Ilustrasi/Foto: Rumah Dokumenter
Sejak diberlakukannya UU Desa, Desa memiliki kewenangan untuk menyeleksi sendiri pengelolaan dana desa yang dikucurkan pribadi oleh Pemerintah Pusat.
Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa Kabupaten Ponorogo, Drs. H. Najib Susilo, M.M dalam surat tertulis yang diantarkan ke Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, menyatakan bahwa dengan diberlakukannya UU Desa, versi pendampingan PNPM sudah tidak bisa lagi diterapkan.
"Kalau PNPM ialah kesibukan dari sentra dan desa terikat oleh aturan-aturan yang ada di PTO sehingga desa mesti ikut pendamping, untuk kini duit sudah ada di desa sumbernya bukan cuma dari Dana Desa, melainkan ada alokasi Dana Desa (ADD), bagi hasil pajak, PADesa dan dimasukan di APBDesa yang pengelolaannya ialah kewenangan desa bersangkutan," ujar Najib.
Desa yang menjadi subjek pembangunan, menurut Najib punya kewenangan sarat dalam menyeleksi nasibnya sendiri, terlebih dengan karakteristik yang berlawanan keperluan akan pendamping antara desa satu dengan desa yang yang lain menjadi berbeda.
"Sehingga dikehendaki pendamping yang memiliki pengertian ihwal desa dan keperluan desa, sesuai dengan karakternya masing-masing," paparnya.
Baca juga:
Sementara itu, Ketua Sekertariat Nasional (Seknas) Jaringan Pemantau Pendamping Desa (JP2D) Jawa Barat, Heri Kurniawan menyatakan bahwa peranan dan fungsi para Pendamping Desa memiliki banyak perbedaan dengan pendamping PNPM. Berdasarkan Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi No. 3 Tahun 2015, menurut Heru pendamping desa yakni kegiatan untuk mengerjakan langkah-langkah pemberdayaan penduduk lewat asistensi, pengorganisasian, pengarahan dan fasilitasi desa.
Sedangkan tujuan pendampingan desa termasuk peningkatkan kapasitas, efektifitas dan akuntabilitas pemerintahan desa dan pembangunan desa. Kedua peningkatkan prakarsa, kesadaran, dan partisipasi penduduk Desa dalam pembangunan Desa yang partisipatif. Ketiga peningkatkan sinergi kesibukan pembangunan Desa antarsektor dan yang terakhir terkait pengoptimalan aset setempat desa secara emansipatoris.
"Kalau eks PNPM ini merasa paling pengalaman mendampingi desa, maka menyediakan bahwa mereka yakni mental pekerja bukan mental pemberdaya. Karena jiwa pemberdaya yakni jiwa yang menghargai orang lain, bukan memaksakan kehendak," ujar Heri.
Di segi lain, Heri juga menyoal kehendak eks PNPM yang mengharapkan menjadi pendamping desa secara otomatis tanpa lewat jalur tes. PNPM menurut Heri perlu menyelesaikan dana bergulir yang di kelola PNPM yang jumlahnya meraih milyaran rupiah bagi setiap Kabupaten/ kota, keberadaanya sampai ketika ini tidak pernah jelas. Tentu, hal itu yang mesti di ungkap dan diusut oleh pihak yang berwenang di wilayahnya.
"Dengan ketidaktranparansian dana bergulir yang sudah di kelola beberapa tahun oleh para pelaku PNPM, itu sudah merugikan negara beserta rakyatnya," tandasnya.
Akibat tidak adanya transparansi dana bergulir yang diatur PNPM, banyak para eks PNPM yang ditetapkan selaku tersangka korupsi penyalahgunaan dana PNPM. Salah satunya yakni penyitaan rumah dan tanah milik mantan Bendahara PNPM Nanga Pinoh, Rosita Nur,yang dijalankan oleh Kejaksaan Negeri Sintang, pada Senin (2/6).
Penyitaan tersebut dipimpin oleh Kasi Pidsus Kejari Sintang Coky Caolus didampingi beberapa staf dan pegawapemerintah kepolisian. Penyitaan tersebut diikuti dengan pemasangan papan plang bertuliskan, tanah dan bangunan ini sudah disita dalam kasus tindakan melawan hukum korupsi penyalahgunaan dana PNPM Kabupaten Melawi.[Info Kemendes]
0 Komentar untuk "Versi Pendampingan Pnpm Tak Sesuai Semangat Uu Desa"