Sumber Gambar |
Apakah aku harus menulis?
Entah mengapa akhir-akhir ini pertanyaan itu begitu membekas dalam pikiran saya. Saya seperti kehilangan semengat sendiri. Meminjam istilah Ken Hanggara, pabrik tulisan yang ada dalam kepala ini rasanya telah hilang. Entah dicuri siapa, saya tidak tahu.
Pasalnya dalam beberapa bulan ini.. Tidak ada greget untuk menulis. Bahkan, satu cerpen pun tak ada yang dikirim ke media. Memang, saya ada proyek menyelesaikan novel. Tapi, novel itu malah tak sesuai target. Yang awalnya 1 bulan. Malah jadi 3 bulan baru selesai. Bener-bener payah!
Saya juga kadang suka iri, melihat teman-teman yang memposting buku barunya? Ah, kapan saya seperti ini? Apakah saya bisa menyusul mereka? Apalagi beberapa di antarnya belajar bareng saya di beberapa komunitas online? Jika, mereka bisa mengapa saya tidak?
Saya juga kadang suka bingung terhadap diri ini. Mengapa ya bisa menyukai dunia-menulis? Padahal, awalnya tidak sama sekali. Apalagi, sampai memutuskan kuliah di dunia yang masih berkaitan erat dengan sastra. Tapi, teori yang diperoleh semakin membuat takut menulis.
Pernah suatu ketika, saya menulis tiga puluh (atau empat puluh halaman? Saya lupa) dalam waktu tiga jam. Tapi, setelah itu. Untuk membangkitkan semangat menulis malah hilang. Draf novel pertama yang dihasilkan malah menjadi tiga bulan. Pengalaman ini terjadi di waktu 2014 lalu. Dan, kini 2016. Saya kembali menulis draf novel yang memiliki jumlah halaman 153 dengan waktu tiga bulan. Soal novel sebelumnya, sampai saat ini masih belum ada keputusan. Sudah ditolak dua penerbit sih? Mudahan-mudahan di penerbit ketiga ini mendapat jawaban baik. Aamiin.
Jauh di lubuk hati saya ingin terus menulis. Tapi, entah mengapa pengalaman menulis naskah panjang itu membuat saya malah lebih berhati-hati. Kadang begitu memantangkan konsep tapi tidak bertindak. Atau istilah berpikir tanpa bertindak. Duh, benar-benar bingung menjelaskannya.
Sebenarnya jika ditanya soal ide. Di kepala saya begitu banyak, tapi entah mengapa tangan ini sulit untuk menggerekkan tuts keyboard. Jika ditanya soal kegemeran membaca saya juga suka! Tapi, entah mengapa saya juga belum bisa terpancing untuk menulis.
Apakah benar saya harus berhenti menulis?
Ah. Rasanya jika itu dilakukan, saya benar-benar melakukan kesalahan besar. Mengingat beberapa kali menyemangati orang agar bias menulis (sekalipun karya masih belum berbicara). Selain itu, menulis juga ingin saya jadikan ladang kebaikan, perenungan, dan terapi jiwa.
Rasanya? Rasanya lho ya, tulisan saya selama ini belum menemukan napas tersendiri bagi saya? Atau mungkin dosa yang menggelanyut di dalam badan saya menjadi hijab (penutup) untuk mencapai pintu sukses dalam karir menulis.
Muhasabah diri begitu dibutuhkan oleh setiap manusia. Tak terkecuali saya. Mungkin, jika mempraktikan apa yang ada di buku “Kiat-Kiat Menjadi Penulis Muslim Kreatif” saya akan menemukan jawabannya.
Maaf kepada pembaca budiman atas tulisan ini yang berbau keluhan. Dan, terima kasih telah berkenan membaca.
Baca Juga:
0 Komentar untuk "Apakah Aku Harus Menulis?"