1. Pengertian Tari
Tari merupakan salah satu bentuk kesenian yang memiliki media ungkap/substansi gerak, dan gerak yang terungkap adalah gerak manusia. Karena tari adalah seni, maka walaupun substansi dasarnya adalah gerak, tetapi gerak-gerak di dalam tari itu bukanlah gerak realistis/keseharian, melainkan gerak yang telah diberi bentuk ekspresif. Gerak ekspresif ialah gerak yang indah, yang bisa menggetarkan perasaan manusia. Adapun gerak yangindah ialah gerak yang distilir, yang di dalamnya mengandung ritme tertentu. Kata indah di dalam dunia seni adalah identik dengan bagus, yang oleh John Martin diterangkan sebagai sesuatu yang memberikan kepuasan batin manusia. Jadi bukan hanya gerak-gerak yang halus saja yang bisa indah, tetapi gerak-gerak yang keras, kasar, kuat, dan penuh dengan tekanan-tekanan serta aneh pun dapat merupakan gerak yang indah.
Berikut ini ada beberapa definisi tentang tari yang dikemukakan oleh beberapa ahli:
a. Kamaladevi Chatopadhayaya (seorang ahli tari dari India) mengemukakan: “Tari dapat dikatakan sebagai suatu instinct, suatu desakan emosi didalam diri kita yang mendorong kita untuk mencari ekspresi pada tari, yaitu gerakan-gerakan luar yang ritmis yang lama kelamaan nampak mengarah kepada
bentuk-bentuk tertentu”.
b. Corrie Hartong (ahli tari dari Belanda) mengemukakan: “Tari adalah gerak-gerak yang diberi bentuk dan ritmis dari badan di dalam ruang”.
c. Pangeran Suryodiningrat (ahli tari Jawa) mengemukakan: “Tari adalah gerakan-gerakan dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras dengan irama musik serta mempunyai maksud tertentu”.
d. DR.J.Verkuyl mengemukakan: “Tari adalah gerakan-gerakan tubuh dan anggota-anggotanya yang disusun sedemikian rupa sehingga berirama”.
e. Walter Sarrel, mengemukakan: “Tari adalah gerakan-gerakan badan yang seimbang menurut irama tertentu dan dalam tempat tertentu”
Definisi-definisi di atas mengungkapkan bahwa seni adalah ekspresi dan elemen dasar dari tari adalah gerak dan ritme.
Tari lahir bersama-sama dengan lahirnya manusia di dunia. Mereka hidup secara kumulatif dan didukung oleh masyarakat serta lingkungannya, berkembang searah dengan keadaan alam dan perkembangan jaman dari tahun ke tahun yang ditandai dengan perjalanan jaman yaitu dari jaman primitif sampai jaman sekarang ini.
Periodesasi tari di Indonesia dimulai dari jaman primitif, jaman feodal, dan jaman modern.
2. Periodesasi Tari Di Indonesia
a. Jaman Masyarakat Primitif
Jaman primitif meliputi jaman batu dan jaman logam, dimana kehidupan manusia masih sangat dipengaruhi oleh kekuatan alam sekitarnya yang bersifat magis, sehingga tari-tariannya bersifat magis dan sakral. Pada jaman batu ada beberapa peninggalan berupa karya seni yang diwariskankepada keturunan mereka berupa bayangan-bayangan tipis dari tangan mereka. Adapun bayangam tangan tersebutmenekankan padajari-jari mereka yang terentang pada permukaan batu, memoleskan cat merah disekitarnya, dan terciptalah bentuk-bentuk cetakan yang tahan lama. Susunan yang tidak keruan dari siluet tangan pada dinding-dinding gua tampak seperti hiruk pikuk. Pada dinding gua juga ditemukan bekas cetakan kaki, beberapa bentuk manusia dan binatanglaut, serta banyak tanda-tanda atau simbol, diantaranya sebuah gambar bulan sabit dan desain-desain lainnya yang kurang dikenal.
Berdasarkan uraian di atas, menunjukan bahwa ciptaan karya seni pada jaman primitif masih dilestarikan sampai saat ini, demikian juga karya-karya tari. Tari-tarian pada jaman primitif menekankan pada upacara-upacara adat maupun penyembahan. Soedarsono mengatakan bahwa pada orang-orang Mimika terdapat panggung yang disebut Mbii Kawane yang khusus untuk mementaskan dramatari topeng, yang merupakan upacara penyembahan kepada arwah nenek moyang. Berasarkan hal tersebut, topeng dijadikan media untuk upacara dalam menjalin hubungan dengan arwah nenek moyang.
Topeng sudah ada dan telah dikenal oleh masyarakat semenjak jaman primitif, hal itu ditegaskan oleh pendapat Curt Sachs yang mengatakan bahwa topeng mempunyai akar pokok dalam kebudayaan Totem. Dijelaskan bahwa bentuk lukisan sebagian menggambarkan manusia dan sebagian mewujudkan hewan, dapat dilihat pada lukisan di dalam gua-gua. Selain topeng berakar pada kebudayaanTotem, topeng juga berakar dari tari-tarian primitif dalam upacara suci, seperti misalnya topeng yang terdapat pada suku Dayak Kalimantan Selatan dan Tengah yang digunakan dalam upacara tiwahsebagai penutupan upacara pelayatan. Sehubungan dengan topeng Lelyveld berpendapat, topeng purba diberi tekanan pada pertunjukan magis untuk menghormati arwah-arwah, yang merupakan bagian tata upacara animistik dalam masyarakat Jawa Kuna.
Tari primitif bersifat magis atau sakral dan berciri khas sederhana. Apabila ditinjau dari terminology, primitif berasal dari kata primus (bahasa latin) yang berarti pertama. Dengan demikian tarian ini dapat dikatakan tarian yang paling tua umurnya. Bahkan dapat dikatakan bahwa tarian primitif telah ada semenjak manusia ada di dunia ini, atau boleh dikatakan hampir seumur manusia.
Kehidupan masyarakat primitif dalam kehidupannya sehari hari di pimpin oleh roh-roh nenek moyang yang telah mati yang dipercaya tinggal di gunung-gunung. Mereka menganggap bahwa roh-roh itulah yang tinggal di sumber-suber sungai yang tersembunyi, yang tanpa air, dan tak ada padi yang tumbuh. Mereka adalah pendiri dari komunitas desa, mereka menegakkan adat kebiasaan serta menjaga pertumbuhannya. Nenek moyang ini juga mengatur sumber-sumber kekuatan hidup magis, kekuatan yang menyebabkan bukan saja hidup manusia, tetapi juga hidup binatang dan tumbuhan, bahan, bahkan komunitas manusia fluidum yang misterius yang tanpa ia, tak mungkin ada kemakmuran.
Pada jaman primitif terutama di bagian timur dari kepulauan Indonesia, tanah leluhur diduga ada di seberang laut, dari roh-roh si mati dipercaya mengadakan perjalanan ke sana dengan perahu. Puncak-puncak gunung juga dipercaya secara luas sebagai tempat tinggal para dewa dan roh-roh leluhur. Juga gunung-gunung berapi yang tinggi dipandang memiliki kehidupan serta roh mereka sendiri, dan mereka dihormati.
b. Jaman Masyarakat Feodal
1) Jaman Indonesia Hindu
Jaman Indonesia Hindu dimulai sejak datangnya pedagang-pedagang dari India yang kemudian menetap di Indonesia. Budaya India kemudian mempengaruhi budaya Indonesia. Salah satunya adalah seni tari yang merupakan salah satu bagian yang penting dalam upacara keagamaan pada jaman Hindu. Sebagai bukti dapat dilihat pada relief-relief yang terdapat pada candi yang menggambarkan penari-penari yang sedang menari. Pada Jaman Hindu ditandai dengan kerajaan Hindu tersebar di Jawa dan Sumatra, serta di Kutai Kalimantan Timur dan Taruma di Jawa Barat pada abad ke 5, serta Kerajaan Sriwijaya kuna di Sumatra Selatan pada abad ke 7.
Kebudayaan Jawa Hindu mencapai puncak di Jawa tengah pada abad ke 7 sampai abad ke 10. Hal tersebut ditandai dengan adanya dua dinasti yang memerintah dan mereka bersaing, yaitu Buddhis dan Shiwait antara abad ke 8 dan akhir abad ke 10. Para penyebar Budhisme adalah dinasti Syailendra (secara harafiah berarti yang dipertuan dari gunung), kemudianmengembangkan kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatera dan menjadi kerajaan Raya. Kerajaan dari dinasti Shiwait yang mengggantikan dinasti Syailendra di Jawa dikenal sebagai Mataram.
Di Jawa Timur kurang lebih pada abad ke 10 sampai abad ke 16 dalam pemerintahan Raja Sendok, Dharmawangsa dan Airlangga (929-1047), muncul tiga kerajaan timbul secara bergantian sebagai pusat kerajaan di Jawa Timur, yaitu Kediri, Singasari, dan Majapahit, yang melebarkan kekuasaan sampai
meliputi bagian-bagian lain dari kepulauan, serta memberi pengaruh kuat pada perkembangn seni tari di Bali. Pada Jaman Kediri (abad XII), pertunjukan tari topeng berkembang di dalam istana dengan istilah wayang wong, atapukan, patapelan dan raket. Cerita yang dipergunakan dalam pertunjukan topeng pada jaman Kediri menggunakan cerita Mahabarata dan Ramayana. Sehubungan dengan hal tersebut Poerbotjaroko memberi penjelasan bahwa cerita Ramayana dan Mahabarata berkembang pada jaman Kediri. Pada jaman itu banyak cerita yang bersumber dari Ramayana dan Mahabarata, antara lain Gathukatjasraya, Ardjunawiwaha, dan Kresnayana. Pada jaman Majapahit pertunjukan tari topeng juga dikenal dengan istilah atapukan, patapelan dan raket. Pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk permainan topeng mengalami perkembangan dengan baik. Hal itu dapat dilihat dari pertunjukan topeng yang dipentaskan di dalam istana untuk kepentingan pesta kerajaan Majapahit yang ditarikan sendiri oleh Prabu Hayam Wuruk. Hal itu dipertegas oleh Mulyana dalam Nagara Kertagama yang menceriterakan bahwa Prabu Hayam Wuruk tampil ke depan untuk menari panjak.Adapun syairnya antara lain berbunyi, “Sri Kertawardana tampil ke depan menari panjak. Bergegas lekas panggung disiapkan di tengah mandapa. Sang permaisuri berhias jamang laras menyanyikan lagu. Luk suaranya mengharu rindu, tingkahnya memikat hati”. Kehidupan tari topeng tidak bisa berkembang dengan baik, sepeninggal Prabu Hayam Wuruk pada tahun 1939, dikarenakan sepeninggal Prabu Hayam Wuruk di Majapahit terjadi kericuhan yang berkisar pada masalah perebutan tahta kerajaan. Keadaan demikian mengakibatkan suramnya Majapahit.
Pada tahun 1478 M kekuasaan tahta kerajaan Majapahit dapat direbut kembali oleh Dyah Girindra Wardana dengan menewaskan Kerta Bumi yang ditandai dengan sengkalan ”Sirna ilang Kertaning Bumi” atau tahun 1400 Saka. Para penulis tradisi berpendapat bahwa Majapahit runtuh diakibatkan serangan R. Patah dari Demak pada tahun 1478 M. Runtuhnya Majapahit juga disebabkan oleh faktor politik yaitu peranan agama Islam yang menyebabkan takluknya Majapahit oleh kerajaan Demak.
Dengan runtuhnya kerajaan Majapahit bukan berarti bahwa tari topeng tidak bisa berkembang. Soedarsono mengatakan bahwa pada jaman Demak, Pajang dan Mataram dramatari topeng masih tetap mengalami perkembangan yang baik. Pendapat di atas dapat dibuktikan, bahwa pada Susuhunan Mangkurat I setiap hari Sabtu diselenggarakan pertunjukan tari, di antaranya badut. Badut merupakan pertunjukan komedi yang penarinya memakai topeng .
Pada jaman Hindu, seni tari merupakan salah satu bagian yang penting dalam upacara keagamaan. Sebagai bukti dapat dilihat pada relief-relief yang terdapat pada candi yang menggambarkan penari-penari yang sedang menari. Bukti tarian yang ada pada jaman Hindu dilukiskan dalam tiga urutan yang berbeda dari relief tinggi di candi Shiva. Di sekeliling badan bawah ada 24 penjaga mata angin (lokapala). Beberapa dewa yang duduk ini diapit oleh para pelayan. Seri lain yang dipahatkan di dinding luar dari balustrade terdiri dari 62 penari dan musisi kawangan. Rasa gerak yang hidup dan kadang-kadang sikap-sikap yang penuh kegembiraan, berdasarkan pada momen-momen penting terkenal dalam tarian Shiva, begitu pentingnya momen tersebut hingga seluruh candi seolah-olah tercekam oleh ritme-ritme tari mereka. Setiap kelompok penari yang berhenti, diselingi dengan sekelompok tiga makhluk kahyangan yang berpose dalam sikap-sikap yang indah dan halus. Akhirnya sepanjang sisi dinding candi yang membentuk galeri dari kaki candi, dipahatkan cerita tentang Ramayana sampai saat ketika pasukan kera yang dipimpin oleh Hanuman menyeberangi samudera ke langka.
2) Jaman Indonesia Islam
Pada awal abad ke 16 kesultanan-kesultanan di pantai Jawa utara merebut kekuasaan Majapahit, di pantai Jawa Barat para Sultan Banten mengembangkan kekuasaannya. Menjelang akhir abad ke 16 di Jawa Tengah, sebuah dinasti Muslim menghidupkan kembali Mataram sebagai kesultanan. Pada abad ke 18, ketika kekuasaan Belanda menyusup, Mataram yang telah menjadi kecil di bagi menjadi kerajaan Surakarta dan Yogyakarta, yang secara umum melestarikan kekuasaan secara nominal.Peninggalan seni tari pada jaman Islam di Jawa dapat dijumpai pada kitab-kitab babad. Di dalam kitab babad disebutkan bahwa apabila raja sedang keluar ke Balairung, beliau selalu diiringiManggung Bedaya dan Srimpi. Manggung adalah abdi wanita yang tugasnya membawa benda-benda pusaka, Bedaya dan Srimpi adalah penari istana yang bertugas menghibur raja.Menjelang akhir abad ke 16 di Jawa Tengah sebuah dinasti muslim menghidupkan kembali Mataram sebagai kesultanan. Jaman Kerajaan Mataram merupakan kerajaan terbesar di Indonesia. Salah satu tarian pada waktu itu adalah Bedaya Ketawang. Bedaya Ketawang adalah tarian yang ditarikan oleh 9 penari wanita yang menggambarkan pertemuan Sultan Agung dengan Ratu Kidul.
Pada Jaman Islam tarian mendapat perhatian yang besar dan mengalami perkembangan yang baik di istana-istana raja dan bangsawan. Hal ini tidak mengherankan karena kaum raja dan bangsawan saat itu menjadi penguasa dan paling kaya di dalam lapisan masyarakat. Adapun peninggalan-peninggalan tarian antara lain tari Jawa Timur, Tari Jawa gaya Yogyakarta, tari Jawa gaya Surakarta, Tari Bali, Tari Sunda, tari Sumatra, tari Sulawesi.
c. Jaman Modern
Tari modern mulai banyak disebut orang pada tahun 1945 an, untuk menandai lahirnya repertoar-repertoar tari modern yang masih bersumber pada tari tradisi. Kata modern/kreasi itu sendiri artinya hasil daya cipta, hasil daya khayal sebagai buah pikiran atau kecerdasan akal manusia. Tari modern sebagai cetusan kemauan yang bebas untuk bisa menentukan dan memilih sendiri sesuai dengan identitas, sehingga tari mengalami perkembangan yang lebih maju.
Di Bali pembaruan dirintis oleh I Ketut Mario pada tahun dua puluhan. Di Jawa Tengah pembaharuan dipelopori oleh Hamengkubuwono IX yaitu sultan Yogyakarta, sedang pada tahun lima puluhan dipelopori oleh Wisnu Wardana dan Bagong Kussudiharjo. Di Jawa Barat pada jaman sebelum perang dipelopori oleh Tjetje Sumantri. Di kota metropolitan Jakarta karena tidak banyak terikat oleh tradisi daerah, kehidupan pembaharuan tari bisa mendapat tempat yang layak dan lebih baik, jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Di Jakarta muncul koreografer seperti Sardono, Huriah Adam, Sampan Hismanto, Faridha Syuman dan sebagainya.
Pada jaman masyarakat modern perkembangan seni tari di Bali mengalami proses pembaharuan tari, sama seperti di Jawa. Terutama pada jaman peralihan dari kerajaan menjadi republik, dimana raja sudah tidak lagi berkuasa lagi. Di Bali terdapat Banjar yang mempunyai fungsi yang penting dalam seluruh penataan hidup dan kehidupan di masyarakat. Banjar sebagai suatu organisasi pemerintahan kecil resmi di desa, dan mempunyai organisasi khusus yang disebut Seka yang mempunyai kewajiban bersama-sama melaksanakan tari-tarian pada pelaksanaan upacara keagamaan, maupun adat.
Pada jaman kemerdekaan tari di Indonesia sudah dianggap sebagai cabang kesenian yang berdiri sendiri serta memiliki pembaharuan-pembaharuan dalam penyajian tari. Apabila ditinjau dari alur perkembangan sejarah budaya dari jaman ke jaman, pada umumnya perkembangan tarian di Indonesia sama, dan berdasarkan pada struktur sosial masyarakat, karena masyarakat sebagai pendukung seni tari itu mengalami proses masa yang dalam garis besarnya sama. Meskipun ada pengaruh geografis maupun adanya perbedaan suku (pribumi), bahasa, adat istiadat dan agama, perbedaan itu tidaklah merupakan perbedaan yang sangat mendasar. Begitu pula perkembangan tari-tarian di pulau Bali, Sumatra, dan Sulawesi sama, dan berdasarkan atas struktur sosial masyarakat.
Tari merupakan salah satu bentuk kesenian yang memiliki media ungkap/substansi gerak, dan gerak yang terungkap adalah gerak manusia. Karena tari adalah seni, maka walaupun substansi dasarnya adalah gerak, tetapi gerak-gerak di dalam tari itu bukanlah gerak realistis/keseharian, melainkan gerak yang telah diberi bentuk ekspresif. Gerak ekspresif ialah gerak yang indah, yang bisa menggetarkan perasaan manusia. Adapun gerak yangindah ialah gerak yang distilir, yang di dalamnya mengandung ritme tertentu. Kata indah di dalam dunia seni adalah identik dengan bagus, yang oleh John Martin diterangkan sebagai sesuatu yang memberikan kepuasan batin manusia. Jadi bukan hanya gerak-gerak yang halus saja yang bisa indah, tetapi gerak-gerak yang keras, kasar, kuat, dan penuh dengan tekanan-tekanan serta aneh pun dapat merupakan gerak yang indah.
Berikut ini ada beberapa definisi tentang tari yang dikemukakan oleh beberapa ahli:
a. Kamaladevi Chatopadhayaya (seorang ahli tari dari India) mengemukakan: “Tari dapat dikatakan sebagai suatu instinct, suatu desakan emosi didalam diri kita yang mendorong kita untuk mencari ekspresi pada tari, yaitu gerakan-gerakan luar yang ritmis yang lama kelamaan nampak mengarah kepada
bentuk-bentuk tertentu”.
b. Corrie Hartong (ahli tari dari Belanda) mengemukakan: “Tari adalah gerak-gerak yang diberi bentuk dan ritmis dari badan di dalam ruang”.
c. Pangeran Suryodiningrat (ahli tari Jawa) mengemukakan: “Tari adalah gerakan-gerakan dari seluruh bagian tubuh manusia yang disusun selaras dengan irama musik serta mempunyai maksud tertentu”.
d. DR.J.Verkuyl mengemukakan: “Tari adalah gerakan-gerakan tubuh dan anggota-anggotanya yang disusun sedemikian rupa sehingga berirama”.
e. Walter Sarrel, mengemukakan: “Tari adalah gerakan-gerakan badan yang seimbang menurut irama tertentu dan dalam tempat tertentu”
Definisi-definisi di atas mengungkapkan bahwa seni adalah ekspresi dan elemen dasar dari tari adalah gerak dan ritme.
Tari lahir bersama-sama dengan lahirnya manusia di dunia. Mereka hidup secara kumulatif dan didukung oleh masyarakat serta lingkungannya, berkembang searah dengan keadaan alam dan perkembangan jaman dari tahun ke tahun yang ditandai dengan perjalanan jaman yaitu dari jaman primitif sampai jaman sekarang ini.
Periodesasi tari di Indonesia dimulai dari jaman primitif, jaman feodal, dan jaman modern.
2. Periodesasi Tari Di Indonesia
a. Jaman Masyarakat Primitif
Jaman primitif meliputi jaman batu dan jaman logam, dimana kehidupan manusia masih sangat dipengaruhi oleh kekuatan alam sekitarnya yang bersifat magis, sehingga tari-tariannya bersifat magis dan sakral. Pada jaman batu ada beberapa peninggalan berupa karya seni yang diwariskankepada keturunan mereka berupa bayangan-bayangan tipis dari tangan mereka. Adapun bayangam tangan tersebutmenekankan padajari-jari mereka yang terentang pada permukaan batu, memoleskan cat merah disekitarnya, dan terciptalah bentuk-bentuk cetakan yang tahan lama. Susunan yang tidak keruan dari siluet tangan pada dinding-dinding gua tampak seperti hiruk pikuk. Pada dinding gua juga ditemukan bekas cetakan kaki, beberapa bentuk manusia dan binatanglaut, serta banyak tanda-tanda atau simbol, diantaranya sebuah gambar bulan sabit dan desain-desain lainnya yang kurang dikenal.
Berdasarkan uraian di atas, menunjukan bahwa ciptaan karya seni pada jaman primitif masih dilestarikan sampai saat ini, demikian juga karya-karya tari. Tari-tarian pada jaman primitif menekankan pada upacara-upacara adat maupun penyembahan. Soedarsono mengatakan bahwa pada orang-orang Mimika terdapat panggung yang disebut Mbii Kawane yang khusus untuk mementaskan dramatari topeng, yang merupakan upacara penyembahan kepada arwah nenek moyang. Berasarkan hal tersebut, topeng dijadikan media untuk upacara dalam menjalin hubungan dengan arwah nenek moyang.
Topeng sudah ada dan telah dikenal oleh masyarakat semenjak jaman primitif, hal itu ditegaskan oleh pendapat Curt Sachs yang mengatakan bahwa topeng mempunyai akar pokok dalam kebudayaan Totem. Dijelaskan bahwa bentuk lukisan sebagian menggambarkan manusia dan sebagian mewujudkan hewan, dapat dilihat pada lukisan di dalam gua-gua. Selain topeng berakar pada kebudayaanTotem, topeng juga berakar dari tari-tarian primitif dalam upacara suci, seperti misalnya topeng yang terdapat pada suku Dayak Kalimantan Selatan dan Tengah yang digunakan dalam upacara tiwahsebagai penutupan upacara pelayatan. Sehubungan dengan topeng Lelyveld berpendapat, topeng purba diberi tekanan pada pertunjukan magis untuk menghormati arwah-arwah, yang merupakan bagian tata upacara animistik dalam masyarakat Jawa Kuna.
Tari primitif bersifat magis atau sakral dan berciri khas sederhana. Apabila ditinjau dari terminology, primitif berasal dari kata primus (bahasa latin) yang berarti pertama. Dengan demikian tarian ini dapat dikatakan tarian yang paling tua umurnya. Bahkan dapat dikatakan bahwa tarian primitif telah ada semenjak manusia ada di dunia ini, atau boleh dikatakan hampir seumur manusia.
Kehidupan masyarakat primitif dalam kehidupannya sehari hari di pimpin oleh roh-roh nenek moyang yang telah mati yang dipercaya tinggal di gunung-gunung. Mereka menganggap bahwa roh-roh itulah yang tinggal di sumber-suber sungai yang tersembunyi, yang tanpa air, dan tak ada padi yang tumbuh. Mereka adalah pendiri dari komunitas desa, mereka menegakkan adat kebiasaan serta menjaga pertumbuhannya. Nenek moyang ini juga mengatur sumber-sumber kekuatan hidup magis, kekuatan yang menyebabkan bukan saja hidup manusia, tetapi juga hidup binatang dan tumbuhan, bahan, bahkan komunitas manusia fluidum yang misterius yang tanpa ia, tak mungkin ada kemakmuran.
Pada jaman primitif terutama di bagian timur dari kepulauan Indonesia, tanah leluhur diduga ada di seberang laut, dari roh-roh si mati dipercaya mengadakan perjalanan ke sana dengan perahu. Puncak-puncak gunung juga dipercaya secara luas sebagai tempat tinggal para dewa dan roh-roh leluhur. Juga gunung-gunung berapi yang tinggi dipandang memiliki kehidupan serta roh mereka sendiri, dan mereka dihormati.
Gambar 1. Tari pada jaman primitif Gerakan sederhana sebagai ciri khas tari, dengan depakan kaki |
b. Jaman Masyarakat Feodal
1) Jaman Indonesia Hindu
Jaman Indonesia Hindu dimulai sejak datangnya pedagang-pedagang dari India yang kemudian menetap di Indonesia. Budaya India kemudian mempengaruhi budaya Indonesia. Salah satunya adalah seni tari yang merupakan salah satu bagian yang penting dalam upacara keagamaan pada jaman Hindu. Sebagai bukti dapat dilihat pada relief-relief yang terdapat pada candi yang menggambarkan penari-penari yang sedang menari. Pada Jaman Hindu ditandai dengan kerajaan Hindu tersebar di Jawa dan Sumatra, serta di Kutai Kalimantan Timur dan Taruma di Jawa Barat pada abad ke 5, serta Kerajaan Sriwijaya kuna di Sumatra Selatan pada abad ke 7.
Kebudayaan Jawa Hindu mencapai puncak di Jawa tengah pada abad ke 7 sampai abad ke 10. Hal tersebut ditandai dengan adanya dua dinasti yang memerintah dan mereka bersaing, yaitu Buddhis dan Shiwait antara abad ke 8 dan akhir abad ke 10. Para penyebar Budhisme adalah dinasti Syailendra (secara harafiah berarti yang dipertuan dari gunung), kemudianmengembangkan kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatera dan menjadi kerajaan Raya. Kerajaan dari dinasti Shiwait yang mengggantikan dinasti Syailendra di Jawa dikenal sebagai Mataram.
Di Jawa Timur kurang lebih pada abad ke 10 sampai abad ke 16 dalam pemerintahan Raja Sendok, Dharmawangsa dan Airlangga (929-1047), muncul tiga kerajaan timbul secara bergantian sebagai pusat kerajaan di Jawa Timur, yaitu Kediri, Singasari, dan Majapahit, yang melebarkan kekuasaan sampai
meliputi bagian-bagian lain dari kepulauan, serta memberi pengaruh kuat pada perkembangn seni tari di Bali. Pada Jaman Kediri (abad XII), pertunjukan tari topeng berkembang di dalam istana dengan istilah wayang wong, atapukan, patapelan dan raket. Cerita yang dipergunakan dalam pertunjukan topeng pada jaman Kediri menggunakan cerita Mahabarata dan Ramayana. Sehubungan dengan hal tersebut Poerbotjaroko memberi penjelasan bahwa cerita Ramayana dan Mahabarata berkembang pada jaman Kediri. Pada jaman itu banyak cerita yang bersumber dari Ramayana dan Mahabarata, antara lain Gathukatjasraya, Ardjunawiwaha, dan Kresnayana. Pada jaman Majapahit pertunjukan tari topeng juga dikenal dengan istilah atapukan, patapelan dan raket. Pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk permainan topeng mengalami perkembangan dengan baik. Hal itu dapat dilihat dari pertunjukan topeng yang dipentaskan di dalam istana untuk kepentingan pesta kerajaan Majapahit yang ditarikan sendiri oleh Prabu Hayam Wuruk. Hal itu dipertegas oleh Mulyana dalam Nagara Kertagama yang menceriterakan bahwa Prabu Hayam Wuruk tampil ke depan untuk menari panjak.Adapun syairnya antara lain berbunyi, “Sri Kertawardana tampil ke depan menari panjak. Bergegas lekas panggung disiapkan di tengah mandapa. Sang permaisuri berhias jamang laras menyanyikan lagu. Luk suaranya mengharu rindu, tingkahnya memikat hati”. Kehidupan tari topeng tidak bisa berkembang dengan baik, sepeninggal Prabu Hayam Wuruk pada tahun 1939, dikarenakan sepeninggal Prabu Hayam Wuruk di Majapahit terjadi kericuhan yang berkisar pada masalah perebutan tahta kerajaan. Keadaan demikian mengakibatkan suramnya Majapahit.
Pada tahun 1478 M kekuasaan tahta kerajaan Majapahit dapat direbut kembali oleh Dyah Girindra Wardana dengan menewaskan Kerta Bumi yang ditandai dengan sengkalan ”Sirna ilang Kertaning Bumi” atau tahun 1400 Saka. Para penulis tradisi berpendapat bahwa Majapahit runtuh diakibatkan serangan R. Patah dari Demak pada tahun 1478 M. Runtuhnya Majapahit juga disebabkan oleh faktor politik yaitu peranan agama Islam yang menyebabkan takluknya Majapahit oleh kerajaan Demak.
Dengan runtuhnya kerajaan Majapahit bukan berarti bahwa tari topeng tidak bisa berkembang. Soedarsono mengatakan bahwa pada jaman Demak, Pajang dan Mataram dramatari topeng masih tetap mengalami perkembangan yang baik. Pendapat di atas dapat dibuktikan, bahwa pada Susuhunan Mangkurat I setiap hari Sabtu diselenggarakan pertunjukan tari, di antaranya badut. Badut merupakan pertunjukan komedi yang penarinya memakai topeng .
Pada jaman Hindu, seni tari merupakan salah satu bagian yang penting dalam upacara keagamaan. Sebagai bukti dapat dilihat pada relief-relief yang terdapat pada candi yang menggambarkan penari-penari yang sedang menari. Bukti tarian yang ada pada jaman Hindu dilukiskan dalam tiga urutan yang berbeda dari relief tinggi di candi Shiva. Di sekeliling badan bawah ada 24 penjaga mata angin (lokapala). Beberapa dewa yang duduk ini diapit oleh para pelayan. Seri lain yang dipahatkan di dinding luar dari balustrade terdiri dari 62 penari dan musisi kawangan. Rasa gerak yang hidup dan kadang-kadang sikap-sikap yang penuh kegembiraan, berdasarkan pada momen-momen penting terkenal dalam tarian Shiva, begitu pentingnya momen tersebut hingga seluruh candi seolah-olah tercekam oleh ritme-ritme tari mereka. Setiap kelompok penari yang berhenti, diselingi dengan sekelompok tiga makhluk kahyangan yang berpose dalam sikap-sikap yang indah dan halus. Akhirnya sepanjang sisi dinding candi yang membentuk galeri dari kaki candi, dipahatkan cerita tentang Ramayana sampai saat ketika pasukan kera yang dipimpin oleh Hanuman menyeberangi samudera ke langka.
2) Jaman Indonesia Islam
Pada awal abad ke 16 kesultanan-kesultanan di pantai Jawa utara merebut kekuasaan Majapahit, di pantai Jawa Barat para Sultan Banten mengembangkan kekuasaannya. Menjelang akhir abad ke 16 di Jawa Tengah, sebuah dinasti Muslim menghidupkan kembali Mataram sebagai kesultanan. Pada abad ke 18, ketika kekuasaan Belanda menyusup, Mataram yang telah menjadi kecil di bagi menjadi kerajaan Surakarta dan Yogyakarta, yang secara umum melestarikan kekuasaan secara nominal.Peninggalan seni tari pada jaman Islam di Jawa dapat dijumpai pada kitab-kitab babad. Di dalam kitab babad disebutkan bahwa apabila raja sedang keluar ke Balairung, beliau selalu diiringiManggung Bedaya dan Srimpi. Manggung adalah abdi wanita yang tugasnya membawa benda-benda pusaka, Bedaya dan Srimpi adalah penari istana yang bertugas menghibur raja.Menjelang akhir abad ke 16 di Jawa Tengah sebuah dinasti muslim menghidupkan kembali Mataram sebagai kesultanan. Jaman Kerajaan Mataram merupakan kerajaan terbesar di Indonesia. Salah satu tarian pada waktu itu adalah Bedaya Ketawang. Bedaya Ketawang adalah tarian yang ditarikan oleh 9 penari wanita yang menggambarkan pertemuan Sultan Agung dengan Ratu Kidul.
Pada Jaman Islam tarian mendapat perhatian yang besar dan mengalami perkembangan yang baik di istana-istana raja dan bangsawan. Hal ini tidak mengherankan karena kaum raja dan bangsawan saat itu menjadi penguasa dan paling kaya di dalam lapisan masyarakat. Adapun peninggalan-peninggalan tarian antara lain tari Jawa Timur, Tari Jawa gaya Yogyakarta, tari Jawa gaya Surakarta, Tari Bali, Tari Sunda, tari Sumatra, tari Sulawesi.
Gambar2. Tari Bedhaya yang merupakan peninggalan tari pada jaman Islam |
Gambar3. Tari Srimpi yang merupakan peninggalan tari pada jaman Islam |
Gambar4. Tari Klasik Gaya Yogyakarta yang merupakan tarian pada jaman Islam |
Tari modern mulai banyak disebut orang pada tahun 1945 an, untuk menandai lahirnya repertoar-repertoar tari modern yang masih bersumber pada tari tradisi. Kata modern/kreasi itu sendiri artinya hasil daya cipta, hasil daya khayal sebagai buah pikiran atau kecerdasan akal manusia. Tari modern sebagai cetusan kemauan yang bebas untuk bisa menentukan dan memilih sendiri sesuai dengan identitas, sehingga tari mengalami perkembangan yang lebih maju.
Di Bali pembaruan dirintis oleh I Ketut Mario pada tahun dua puluhan. Di Jawa Tengah pembaharuan dipelopori oleh Hamengkubuwono IX yaitu sultan Yogyakarta, sedang pada tahun lima puluhan dipelopori oleh Wisnu Wardana dan Bagong Kussudiharjo. Di Jawa Barat pada jaman sebelum perang dipelopori oleh Tjetje Sumantri. Di kota metropolitan Jakarta karena tidak banyak terikat oleh tradisi daerah, kehidupan pembaharuan tari bisa mendapat tempat yang layak dan lebih baik, jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Di Jakarta muncul koreografer seperti Sardono, Huriah Adam, Sampan Hismanto, Faridha Syuman dan sebagainya.
Pada jaman masyarakat modern perkembangan seni tari di Bali mengalami proses pembaharuan tari, sama seperti di Jawa. Terutama pada jaman peralihan dari kerajaan menjadi republik, dimana raja sudah tidak lagi berkuasa lagi. Di Bali terdapat Banjar yang mempunyai fungsi yang penting dalam seluruh penataan hidup dan kehidupan di masyarakat. Banjar sebagai suatu organisasi pemerintahan kecil resmi di desa, dan mempunyai organisasi khusus yang disebut Seka yang mempunyai kewajiban bersama-sama melaksanakan tari-tarian pada pelaksanaan upacara keagamaan, maupun adat.
Pada jaman kemerdekaan tari di Indonesia sudah dianggap sebagai cabang kesenian yang berdiri sendiri serta memiliki pembaharuan-pembaharuan dalam penyajian tari. Apabila ditinjau dari alur perkembangan sejarah budaya dari jaman ke jaman, pada umumnya perkembangan tarian di Indonesia sama, dan berdasarkan pada struktur sosial masyarakat, karena masyarakat sebagai pendukung seni tari itu mengalami proses masa yang dalam garis besarnya sama. Meskipun ada pengaruh geografis maupun adanya perbedaan suku (pribumi), bahasa, adat istiadat dan agama, perbedaan itu tidaklah merupakan perbedaan yang sangat mendasar. Begitu pula perkembangan tari-tarian di pulau Bali, Sumatra, dan Sulawesi sama, dan berdasarkan atas struktur sosial masyarakat.
Gambar5. Tari Kreasi baru merupakan pengembangan dari pola tradisi dengan pembaruankonsep tari yang meliputi gerak tari, busana tari, pola lantai, iringan, cerita yang hidup pada jaman modern |
Gambar 6. Tari Kontemporer Merupakan tari modern yang hidup dan berkembang pada jaman modern, yang merupakan percampuran budaya barat dan budaya Indonesia. |
0 Komentar untuk "Definisi Tari Menurut beberapa Ahli dan Periodesai Tari di Indonesia"