Sepertinya anggapan sebagian orang ada benarnya. Aku hanyalah sarana untuk membuang kotoran, bahkan tanpa hati mereka merusak kesucian dan kebersihan tubuhku.
Tak sampai di situ, aku yang selalu menjadi saksi ketika mereka memadu kasih. Juga kini berganti sebagai sesuatu yang tidak dianggap.
Dulu, dulu sekali. Sewaktu pohon kanopi masih tumbuh di sekelilingku. Ketika semua masih terlihat hijau. Ketika tubuhku berwarna putih. Tak cokelat akibat pemansan global seperti yang didenggung-dengungkan banyak orang.
Begitu banyak orang yang memuji kecantikanku. Bahkan, sebagian dari mereka rela menatap keelokan parasku seraya menyaksikan matahari terbenam. Tak terkecuali mereka. Sepasang kekasih yang sudah tak asing lagi bagiku. Si lelaki bernama Balu, sedang perempuan bernama Jasmani. Mereka sepasang kekasih yang begtu sempurna. Aku begitu iri melihat keduanya.
Apalagi pendampingku telah lenyap. Hanya menyisakkan anak yang tak berguna hampir sama denganku. Kembali kepada sepasang kekasih itu. Kalian sebagai pembaca yang budiman meski mengetahui sejarah kisah mereka.
“Jasmani kau cantik sekali dan aku suka!” ucap Balu dengan bibir gemetar.
Jasmani hanya tersenyum simpul, sambil merapikan bunga kenanga yang ada di telinganya. Sedetik kemudian ia melepas pandangan Balu dan ikut menatapku.
“Kau cokelat!” gumam Jasmani keras.
“Aku cokelat?” tanya Balu tak percaya.
Jasmani langsung merunduk. Sambil menggeleng-gelengkan kepala.
“Bukan kamu. Tapi dia!” tunjuk Jasmani kepadaku.
Balu tersenyum puas, lalu tertawa terbahak-bahak.
Aku yang berada di dekat mereka. Seperti ingin menumpahkan amarah dengan menggulung tubuh merka berlapis-lapis. Kekaguman itu mendadak sirna.
Beruntung, ternyata Balu menyadarkan Jasmani untuk tidak terlalu bawa perasaan.
“Sudahlah, artinya kita yang harus memperbaikinya.” Janji Balu membuatku senang seketika.
**
Tiba-tiba kenangan tentang Balu dan Jasmani begitu menyeruak dalam pikiranku. Padahal, sepasang kekasih itu tak pernah lagi berkunjung. Terakhir mereka menemuiku sekitar dua Minggu yang lalu.
Dan, anehnya pasangan romantis itu seperti akan terpisah dengan air mata yang begitu menyala.
“Aku harus pergi.” Balu memulai pembicaraan.
“Ke mana?” tanya Jasmani, seperti ingin berlama-lama mengajak sang kekasih berbicara.
“Kuliah di luar kota.”
Jasmani langsung menunjukkan mimik muka yang berbeda. Kini mendung juga tak tampak di tubuhku. Namun, di tubuh putihnya itu.
“Kenapa tidak di sini?”
Balu menggeleng. Ia kemudian menunjuk tubuhku, “Ia yang akan menjadi saksinya.”
“Sampeyan yakin?”
“Aku akan berusaha menemuimu. Apalagi kau tahu sendiri aku cuma pindah ke kota sebelah. Jadi, ada kemungkinan kita akan bertemu lagi.”
Jasmani mengubah ekspresi senangnya kembali.
Aku ikut tersenyum dari kejauhan. Sekalipun mereka tidak melihat hal tersebut.
Dan, kini aku malah menangis atas ingatan itu. Apalagi si Balu dan Jasmani sudah tak lagi menghampiriku. Jika merujuk pada nama, sepertinya kurang baik. Tidak harus melihat weton-nya dulu. Coba, kita cek saja di Kamus Besar Penyingkatan Indonesia. Balu yang memiliki empat huruf itu memiliki makna terbawa masa lalu. Sedang, Jasmani artinya jangan sekali-kali melupakan mantan kekasih. Jadi, keduanya tidak cocok.
Dan, hal tersebut memang benar-benar terjadi. Sekitar satu semester setelah usai berpisah. Keduanya kembali bertemu di lokasi tak jauh dengan aku berada. Seperti biasa.
“Kita putus!”
“Ha?! Kenapa Kang Balu?”
“Tidak ada kecocokan?”
“Tidak ada kecocokan atau kamu bertemu mantanmu?”
“Itu sudah tahu.” Tutup Balu, lalu pergi meninggalkan Jasmani. Sepeninggalan kekasihnya, Jasmani menangis sesungguhkan. Ia benar-benar tidak percaya sang kekasih bisa mengkhianati cintanya. Padahal, sudah banyak hal yang dilakukannya untuk Balu. Mulai materi ataupun non materi. Dan, sekarang Balu begitu cepat berubah.
Usur punya usut. Tenyata Balu kembali berpacaran dengan mantannya. Nyatanya memang benar lelaki itu sulit move on dari mantan. Bahkan, mungkin dalam kamus hidupnya balikan dengan mantan sama susahnya dengan mencari pekerjaan.
Hal yang terjadi pada Balu. Tidak terjadi pada Jasmani. Perempuan itu masih sendiri. Sebelum, tepat dua semester ia ditinggal Balu pergi. Ada seseorang lelaki bernama Zaidi mendatangi Jasmani.
Seperti dikisahan Jasmani padaku sewaktu sore. Zaidi itu mendapatkan gelar BP7 dikarenakan kepupolerannya di dunia maya. Bahkan, mengalahkan Ria Richis dan sederet selebgram lainnya. Sayangnya, hal itu tak membuat Jasmani menaruh perhatian.
“Mama, aku resek. Masak mau jodohin dengan si BP7 itu. Bapak pergi pulang pulang petang penghasilan pas-pasan. Sungguh benar-benar tidak masuk akal.”
“Om itu baik. Coba saja dulu.”
Aku terpaksa menahan muntah ketika Jasmani bertelepon dengan Mamanya di dekatku.
“Halo??? Ma, aku masih waras keles!” gerutu Jasmani kemudian.
Prediksiku kemudian, Jasmani akan membatalkan perjodohannya dengan BP 7. Dan, benar saja. Ia kembali mendatangiku untuk berkeluh seputar pembatalan pertunangan itu.
“Yan, maafkan aku ya! Rasanya suka sekali melupakan mantan. Bahkan jauh lebih suka dibanding menyerap ilmu alkana.”
Aku mengangguk mantap, tanpa bersuara. Sekalipun dalam hati ingin berucap, “Move on dong!”
Tepat ketika aku hendak mengatakan hal tersebut. Sesaat bulir-bulir kristal menggulir di pipih perempuan berwajah kristal itu.
“Aaaah!”
Ia kemudian berteriak. Mungkin, sebagai bentuk terapi. Dan, tepat ia berhenti teriak. Tiba-tiba ada sosok lelaki tak berbusana lengkap mendekatiku.
“Mayat kang Balu.” Suaranya lantang.
Aku tergagap, bingung, antara menolong atau tidak.
Kulihat kanan-kiri. Tidak ada orang selain Jasmani. Maka, aku menyuruh beberapa anak buahku dengan menggunakan kebijakan pengahalauan dengan batu. Namun, sayangnya mayat Balu hilang entah di mana. Seperti memiliki kekuasaan magis saja. Mengetahui hal tersebut Jasmani malah tertawa lebar.
“Haha. Rasain Balu! Kamu sih ain putus sama aku.”
Mendadak tubuhku mendidih. Seperti tak terima apa yang diucapkan Jasmani. Tubuhku yang berombak dengan warna kecokelatan itu segera mendekati Jasmani. Kulumat dia dengan gerakan air seribu bayangan seperti Naruto pada umumnya. Dan, setelah berhasil. Kini, Jasmani dan Balu sama-sama menjadi jasad.
Aku tetawa puas. Kini, kebanggaanku atas mereka sirna bersamaan dengan satu sama satu yang saling membenci lantaran cinta yang tak berjalan semestinya. Mendadak aku bangga, kini bukan hanya dua desa yang kuhubungkan. Yakni: Balu dan Jasmani. Sampai cerita ini ditulis, mereka yang telah mati. Tak mengetahui jika sifat sungai Sampeyan ini memiliki sifat antogis. Sama seperti penulis cerpennya.
Situbondo, 14 Juli 2016 jam 8:05 lewat beberapa detik.
0 Komentar untuk "Seperti Cinta, Dendam Akan Membuat Tawa (Dimuat di Radar Jember Edisi 18 Desember 2016)"