleh lantaran itu, Undang-Undang Dasarnya mempunyai fungsi berganda sebagaimana dikemukakan di atas.

Dengan demikian arti penting Undang-Undang Dasar 1945 bagi bangsa Indonesia yaitu sebagai landasan struktural penyelenggaraan pemerintahan Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 mengatur penyelenggaraan negara dan kiprah serta wewenang badan-badan yang ada dalam penyelenggaraan negara Republik Indonesia. Para pendiri negara Republik Indonesia telah sepakat, bahwa untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, harus diadakan Undang-Undang Dasar atau konstitusi sebagai bab dari aturan dasar untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.
Semua tokoh yang menjadi anggota BPUPKI maupun PPKI tentu mempunyai kiprah yang besar dalam perumusan Undang-Undang Dasar 1945. Para tokoh itu merupakan putra terbaik bangsa yang mewakili kelompok dan masyarakatnya pada waktu itu. Mereka menjadi wakil bangsa Indonesia yang mempunyai kemampuan dan visi ke depan untuk kebaikan bangsa.

Berikut ini pola Peran Tokoh Perumus  Undang-Undang Dasar 1945
Ir. Soekarno :
Sebagai anggota BPUPKI, sebagai ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ("PPKI"), berperan dalam mengusulkan rumusan dasar negara Indonesia, yang diberi nama Pancasila. Selain Muh Yamin, Ir Sukarno juga memberikan usul dasar negara. Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila. Usul Sukarno sesungguhnya tidak hanya satu melainkan tiga buah usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip. Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan memakai istilah “Pancasila” (secara harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas saran spesialis bahasa (Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh lantaran itu rumusan Sukarno di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila. Soekarno juga berperan sebagai ketua Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara atau panitia sembilan yang berhasil merumuskan Piagam Jakarta, dan lainnya.
Drs. Mohammad Hatta
Sebagai anggota BUPKI, sebagai Ketua Panitia Perancang Keuangan dan Perekonomian, sebagai anggota Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara atau penitia sembilan yang berhasil merumuskan Piagam Jakarta, memberi usulan wacana wilayah Negara.
Dr. Rajiman Wediodiningrat
Sebagi ketua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
Mr. Mohammad Yamin
Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei – 1 Juni 1945 beberapa anggota BPUPKI diminta untuk memberikan usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan rancangan “blue print” Negara Republik Indonesia yang akan didirikan. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Mohammad Yamin memberikan usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.
Prof. Dr. R. Supomo
Supomo duduk sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Setelah BPUPKI dibubarkan dan dibuat PPKI, Ia juga sebagai Ketua Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, dan lainnya
Mr.Ahmad Soebardjo
Beliau termasuk tokoh penting dalam sejarah usaha Indonesia dalam memproklamasikan kemerdekaan. Terkenal sebagai konseptor naskah teks proklamasi dan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.  Ia  merupakan salah satu anggota panitia kecil atau panitia sembilan yang berhasil merumuskan Piagam Jakarta dan juga sebagai anggota PPKI. Beliau juga merupakan konseptor yang ikut menyumbangkan pikirannya dalam penyusunan naskah proklamasi kemerdekaan, yaitu pada kalimat pertama yang berbunyi : “ Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”.

Silahkan Kamu gali kiprah masing-masing tokoh Perumus Undang-Undang Dasar 1945 ibarat pola diatas berdasarkan uraian sejarah perumusan Undang-Undang Dasar 1945 yang dijelaskan di atas.

Related : Pkn Vii Cuilan 3 Perumusan Dan Legalisasi Uud 1945

0 Komentar untuk "Pkn Vii Cuilan 3 Perumusan Dan Legalisasi Uud 1945"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)