Perwakilan masing-masing juri tangkai seni penulisan karya sastra menyampaikan peraturan lomba. |
Tepat jam tiga sore (Senin, 16/5) kami telah berada di lantai 8 Gedung Rektorat Universitas Brawijaya. Saya, Mas Ibnu, dan Sukresmi segera masuk ruangan technical meeting. Pun, di sana masih tak tampak peserta penulisan karya sastra. Beruntung, di ruangan itu ada teman-teman dari UNESA.
Sibuk mencatat hal-hal penting, di belakang saya dan Sukresmi. Ada Mas Ibnu dan kawan-kawan UNESA. |
Saya pun berkenalan. Ada tiga nama, namun satu nama yang masih saya ingat. Yakni, Mas Helmi. Selepas itu, peserta lain datang satu-satu. Hal ini berakibat pada teechinal meeting baru dimulai sekitar jam setengah empat. Atau istilah kerennya jam ngaret?
Melihat kondisi tersebut, izinkan saya mengutip suatu kalimat bijak, “Orang yang tidak menghargai waktu berarti tidak menghargai dirinya sendiri.” Kutipan tersebut benar-benar tidak berlebihan. Sebab, waktu itu adalah uang. Jika kita bisa menggunakan waktu dengan maksimal dan penuh kegiatan manfaat, maka keberuntungan yang datang. Sebaliknya, jika kita berleha-leha. Bisa saja, suatu saat waktu itu membunuh. Eh, kok seperti iklan rokok? Merokok membunuhmu!
Kembali ke fokus ya, Kakak.
Isi pembicaraan masing-masing perwakilan juri di tangkai seni kepenulisan sungguh menyentakkan jiwa. Biar tidak kaget saya tulis di sini ya!
Lomba dilaksanakan Selasa, dengan rincian waktu:
08.00-10:30 Pembukaan Peksimida di Samanta Krida
10:30-14:30 Lomba Penulisan Karya Sastra (Untuk Penulisan Cerpen dan Puisi)
10:30-18:30 Lomba Penulisan Karya Sastra (Untuk Penulisan Lakon)
Tempat di Ruang Pertemuan lantai 8 Gedung Rektorat Univ. Brawijaya.
19:00-20:30 Penjurian
21:00-selesai pengumuman dan penutupan di Samanta Krida
Bagaimana tidak menyentakkan jiwa bila mendengar rincian waktu di atas? Sebab, penulisan karya sastra (cerpen dan puisi) dibatasi empat jam. Berbeda dengan di petunjuk pelaksanaan yang ada. Hal ini pasti membuat saya belajar menejemen waktu dengan benar. Apalagi, perlombaan saya masih belum bisa memprediksi tema yang akan keluar.
Namun, target menulis 6-10 halaman selama 4 jam itu tidak ada satu pun yang protes? Apalagi dari pihak juri sudah menyatakan bahwa di perlombaan O2SN malah 3 jam. Masak kami kalau ke anak-anak sekolah menengah? Kan lucu?
Otak yang pertama mengeluarkan protes tiba-tiba lenyap. Pun, usai TM kami kembali ke hotel. Lalu, sholat dan malamnya makan. Keesokan harinya (17/5), sarapan saya bertambah bergizi di hotel, sebab sepagi sebelum berangkat ke tempat perlombaan saya telah membaca beberapa cerpen yang dimuat di Kompas selama beberapa Minggu terakhir melalui laman fanpage mereka. Dari sana, saya bisa belajar banyak hal. Seputar: memperdalam konflik, tokoh dan penokohan, dan gaya bahasa yang menjadi titik lemah saya.
Barulah, jam setengah delapan pagi. Kami kembali ke Samanta Krida. Di sana, pembukaan dibuka oleh MC yang seorang dosen. Dan ada paduan suara yang menyanyikan lagu India. Sungguh penuh rasa takjub, tidak hanya disitu pembacaan kalam Illahi pun begitu menentramkan jiwa. Nah, ketika pembukaan saya kembali terkejut. Sebab, yang membuka itu perwakilan BPSMI (Badan Pembina Seni Mahasiswa Indonesia) yang tak lain adalah Pembantu Rektor 3 Universitas Jember.
Betapa bangganya saya!
Acara pembukaan ini tidak berlangsung lama. Sebab, belum sampai jam 10 acara sudah ditutup. Dan, tentu kami langsung kembali ke lantai 8 rektorat. Perjalanan Samanta Kirda-Rektorat berkisar lima menit. Untuk mengurangi rasa gugup, kami pun berfoto di rektorat UB. Seperti foto-foto keceh berikut:
Di depan Rektorat UB. |
Di dalam Rektorat UB. |
Di dalam lift menuju lantai 8. |
Sampai di lantai 8, orangnya tidak ada. |
Juri memberitahukan tema penulisan. |
Nah, perlombaan pun dimulai tepat jam 10:30.
Di ruangan tersebut. Kami bebas memilih tempat duduk yang mana. Sudah tentu, saya, Mas Ibnu dan Sukresmi memilih duduk berdampingan. Di jam pertama menulis, otak ini seakan diperas untuk mendapatkan ide yang tepat. Akhirnya, sekitar satu jam. Saya mendapat ide menulis tentang Tajjin Palappa. Tidak tahu tajjin palappa? Ah, kampungan *meminjam kata Dodit* hihihihi. Tajjin Palappa itu enak lho. Untuk lebih lanjutnya, silakan cari di Google ya termasuk cara membuatnya hhiiih. *ketawa jahat*
Nah, saya gunakan tajjin palappa sebagai simbol cinta, rindu, dan dendam. Dan, satu hal yang membuat saya senang. Ternyata, cerpen yang berjudul “Tajjin Palappa dan Segenap Dendam Amerta” itu merupakan lanjutan dari cerpen “Baung dan Segenap Dendam Amerta” yang diikutkan seleksi di Universitas. Sebuah hal yang tidak disangka-sangka dalam proses kretatif menulisnya. Entah, mengapa ide begitu lancar mengalir dalam menuliskannya. Bahkan, satu jam lebih beberapa menit cerpen itu sudah mencapai 10 halaman. Hmm? Sesuatu yang menikmatkan.
Setelah selesai menulis, saya tak langsung mengedit. Melainkan langsung istrihat menunaikan shalat Dzuhur tepat jam 13:10 yang terletak di lantai 5 rektorat UB. Maaf bagian ini, lupa nggak ambil gambar. :D
Barulah setelah shalat, saya dan Mas Ibnu kembali ke ruang peperangan. Akhirnya, saya melakukan tindakan pangkas sana, buang sini! Hingga tepat jam 14:20 alarm dari panitia berbunyi.
“10 menit lagi peserta tangkai penulisan cerpen dan puisi diharap meninggalkan ruangan.”
Mendengar pengumuman itu, saya segera memasukan flash disk yang kosong dari file. Pun, naskah itu kembali dibaca. Lalu, disodorkan kepada panitia untuk dicetak. Mas Ibnu juga melakukan hal yang sama. Dan, setelah keluar dari ruangan peperangan itu. Saya baru tersadar, bahwa ada beberapa hal yang belum saya ubah. Akhirnya, yang menjadi kekuatan selanjutnya adalah rapalan doa.
Menit berikutnya otak yang telah diperas habis itu membuat saya menikmati suasana Universitas Brawijaya.
Di bunderan UB. |
Di depan Gedung Samantha Krida. |
Sebelum menonton lomba tari di dalam Gedung Samantha Krida. |
Dan, kembali lagi ke Samanta Krida untuk menyaksikan penampilan peserta lomba tari. Kebetulan Universitas Jember menjadi peserta kelima. Pun, setelah menonton teman-teman sendiri. Saya memilih tidur di atas tribun. *dari saking capeknya, hehheh*
Setelah penampilan peserta terakhir, saya dibangunkan oleh kakak-kakak UKM Kesenian. Pun, saya bisa menikmati kudapan terakhir yang dipersembahkan oleh anak-anak UB yang begitu memukau.
Dan, pasti selepas itu adalah pengumuman... pengumuman.
Untuk pengumuman pertama tentang juara penulisan cerpen.
Dimulai dari juara harapan 2.
Pak Mashuri (perwakilan juri dari Balai Bahasa Jawa Timur) mengumumkan sebuah judul. Lalu, teman dari Universitas Negeri Surabaya maju ke pentas.
Juara harapan satu. Saya tidak mengenali dari mana.
Juara ketiga dibacakan. Saya sudah deg-degan. Jangan sampai judul saya diucapkan Pak Mashuri. Begitu batin saya. Dan, ternyata benar. Sayangnya, saya tidak mengenali si juara 3.
Dan, ketika juara 2 diumumkan. Otot saya melemas. Mengingat juri mengumumkan judul cerpen saya. Rona bahagia teman-teman segera menyambut, juga ucapan selamat dan jabat tangan erat. Mendadak dunia saya seakan runtuh. Bukan tidak senang menjadi juara 2. Tapi, di juklas-juklis hanya juara 1 yang mewakili provinsi ke tingkat nasional. Walaupun, begitu saya memantapkan langkah kaki menuju panggung.
Bersama Kepala Biro 1 UB, foto paling baper. :D |
Dari kiri juara harapan 2, harapan 1, juara 3, juara 2, dan juara 1 berfoto bersama Kepala Biro 1 UB. Wajah saya masih senduh ya :D |
Tim Penulisan Karya Sastra Universitas Jember. Dari kiri saya, Sukresmi (Juara 1 lakon), dan Mas Ibnu (Juara 2 Puisi) |
Bersama Mika dan Eris (Kakak PBSI 2013) |
Di sini kami bermain, tapi tidak main-main. Empat piala teraih. :) |
Di balik ini semua pasti ada rencana Allah.
Oya, untuk yang juara 1 itu dimenangkan oleh Universitas Ronggolawe Tuban. Selain itu, Universitas Jember juga menjadi juara umum di Pekan Seni Mahasiswa Jawa Timur yang dilaksanakan di UB dengan membawa oleh-oleh, juara 2 Penulisan Cerpen, juara 1 Penulisan Lakon, Juara 2 Penulisan Puisi, dan Juara Harapan 2 Tari. Dalam perlombaan tersebut, kami tak henti-henti menyanyikan lagu Mars Universitas Jember di setiap kemenangan di tangkai seni. Hal ini membawa sensasi kesenangan yang sulit diungkap kata-kata.
Saya yang meski hanya juara 2, tentu perlu banyak belajar untuk terus bisa berprestasi demi almamater! Kapan pun dan di mana pun! Ini bukan akhir dari segalanya!
Dan, di sana kami bermain. Tapi, tidak pernah main-main.
Semoga dengan adanya kegiatan ini menambah semangat kami untuk berprestasi demi almamater tercinta!
Foto alay sebelum meninggalkan hotel. Hiiih. |
0 Komentar untuk "Mars Universitas Jember Menggema di Gedung Samantha Krida Universitas Brawijaya"