Pkn Xi Penggalan 3 Sistem Aturan Dan Peradilan Di Indonesia


Seorang flsuI pernah menyampaikan bahwaa aturan itu mirip pagar di kebun binatang. Mengapa orang berani pergi berkunjung ke kebun binatang?

Karena ada pagar yang membatasi antara liarnya kehidupan hewan dengan para pengunjung. Jika tidak ada pagar yang memisahkan pengunjung dengan binatang, tentu saja tidak akan ada orang yang berani masuk ke kebun binatang.

Para pengunjung sanggup menikmati kehidupan hewan dengan kondusif alasannya ada pagar yang membatasi mereka dengan hewan buas tersebut.

Demikianlah aturan itu pada hakikatnya merupakan pagar pembatas, semoga kehidupan insan kondusif dan damai.

Coba bayangkan kalau seandainya di negara kita ini tidak ada hukum.

Dapat diperkirakan, kesemrawutan akan terjadi dalam segala hal, mulai dari kehidupan pribadi hingga pada kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebagai contoh, kalau seandainya tidak ada peraturan kemudian lintas, kita tidak akan sanggup memperkirakan ke arah mana seorang pengendara kendaraan bermotor akan berjalan, di sebelah kiri atau kanan.

Pada ketika lampu menyala merah apakah pengendara akan berhenti atau jalan?

Dengan adanya peraturan kemudian lintas, maka para pengendara kendaraan bermotor harus berjalan di sebelah kiri.

Jika lampu pengatur kemudian lintas berwarna merah, maka semua kendaraan harus berhenti. Arus kemudian lintas menjadi tertib dan keselamatan orang pun sanggup terjamin.

Dari uraian di atas kita sanggup menarik kesimpulan bahwa aturan itu merupakan aturan, tata tertib, dan kaidah hidup.

Akan tetapi, hingga ketika ini belum ada kesepakatan yang niscaya wacana rumusan arti hukum.

Untuk merumuskan pengertian aturan tidaklah mudah, alasannya aturan itu meliputi banyak segi dan bentuk sehingga satu pengertian mustahil meliputi keseluruhan segi dan bentuk hukum

Selain itu, setiap orang atau jago akan menawarkan arti yang berlainan sesuai dengan sudut pandang masing-masing yang akan menonjolkan segi-segi tertentu dari hukum.

Hal ini sesuai dengan pendapat Van Apeldon bahwa "defnisi wacana aturan ialah sangat sulit untuk dibuat alasannya mustahil untuk mengadakannya sesuai kenyataan”.

Akan tetapi meskipun sulit merumuskan defnisi yang baku mengenai hukum, di dalam aturan terdapat beberapa unsur, di antaranya sebagai berikut

a. Peraturan mengenai tingkah laris insan dalam pergaulan masyarakat.
b. Peraturan itu dibuat dan ditetapkan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
c. Peraturan itu bersifat memaksa.
d. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut ialah tegas.

Adapun yang menjadi karakteristik dari aturan ialah adanya perintah dan larangan; perintah atau larangan tersebut harus dipatuhi oleh semua orang.

Hukum berlaku di masyarakat dan ditaati oleh masyarakat alasannya aturan mempunyai sifat memaksa dan mengatur.

Hukum sanggup memaksa seseorang untuk menaati tata tertib yang berlaku di dalam masyarakat dan terhadap orang yang tidak menaatinya akan diberikan hukuman yang tegas.

Dengan demikian, suatu ketentuan aturan mempunyai kiprah berikut.
1. Menjamin kepastian aturan bagi setiap orang di dalam masyarakat.
2. Menjamin ketertiban, ketenteraman, kedamaian, keadilan, kemakmuran, kebahagian, dan kebenaran.
3. Menjaga jangan hingga terjadi perbuatan “main hakim sendiri” dalam pergaulan masyarakat.


  • Hukum undang-undang, yaitu aturan yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Hukum kebiasaan, yaitu aturan yang terletak dalam aturan-aturan kebiasaan. 
  • Hukum traktat, yaitu aturan yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antarnegara (traktat). 
  • Hukum yurisprudensi, yaitu aturan yang terbentuk alasannya keputusan hakim

  • Hukum nasional, yaitu aturan yang berlaku dalam wilayah suatu negara tertentu. 
  • Hukum internasional, yaitu aturan yang mengatur korelasi aturan antarnegara dalam dunia internasional. Hukum internasional berlakunya secara universal, baik secara keseluruhan maupun terhadap negaranegara yang mengikatkan dirinya pada suatu perjanjian internasional (traktat). 
  • Hukum asing, yaitu aturan yang berlaku dalam wilayah negara lain. 
  • Hukum gereja, yaitu kumpulan-kumpulan norma yang ditetapkan oleh gereja untuk para anggotanya

  • Hukum tertulis, yang dibedakan atas dua macam berikut a) Hukum tertulis yang diklasifikasikan, yaitu aturan yang disusun secara lengkap, sistematis, teratur, dan dibukukan sehingga tidak perlu lagi peraturan pelaksanaan. Misalnya, KUH Pidana, KUH Perdata, dan KUH Dagang. b) Hukum tertulis yang tidak diklasifikasikan yaitu aturan yang meskipun tertulis, tetapi tidak disusun secara sistematis, tidak lengkap, dan masih terpisah-pisah sehingga sering masih memerlukan peraturan pelaksanaan dalam penerapan. Misalnya undang-undang, peraturan pemerintah, dan keputusan presiden. 
  • Hukum tidak tertulis, yaitu aturan yang hidup dan diyakini oleh warga masyarakat serta dipatuhi dan tidak dibuat berdasarkan mekanisme formal, tetapi lahir dan tumbuh di kalangan masyarakat itu sendiri. 

  • Ius Constitutum (hukum positif), yaitu aturan yang berlaku kini bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu kawasan tertentu. Misalnya, UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2006 wacana Kewarganegaraan Republik Indonesia. 
  • Ius Constituendum (hukum negatif), yaitu aturan yang dibutuhkan berlaku pada waktu yang akan datang. Misalnya, rancangan undang-undang (RUU).

  • Hukum material, yaitu aturan yang mengatur korelasi antara anggota masyarakat yang berlaku umum wacana hal-hal yang tidak boleh dan dibolehkan untuk dilakukan. Misalnya, aturan pidana, aturan perdata, aturan dagang, dan sebagainya. 
  • Hukum formal, yaitu aturan yang mengatur bagaimana cara mempertahankan dan melaksanakan aturan material. Misalnya, Hukum Acara Pidana (KUHAP), Hukum Acara Perdata, dan sebagainya. 

  • Hukum yang memaksa, yaitu aturan yang dalam keadaan bagaimana pun juga harus dan mempunyai paksaan mutlak. Misalnya, melaksanakan pembunuhan maka sanksinya secara paksa wajib dilaksanakan.
  • Hukum yang mengatur, yaitu aturan yang sanggup dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian. Atau dengan kata lain, aturan yang mengatur korelasi antarindividu yang gres berlaku apabila yang bersangkutan tidak memakai alternatif lain yang dimungkinkan oleh aturan (undangundang). Misalnya, ketentuan dalam pewarisan ab-intesto (pewarisan berdasarkan undang-undang), gres mungkin sanggup dilaksanakan kalau tidak ada surat wasiat (testamen)

  • Hukum objektif, yaitu aturan yang mengatur korelasi antara dua orang atau lebih yang berlaku umum. Dengan kata lain, aturan dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu. 
  • Hukum subjektif, yaitu aturan yang timbul dari aturan objektif dan berlaku terhadap seorang atau lebih. Hukum subjektif sering juga disebut hak.

  • Hukum publik, yaitu aturan yang mengatur korelasi antara negara dengan individu (warga negara), menyangkut kepentingan umum (publik). Hukum publik terbagi atas: 
    • Hukum Pidana, yaitu mengatur wacana pelanggaran dan kejahatan, memuat larangan dan sanksi. 
    • Hukum Tata Negara, yaitu mengatur korelasi antara negara dengan bagian-bagiannya. 
    • Hukum Tata Usaha Negara (administratif), yaitu mengatur kiprah kewajiban pejabat negara. 
    • Hukum Internasional, yaitu mengatur korelasi antar negara, mirip aturan perjanjian internasional, aturan perang internasional, dan sebagainya. 
  • Hukum privat (sipil), yaitu aturan yang mengatur korelasi antara individu satu dengan individu lain, termasuk negara sebagai pribadi. Hukum privat terbagi atas: 
    • Hukum Perdata, yaitu aturan yang mengatur korelasi antarindividu secara umum. Contoh, aturan keluarga, aturan kekayaan, aturan waris, aturan perjanjian, dan aturan perkawinan. 
    • Hukum Perniagaan (dagang), yaitu aturan yang mengatur korelasi antarindividu dalam perdagangan. Contoh, aturan wacana jual beli, hutang piutang, pendirian perusahaan dagang, dan sebagainya.


Pada mata pelajaran bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris, kalian niscaya pernah mempelajari tata bahasa.

Nah, di dalam aturan pun dikenal istilah tata hukum. Dalam pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan banyak dibahas mengenai tata aturan terutama tata aturan Indonesia.

Sebagai suatu negara yang merdeka, Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai tata aturan sendiri.

Tata aturan suatu negara mencerminkan kondisi objektif dari negara yang bersangkutan sehingga tata aturan suatu negara berbeda dengan negara lainnya.

Tata aturan negara kita berbeda dengan tata aturan negara lainnya

Tata aturan merupakan aturan positif atau aturan yang berlaku di suatu negara pada ketika sekarang.

Tata aturan bertujuan untuk mempertahankan, memelihara, dan melaksanakan tertib aturan bagi masyarakat suatu negara sehingga sanggup dicapai ketertiban di negara tersebut.

Tata aturan Indonesia merupakan keseluruhan peraturan aturan yang diciptakan oleh negara dan berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia yang berpedoman pada UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pelaksanaan tata aturan tersebut sanggup dipaksakan oleh alat-alat negara yang diberi kekuasaan. Tata aturan Indonesia ditetapkan oleh masyarakat aturan Indonesia.

Oleh alasannya itu, tata aturan Indonesia gres ada ketika negara Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Hal tersebut sanggup dilihat dalam pernyataan berikut

a. Proklamasi Kemerdekaan: “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia”.

b. Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945: “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh cita-cita luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian daripada itu…. disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan….

Dua hal di atas mengandung arti sebagai berikut.
a. Menjadikan Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
b. Pada ketika itu juga memutuskan tata aturan Indonesia.

Di dalam UndangUndang Dasar itulah tercantum tata aturan Indonesia. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hanya memuat ketentuan dasar dan merupakan rangka dari tata aturan Indonesia.

Masih banyak ketentuan-ketentuan yang harus ditetapkan lebih lanjut dalam undang-undang organik.

Oleh alasannya itu, hingga kini masih terdapat ketentuan aturan yang merupakan produk aturan kolonial, contohnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.


Setelah mempelajari sistem aturan dari banyak sekali aspek, pada bab ini kalian akan diajak untuk menelaah forum negara yang mengawasi pelaksanaan dari suatu kaidah hukum.

Lembaga ini sering disebut sebagai forum peradilan, yang merupakan wahana bagi setiap rakyat yang mencari keadilan untuk mendapat haknya sesuai dengan ketentuan aturan yang berlaku.

Berbicara mengenai forum peradilan nasional, tidak sanggup terlepas dari konsep kekuasaan negara. Kekuasaan yang dimaksud ialah kekuasaan kehakiman.

Di Indonesia, perwujudan kekuasaan kehakiman ini diatur sepenuhnya dalam Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 wacana Kekuasaan Kehakiman, yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1970 wacana Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung.

Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi tubuh peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata perjuangan negara, serta oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Lembagalembaga tersebut berperan sebagai penegak keadilan dan dibersihkan dari setiap intervensi/campur tangan, baik dari forum legislatif, direktur maupun forum lainnya.

Proses peradilan dilaksanakan di sebuah tempat yang dinamakan pengadilan. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara konsep peradilan dengan pengadilan.

Peradilan menunjuk pada proses mengadili masalah sesuai dengan kategori masalah yang diselesaikan.

Adapun, pengadilan menunjuk pada tempat untuk mengadili masalah atau tempat untuk melaksanakan proses peradilan guna menegakkan hukum.

Dari uraian di atas sanggup dirumuskan bahwa forum peradilan nasional sama artinya dengan pengadilan negara yaitu forum yang dibuat oleh negara sebagai bab dari otoritas negara di bidang kekuasaan kehakiman dengan sumber hukumnya peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam negara.

Pengadilan secara umum mempunyai kiprah untuk mengadili masalah berdasarkan aturan dengan tidak membeda-bedakan orang.

Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu masalah yang diajukan dengan dalih bahwa aturan tidak ada atau kurang.

Pengadilan wajib menyidik dan mengadili setiap masalah peradilan yang masuk.

  1. Pancasila terutama sila kelima, yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” 
  2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Bab IX Pasal 24 Ayat (2) dan (3) (1) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan tubuh peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata perjuangan negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi (2) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. 
  3. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 wacana Pengadilan Anak 
  4. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1997 wacana Peradilan Militer 
  5. Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000 wacana Pengadilan HAM
  6. Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2002 wacana Pengadilan Pajak 
  7. Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2003 wacana Mahkamah Konstitusi h. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2004 wacana Perubahan Atas UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung 
  8. Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2004 wacana Perubahan Atas UndangUndang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum 
  9. Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 2004 wacana Perubahan Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara 
  10. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006 wacana Perubahan Atas UndangUndang Nomor 5 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama 
  11. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2009 wacana Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung 
  12. Undang-Undang RI Nomor 46 Tahun 2009 wacana Pengadilan Tindak Pidana Korupsi n. Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 wacana Kekuasaan Kehakiman 
  13. Undang-Undang RI Nomor 49 Tahun 2009 wacana Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum 
  14. Undang-Undang RI Nomor 50 Tahun 2009 wacana Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama 
  15. Undang-Undang RI Nomor 51 Tahun 2009 wacana Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara 
  16. Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi

a. Lembaga peradilan di bawah Mahkamah Agung 
1) Peradilan Umum, yang meliputi:
a) Pengadilan Negeri berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota dan
b) Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibu kota provinsi.

2) Peradilan Agama yang terdiri atas:
a) Pengadilan Agama yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.
b) Pengadilan Tinggi Agama yang berkedudukan di ibu kota provinsi.

3) Peradilan Militer, terdiri atas:
a) Pengadilan Militer,
b) Pengadilan Militer Tinggi,
c) Pengadilan Militer Utama, dan
d) Pengadilan Militer Pertempuran.

4) Peradilan Tata Usaha Negara yang terdiri atas:
a) Pengadilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota, dan
b) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota provinsi.

b. Mahkamah Konstitusi
Badan-badan peradilan di atas merupakan sarana bagi rakyat pencari keadilan untuk mendapat haknya di dalam lapangan peradilan nasional.

Badan-badan tersebut mempunyai fungsi tersendiri sesuai dengan kompetensinya. Kompetensi sebuah forum peradilan ialah sebagai berikut.

1. Kompetensi relatif, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan kiprah dan wewenangnya untuk mengadili suatu perkara. Misalnya, penyelesaian masalah perceraian bagi penduduk yang beragama Islam maka yang berwenang untuk menyelesaikannya ialah peradilan agama. Tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI, disidangkan di pengadilan militer.

2. Kompetensi absolut, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan wilayah aturan atau wilayah kiprah suatu tubuh peradilan. Misalnya, pengadilan negeri, wilayah hukumnya hanya meliputi satu kabupaten atau kota dan hanya berwenang menyidangkan masalah aturan yang terjadi di wilayah hukumnya.


Pada awalnya peradilan umum diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1986.

Setelah dinilai tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan aturan masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang ini diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2004 wacana perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1986 wacana Peradilan Umum dan Undang-Undang RI Nomor 49 Tahun 2009 wacana Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.

Berdasarkan undang-undang ini, kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.

1. Pengadilan Negeri
Pengadilan Negeri mempunyai kawasan aturan yang meliputi wilayah kabupaten atau kota dan berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.

Pengadilan Negeri dibuat berdasarkan keputusan presiden. Untuk menjalankan kiprah dan fungsinya, Pengadilan Negeri mempunyai perangkat yang terdiri atas pimpinan (yang terdiri dari seorang ketua dan seorang wakil ketua), hakim (yang merupakan pejabat pelaksana kekuasaan kehakiman), panitera (yang dibantu oleh wakil panitera, panitera muda, dan panitera muda pengganti), sekretaris, dan juru sita (yang dibantu oleh juru sita pengganti)

2. Pengadilan Tinggi
Pengadilan Tinggi merupakan pengadilan tingkat banding. Perangkat Pengadilan Tinggi terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris.

Pimpinan Pengadilan Tinggi terdiri atas seorang ketua ketua dan seorang wakil ketua. Hakim anggota anggota Pengadilan Tinggi ialah hakim tinggi. Pengadilan Tinggi dibuat dengan undang-undang.

Peradilan agama diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 wacana Peradilan Agama dan Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006 wacana Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama serta Undang-Undang RI Nomor 50 Tahun 2009 wacana Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama. Kekuasaan kehakiman pada peradilan agama berpuncak pada Mahkamah Agung.

1. Pengadilan Agama 
Pengadilan agama berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota dan kawasan hukumnya meliputi wilayah kabupaten atau kota.

Pengadilan agama merupakan pengadilan tingkat pertama dan dibuat berdasarkan keputusan presiden (kepres).

Perangkat atau alat kelengkapan pengadilan agama terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, sekretaris, dan juru sita.

Pimpinan pengadilan agama terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua.

Hakim dalam pengadilan agama diangkat dan diberhentikan oleh presiden selaku kepala negara atas usul Menteri Agama berdasarkan persetujuan ketua Mahkamah Agung.

Ketua dan wakil ketua pengadilan agama diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama berdasarkan persetujuan ketua Mahkamah Agung.

Wakil ketua dan hakim pengadilan agama diangkat sumpahnya oleh ketua pengadilan agama

2. Pengadilan Tinggi Agama 
Pengadilan tinggi agama berkedudukan di ibu kota provinsi dan kawasan hukumnya meliputi wilayah provinsi.

Pengadilan tinggi agama merupakan pengadilan tingkat banding.

Perangkat atau alat kelengkapan pengadilan tinggi agama terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris.

Pimpinan pengadilan tinggi agama terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua. Ketua Pengadilan Tinggi Agama diambil sumpahnya oleh ketua Mahkamah Agung.

Hakim anggota pengadilan tinggi agama ialah hakim tinggi. Wakil ketua dan hakim pengadilan tinggi agama diambil sumpahnya oleh ketua pengadilan tinggi agama

Peradilan militer diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1997.

Dalam undang-undang tersebut, yang dimaksud dengan pengadilan ialah tubuh yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan militer yang meliputi Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran.

Dalam peradilan militer dikenal adanya oditurat yaitu tubuh di lingkungan Tentara Nasional Indonesia yang melaksanakan kekuasaan pemerintahan negara di bidang penuntutan dan penyidikan berdasarkan pelimpahan dari Panglima TNI.

Oditurat terdiri atas oditurat militer, oditurat militer tinggi, oditurat jenderal, dan oditurat militer pertempuran.

Pada awalnya, peradilan tata perjuangan negara diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1986, kemudian undang-undang tersebut diubah dengan UndangUndang RI Nomor 9 Tahun 2004 wacana Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1986 wacana Peradilan Tata Usaha Negara, serta diubah lagi dengan Undang-Undang RI Nomor 51 Tahun 2009 wacana Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan tata perjuangan negara dilaksanakan oleh pengadilan tata perjuangan negara dan pengadilan tinggi tata perjuangan negara.

1. Pengadilan Tata Usaha Negara 
Pengadilan tata perjuangan negara berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota dan kawasan hukumnya meliputi wilayah kabupaten atau kota.

Pengadilan tata perjuangan negara merupakan pengadilan tingkat pertama. Pengadilan tata perjuangan negara dibuat berdasarkan keputusan presiden.

Perangkat atau alat kelengkapan pengadilan tata perjuangan negara terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, sekretaris, dan juru sita.

Pimpinan pengadilan terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua.

Hakim pengadilan ialah pejabat yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas usul ketua Mahkamah Agung.

Wakil ketua dan hakim pengadilan tata perjuangan negara diambil sumpahnya oleh ketua pengadilan tata perjuangan negara.

2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara 
Pengadilan tinggi tata perjuangan negara berkedudukan di ibu kota provinsi dan kawasan hukumnya meliputi wilayah provinsi.

Pengadilan tinggi tata perjuangan negara merupakan pengadilan tingkat banding.

Perangkat atau alat kelengkapan pengadilan tinggi tata perjuangan negara terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris.

Pimpinan pengadilan tinggi tata perjuangan negara terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua.

Ketua pengadilan tinggi tata perjuangan negara diambil sumpahnya oleh ketua Mahkamah Agung. Hakim anggota pengadilan ini ialah hakim tinggi.

Wakil ketua dan hakim pengadilan tinggi tata perjuangan negara diambil sumpahnya oleh ketua pengadilan tinggi tata perjuangan negara

Mahkamah Konstitusi merupakan perwujudan dari pasal 24 C UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Lebih lanjut Mahkamah Konstitusi diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2003 wacana Mahkamah Konstitusi dan Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.

Mahkamah Konstitusi terdiri dari 9 (sembilan) orang hakim konstitusi yang diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh DPR, presiden, dan Mahkamah Agung dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Susunan organisasinya terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) anggota hakim konstitusi.

Untuk kelancaran kiprah Mahkamah Konstitusi dibantu oleh sebuah Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan, yang susunan organisasi, fungsi, tugas, dan wewenangnya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden atas usul Mahkamah Konstitusi.

Masa jabatan hakim konstitusi ialah 5 (lima) tahun dan sanggup dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan.

Ketua dan Wakil ketua dipilih dari dan oleh hakim konstitusi untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun. Hakim konstitusi ialah pejabat negara


1. Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri) 
Pengadilan tingkat pertama dibuat berdasarkan keputusan presiden. Pengadilan tingkat pertama mempunyai kekuasaan aturan yang meliputi satu wilayah kabupaten/kota.

Fungsi pengadilan tingkat pertama ialah menyidik wacana sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan yang diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan dengan menyebutkan alasan-alasannya.

Wewenang pengadilan tingkat pertama ialah menyidik dan memutuskan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang, khususnya wacana dua hal berikut.

1) Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian tuntutan. 2) Ganti kerugian dan/atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan atau tuntutan.

2. Pengadilan Tingkat Kedua 
Pengadilan tingkat kedua disebut juga pengadilan tinggi yang dibuat dengan undang-undang. Daerah aturan pengadilan tinggi intinya meliputi satu provinsi. Pengadilan tingkat kedua berfungsi sebagai berikut.

1) Menjadi pimpinan bagi pengadilan-pengadilan negeri di dalam kawasan hukumnya.

2) Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di dalam kawasan hukumnya dan menjaga supaya peradilan itu diselesaikan dengan saksama dan wajar.

3) Mengawasi dan meneliti perbuatan para hakim pengadilan negeri di kawasan hukumnya.

4) Untuk kepentingan negara dan keadilan, pengadilan tinggi sanggup memberi peringatan, teguran, dan petunjuk yang dipandang perlu kepada pengadilan negeri dalam kawasan hukumnya.

Adapun wewenang pengadilan tingkat kedua ialah sebagai berikut.
1) Mengadili masalah yang diputus oleh pengadilan negeri dalam kawasan hukumnya yang dimintakan banding.

2) Berwenang untuk memerintahkan pengiriman berkas-berkas masalah dan surat-surat untuk diteliti dan memberi evaluasi wacana kecakapan dan kerajinan hakim.

3. Kasasi oleh Mahkamah Agung 
Mahkamah Agung berkedudukan sebagai puncak semua peradilan dan sebagai pengadilan tertinggi untuk semua lingkungan peradilan dan memberi pimpinan kepada pengadilan-pengadilan yang bersangkutan.

Mahkamah Agung merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana yang dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Mahkamah Agung diatur oleh Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2004 wacana Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1985 wacana Mahkamah Agung dan Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2009 wacana Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 2004, perangkat atau kelengkapan Mahkamah Agung terdiri atas pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris.

Pimpinan dan hakim anggota Mahkamah Agung ialah hakim agung. Pimpinan Mahkamah Agung terdiri atas seorang ketua, dua orang wakil ketua, dan beberapa orang ketua muda.

Wakil ketua Mahkamah Agung terdiri atas wakil ketua bidang yudisial dan wakil ketua bidang nonyudisial.

Dalam hal kasasi, yang menjadi wewenang Mahkamah Agung ialah membatalkan atau menyatakan tidak sah putusan hakim pengadilan tinggi alasannya putusan itu salah atau tidak sesuai dengan undang-undang.

Hal tersebut sanggup terjadi alasannya alasan berikut.

1) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh perundangundangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya perbuatan yang bersangkutan.

2) Melampaui batas wewenang.

3) Salah menerapkan atau alasannya melanggar ketentuan aturan yang berlaku


Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung.

Pengadilan negeri berperan dalam proses pemeriksaan, memutuskan, dan menuntaskan masalah pidana dan perdata di tingkat pertama.

Pengadilan tinggi berperan dalam menuntaskan masalah pidana dan perdata pada tingkat kedua atau banding.

Di samping itu, pengadilan tinggi juga berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir apabila ada sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan negeri dalam kawasan hukumnya.

Mahkamah Agung mempunyai kekuasaan tertinggi dalam lapangan peradilan di Indonesia. Mahkamah Agung berperan dalam proses training forum peradilan yang berada di bawahnya.

Mahkamah Agung mempunyai kekuasaan dan kewenangan dalam pembinaan, organisasi, administrasi, dan keuangan pengadilan.

Dalam pasal 20 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009, disebutkan bahwa Mahkamah Agung mempunyai wewenang berikut.

1) Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung

2) Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang.

3) Kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang, mirip menawarkan pertimbangan aturan kepada presiden dalam permohonan pengampunan hukuman dan rehabilitasi.

Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilakukan oleh pengadilan agama. Berdasarkan pasal 49 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2006, pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menuntaskan masalah di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syari’ah

Peradilan tata perjuangan negara berperan dalam proses penyelesaian sengketa tata perjuangan negara. Sengketa tata perjuangan negara ialah sengketa yang timbul dalam bidang tata perjuangan negara antara orang atau tubuh aturan perdata dengan tubuh atau pejabat tata perjuangan negara, baik di sentra maupun di kawasan sebagai jawaban dari dikeluarkannya keputusan tata perjuangan negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Peradilan militer berperan dalam menyelenggarakan proses peradilan dalam lapangan aturan pidana, khususnya bagi pihak-pihak berikut.

1) Anggota TNI.

2) Seseorang yang berdasarkan undang-undang sanggup dipersamakan dengan anggota TNI.

3) Anggota jawatan atau golongan yang sanggup dipersamakan dengan Tentara Nasional Indonesia berdasarkan undang-undang.

4) Seseorang yang tidak termasuk ke dalam angka 1), 2), dan 3), tetapi berdasarkan keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan yang ditetapkan berdasarkan persetujuan Menteri Hukum dan Perundang-undangan harus diadili oleh pengadilan militer

Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu forum negara yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan aturan dan keadilan.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban sebagaimana diatur dalam UUD 1945.

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersiIat fnal untuk perkara-perkara berikut.

1) Menguji undang-undang terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2) Memutus sengketa kewenangan forum negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3) Memutus pembubaran partai politik.

4) Memutus perselisihan wacana hasil pemilihan umum.

Mahkamah Konstitusi wajib menawarkan putusan atas pendapat dewan perwakilan rakyat bahwa Presiden dan/atau Wapres diduga:

1) telah melaksanakan pelanggaran aturan berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat lainnya,

2) perbuatan tercela, dan/atau

3) tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Repbulik Indonesia Tahun 1945

Ketaatan atau kepatuhan terhadap aturan yang berlaku merupakan konsep kasatmata dalam diri seseorang yang diwujudkan dalam sikap yang sesuai dengan sistem aturan yang berlaku.

Tingkat kepatuhan aturan yang diperlihatkan oleh seorang warga negara secara eksklusif memperlihatkan tingkat kesadaran aturan yang dimilikinya.

Kepatuhan aturan mengandung arti bahwa seseorang mempunyai kesadaran:
a. memahami dan memakai peraturan perundangan yang berlaku;
b. mempertahankan tertib aturan yang ada; dan
c. menegakkan kepastian hukum.

Adapun ciri-ciri seseorang yang berperilaku sesuai dengan aturan yang berlaku sanggup dilihat dari sikap yang diperbuatnya seperti:
a. disenangi oleh masyarakat pada umumnya;
b. tidak menjadikan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain;
c. tidak menyinggung perasaan orang lain;
d. membuat keselarasan;
e. mencerminkan sikap sadar hukum; dan
f. mencerminkan kepatuhan terhadap hukum.

  1. Yusnawan Lubis dan Mohamad Sodeli. 2017. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Kelas XI. Jakarta (pendidikan.id)

Related : Pkn Xi Penggalan 3 Sistem Aturan Dan Peradilan Di Indonesia

0 Komentar untuk "Pkn Xi Penggalan 3 Sistem Aturan Dan Peradilan Di Indonesia"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)