Setiap penyajian tari akan tampak jelas aneka ragam bentuk koreografinya. Seperti kita ketahui ada koreografi yang diperagakan oleh satu orang penari, dua orang penari atau lebih, yang dalam peragaannya bisa sama dan bisa pula berbeda..Keberadaan tari yangdilakukan sendiri, berdua, ataupun kelompok, masing-masing mempunyai suasana, spirit (semangat) dan latar belakang yang berlainan.
Apabila isi tarian atau konsep isi tarian bersifat internal, berarti bentuk tarian atau konsep bentuk tarian bersifat eksternal. Artinya yang bersifat internal akan tertangkap oleh kita dengan rasa dan pikiran secara rohaniah, sedangkan yang bersifat eksternal akan tertangkap oleh kita dengan inderawi jasmaniah. Dengan kata lain, isi tarian adalah konsepsi isi yang tak tampak, dan bentuk tarian adalah konsepsi yang tampak dan terdengar dari sebuah tarian.
Dengan demikian bentuk tari merupakan manifestasi atau cerminan dari konsepsi tari, dan konsep tari bentuk ini terwujud sebagai elemen-elemen materi obyektif (terlihat dan terdengar) yang saling berhubungan dan menjadi kesatuan yang utuh sesuai dengan fungsinya.
Secara konsepsional dalam hal konsepsi bentuk tari, di satu pihak berpijak atau mencerminkan konsepsi isi, dan dilain pihak elemen-elemennya terungkap bertahap dan saling mengisi selaras dengan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan sebuah bentuk karya tari. Bentuk tari terdiri dari penyajian, koreografi, karawitan, rias dan busana serta properti tari.
Sedangkan penyajian tari mengutamakan isi gambaran tarian, nama tarian, dan juga tatanan yang sudah baku atau mentradisi.Berdasarkan dari pijakan-pijakan itu, maka bentuk penyajian taridapat dibagi menjadi tiga macam yaitu:
.
1. Tari Tunggal
Bentuk penyajian tari tunggal adalah yang isi gambarannya mengisahkan seorang tokoh dan nama tariannya pun dari nama seorang tokohnya atau julukannya, seperti tokoh Srikandi, Arjuna dan sebagainya.
Tari Tunggal adalah tarian yang dilakukan oleh seorang penari. Gerakannya mencapai tingkat kerumitan tertinggi dibandingkan dengan bentuk tari lainnya.
Tari Tunggal adalah perwujudan koreografi yang khas dan ditarikan oleh seorang penari. Tingkat kerumitan pengungkapannya relatif lebih tinggi dibandingkan bentuk tari lainnya. Kondisi ini dikarenakan dilakukan oleh satu orang penari, sehingga nilai-nilai estetik tarian yang dilakukannya bertumpuhanya kepada seorang penari. Demikian juga tatanan pada gerak tari tunggal memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi, sulit untuk dilakukan secara rampak.
Daya tarik tari Tunggal adalah daya tarik personal yang dimunculkan oleh koreografer dan kepiawaian penarinya. Koreografi dan penarinya menjadi satu-satunya fokus perhatian, baik bagi pemusik yang mengiringi ataupun penonton yang menyaksikan.
Kekhususan lainnya adalah keleluasaan wilayah gerak penari yang bisa diolah sendiri berdasarkan kepekaan penarinya, sebagai contoh dalam mengolah ruang (maju-mundur, berputar dan sebagainya), mengatur waktu atau tempo musik (mengolah irama, cepat lambat), mengatur tenaga (kuat-lemah) dan olah rasa/ekspresi (memaknai gerak, tema dan mengintepretasikan isi tari).
Berikut ini beberapa contoh bentuk penyajian tari Tunggal:
a. Tari Golek (Yogyakarta)
Tari Golek adalah tari yang ditarikan oleh remaja puteri. Pengertian remaja puteri adalah seorang wanita yang belum pernah menikah, berumur antara 12 tahun sampai 21 tahun. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menginjak dewasa. Pada saat ini remaja puteri mengalami masa transisi/peralihan dari kanak-kanak ke remaja, sehingga seorang remaja ingin memperlihatkan pribadinya. Dalam masa perkembangan kepribadian seseorang, masa remaja mempunyai arti yang khusus. Dalam rangkaian proses perkembangan, masa ini seseorang tidak mempunyai kedudukan yang jelas. Pada masa inilah remaja mulai mencari-cari atau mulai berfikir tentang potensi pribadiyang akan dipakai sebagai landasan selanjutnya.
Untuk memperlihatkan potensi pribadinya dapat dilihat pada gerak muryani busana, seperti ragam tasikan, miwir rikmo, atrap sumping, atrap jamang. Dari gerakan tersebut memberi penjelasan bahwa muryani busana merupakan gerak yang mempunyai makna orang berhias dan berbusana, dari mulai memakai pakaian sampai mengenakan asesoris. Jika dilihat dari struktur geraknya, tari ini didominasi oleh gerak muryani busana. Dari pengkajian yang lebih dalam, ternyata ekspresi gerak ini sangat sesuai dan juga mempunyai makna sebagai penggambaran dunia penarinya (remaja puteri). Pada masa ini perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya. Diri mereka sendiri merupakan salah satu penilai yang penting terhadap badannya sendiri. Jadi sangat tepat jika esensi tari Golek ini terletak pada gerak muryani busana atau dengan kata lain gerak ini merupakan gerak yang paling representatif.
Penggambaran gerak berbusana di dalam tari Golek tidak sekedar meniru orang yang sedang mengenakan pakaian, tetapi di dalamnya mempunyai makna yaitu gerakan mematut diri. Jadi pada hakekatnya, berpakaian atau berdandan dipandang bukan sekedar sebagai penutup tubuh, tetapi di sini lebih menonjolkanunsur estetiknya. Ketika unsur fungsi dan keindahan disatukan pada gilirannya akan memberi kesan sempurna pada penampilan. Dengan sempurnanya suatu penampilan akan muncul kepercayaan diri, yang pada akhirnya akan muncul kesadaran tentang pribadi dengan segala potensinya. Dengan proses yang panjang dari waktu ke waktu akhirnya akan terbentuk suatu kepribadian. Dengan kata lain kepribadian akan terbentuk seiring dengan berjalannya waktu. Pada masa ini terjadi proses pemantapan secara lambat dan teratur. Masa ini merupakan kunci dari perkembangan anak. Pada periode ini anak gadis banyak melakukan instropeksi dan mencari sesuatu ke dalam diri sendiri. Yang pada akhirnya ia akan menemukan ”akunya” dalam diri mereka sendiri dengan sikap keluar pada dunia nyata.
Dengan diketahuinya makna yang lebih dalam dari tari Golek, dapat diambil kesimpulan bahwa tari golek bukan sekedar sebuah tari yang menggambarkan seorang remaja putri yang sedang berhias diri. Disini tari golek yang dimaknai sebagai tari tunggal putri yang menggambarkan seorang gadis remaja yang sedang berada dalam liminalitas. Dalam upayanya untuk menemukan jati dirinya ia berusaha menumbuhkan rasa percaya diri yang diekspresikan dengan gerakan yang menggambarkan berhias diri. Pencarian jati diri pada hakekatnya adalah kerja pribadi. Hal ini sejalan dengan tari golek sebagai tari tunggal. Sebagai tari tunggal (yang mulanya adalah satu-satunya pada tari putri), jelas mempunyai keistimewaan bila dibandingkan dengan bentuk tari yang lain.
b. Tari Ngremo (Surabaya)
Tari Ngremo berasal dari tari upacara untuk menghormati tamu agung atau tamu penting dalam suatu pesta. Tarian ini biasa ditarikan oleh seorang penari pria, dalam perkembangannya tari Ngremo dapat ditarikan oleh beberapa penari pria atupun penari gadis remaja.
c. Tari Klana Alus (Yogyakarta)
Tari Klana Alus merupakan tari klasik gaya Yogyakarta yang berasal dari kraton Yogyakarta. Tarian ini pada mulanya hanya digelar/eksis dan dipelajari di lingkungan istana saja. Eksistensi puncak perkembangan tari klasik muncul pada masa pemerintahan Hamengku Buwana VIII tahun 1992 Dalam perkembangannya, tari klasik yang semula hanya digelar/eksis di istana kemudian mulai dikenal dan dikembangkan di luar istana dengan hadirnya organisasi kesenian yang bernama Kridho Bekso Wiromo. Setelah berdirinya organisasi seni di luar tembok istana, maka atas ijin Sri Sultan Hamengku Buwono VII, tari klasik diperkenankan diajarkan serta dikembangkan diluar tembok istana.
Tari Klana Alus merupakan salah satu tarian yang diciptakan dan dikembangkan di luar tembok istanaYogyakarata. Pencipta tari Klana Alus adalah K.R.T. Candraradana, selaku penari, guru tari, dan pencipta tari khususnya tari klasik gaya Yogyakarta. Tari Klana Alus merupakan tari klasik gaya Yogyakarta yang merupakan jenis tari putera halus. Tarian ini menggambarkan seorang raja yang sedang merindukan sorang putri.
Sesuai dengan namanya, maka karakter dan gerak tarinya adalah gerak putera alus. Ciri khas gerakan tari Klana Alus adalah gerak ngana/kiprahan, yang diungkapkan lewat gerak muryani busana. Tarian ini menggambarkan orang yang sedangdirundung asmara yang diekspresikan lewat gerakan memakaibusana sampai dengan asesoris.
Tari Klana Alus secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian yang meliputi bagian pertama maju gending, bagian dua kiprahan, bagian tiga mundur gending. Gerakan tari Klana Alus nampak lebih ekspresif dan dinamis, karena iramanya terdiri dari beberapa irama, antara lain irama satu dan irama dua. Tari Klana Alus di samping berfungsi sebagai tontonan yang berarti memberi hiburan, rasa senang, dan kenikmatan, juga memberi makna lain. Ditilik dari namanya, tari Klana Alus diilhami oleh seorang raja yang sedang merindukan seorang puteri dan ditarikan oleh laki-laki.
Kerinduan kepada seorang puteri tercermin dalam gerakan muryani busana yang meliputi ragam miwir rikmo, ngilo asta dan sebagainya. Gerakan muryani busana adalah gugusan gerak yang mempunyai makna/isi orang yang sedang berhias dan berbusana, mulai dari memakai pakaian sampai mengenakan asesoris. Apabila dilihat dari struktur geraknya, tari Klana Alus didominasi oleh gerak muryani busana. Penggambaran gerak muryani busana di dalam tari Klana Alus ternyata tidak hanya sekedar meniru orang yang sedang mengenakan pakaian, tetapi lebih menekankan pada penggambaran orang yang sedang berhias diri.
d. Tari Gambyong
Menurut tradisi lisan, nama Gambyong bermula dari nama seorang dukun wanita yang bernama Nyi Lurah Gambyong. Dukun itu mengobati orang sakit atau pasiennya dengan cara menari, dan dari dukun wanita ini berkembang menjadi tarian Gambyong.
Berdasarkan informasi di atas, kiranya sulit untuk menentukan pendapat mana yang paling benar mengenai asal nama tari Gambyong. Tari Gambyong menggambarkan seorang gadis remaja yang sedang memperagakan kecantikannya. Tari ini merupakan tari tunggal. Istilah Gambyong berasal dari nama seorang penari ledek yang sangat baik menarinya dan wajahnyayang cantik..
Bentuk sajian tari Gambyong berpijak pada adanya rangkaian gerak yang telah ada, kemudian jumlah rangkaian gerak yang ada telah berkembang menjadi 33 macam. Penari Gambyong pada mulanya mengisi gending yang dibunyikan dengan gerak tari yang dimilikinya. Hal ini dapat menimbulkan saling menguji ketrampilan antara penari dan pengendangnya. Iringan yang digunakan adalah gending Ageng seperti Gambir Sawit Pancer Rena dan sebagainya.
2. Tari Berpasangan
Tari Berpasangan adalah tari yang isi gambaran tariannyamengisahkan tentang dua orang tokoh dan nama tariannya pun dari nama kedua tokohnya. Seperti Srikandi mustakaweni dan sebagainya.Tari Berpasangan adalah tarian yang dilakukan berdua dan sebagian gerakannya berlainan satu sama lain, tetapi antara penari merupakan satu kepaduan yang disebut dengan duet. Bentuk perkembangan lainnya ada yang ditarikan bertiga (trio) dan paduan dari empat penari yang disebut kuartet.
Tari Berpasangan ini adalah tarian duet, dalam arti keutuhan koreografinya diwujudkan atas adanya interaksi dan perpaduan gerak yang satu sama lain berbeda. Dengan kata lain, keutuhan dan kekuatan koreografinya terwujud dari saling mengisi atau saling melengkapi dari kedua orang penari yang mengekspresikannya. Baik perpaduan dari dua orang penari yang berlainan jenisnya seperti penari pria dengan pria dan penari wanita dengan wanita, maupun berlainan jenis yaitu penari pria dengan wanita. Tari pasangan atau duet ini akan terungkap dari sisi kemampuan menjalin kekompakan dalam perpaduan saling mengisi atau saling melengkapi secara harmoni sehingga keutuhan, kekhasan dan kekuatan koreografi tari duet ini terekspresikan dengan sempurna.
Tari Berpasangan adalah tarian yang dilakukan oleh dua orang penari dengan bentuk gerak yang sama atau berlainan tetapi antar penari mempunyai keterkaitan dalam mewujudkan garapan tarinya.Tari berpasangan dilakukan oleh penari putera dengan puteri atau puteri dengan puteri, bisa juga putera dengan putera. Tari Berpasangan lebih menekankan pada respon antar penari.Tari Berpasangan lebih berorientasi pada keterikatan pola ruang, sehingga kebebasan dalam hal mengolah ruang sedikit agak dibatasi karena biasanya pada ruang yang satu dengan yang lainnya telah ditata dengan susunan tertentu. Berikut ini beberapa contoh tari berpasangan yang ada di Nusantara, yaitu tari Arjuna melawan Cakil dari Surakarta, tari Srikandhi melawan Suradiwati dari Yogyakarta, tari Damarwulan Anjasmara dari Jawa Barat, tari Oleg Tambulilingan dari Bali, dan tari Payung dari Sumatra Barat.
Berikut ini contoh tari Berpasangan yang ada beberapa daerah di Nusantara.
a. Tari Oleg Tamulilingan
Tari ini melukiskan dua ekor kembang madu jantan dan betina yang sedang asyik bercumbu rayu di tanam bunga. Kata Oleg berarti bergerak dengan lembut, luwes dan indah (menari) dan Tamulilingan berarti kumbang madu. Oleg Tamulilingan adalah tari duet atau berpasangan. Namun demikian sering pula tarian ini dibawakan oleh penari wanita dan salah seorang penarinyaberperan sebagai laki-laki. Materi geraknya banyak bersumber dari gerak-gerak Pengambuhan. Instrumen pengiringnya adalah seperangkat gamelan Gong Kebyar.
Apabila dicermati busana kedua penari itu sebenarnya tak sedikitpun mengesankan bahwa mereka itu memerankan dua ekor kumbang. Demikian pula gerak mereka berdua ketika sedang memadu kasih, sama sekali tidak menyiratkan tingkah laku dua ekor kumbang yang sedang kasmaran. Busana yang dipakai kumbang jantan mengenakan busana yang sama persis dengan tari Kebyar Terompong. Adapun kumbang betina mengenakan busana adat kebesaran wanita Bali dengan hiasan penutup kepala yang dipenuhi dengan bunga-bunga emas yang indah sekali.
Oleg Tamulilingan diawali dengan tampilnya penari kumbang betina. Kumbang betina yang selalu dibawakan oleh seorang penari gadis cantik terlebih dulu menari solo untuk mendemonstrasikan kemampuan teknik tari serta ekspresi wajahnya di atas pentas. Tak lama kemudian tampil kumbang jantan yang seolah-olah menggoda kumbang betina yang sedang memperagakan kemampuannya menari. Kumbang betina berdiri dan terjadilah tarian duet yang sangat mempesona.
b. Tari Payung (dari Sumatera)
Tari Payung menggambarkan perkenalan antara pemuda dan pemudi di sekitar sungai Tangang. Sungai Tangang adalah tempat pemandian yang indah di bukit tinggi Sumatera Barat. Naik kereta kuda dalam istilah daerah setempat dinamakan “Berbendi bendi ke sungai Tangang”. Aktivitas tersebut merupakan kegemaran para remaja putera puteri daerah Minang pada masa silam. Suasana perkenalan dengan berbagai macam variasi diungkap dalam bentuk tari Payung yang merupakan tari berpasangan.
c. Tari Menak Puteri Rengganis Adaninggar
Golek Menak Puteri berasal dari keraton Yogyakarta yangmerupakan ciptaan Sultan Hamengku Buwana IX. Penciptaan Golek Menak didasari adanya rasa tidak puas dalam diri Sultan Hamengku Buwana IX terhadap perkembangan tari di keraton Yogyakarta yang hanya begitu-begitu saja. Apabila wayang Wong banyak berkiblat pada wayang kulit yang selalu menampilkan lakon yang diambil dari Wiracarita Mahabarata dan Ramayana, maka beliau ingin menciptakan wayang Wong lain yang lebih memiliki nilai Islami. Ide penciptaan berawal dari peristiwa ketika Sultan menyaksikan sebuah pertunjukan wayang Golek dengan cerita Menak yang di kiprahkan oleh seorang dalang dari daerah Kedu pada tahun 1941. Dalam benaknya terbesit pemikiran apabila wayang kulit telah mengilhami lahirnya wayang Wong di istanaYogyakarta mengalami puncak kejayaan pada tahun 1930 an, apakah tidak mungkin bisa diciptakan wayang Wong yang cerita serta teknik tarinya berkiblat pada wayang Golek Menak.Golek Menak berarti tari yang menirukan wayang Golek yang membawakan cerita Menak.
Tarian Rengganis Widaninggar menggambarkan peperangan antara Dewi Rengganis dari Kaparmen melawan Dewi Widaninggar dari negara Tartaripura yang ingin menuntut balas kematian kakaknya yaitu Dewi Medaninggar.
d. Tari Buai-buai (Sumatera)
Tari Buai-Buai yang merupakan tari tradisional yang terdapat di daerah Pauh Sembilan Lapau Munggu Kecamatan Kuranji, Tari ini menggambarkan seorang ibu yang sedang meninabobokan anaknya. Harfiahnya tari Buai-Buai ini menceritakan atau melambangkan tentang proses pemberian nasehat seorang ibu kepada anaknya yang sedang tumbuh dewasa yang nantinya akan menghadapi proses regenerasi. Tari Buai-Buai ini diperagakan pada waktu upacara adat atau upacara Batagak Penghulu. Upacara tersebut menceritakan tentang proses pergantian atau regenerasi dari yang tua ke yang muda. Kalau dilihat munculnya Tari Buai-Buai pada saat upacara Batagak Penghulu ada kaitannya dan ada hubungannya dengan proses pergantian atau regenersi untuk masa yang akan datang. Tujuannya adalah pemberian nasihat kepada anak yang dibuai-buai oleh ibunya.
Tari Buai-Buai kalau dilihat dari bentuk penyajiannya sangat sederhana, bentuk geraknya juga kelihatan sederhana sekali, dimainkan oleh dua orang penari atau lebih yang sedang meninabobokan anaknya sambil bersenandung. Bentuk geraknya berasal dari silat yang berkembang di Daerah Pauh, yang terkenal dengan silat Pauh. Tari ini disajikan pada waktu upacara Batagak Penghulu saja. Akhir-akhir ini keberadaan tari Buai-Buai sangat memprihatinkan karena tarian ini sudah mulai punah. Hal ini diakibatkan karena kehidupan masyarakat yang semakin berkembang dan mengalami perubahan. Perkembangan pikiran dan pandangan masyarakat yang mengalami perubahan telah mempengaruhi eksistentsi tari Buai-Buai tersebut. Keberadaan tari Buai-Buai berasal dari masyarakat dan tumbuh dalam kehidupan masyarakat, serta milik masyarakat yang mengungkapkan tata kehidupan masyarakat Pauh Sembilan. Semakin berkembang pikiran dan pandangan masyarakat terhadap kehidupannya, tatanan sosialnya, maka lama-kelamaan tingkat kepedulian masyarakat terhadap eksistensi tari Buai-Buai tersebut bisa punah, yang pada akhirnya hilang.
Begitu juga kalau dilihat dari segi fungsinya, semakin berkembangpikiran masyarakat, maka berubah pula tatanankehidupan masyarakatnya, otomatis tari Buai-Buai juga mengalami perubahan. Pada awalnya makna yang terkandung di dalamnya sangat kental dengan nilai-nilai budaya yang ada di daerah itu,tetapi saat ini sebagian masyarakat kurang mempedulikannya lagi, bahkan makna tersebut cenderung hilang dari penampilannya, yang pada akhirnya hanya sekedar seremonial saja. Begitu juga kalau dilihat dari bentuk penyajiannya semula mengutamakan sifat sakral dan religius, dan sangat komunikatif dengan orang yang menontonnya, tetapi saat ini terkesan dihilangkan.
Di bawah ini contoh nama ragam gerak tari Buai-buai
e. Tari Bambangan Cakil (Surakarta)
Tari Bambangan Cakil menggambarkan peperangan antara lambang kebenaran dalam bentuk Bambangan melawan lambang kejahatan yang berbentuk raksasa Cakil. Tokoh Bambangan ini dapat digambarkan dengan peran Arjuna, Abimanyu dan sebagainya.
f. Tari Saputangan (Maluku)
Tari Saputangan yaitu tari tradisional dari Maluku yang ditarikan oleh pria dan wanita yang berpasang-pasangan tanpa bersentuhan badan ataupun berpegangan tangan dan masing-masing penari memegang saputangan. Penari pria dan wanita pada bagian awal menari dalam koreografi kelompok, masing-masing membawa selembar saputangan di tangan kanan mereka.
g. Tari Mandau (Kalimantan)
Tari ini merupakan tarian dari suku Dayak Kalimantan. Tarian ini merupakan tarian yang menceritakan tentang pertempuran di medan perang. Maksud tarian ini adalah untuk mempertunjukkan kekuatan dalam berperang.Tarian ini juga sering dipentaskan untuk menunjukkan seorang anak laki-laki yang sudah matang atau dewasa. Sebagai bukti bahwa ia sudah mencapai kedewasaannya yang matang dia harus menunjukkan kebolehannya atau kemahirannya membunuh musuh dengan senjata. Kata mandau berarti senjata yaitu semacam pedang yang unik dari suku Dayak Kalimantan.
Tarian ini ditarikan secara berpasangan dan masing-masing penari membawa mandau di tangan sebelah kanan dan perisai panjang dengan dekorasi yang indah di tangan sebelah kiri.Instrumen pengiringnya sangat sederhana yaitu hanyamenggunakan alat petik semacam gitar.
h. Tari Serampang Duabelas (Sumatera)
Tarian ini ditarikan oleh laki-laki dan wanita dan dilakukan secara berpasangan. Kata serampang adalah variasi suara dari kata cerancang yang berarti bagian dari variasi suara, sedangkan dua belas menunjukkan anggota yang agak banyak.Selanjutnya dari tarian cerancang berubah menjadi tari Serampang Dua Belas yang artinya dengan beberapa variasi gerakan. Gerakan tarian ini dimulai dari gerakan yang lamban, perlahan-lahan kemudian bertambah cepat, dinamis dan gembira ria. Tarian ini menggambarkan percintaan antara pemuda pemudi atau tari sosial untuk saling mengetahui keadaan masing-masing.
i. Tari Gending Sriwijaya (Sumatera)
Apabila ditinjau dari nama tarian, Gending Sriwijaya berasal dari gending/lagi yang mengiringinya. Kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan merupakan asal dari kelahiran dari tari Gending Sriwijaya. Tari Gending Sriwijaya merupakan tarian istana yangbiasanya ditarikan oleh dua, empat penari wanita atau lebih. Para penari berpakaian sangat indah, berikat kepala yang anggun dan memakai kuku emas gemerlapan yang sangat panjang. Tari Gending Sriwijaya hanya dipertunjukkan pada upacara-upacara resmi yakni pada waktu pertemuan untuk merundingkan sesuatu yang sangat penting dari raja Sriwijaya dengan segenap hulu balangnya di Balairung.
Perundingan didahului dengan upacara mamah pinang. Satu orang penari membawa kotak/tempat pinang, sedangkan tiga orang penari lainnya membawa membawa perlengkapan lainnya. Para penari menari dengan membawa perlengkapan tersebut di depan raja. Jika raja telah mengambil pinang dan memamahnya, maka penari satu per satu meninggalkan Balairung. Hal ini berarti perundingan resmi segera dimulai. Tarian Gending Sriwijaya adalah sebuah tarian yang sangat indah dan penuh dengan gerakan-gerakan jari lentik yang menarik, lebih-lebih dengan memakai kuku panjang dari emas imitasi gemerlapan.
j. Tari Mak Inang Pulau Kampai (Sumatera)
Tarian ini menggambarkan percintaan seorang manusia biasa dengan seorang bidadari dari kahyangani. Cerita ini sama dengan cerita Rajapala di Bali dan Jaka Tarub di Jawa. Dikisahkan seorang bidadari dari kahyangan sedang mandi di sebuah telaga di sebuah gunung. Pada saat bidadari tersebut sedang asyik mandi air yang sejuk dan jernih, tiba-tiba datanglah seorang jejaka yang jatuh hati padanya, kemudian ia mencuri pakaian bidadari itu. Setelah mandi bidadari akan mengenakan pakaiannya, namun sangat terkejut karena pakaiannya sudah tidak ada di tempat (hilang). Ia sedih dan menangis tersedu-sedu. Seorang jejaka tampan datang dan mengatakan bahwa pakaiannya ada padanya dan ia mau mengembalikan pakaiannya jika bidadari itu bersedia menjadi istrinya. Bidadari itu tidak punya pilihan kecuali menyetujuinya.
Setelah pakaiannya didapatkann kembali, bidadari mengatakan pada suaminya bahwa sudayah saatnya ia pulang kembali ke kahyangan. Dan ia berharap bisa bertemu kembali pada lain kesempatan, selanjutnya ia terbang ke angkasa danmeninggalkan suaminya yang bersedih karena ditinggalkan olehistrinya tercinta.
k. Tari Srikandi Mustakaweni
Tarian ini menggambarkan tokoh Srikandi dengan Mustakaweni. Srikandi adalah tokoh pewayangan puteri yang berwajah cantik dan memikiki kepandaian berperang, dan ia termasuk sebagai salah satu istri Arjuna. Adapun Mustakaweni adalah seorang puteri cantik dan kakaknya adalah seorang raja yang berwujud Danawa.
Dalam kisahnya, Mustakaweni mendapat tugas dari kakaknya untuk pergi ke Amarta dan pulangnya harus membawa Pusaka Layang Jamus Kalimusada yang saat itu dititipkan oleh raja Amarta kepada permaisurinya yaitu Dewi Drupadi. Sebelum menuju Amarta ia beralih rupa menjadi Gatotkaca, karena ia berencana untuk melakukan tipu daya agar terhindar dari peperangan. Setibanya di Amarta ia bertemu dengan Srikandi yang saat itu sedang berlatih perang dengan para Wadyabala, ia bertanya di mana Dewi Drupadi berada, dan Srikandi lalu memberitahukan bahwa Sang Dewi berada di Keputren.Setelah Gatotkaca palsu pergi menuju Keputren, barulah Srikandi sadar tertipu dirinya karena tidak mungkin Gatotkaca tidak mengetahui keberadaan Sang Dewi, sehingga ia yakin bahwa itu adalah orang jahat yang menyamar. Oleh sebab itulah ia pun segera menyusul ke Keputren.
Di Keputren kerajaan Amarta Dewi Drupadi kedatangan Gatotkaca palsu yang berpura-pura mendapat tugas dari sang raja untuk mengambil pusaka, dan sang dewi menyerahkannya. Di tengah perjalanan Gatotkaca palsu tersusul oleh Srikandi, dan terjadi perkelahian, namun Gatotkaca palsu tertusuk panah sakti Srikandi dan kemudian beralih kembali wujudnya menjadi Mustakaweni. Selanjutnya terjadi perang tanding antara Srikandi dengan Mustakaweni.
3. Tari Kelompok
Bentuk penyajian tari kelompok isi tariannya menggambarkan atau mengungkapkan sekelompok yang jabatannya sama, dan nama tariannya berdasarkan dari nama jabatannya atau aktivitasnya, misalnya :
a. Menggambarkan para penari putri keraton yang menghibur raja.
b. Menggambarkan para prajurit yang sedang berlatih perang dengan menggunakan senjata.
Tari kelompok, adalah tari yang dilakukan oleh lebih dari seorang penari dengan gerakan-gerakan yang seragam (rampak). Untuk memenuhi keseragaman gerak maka akan terjadi penyederhanaan gerak, atau sudah ditata sedemikian rupa sehingga tingkat kerumitannya tidak terlalu menyulitkan untuk dilakukan seragam.
Kekhasan dan kekuatan koreografi tari rampak atau masal ini adalah dimana setiap sikap dan gerak dari keseluruhan koreografi diungkapkan oleh jumlah penari yang banyak (minimal dua orang atau lebih) dengan perwujudan yang sama atau seragam. Sisi kesulitan bagi para penari di sini adalah harus mampu menjalin kekompakan/harmoni dan kejelian mengekspresikan seluruh anggota tubuhnya sehingga menjadi seragam sampai detail-detailnyaTari kelompok bisa dilakukan dalam jumlah yang sedikit (kelompok kecil) dengan jumlah penari 3, 5, 10, dan 15 orang, sedangkan kelompok besar terdiri dari 15 orang sampai dengan ratusan orang (kolosal). Kategori besar dan kecil tergantung pada ruang yang digunakan.
Tari kelompok koreografinya selalu mempertimbangkan detail gerak yang cenderung tidak terlalu rumit jika dibandingkan dengan koreografi tari tunggal. Gerakan-gerakan yang terlalu rumit biasanya akan menyulitkankekompakan penari, karena kekompakan dankeserempakan penari menjadi bagian penting dalampenampilan tari kelompok.
Aspek yang ditonjolkan pada tari kelompok adalah kekayaan dan variasi pola lantainya. Bahkan dalam bentuk yang massal atau kolosal, pola-pola lantainya sering berbentuk konfigurasi. Tari kelompok biasanya membawakan tema tertentu atau dapat pula membawakan suatu cerita (lakon). Pergelaran tari kelompok dengan menyajikan lakon memerlukan media penyampaian agar dapat jelas diikuti jalan dan isi ceritanya. Media penyampaian dalam tari kelompok ini berupa dialog yang diwujudkan dalam bentuk gerak, dalam bentuk vokal (seni suara) dan dalam bentuk bahasa percakapan.
Yang termasuk tari tanpa dialog misalnya sendratari Ramayana dan bentuk-bentuk sendratari lainnya. Yang termasuk bentuk tari kelompok berdialog vokal misalnya langendriyan, dan yang termasuk tari kelompok berdialog prosa misalnya wayang wong. Berikut ini beberapa contoh bentuk peyajian tari kelompok di wilayah Indonesia,
a. Tari Pajoge (Sulawesi Selatan)
Tari Pajoge merupakan tari tradisional etnis Bugis, yang ditarikan oleh dua belas penari wanita yang
berumur sekitar 15 tahun. Busana penari memakai kain sarung tenunBugis, dan baju pakambang pada
bahu sebelah kanan atas dan memakai kipas. Perhiasan kepala berupa jungge. Biasanya tarian ini dipentaskan di istana kerajaan Bone. Tarian ini dipentaskan pada upacara-upacara tradisionil seperti pada upacara pernikahan, menghibur raja dan permaisuri raja, dan upacarapertama kali potong gigi.
b. Tari Pakarena (Sulawesi Selatan)
Tari ini sebagai tari pemujaan yang berkembang di istana kerajaan Gowa, fungsinya pada waktu itu sebagai tari upacara adat seperti pencucian benda kerajaan, pernikahan raja, sunatan, masuk rumah atau naik rumah.
Dengan berkembangnya jaman tarian ini berubah fungsi menjadi tari pertunjukan hiburan. Tarian ini biasa ditarikan atau dipentaskan untuk menjemput tamu yang dimuliakan atau upacara pesta adat perkawinan.
Jumlah penari 12 orang yang berumur sekitar 9 sampai 14 tahun. Tarian ini memakai sarung dan baju rawang dan masing-masing penari membawa sebuah kipas ditangannya. Tarian ini berasal dan berkembang di rumpun daerah Gowa yang meliputi pula daerah Bansaeng, Jeneponto, Makasar, Takalar dan Selayar.
Iringan pada tarian ini meliputi, gendang, katto-katto, dan pui-pui. Tata busana Tari PakarenaBaju bodo merah dan hijau, warna merah mempunyai arti simbolis yaitu bahwa salah satu dari bapak atau ibu adalahseorang bangsawan. Warna hijau mempunyai arti bangsawan penuh. Sarung tope (rok putih) dan celana tope.
Aksesoris
c. Tari Pattudu (Sulawesi Selatan)
Tari Pattudu ditarikan oleh 10 sampai 16 orang wanita. Penari wanita memakai baju yang bahannya tipis. Semua penari memakai kipas dan selendang panjang yang indah. Tarian ini dipentaskan pada upacara-upacara penting di istana saja seperti upacara perkawinan, potong gigi, upacara menaruh anak ditempat timangan (tempat berayun) dan sebagainya. Instrumen pengiringnya terdiri dari dua buah gendang, sebuah gong dan sebuah seruling. Tarian ini dimulai dari menyanyi terlebih dahulu, setelah itu disusul dengan beberapa gerak tari kemudian musik mengiringi tarian tersebut dan selanjutnya penari menarikan tari Puttudu.
d. Tari Pagellu (Sulawesi Selatan)
Tarian ini merupakan tari upacara adat etnis Toraja.Pagellu adalah salah satu cara memuja kepada Tuhan yang memberi hujan, memelihara segala tanaman, hewan piaraan, menolak wabah penyakit, dan sebagainya. Pagellu erat sekali hubungannya dengan kepercayaan masyarakat Toraja. Pagellu adalah cara untuk menimbulkan rasa keindahan, rasa pemujaan dan rasa gembira dalam bentuk gerakan badan terutama gerakan tangan dan jari tangan.
Puang Matuo ( Allah yang Maha Esa) berada pada tempat yang tertinggi dan kekuasaannya mengatur dunia, manusia datang kepadanya dengan sembah sujud dan bertobat, menyampaikan permohonan dan ucapan terima kasih.Tuhan dipuji dengan Rambu Tuka dengan berbagai macam upacara seperti Maro, Malena Suru dan semuanya memerlukan pemujaan lahir batin yang mendalam. Salah satu pemujaan lahir yakni dengan mempersembahkan binatang (hewan) yang dinamakan “Malo Bulanna Du Ding Patodingana”. Dalam kehidupan masyarakat Toraja, Pagellu mencakup peristiwa di sawah, menabur bibit, mengawasi padi, menghalau pipit, mengenyahkan hama penyakit yang merusak tanaman. Tarian ini pada umumnya ditarikan oleh tiga orang anak penari wanita.
e. Tari Pasambahan (Bengkulu)
Tari Pasambahan yang merupakan tari selamat datang dibawakan oleh empat orang penari wanita yang berbusana seragam. Mereka mengenakan, baju berwarna kuning, berbaju lengan panjang hitam, serta mengenakan kain hiasan kepala yang sangat bagus.
Semula mereka menari dengan gerak-gerak yang sangat feminim, akan tetapi setelah tempo ansembel talempongmeningkat menjadi cepat, mereka mulai bergerak dengan menggunakan unsur-unsur gerak pencak silat yang sangat dinamis.
Berkali-kali keempat penari itu mengatupkan kedua belah tangan mereka di depan dada sebagai tanda penghormatan. Di akhir tarian ini seorang penari membawa sebuah carano atau wadah yang berisi daun sirih. Para tamu, terutama dideretan terdepan dipersilakan mengambil daun sirih yang di gulung dan mengunyahnya.
Upacara mengunyah daun sirih pada masyarakat Minangkabau merupakan lambang penghormatan kepada tamu sebagai tanda persahabatan serta saling menghargai.
f. Tari Piring (Padang)
Tari Piring merupakan tarian tradisional yang berasal dari Sumatera Barat. Tarian ini menitik beratkan pada permainan piring-piring yang diletakkan di atas kedua telapak tangan pada masing-masing penari dan digerakkan ke segala penjuru, termasuk gerakan-gerakan berputar dengan tempo yang sangat cepat, serta diketuk-ketuk dengan jari-jari bercincin hingga menghadirkan suara tik, tik, tik.... yang sangat menarik. Adegan menginjak-injak pecahan kaca yang banyak ditampilkan pada tari piring biasa disajikan di Medan Nan Balindung di Bukittinggi.Tari Piring biasanya dipertunjukkan pada berbagai upacara adat seperti misalnya Batagak Pangulu, setelah panen usai, perhelatan perkawinan, khitanan, turun mandi dan sebagainya. Tarian ini selalu ditampilkan dalam koreografi tari kelompok berpasangan, bisa hanya dilakukan oleh dua orang penari sampai 10 orang penari. Dahulu tari piring apabila dipertunjukkan untuk meramaikan sebuah upacara pada malam hari, dimulai dari pukul 20.00 sampai pukul 4.00 pagi. Tarian ini dahulu selalu dibawakan oleh para penari pria dan wanita yang mengenakan busana yang terdiri dari celana galembong berwarna hitam yang longgar, baju lengan panjang berwarna hitam yang longgar, destar atau ikat kepala berwarna merah serta ikek atau ikat pinggang yang berwarna merah pula.
Penyelenggaraan pertunjukan di adakan di rumah Godang. Tarian ini diiringi oleh ansambel musik Minangkabau tradisional yang terdiri dari seperangkat canang dasar dua buah, canang paningkah dua buah, pupuik batang padi sebuah, serta sebuah gendang bermuka dua.
g. Tari Saman (Aceh)
Tari Saman dari Aceh merupakan tari tradisional yangdibawakan oleh sebelas orang penari, terdiri dari lima penari pria dan enam penari wanita. Desain lantai diolah sangat bervariasi, semula kesebelas penari itu duduk dalam formasi dua deret, dan kemudian setelah akan menghadirkan bermacam-macam garapan gerak, mereka mulai berganti ke formasi satu deret. Walaupun hanya dibawakan dalam posisi duduk, akan tetapi karena olahan gerak torso, kepala, lengan serta permainan komposisi serempak, selang seling, bergantian, serta pergantian level yang cepat sekali, tari Saman mampu menghadirkan daya tarik yang luar biasa.
Di Aceh istilah Saman selalu dikaitkan dengan sebuah tari kelompok yang sangat terkenal yaitu tari Seudati. Para pakar tari mengatakan bahwa tariSeudati berasal dari Saman yang dalam bahasa Arab kata Saman berarti delapan. Dikatakan Seudati dari Saman karena penari Seudati yang sesungguhnya berjumlah delapan orang. Selain delapan penari itu ada dua orang pria muda yang berfungsi sebagai penyanyi. Kedua anak muda disebut Aneuk Seudati yang berarti Seudati anak-anak.
Tari Saman di Aceh diilhami oleh permainan anak-anak, dan di pulau Jawadisebut dengan keplok ame-ame. Garapan tari yang selalu dilakukan dalam posisi duduk ini banyak menghadirkan tepuk tangan serta tepuk dada yang sangat cepat. Saman bisa dilakukan oleh penari pria saja atau penari wanita, dan bisa juga dilakukan campuran yaitu penari pria dan penari wanita.
h. Sendratari Ramayana
Sendratari secara harfiah berarti seni drama tari. Istilah ini diusulkan oleh seorang dramawa bernama Anjar Asmara. Nama Sendratari ini sampai sekarang digunakan untuk menyebut drama tari Jawa tanpa dialog verbal.
Sendratari Ramayana merupakan cetusan gagasan dari G.P.H. Jatikusumo, salah seorang tokoh seniman dari kalangan bangsawan di Surakarta. Sendratari Ramayana ini untuk pertama kalinya dipentaskan di panggung Roro Jonggrang Prambanan tahun 1961. Sejak itu lahirlah berbagai sendratari di beberapa daerah seperti di Jawa Timur dan sebagainya.Gagasan G.P.H. Jatikusomo ini diilhami oleh tari-tarian di candi Angkor Walt di Kamboja, kemudian dipadukan dengan relief di candi Prambanan sehingga terciptalah sendratari Ramayana.
Dalam penciptaan sendratari Ramayana ini ada tiga hal yang dijadikan pokok dasar yaitu:
Kemudian setelah itu Rama meninggalkan tempat tinggalnya, pergi jauh ke hutan, hingga di luar jangkauan daripara kerabat dan rakyatnya. Bersama dengan Sita dan Leksmana, ia menemukan sebuah tempat pengasingan yang dihuni oleh para pertapa serta orang-orang suci, termasuk Agastya yang memberi sebuah busur panah sakti. Kemudian Rama menetap di hutan Pancawati, dengan bantuan Leksmana mereka membangun sebuah gubuk. Dikisahkan pula dalam Sendratari tersebut Sarpakenaka adik perempuan raja raksasa Rahwana, ketika sedang melanglang di hutan bertemu Rama dan jatuh cinta kepadanya, serta mencoba untuk mendapatkan Rama, tetapi Rama menolaknya dan ketika ia berpaling ke arah Leksmana, sang ksatria memacung hidung dan telinga Sarpakenaka. Sarpakenaka lari menuju ke kakaknya. Rahwana berniat membalas dendam atas perbuatan Rama tersebut dengan memerintahkan abdinya yaitu Marica untuk berubah menjadi seekor Kijang Kencana. Sita terpesona oleh penampilan Kijang Kencana itu dan meminta Rama untuk menangkapnya meskipun sudah diperingatkan oleh Leksmana. Rama mendapatkan kijang itu dengan meninggalkan Sita dibawah pengawasan Leksmana. Tiba-tiba mereka mendengar teriakan akhir dari Marica. Demi mendengar teriakan tersebut, Sita bersikeras untuk menyelamatkan Rama sendirian.Rahwana tampil menyamar sebagai seorang Brahmana yang sedang meminta-minta. Rahwana membujuk Sita untuk meninggalkan Rama serta membawanya pergi ke angkasa dan ketika tiba di angkasa wujud Rahwana berubah menjadi makhluk yang menakutkan yaitu jumlah kepala dan lengan yang banyak. Kemudian muncul seekor burung gagak yang gagah berani bernama Jatayu, tetapi dia gagal menyelamatkan Sita dalam peperangan tersebut. Jatayu terluka parah melawan Rahwana dan sebelum meninggal dia menceritakan tentang penculikan tersebut kepada Rama.
Pencarian Sita dilakukan oleh Rama dan Leksmana dengan melewati hutan belantara serta pegunungan Nilgiri, tetapi usaha tersebut gagal, Rama tidak mendapatkan jejak Sita. Dalam pencarian tersebut, Rama bertemu dengan seekor kera putih yang bernama Hanuman. Hanuman mengajak Rama untuk menemui rajanya yaitu Sugriwa yang tahtanya telah dirampas oleh kakaknya sendiri yaitu Subali.
Rama membantu Sugriwa untuk mendapatkan kembali tahtanya dengan membunuh Subali yaitu dengan sebuah tembakan panah selagi kedua kera bersaudara itu berperang. Sebagai tanda terima kasih, Sugriwa memberikan bantuannya kepada Rama. Ia memerintahkan tentara keranya untuk mencari Sita ke empat penjuru dunia. Tentara itu pergi ke selatan dengan dipimpin oleh Hanuman, Rama dan Laksmana mengikutinya.Setelah mengalami banyak petualangan serta kunci pencarian didapatkan dari seorang saudara burung Jatayu yang bernama Sempati, mereka sampai ke pantai yang berseberangan dengan Alengka. Dengan loncatan yang berani dengan menyeberangi laut, Hanuman mendarat di Alengka. Akhirnya ia sampai di taman Argasoka dan ia menemukan Sita. Kemudian Hanuman membuat kegaduhan di Alengka. Para raksasa menangkap Hanuman dan membakarnya namun Hanuman dapat membebaskan diri.
Pada akhirnya Rahwana terbunuh oleh Rama dengan sebuah anak panah. Rama dan Sita dipertemukan kembali.
Wiracarita Ramayana di Jawa ada beberapa versi, tetapi yang digunakan dalam garapan sendratari adalah serat atau versi Rama karya Yasadipura. Pemilihan serat atau versi Rama melalui suatu pertimbangan, bahwa karya inilah yang lebih cocok bagi orang Jawa, dan jalan ceriteranya tidak berbelit-belit. Semula Wiracarita yang panjang itu dibagi menjadi 6 episode yaitu:
Langendriyan merupakan dramatari yang diangkat dari epos cerita Damarwulan. Dialog yang digunakan dalam Langendriyan diwujudkan dalam bentuk vokal (tembang) yang langsung dibawakan oleh penari.
Di dalam Langendriyan terdapat seorang dalang sebagai pengarah cerita dan sebagai penghidup cerita pada saat-saat tertentu, misalnya saat tegang, saat sedih dan sebagainya. Langendriyan diciptakan oleh Mangkunegara IV pada abad XIX dan terus dipelihara sampai sekarang di kalangan istana.Legenda Damarwulan dihubungkan dengan kerajaan Majapahit ketika kerajaan itu diperintah oleh seorang raja puteri yaitu Dewi Suhita, yang selama pemerintahannya terjadi sebuah perangdengan kerajaan Blambangan. Nama pahlawan Cahaya Bulan serta musuhnya Menak Jingga atau ksatria merah (yang senjata saktinya adalah besi kuning).
Tokoh utama dalam roman Damar Wulan adalah sebagai berikut:
Cobaan pada Damar Wulan di mulai ketika mengikuti nasehat kakeknya. Ia meninggalkan pertapaan dan mengadakan perjalanan ke istana Majapahit untuk mencari pekerjaan pada jamannya patih Logender. Damar Wulan selalu diperlakukan tidak semestinya. Patih Logender mulai mengetahui keinginan Damar Wulan untuk mengabdi kepadanya, dan ia khawatir Damar Wulan akan menjadi saingan bagi puteranya sendiri, sehingga ia mempekerjakan Damar Wulan sebagai tukang rumput. Walaupun telah dicopoti busana dan perhiasannya yang bagus-bagus, namun ketampanan sang pemotong rumput telah membangkitkan kekaguman yang mendalam bagi rakyat banyak.Desas-desus tentang si tukang rumput yang luar biasa itu terdengar oleh puteri Patih Logender yaitu Anjasmara. Karena mengetahui bahwa Damar Wulan adalah saudara sepupunya, ia mencarinya secara diam-diam, mereka saling jatuh cinta serta menikah secara tidak resmi.
Pada suatu malam saudara Anjasmara mengetahui ketika mereka sedang bercinta, maka mereka mencoba membunuh Damar Wulan tetapi tidak berhasil dan mereka melapor pada orang tuanya. Dengan marah Patih Logender menuntut agar Damar Wulan dihukum di penjara.
Pada suatu ketika bahaya menimpa kerajaan Majapahit. Dalam sepucuk surat Raja Blambangan melamar raja puteri. Lamaran ditolak dan sebagai tantangannya Menak Jingga menantang perang. Tentara Majapahit dikalahkan satu persatu, kerajaan Majapahit terancam oleh pasukan Menak Jingga.Raja Puteri mengumukan bahwa siapa saja yang mampu membunuh Menak Jingga serta membawa kepalanya akan menjadi suaminya. Damar Wulan dipercaya oleh raja puteri untuk melawan Menak Jingga.
Akhirnya Damar Wulan berhasil memenggal kepala Menak Jingga serta mempersembahkan kepala Menak Jingga kepada raja puteri, kemudian Damar Wulan dinobatkan sebagai raja Majapahit dan memperistri raja puteri.
j. Langen Mandrawanara (Yogyakarta)
Secara harfiah kata Langen berarti pertunjukan atau hiburan, Mandra berarti lembut, dan Wanara berarti kera. Langen Mandrawanara merupakan drama tari opera yang membawakan lakon dari wiracarita Ramayana. Kehadiran genre baru ini pada tahun 1890 dipacu oleh adanya larangan mempergelarkan tari yang berasal dari keraton Yogyakarta di luar tembok istana. Adipati Danureja VII mencipta sebuah dramatari yang berbeda dengan wayang wong, baik dari segi teknik tari maupun dialog. Para penari pada tarian ini menggunakan posisi jongkok, sedangkan dialog yang digunakan menggunakan tembang/nyanyian macapat. Langen Mandrawanara hanya menyampaikan cerita dari epos Ramayana.
k. Wayang Wong
Wayang Wong yang secara harfiah berarti pertunjukan teater tari yang penampilannya dibawakan oleh manusia, merupakan dramatari Jawa yang berdialog prosa liris yang usianya sudah sangat tua. Berita tentang adanya pertunjukan wayang wong sudah terekam dalam prasasti Jawa kuna pada tahun 930 yaitu prasasti Wimalasrama. Untuk mendapatkan gambaran tentang bentuk pertunjukannya sulit menduganya. Hanya berdasarkan cerita yang dibawakan oleh Maha Barata dan Ramayana, sebab wiracarita yang dikenal oleh masyarakat Jawa pada waktu itu adalah dua wiracarita. Tradisi pertunjukan ini berlanjut pula pada jaman Majapahit. Ketika kerajaan Majapahit yang masyarakatnya beragama Hindu terdesak oleh kerajaan Islam pada akhir abad 15, banyak bangsawan, seniman, tokoh agama, serta lainnya yang tidak mau memeluk agama Islam, lalu mereka melarikan diri ke Bali atau daerah pegunungan di Tengger bahkan ada yang di lereng Merbabu.
Bersamaan dengan masuknya agama Islam ke Jawa Timur mengalir kebudayaan Jawa kuna, di antaranya Wayang Wong.Di kalangan masyarakat Jawa pertunjukan Wayang Wong yang sampai sekarang masih dipertunjukkan berasal dari pertengahan abad ke 18.
Dramatari Jawa berdialog prosa liris itu semakinberkembang, baik di Yogyakarta dan Surakarta. Wayang Wong gaya Yogyakarta dikatakan merupakan ciptaan Sultan Hamengkubuwono I.
Wayang Wong di Surakarta lahir pada jaman pemerintahan Sri Mangkunagara I. Di lingkungan istana, Wayang Wong digelar di pendapa, sedang di luar istana banyak digelar di panggung procenium dan bahkan telah menggunakan prasarana yang lengkap.
Wayang Wong dari Mangkunagaran, yang semula adalah tari istana, sekarang menjadi sebuah pertunjukan seni komersial. Grup-grup wayang orang seperti Ngesti Pandawa di Semarang, rombongan Sriwedari yang lebih tua di Solo, memanggungkan lakon-lakon tradisional bagi umum.
Produksi-produksi dari asosiasi tari amatir yang kerap kali dilatih oleh para kerabat bangsawan, lebih murni gaya dan yang dipertunjukkan di pendapa, tetap lebih bertahan akan kualitas dibandingkan pertunjukan-pertunjukan istana.
Berikut contoh tari kelompok :
Apabila isi tarian atau konsep isi tarian bersifat internal, berarti bentuk tarian atau konsep bentuk tarian bersifat eksternal. Artinya yang bersifat internal akan tertangkap oleh kita dengan rasa dan pikiran secara rohaniah, sedangkan yang bersifat eksternal akan tertangkap oleh kita dengan inderawi jasmaniah. Dengan kata lain, isi tarian adalah konsepsi isi yang tak tampak, dan bentuk tarian adalah konsepsi yang tampak dan terdengar dari sebuah tarian.
Dengan demikian bentuk tari merupakan manifestasi atau cerminan dari konsepsi tari, dan konsep tari bentuk ini terwujud sebagai elemen-elemen materi obyektif (terlihat dan terdengar) yang saling berhubungan dan menjadi kesatuan yang utuh sesuai dengan fungsinya.
Secara konsepsional dalam hal konsepsi bentuk tari, di satu pihak berpijak atau mencerminkan konsepsi isi, dan dilain pihak elemen-elemennya terungkap bertahap dan saling mengisi selaras dengan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan sebuah bentuk karya tari. Bentuk tari terdiri dari penyajian, koreografi, karawitan, rias dan busana serta properti tari.
Sedangkan penyajian tari mengutamakan isi gambaran tarian, nama tarian, dan juga tatanan yang sudah baku atau mentradisi.Berdasarkan dari pijakan-pijakan itu, maka bentuk penyajian taridapat dibagi menjadi tiga macam yaitu:
.
1. Tari Tunggal
Bentuk penyajian tari tunggal adalah yang isi gambarannya mengisahkan seorang tokoh dan nama tariannya pun dari nama seorang tokohnya atau julukannya, seperti tokoh Srikandi, Arjuna dan sebagainya.
Tari Tunggal adalah tarian yang dilakukan oleh seorang penari. Gerakannya mencapai tingkat kerumitan tertinggi dibandingkan dengan bentuk tari lainnya.
Tari Tunggal adalah perwujudan koreografi yang khas dan ditarikan oleh seorang penari. Tingkat kerumitan pengungkapannya relatif lebih tinggi dibandingkan bentuk tari lainnya. Kondisi ini dikarenakan dilakukan oleh satu orang penari, sehingga nilai-nilai estetik tarian yang dilakukannya bertumpuhanya kepada seorang penari. Demikian juga tatanan pada gerak tari tunggal memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi, sulit untuk dilakukan secara rampak.
Daya tarik tari Tunggal adalah daya tarik personal yang dimunculkan oleh koreografer dan kepiawaian penarinya. Koreografi dan penarinya menjadi satu-satunya fokus perhatian, baik bagi pemusik yang mengiringi ataupun penonton yang menyaksikan.
Kekhususan lainnya adalah keleluasaan wilayah gerak penari yang bisa diolah sendiri berdasarkan kepekaan penarinya, sebagai contoh dalam mengolah ruang (maju-mundur, berputar dan sebagainya), mengatur waktu atau tempo musik (mengolah irama, cepat lambat), mengatur tenaga (kuat-lemah) dan olah rasa/ekspresi (memaknai gerak, tema dan mengintepretasikan isi tari).
Berikut ini beberapa contoh bentuk penyajian tari Tunggal:
a. Tari Golek (Yogyakarta)
Tari Golek adalah tari yang ditarikan oleh remaja puteri. Pengertian remaja puteri adalah seorang wanita yang belum pernah menikah, berumur antara 12 tahun sampai 21 tahun. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menginjak dewasa. Pada saat ini remaja puteri mengalami masa transisi/peralihan dari kanak-kanak ke remaja, sehingga seorang remaja ingin memperlihatkan pribadinya. Dalam masa perkembangan kepribadian seseorang, masa remaja mempunyai arti yang khusus. Dalam rangkaian proses perkembangan, masa ini seseorang tidak mempunyai kedudukan yang jelas. Pada masa inilah remaja mulai mencari-cari atau mulai berfikir tentang potensi pribadiyang akan dipakai sebagai landasan selanjutnya.
Untuk memperlihatkan potensi pribadinya dapat dilihat pada gerak muryani busana, seperti ragam tasikan, miwir rikmo, atrap sumping, atrap jamang. Dari gerakan tersebut memberi penjelasan bahwa muryani busana merupakan gerak yang mempunyai makna orang berhias dan berbusana, dari mulai memakai pakaian sampai mengenakan asesoris. Jika dilihat dari struktur geraknya, tari ini didominasi oleh gerak muryani busana. Dari pengkajian yang lebih dalam, ternyata ekspresi gerak ini sangat sesuai dan juga mempunyai makna sebagai penggambaran dunia penarinya (remaja puteri). Pada masa ini perhatian remaja sangat besar terhadap penampilan dirinya. Diri mereka sendiri merupakan salah satu penilai yang penting terhadap badannya sendiri. Jadi sangat tepat jika esensi tari Golek ini terletak pada gerak muryani busana atau dengan kata lain gerak ini merupakan gerak yang paling representatif.
Penggambaran gerak berbusana di dalam tari Golek tidak sekedar meniru orang yang sedang mengenakan pakaian, tetapi di dalamnya mempunyai makna yaitu gerakan mematut diri. Jadi pada hakekatnya, berpakaian atau berdandan dipandang bukan sekedar sebagai penutup tubuh, tetapi di sini lebih menonjolkanunsur estetiknya. Ketika unsur fungsi dan keindahan disatukan pada gilirannya akan memberi kesan sempurna pada penampilan. Dengan sempurnanya suatu penampilan akan muncul kepercayaan diri, yang pada akhirnya akan muncul kesadaran tentang pribadi dengan segala potensinya. Dengan proses yang panjang dari waktu ke waktu akhirnya akan terbentuk suatu kepribadian. Dengan kata lain kepribadian akan terbentuk seiring dengan berjalannya waktu. Pada masa ini terjadi proses pemantapan secara lambat dan teratur. Masa ini merupakan kunci dari perkembangan anak. Pada periode ini anak gadis banyak melakukan instropeksi dan mencari sesuatu ke dalam diri sendiri. Yang pada akhirnya ia akan menemukan ”akunya” dalam diri mereka sendiri dengan sikap keluar pada dunia nyata.
Dengan diketahuinya makna yang lebih dalam dari tari Golek, dapat diambil kesimpulan bahwa tari golek bukan sekedar sebuah tari yang menggambarkan seorang remaja putri yang sedang berhias diri. Disini tari golek yang dimaknai sebagai tari tunggal putri yang menggambarkan seorang gadis remaja yang sedang berada dalam liminalitas. Dalam upayanya untuk menemukan jati dirinya ia berusaha menumbuhkan rasa percaya diri yang diekspresikan dengan gerakan yang menggambarkan berhias diri. Pencarian jati diri pada hakekatnya adalah kerja pribadi. Hal ini sejalan dengan tari golek sebagai tari tunggal. Sebagai tari tunggal (yang mulanya adalah satu-satunya pada tari putri), jelas mempunyai keistimewaan bila dibandingkan dengan bentuk tari yang lain.
|
Gambar 34. Tari Golek merupakan contoh tari tunggal |
b. Tari Ngremo (Surabaya)
Tari Ngremo berasal dari tari upacara untuk menghormati tamu agung atau tamu penting dalam suatu pesta. Tarian ini biasa ditarikan oleh seorang penari pria, dalam perkembangannya tari Ngremo dapat ditarikan oleh beberapa penari pria atupun penari gadis remaja.
Gambar 35. Tari Ngremo dari Jawa Timur |
c. Tari Klana Alus (Yogyakarta)
Tari Klana Alus merupakan tari klasik gaya Yogyakarta yang berasal dari kraton Yogyakarta. Tarian ini pada mulanya hanya digelar/eksis dan dipelajari di lingkungan istana saja. Eksistensi puncak perkembangan tari klasik muncul pada masa pemerintahan Hamengku Buwana VIII tahun 1992 Dalam perkembangannya, tari klasik yang semula hanya digelar/eksis di istana kemudian mulai dikenal dan dikembangkan di luar istana dengan hadirnya organisasi kesenian yang bernama Kridho Bekso Wiromo. Setelah berdirinya organisasi seni di luar tembok istana, maka atas ijin Sri Sultan Hamengku Buwono VII, tari klasik diperkenankan diajarkan serta dikembangkan diluar tembok istana.
Tari Klana Alus merupakan salah satu tarian yang diciptakan dan dikembangkan di luar tembok istanaYogyakarata. Pencipta tari Klana Alus adalah K.R.T. Candraradana, selaku penari, guru tari, dan pencipta tari khususnya tari klasik gaya Yogyakarta. Tari Klana Alus merupakan tari klasik gaya Yogyakarta yang merupakan jenis tari putera halus. Tarian ini menggambarkan seorang raja yang sedang merindukan sorang putri.
Sesuai dengan namanya, maka karakter dan gerak tarinya adalah gerak putera alus. Ciri khas gerakan tari Klana Alus adalah gerak ngana/kiprahan, yang diungkapkan lewat gerak muryani busana. Tarian ini menggambarkan orang yang sedangdirundung asmara yang diekspresikan lewat gerakan memakaibusana sampai dengan asesoris.
Tari Klana Alus secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian yang meliputi bagian pertama maju gending, bagian dua kiprahan, bagian tiga mundur gending. Gerakan tari Klana Alus nampak lebih ekspresif dan dinamis, karena iramanya terdiri dari beberapa irama, antara lain irama satu dan irama dua. Tari Klana Alus di samping berfungsi sebagai tontonan yang berarti memberi hiburan, rasa senang, dan kenikmatan, juga memberi makna lain. Ditilik dari namanya, tari Klana Alus diilhami oleh seorang raja yang sedang merindukan seorang puteri dan ditarikan oleh laki-laki.
Kerinduan kepada seorang puteri tercermin dalam gerakan muryani busana yang meliputi ragam miwir rikmo, ngilo asta dan sebagainya. Gerakan muryani busana adalah gugusan gerak yang mempunyai makna/isi orang yang sedang berhias dan berbusana, mulai dari memakai pakaian sampai mengenakan asesoris. Apabila dilihat dari struktur geraknya, tari Klana Alus didominasi oleh gerak muryani busana. Penggambaran gerak muryani busana di dalam tari Klana Alus ternyata tidak hanya sekedar meniru orang yang sedang mengenakan pakaian, tetapi lebih menekankan pada penggambaran orang yang sedang berhias diri.
Gambar 36. Tari Klana Alus dalam posisi gerak atur-atur contoh gerak muryani busana |
Gambar 37. Tari Panji Semirang dari bali |
Gambar 38. Tari Truna Jaya dari Bali |
Gambar 39. Tari Jejer dari Jawa Timur |
d. Tari Gambyong
Menurut tradisi lisan, nama Gambyong bermula dari nama seorang dukun wanita yang bernama Nyi Lurah Gambyong. Dukun itu mengobati orang sakit atau pasiennya dengan cara menari, dan dari dukun wanita ini berkembang menjadi tarian Gambyong.
Berdasarkan informasi di atas, kiranya sulit untuk menentukan pendapat mana yang paling benar mengenai asal nama tari Gambyong. Tari Gambyong menggambarkan seorang gadis remaja yang sedang memperagakan kecantikannya. Tari ini merupakan tari tunggal. Istilah Gambyong berasal dari nama seorang penari ledek yang sangat baik menarinya dan wajahnyayang cantik..
Bentuk sajian tari Gambyong berpijak pada adanya rangkaian gerak yang telah ada, kemudian jumlah rangkaian gerak yang ada telah berkembang menjadi 33 macam. Penari Gambyong pada mulanya mengisi gending yang dibunyikan dengan gerak tari yang dimilikinya. Hal ini dapat menimbulkan saling menguji ketrampilan antara penari dan pengendangnya. Iringan yang digunakan adalah gending Ageng seperti Gambir Sawit Pancer Rena dan sebagainya.
Gambar 40. Tari Gambyong merupakan tari tunggal dari Surakarta |
2. Tari Berpasangan
Tari Berpasangan adalah tari yang isi gambaran tariannyamengisahkan tentang dua orang tokoh dan nama tariannya pun dari nama kedua tokohnya. Seperti Srikandi mustakaweni dan sebagainya.Tari Berpasangan adalah tarian yang dilakukan berdua dan sebagian gerakannya berlainan satu sama lain, tetapi antara penari merupakan satu kepaduan yang disebut dengan duet. Bentuk perkembangan lainnya ada yang ditarikan bertiga (trio) dan paduan dari empat penari yang disebut kuartet.
Tari Berpasangan ini adalah tarian duet, dalam arti keutuhan koreografinya diwujudkan atas adanya interaksi dan perpaduan gerak yang satu sama lain berbeda. Dengan kata lain, keutuhan dan kekuatan koreografinya terwujud dari saling mengisi atau saling melengkapi dari kedua orang penari yang mengekspresikannya. Baik perpaduan dari dua orang penari yang berlainan jenisnya seperti penari pria dengan pria dan penari wanita dengan wanita, maupun berlainan jenis yaitu penari pria dengan wanita. Tari pasangan atau duet ini akan terungkap dari sisi kemampuan menjalin kekompakan dalam perpaduan saling mengisi atau saling melengkapi secara harmoni sehingga keutuhan, kekhasan dan kekuatan koreografi tari duet ini terekspresikan dengan sempurna.
Tari Berpasangan adalah tarian yang dilakukan oleh dua orang penari dengan bentuk gerak yang sama atau berlainan tetapi antar penari mempunyai keterkaitan dalam mewujudkan garapan tarinya.Tari berpasangan dilakukan oleh penari putera dengan puteri atau puteri dengan puteri, bisa juga putera dengan putera. Tari Berpasangan lebih menekankan pada respon antar penari.Tari Berpasangan lebih berorientasi pada keterikatan pola ruang, sehingga kebebasan dalam hal mengolah ruang sedikit agak dibatasi karena biasanya pada ruang yang satu dengan yang lainnya telah ditata dengan susunan tertentu. Berikut ini beberapa contoh tari berpasangan yang ada di Nusantara, yaitu tari Arjuna melawan Cakil dari Surakarta, tari Srikandhi melawan Suradiwati dari Yogyakarta, tari Damarwulan Anjasmara dari Jawa Barat, tari Oleg Tambulilingan dari Bali, dan tari Payung dari Sumatra Barat.
Berikut ini contoh tari Berpasangan yang ada beberapa daerah di Nusantara.
a. Tari Oleg Tamulilingan
Tari ini melukiskan dua ekor kembang madu jantan dan betina yang sedang asyik bercumbu rayu di tanam bunga. Kata Oleg berarti bergerak dengan lembut, luwes dan indah (menari) dan Tamulilingan berarti kumbang madu. Oleg Tamulilingan adalah tari duet atau berpasangan. Namun demikian sering pula tarian ini dibawakan oleh penari wanita dan salah seorang penarinyaberperan sebagai laki-laki. Materi geraknya banyak bersumber dari gerak-gerak Pengambuhan. Instrumen pengiringnya adalah seperangkat gamelan Gong Kebyar.
Apabila dicermati busana kedua penari itu sebenarnya tak sedikitpun mengesankan bahwa mereka itu memerankan dua ekor kumbang. Demikian pula gerak mereka berdua ketika sedang memadu kasih, sama sekali tidak menyiratkan tingkah laku dua ekor kumbang yang sedang kasmaran. Busana yang dipakai kumbang jantan mengenakan busana yang sama persis dengan tari Kebyar Terompong. Adapun kumbang betina mengenakan busana adat kebesaran wanita Bali dengan hiasan penutup kepala yang dipenuhi dengan bunga-bunga emas yang indah sekali.
Oleg Tamulilingan diawali dengan tampilnya penari kumbang betina. Kumbang betina yang selalu dibawakan oleh seorang penari gadis cantik terlebih dulu menari solo untuk mendemonstrasikan kemampuan teknik tari serta ekspresi wajahnya di atas pentas. Tak lama kemudian tampil kumbang jantan yang seolah-olah menggoda kumbang betina yang sedang memperagakan kemampuannya menari. Kumbang betina berdiri dan terjadilah tarian duet yang sangat mempesona.
Gambar 41. Tari Oleg Tamulilingan dari Bali |
b. Tari Payung (dari Sumatera)
Tari Payung menggambarkan perkenalan antara pemuda dan pemudi di sekitar sungai Tangang. Sungai Tangang adalah tempat pemandian yang indah di bukit tinggi Sumatera Barat. Naik kereta kuda dalam istilah daerah setempat dinamakan “Berbendi bendi ke sungai Tangang”. Aktivitas tersebut merupakan kegemaran para remaja putera puteri daerah Minang pada masa silam. Suasana perkenalan dengan berbagai macam variasi diungkap dalam bentuk tari Payung yang merupakan tari berpasangan.
Gambar 42. Tari Payung dari Sumatera |
c. Tari Menak Puteri Rengganis Adaninggar
Golek Menak Puteri berasal dari keraton Yogyakarta yangmerupakan ciptaan Sultan Hamengku Buwana IX. Penciptaan Golek Menak didasari adanya rasa tidak puas dalam diri Sultan Hamengku Buwana IX terhadap perkembangan tari di keraton Yogyakarta yang hanya begitu-begitu saja. Apabila wayang Wong banyak berkiblat pada wayang kulit yang selalu menampilkan lakon yang diambil dari Wiracarita Mahabarata dan Ramayana, maka beliau ingin menciptakan wayang Wong lain yang lebih memiliki nilai Islami. Ide penciptaan berawal dari peristiwa ketika Sultan menyaksikan sebuah pertunjukan wayang Golek dengan cerita Menak yang di kiprahkan oleh seorang dalang dari daerah Kedu pada tahun 1941. Dalam benaknya terbesit pemikiran apabila wayang kulit telah mengilhami lahirnya wayang Wong di istanaYogyakarta mengalami puncak kejayaan pada tahun 1930 an, apakah tidak mungkin bisa diciptakan wayang Wong yang cerita serta teknik tarinya berkiblat pada wayang Golek Menak.Golek Menak berarti tari yang menirukan wayang Golek yang membawakan cerita Menak.
Tarian Rengganis Widaninggar menggambarkan peperangan antara Dewi Rengganis dari Kaparmen melawan Dewi Widaninggar dari negara Tartaripura yang ingin menuntut balas kematian kakaknya yaitu Dewi Medaninggar.
Gambar 43. Tari Menak Putri Rengganis Wedaninggar |
d. Tari Buai-buai (Sumatera)
Tari Buai-Buai yang merupakan tari tradisional yang terdapat di daerah Pauh Sembilan Lapau Munggu Kecamatan Kuranji, Tari ini menggambarkan seorang ibu yang sedang meninabobokan anaknya. Harfiahnya tari Buai-Buai ini menceritakan atau melambangkan tentang proses pemberian nasehat seorang ibu kepada anaknya yang sedang tumbuh dewasa yang nantinya akan menghadapi proses regenerasi. Tari Buai-Buai ini diperagakan pada waktu upacara adat atau upacara Batagak Penghulu. Upacara tersebut menceritakan tentang proses pergantian atau regenerasi dari yang tua ke yang muda. Kalau dilihat munculnya Tari Buai-Buai pada saat upacara Batagak Penghulu ada kaitannya dan ada hubungannya dengan proses pergantian atau regenersi untuk masa yang akan datang. Tujuannya adalah pemberian nasihat kepada anak yang dibuai-buai oleh ibunya.
Tari Buai-Buai kalau dilihat dari bentuk penyajiannya sangat sederhana, bentuk geraknya juga kelihatan sederhana sekali, dimainkan oleh dua orang penari atau lebih yang sedang meninabobokan anaknya sambil bersenandung. Bentuk geraknya berasal dari silat yang berkembang di Daerah Pauh, yang terkenal dengan silat Pauh. Tari ini disajikan pada waktu upacara Batagak Penghulu saja. Akhir-akhir ini keberadaan tari Buai-Buai sangat memprihatinkan karena tarian ini sudah mulai punah. Hal ini diakibatkan karena kehidupan masyarakat yang semakin berkembang dan mengalami perubahan. Perkembangan pikiran dan pandangan masyarakat yang mengalami perubahan telah mempengaruhi eksistentsi tari Buai-Buai tersebut. Keberadaan tari Buai-Buai berasal dari masyarakat dan tumbuh dalam kehidupan masyarakat, serta milik masyarakat yang mengungkapkan tata kehidupan masyarakat Pauh Sembilan. Semakin berkembang pikiran dan pandangan masyarakat terhadap kehidupannya, tatanan sosialnya, maka lama-kelamaan tingkat kepedulian masyarakat terhadap eksistensi tari Buai-Buai tersebut bisa punah, yang pada akhirnya hilang.
Begitu juga kalau dilihat dari segi fungsinya, semakin berkembangpikiran masyarakat, maka berubah pula tatanankehidupan masyarakatnya, otomatis tari Buai-Buai juga mengalami perubahan. Pada awalnya makna yang terkandung di dalamnya sangat kental dengan nilai-nilai budaya yang ada di daerah itu,tetapi saat ini sebagian masyarakat kurang mempedulikannya lagi, bahkan makna tersebut cenderung hilang dari penampilannya, yang pada akhirnya hanya sekedar seremonial saja. Begitu juga kalau dilihat dari bentuk penyajiannya semula mengutamakan sifat sakral dan religius, dan sangat komunikatif dengan orang yang menontonnya, tetapi saat ini terkesan dihilangkan.
Di bawah ini contoh nama ragam gerak tari Buai-buai
Gambar 44. Ragam gerak Rantak Kudo |
Gambar 45. Ragam gerak sembah penutup |
e. Tari Bambangan Cakil (Surakarta)
Tari Bambangan Cakil menggambarkan peperangan antara lambang kebenaran dalam bentuk Bambangan melawan lambang kejahatan yang berbentuk raksasa Cakil. Tokoh Bambangan ini dapat digambarkan dengan peran Arjuna, Abimanyu dan sebagainya.
Gambar 46. Tari Bambangan Cakil dari Surakarta |
f. Tari Saputangan (Maluku)
Tari Saputangan yaitu tari tradisional dari Maluku yang ditarikan oleh pria dan wanita yang berpasang-pasangan tanpa bersentuhan badan ataupun berpegangan tangan dan masing-masing penari memegang saputangan. Penari pria dan wanita pada bagian awal menari dalam koreografi kelompok, masing-masing membawa selembar saputangan di tangan kanan mereka.
g. Tari Mandau (Kalimantan)
Tari ini merupakan tarian dari suku Dayak Kalimantan. Tarian ini merupakan tarian yang menceritakan tentang pertempuran di medan perang. Maksud tarian ini adalah untuk mempertunjukkan kekuatan dalam berperang.Tarian ini juga sering dipentaskan untuk menunjukkan seorang anak laki-laki yang sudah matang atau dewasa. Sebagai bukti bahwa ia sudah mencapai kedewasaannya yang matang dia harus menunjukkan kebolehannya atau kemahirannya membunuh musuh dengan senjata. Kata mandau berarti senjata yaitu semacam pedang yang unik dari suku Dayak Kalimantan.
Tarian ini ditarikan secara berpasangan dan masing-masing penari membawa mandau di tangan sebelah kanan dan perisai panjang dengan dekorasi yang indah di tangan sebelah kiri.Instrumen pengiringnya sangat sederhana yaitu hanyamenggunakan alat petik semacam gitar.
h. Tari Serampang Duabelas (Sumatera)
Tarian ini ditarikan oleh laki-laki dan wanita dan dilakukan secara berpasangan. Kata serampang adalah variasi suara dari kata cerancang yang berarti bagian dari variasi suara, sedangkan dua belas menunjukkan anggota yang agak banyak.Selanjutnya dari tarian cerancang berubah menjadi tari Serampang Dua Belas yang artinya dengan beberapa variasi gerakan. Gerakan tarian ini dimulai dari gerakan yang lamban, perlahan-lahan kemudian bertambah cepat, dinamis dan gembira ria. Tarian ini menggambarkan percintaan antara pemuda pemudi atau tari sosial untuk saling mengetahui keadaan masing-masing.
i. Tari Gending Sriwijaya (Sumatera)
Apabila ditinjau dari nama tarian, Gending Sriwijaya berasal dari gending/lagi yang mengiringinya. Kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan merupakan asal dari kelahiran dari tari Gending Sriwijaya. Tari Gending Sriwijaya merupakan tarian istana yangbiasanya ditarikan oleh dua, empat penari wanita atau lebih. Para penari berpakaian sangat indah, berikat kepala yang anggun dan memakai kuku emas gemerlapan yang sangat panjang. Tari Gending Sriwijaya hanya dipertunjukkan pada upacara-upacara resmi yakni pada waktu pertemuan untuk merundingkan sesuatu yang sangat penting dari raja Sriwijaya dengan segenap hulu balangnya di Balairung.
Perundingan didahului dengan upacara mamah pinang. Satu orang penari membawa kotak/tempat pinang, sedangkan tiga orang penari lainnya membawa membawa perlengkapan lainnya. Para penari menari dengan membawa perlengkapan tersebut di depan raja. Jika raja telah mengambil pinang dan memamahnya, maka penari satu per satu meninggalkan Balairung. Hal ini berarti perundingan resmi segera dimulai. Tarian Gending Sriwijaya adalah sebuah tarian yang sangat indah dan penuh dengan gerakan-gerakan jari lentik yang menarik, lebih-lebih dengan memakai kuku panjang dari emas imitasi gemerlapan.
j. Tari Mak Inang Pulau Kampai (Sumatera)
Tarian ini menggambarkan percintaan seorang manusia biasa dengan seorang bidadari dari kahyangani. Cerita ini sama dengan cerita Rajapala di Bali dan Jaka Tarub di Jawa. Dikisahkan seorang bidadari dari kahyangan sedang mandi di sebuah telaga di sebuah gunung. Pada saat bidadari tersebut sedang asyik mandi air yang sejuk dan jernih, tiba-tiba datanglah seorang jejaka yang jatuh hati padanya, kemudian ia mencuri pakaian bidadari itu. Setelah mandi bidadari akan mengenakan pakaiannya, namun sangat terkejut karena pakaiannya sudah tidak ada di tempat (hilang). Ia sedih dan menangis tersedu-sedu. Seorang jejaka tampan datang dan mengatakan bahwa pakaiannya ada padanya dan ia mau mengembalikan pakaiannya jika bidadari itu bersedia menjadi istrinya. Bidadari itu tidak punya pilihan kecuali menyetujuinya.
Setelah pakaiannya didapatkann kembali, bidadari mengatakan pada suaminya bahwa sudayah saatnya ia pulang kembali ke kahyangan. Dan ia berharap bisa bertemu kembali pada lain kesempatan, selanjutnya ia terbang ke angkasa danmeninggalkan suaminya yang bersedih karena ditinggalkan olehistrinya tercinta.
Gambar 47. Tari Mak Inang Pulau Kampai merupakan bentuk penyajian tari berpasangan |
Gambar 48. Tari berpasangan dengan garapan tari kreasi baru yang merupakan pengembangan dari gerak-gerak tari tradisi |
Gambar 49. Tari pergaulan antara pemuda dan pemudi, merupakan bentuk penyajian tari berpasangan. |
Gambar 50. Tari berpasangan dengan mengambil tokoh dalam cerita pewayangan yang bersumber dari epos Maha barata yaitu Gatutkaca dan Pergiwo dengan penyajian tari gaya Surakarta. |
k. Tari Srikandi Mustakaweni
Tarian ini menggambarkan tokoh Srikandi dengan Mustakaweni. Srikandi adalah tokoh pewayangan puteri yang berwajah cantik dan memikiki kepandaian berperang, dan ia termasuk sebagai salah satu istri Arjuna. Adapun Mustakaweni adalah seorang puteri cantik dan kakaknya adalah seorang raja yang berwujud Danawa.
Dalam kisahnya, Mustakaweni mendapat tugas dari kakaknya untuk pergi ke Amarta dan pulangnya harus membawa Pusaka Layang Jamus Kalimusada yang saat itu dititipkan oleh raja Amarta kepada permaisurinya yaitu Dewi Drupadi. Sebelum menuju Amarta ia beralih rupa menjadi Gatotkaca, karena ia berencana untuk melakukan tipu daya agar terhindar dari peperangan. Setibanya di Amarta ia bertemu dengan Srikandi yang saat itu sedang berlatih perang dengan para Wadyabala, ia bertanya di mana Dewi Drupadi berada, dan Srikandi lalu memberitahukan bahwa Sang Dewi berada di Keputren.Setelah Gatotkaca palsu pergi menuju Keputren, barulah Srikandi sadar tertipu dirinya karena tidak mungkin Gatotkaca tidak mengetahui keberadaan Sang Dewi, sehingga ia yakin bahwa itu adalah orang jahat yang menyamar. Oleh sebab itulah ia pun segera menyusul ke Keputren.
Di Keputren kerajaan Amarta Dewi Drupadi kedatangan Gatotkaca palsu yang berpura-pura mendapat tugas dari sang raja untuk mengambil pusaka, dan sang dewi menyerahkannya. Di tengah perjalanan Gatotkaca palsu tersusul oleh Srikandi, dan terjadi perkelahian, namun Gatotkaca palsu tertusuk panah sakti Srikandi dan kemudian beralih kembali wujudnya menjadi Mustakaweni. Selanjutnya terjadi perang tanding antara Srikandi dengan Mustakaweni.
Gambar 51. Peran Srikandi dengan sikap gerak ulap-ulap dalam tari Srikandi melawan Suradiwati, merupakan tari berpasangan. |
3. Tari Kelompok
Bentuk penyajian tari kelompok isi tariannya menggambarkan atau mengungkapkan sekelompok yang jabatannya sama, dan nama tariannya berdasarkan dari nama jabatannya atau aktivitasnya, misalnya :
a. Menggambarkan para penari putri keraton yang menghibur raja.
b. Menggambarkan para prajurit yang sedang berlatih perang dengan menggunakan senjata.
Tari kelompok, adalah tari yang dilakukan oleh lebih dari seorang penari dengan gerakan-gerakan yang seragam (rampak). Untuk memenuhi keseragaman gerak maka akan terjadi penyederhanaan gerak, atau sudah ditata sedemikian rupa sehingga tingkat kerumitannya tidak terlalu menyulitkan untuk dilakukan seragam.
Kekhasan dan kekuatan koreografi tari rampak atau masal ini adalah dimana setiap sikap dan gerak dari keseluruhan koreografi diungkapkan oleh jumlah penari yang banyak (minimal dua orang atau lebih) dengan perwujudan yang sama atau seragam. Sisi kesulitan bagi para penari di sini adalah harus mampu menjalin kekompakan/harmoni dan kejelian mengekspresikan seluruh anggota tubuhnya sehingga menjadi seragam sampai detail-detailnyaTari kelompok bisa dilakukan dalam jumlah yang sedikit (kelompok kecil) dengan jumlah penari 3, 5, 10, dan 15 orang, sedangkan kelompok besar terdiri dari 15 orang sampai dengan ratusan orang (kolosal). Kategori besar dan kecil tergantung pada ruang yang digunakan.
Tari kelompok koreografinya selalu mempertimbangkan detail gerak yang cenderung tidak terlalu rumit jika dibandingkan dengan koreografi tari tunggal. Gerakan-gerakan yang terlalu rumit biasanya akan menyulitkankekompakan penari, karena kekompakan dankeserempakan penari menjadi bagian penting dalampenampilan tari kelompok.
Aspek yang ditonjolkan pada tari kelompok adalah kekayaan dan variasi pola lantainya. Bahkan dalam bentuk yang massal atau kolosal, pola-pola lantainya sering berbentuk konfigurasi. Tari kelompok biasanya membawakan tema tertentu atau dapat pula membawakan suatu cerita (lakon). Pergelaran tari kelompok dengan menyajikan lakon memerlukan media penyampaian agar dapat jelas diikuti jalan dan isi ceritanya. Media penyampaian dalam tari kelompok ini berupa dialog yang diwujudkan dalam bentuk gerak, dalam bentuk vokal (seni suara) dan dalam bentuk bahasa percakapan.
Yang termasuk tari tanpa dialog misalnya sendratari Ramayana dan bentuk-bentuk sendratari lainnya. Yang termasuk bentuk tari kelompok berdialog vokal misalnya langendriyan, dan yang termasuk tari kelompok berdialog prosa misalnya wayang wong. Berikut ini beberapa contoh bentuk peyajian tari kelompok di wilayah Indonesia,
a. Tari Pajoge (Sulawesi Selatan)
Tari Pajoge merupakan tari tradisional etnis Bugis, yang ditarikan oleh dua belas penari wanita yang
berumur sekitar 15 tahun. Busana penari memakai kain sarung tenunBugis, dan baju pakambang pada
bahu sebelah kanan atas dan memakai kipas. Perhiasan kepala berupa jungge. Biasanya tarian ini dipentaskan di istana kerajaan Bone. Tarian ini dipentaskan pada upacara-upacara tradisionil seperti pada upacara pernikahan, menghibur raja dan permaisuri raja, dan upacarapertama kali potong gigi.
Gambar 52. Tari pajoge tari istana dari kerajaan Bone Sulawesi Selatan, merupakan bentuk penyajian tari kelompok |
b. Tari Pakarena (Sulawesi Selatan)
Tari ini sebagai tari pemujaan yang berkembang di istana kerajaan Gowa, fungsinya pada waktu itu sebagai tari upacara adat seperti pencucian benda kerajaan, pernikahan raja, sunatan, masuk rumah atau naik rumah.
Dengan berkembangnya jaman tarian ini berubah fungsi menjadi tari pertunjukan hiburan. Tarian ini biasa ditarikan atau dipentaskan untuk menjemput tamu yang dimuliakan atau upacara pesta adat perkawinan.
Jumlah penari 12 orang yang berumur sekitar 9 sampai 14 tahun. Tarian ini memakai sarung dan baju rawang dan masing-masing penari membawa sebuah kipas ditangannya. Tarian ini berasal dan berkembang di rumpun daerah Gowa yang meliputi pula daerah Bansaeng, Jeneponto, Makasar, Takalar dan Selayar.
Iringan pada tarian ini meliputi, gendang, katto-katto, dan pui-pui. Tata busana Tari PakarenaBaju bodo merah dan hijau, warna merah mempunyai arti simbolis yaitu bahwa salah satu dari bapak atau ibu adalahseorang bangsawan. Warna hijau mempunyai arti bangsawan penuh. Sarung tope (rok putih) dan celana tope.
Aksesoris
- Tambah (gelang kecil)
- Ponto labbu
- Bangkara (anting)
- Rante labba (Kalung lebar)
- Bando (hiasan kepala)
- Kolara (kalung panjang)
- Pinang goyang (hiasan kepala disanggul)
- Kutu-kutu (hiasan kepala)
- Bunga nigubah (kembang sanggul)
- Simboleng patinra (sanggul tradisi)
- Sima tayya (hiasan di lengan)
Gambar 53. Tari Pakarena dari Sulawesi Selatan Merupakan bentuk penyajian tari kelompok |
c. Tari Pattudu (Sulawesi Selatan)
Tari Pattudu ditarikan oleh 10 sampai 16 orang wanita. Penari wanita memakai baju yang bahannya tipis. Semua penari memakai kipas dan selendang panjang yang indah. Tarian ini dipentaskan pada upacara-upacara penting di istana saja seperti upacara perkawinan, potong gigi, upacara menaruh anak ditempat timangan (tempat berayun) dan sebagainya. Instrumen pengiringnya terdiri dari dua buah gendang, sebuah gong dan sebuah seruling. Tarian ini dimulai dari menyanyi terlebih dahulu, setelah itu disusul dengan beberapa gerak tari kemudian musik mengiringi tarian tersebut dan selanjutnya penari menarikan tari Puttudu.
Gambar 54. Tari Pattudu dari Sulawesi Selatan Merupakan bentuk penyajian tari kelompok |
d. Tari Pagellu (Sulawesi Selatan)
Tarian ini merupakan tari upacara adat etnis Toraja.Pagellu adalah salah satu cara memuja kepada Tuhan yang memberi hujan, memelihara segala tanaman, hewan piaraan, menolak wabah penyakit, dan sebagainya. Pagellu erat sekali hubungannya dengan kepercayaan masyarakat Toraja. Pagellu adalah cara untuk menimbulkan rasa keindahan, rasa pemujaan dan rasa gembira dalam bentuk gerakan badan terutama gerakan tangan dan jari tangan.
Puang Matuo ( Allah yang Maha Esa) berada pada tempat yang tertinggi dan kekuasaannya mengatur dunia, manusia datang kepadanya dengan sembah sujud dan bertobat, menyampaikan permohonan dan ucapan terima kasih.Tuhan dipuji dengan Rambu Tuka dengan berbagai macam upacara seperti Maro, Malena Suru dan semuanya memerlukan pemujaan lahir batin yang mendalam. Salah satu pemujaan lahir yakni dengan mempersembahkan binatang (hewan) yang dinamakan “Malo Bulanna Du Ding Patodingana”. Dalam kehidupan masyarakat Toraja, Pagellu mencakup peristiwa di sawah, menabur bibit, mengawasi padi, menghalau pipit, mengenyahkan hama penyakit yang merusak tanaman. Tarian ini pada umumnya ditarikan oleh tiga orang anak penari wanita.
Gambar 55. Tari Pagellu dari Sulawesi Selatan Merupakan bentuk penyajian tari kelompok |
e. Tari Pasambahan (Bengkulu)
Tari Pasambahan yang merupakan tari selamat datang dibawakan oleh empat orang penari wanita yang berbusana seragam. Mereka mengenakan, baju berwarna kuning, berbaju lengan panjang hitam, serta mengenakan kain hiasan kepala yang sangat bagus.
Semula mereka menari dengan gerak-gerak yang sangat feminim, akan tetapi setelah tempo ansembel talempongmeningkat menjadi cepat, mereka mulai bergerak dengan menggunakan unsur-unsur gerak pencak silat yang sangat dinamis.
Berkali-kali keempat penari itu mengatupkan kedua belah tangan mereka di depan dada sebagai tanda penghormatan. Di akhir tarian ini seorang penari membawa sebuah carano atau wadah yang berisi daun sirih. Para tamu, terutama dideretan terdepan dipersilakan mengambil daun sirih yang di gulung dan mengunyahnya.
Upacara mengunyah daun sirih pada masyarakat Minangkabau merupakan lambang penghormatan kepada tamu sebagai tanda persahabatan serta saling menghargai.
Gambar 56. Tari Pasambahan Merupakan bentuk peyajian tari kelompok |
f. Tari Piring (Padang)
Tari Piring merupakan tarian tradisional yang berasal dari Sumatera Barat. Tarian ini menitik beratkan pada permainan piring-piring yang diletakkan di atas kedua telapak tangan pada masing-masing penari dan digerakkan ke segala penjuru, termasuk gerakan-gerakan berputar dengan tempo yang sangat cepat, serta diketuk-ketuk dengan jari-jari bercincin hingga menghadirkan suara tik, tik, tik.... yang sangat menarik. Adegan menginjak-injak pecahan kaca yang banyak ditampilkan pada tari piring biasa disajikan di Medan Nan Balindung di Bukittinggi.Tari Piring biasanya dipertunjukkan pada berbagai upacara adat seperti misalnya Batagak Pangulu, setelah panen usai, perhelatan perkawinan, khitanan, turun mandi dan sebagainya. Tarian ini selalu ditampilkan dalam koreografi tari kelompok berpasangan, bisa hanya dilakukan oleh dua orang penari sampai 10 orang penari. Dahulu tari piring apabila dipertunjukkan untuk meramaikan sebuah upacara pada malam hari, dimulai dari pukul 20.00 sampai pukul 4.00 pagi. Tarian ini dahulu selalu dibawakan oleh para penari pria dan wanita yang mengenakan busana yang terdiri dari celana galembong berwarna hitam yang longgar, baju lengan panjang berwarna hitam yang longgar, destar atau ikat kepala berwarna merah serta ikek atau ikat pinggang yang berwarna merah pula.
Penyelenggaraan pertunjukan di adakan di rumah Godang. Tarian ini diiringi oleh ansambel musik Minangkabau tradisional yang terdiri dari seperangkat canang dasar dua buah, canang paningkah dua buah, pupuik batang padi sebuah, serta sebuah gendang bermuka dua.
Gambar 57.Tari piring Merupakan bentuk penyajian tari kelompok |
g. Tari Saman (Aceh)
Tari Saman dari Aceh merupakan tari tradisional yangdibawakan oleh sebelas orang penari, terdiri dari lima penari pria dan enam penari wanita. Desain lantai diolah sangat bervariasi, semula kesebelas penari itu duduk dalam formasi dua deret, dan kemudian setelah akan menghadirkan bermacam-macam garapan gerak, mereka mulai berganti ke formasi satu deret. Walaupun hanya dibawakan dalam posisi duduk, akan tetapi karena olahan gerak torso, kepala, lengan serta permainan komposisi serempak, selang seling, bergantian, serta pergantian level yang cepat sekali, tari Saman mampu menghadirkan daya tarik yang luar biasa.
Di Aceh istilah Saman selalu dikaitkan dengan sebuah tari kelompok yang sangat terkenal yaitu tari Seudati. Para pakar tari mengatakan bahwa tariSeudati berasal dari Saman yang dalam bahasa Arab kata Saman berarti delapan. Dikatakan Seudati dari Saman karena penari Seudati yang sesungguhnya berjumlah delapan orang. Selain delapan penari itu ada dua orang pria muda yang berfungsi sebagai penyanyi. Kedua anak muda disebut Aneuk Seudati yang berarti Seudati anak-anak.
Tari Saman di Aceh diilhami oleh permainan anak-anak, dan di pulau Jawadisebut dengan keplok ame-ame. Garapan tari yang selalu dilakukan dalam posisi duduk ini banyak menghadirkan tepuk tangan serta tepuk dada yang sangat cepat. Saman bisa dilakukan oleh penari pria saja atau penari wanita, dan bisa juga dilakukan campuran yaitu penari pria dan penari wanita.
Gambar 58. Tari Saman dari Aceh Merupakan bentuk peyajian tari kelompok |
Sendratari secara harfiah berarti seni drama tari. Istilah ini diusulkan oleh seorang dramawa bernama Anjar Asmara. Nama Sendratari ini sampai sekarang digunakan untuk menyebut drama tari Jawa tanpa dialog verbal.
Sendratari Ramayana merupakan cetusan gagasan dari G.P.H. Jatikusumo, salah seorang tokoh seniman dari kalangan bangsawan di Surakarta. Sendratari Ramayana ini untuk pertama kalinya dipentaskan di panggung Roro Jonggrang Prambanan tahun 1961. Sejak itu lahirlah berbagai sendratari di beberapa daerah seperti di Jawa Timur dan sebagainya.Gagasan G.P.H. Jatikusomo ini diilhami oleh tari-tarian di candi Angkor Walt di Kamboja, kemudian dipadukan dengan relief di candi Prambanan sehingga terciptalah sendratari Ramayana.
Dalam penciptaan sendratari Ramayana ini ada tiga hal yang dijadikan pokok dasar yaitu:
- Bentuk sendratari tidak memerlukan dialog dalam bentukvokal maupun prosa. Bentuk dialog dalam wujud gerak merupakan bahasa yang universal, yang memungkinkan setiap orang dapat menangkap apa yang dimaksud.
- Bentuk panggung terbuka yang memungkinkan untuk mempertunjukkan segala sesuatunya semaksimal mungkin dan mendekati kenyataan. Dengan terwujudnya peran yang terdapat dalam epos Ramayana semaksimal mungkin, akan mempermudah penumbuhan daya ilusi atau daya khayal pada penonton.
- Pengambilan epos Ramayana merupakan sajian yang lebih dapat dimengerti oleh bangsa-bangsa lain terutama di Asia.Wiracarita Ramayana ditulis oleh seorang pujangga yang bernama Valmiki, namun berdasarkan penelitian bahwa Wiracarita ditulis oleh Valmiki. Kemudian cerita Ramayana di Indonesia ditulis dalam bentuk sastra oleh seorang pujangga bernama Yogiswara yang mengubah Kakawin Ramayana yang merupakan karya sastra Jawa Kuna tertua.
Kemudian setelah itu Rama meninggalkan tempat tinggalnya, pergi jauh ke hutan, hingga di luar jangkauan daripara kerabat dan rakyatnya. Bersama dengan Sita dan Leksmana, ia menemukan sebuah tempat pengasingan yang dihuni oleh para pertapa serta orang-orang suci, termasuk Agastya yang memberi sebuah busur panah sakti. Kemudian Rama menetap di hutan Pancawati, dengan bantuan Leksmana mereka membangun sebuah gubuk. Dikisahkan pula dalam Sendratari tersebut Sarpakenaka adik perempuan raja raksasa Rahwana, ketika sedang melanglang di hutan bertemu Rama dan jatuh cinta kepadanya, serta mencoba untuk mendapatkan Rama, tetapi Rama menolaknya dan ketika ia berpaling ke arah Leksmana, sang ksatria memacung hidung dan telinga Sarpakenaka. Sarpakenaka lari menuju ke kakaknya. Rahwana berniat membalas dendam atas perbuatan Rama tersebut dengan memerintahkan abdinya yaitu Marica untuk berubah menjadi seekor Kijang Kencana. Sita terpesona oleh penampilan Kijang Kencana itu dan meminta Rama untuk menangkapnya meskipun sudah diperingatkan oleh Leksmana. Rama mendapatkan kijang itu dengan meninggalkan Sita dibawah pengawasan Leksmana. Tiba-tiba mereka mendengar teriakan akhir dari Marica. Demi mendengar teriakan tersebut, Sita bersikeras untuk menyelamatkan Rama sendirian.Rahwana tampil menyamar sebagai seorang Brahmana yang sedang meminta-minta. Rahwana membujuk Sita untuk meninggalkan Rama serta membawanya pergi ke angkasa dan ketika tiba di angkasa wujud Rahwana berubah menjadi makhluk yang menakutkan yaitu jumlah kepala dan lengan yang banyak. Kemudian muncul seekor burung gagak yang gagah berani bernama Jatayu, tetapi dia gagal menyelamatkan Sita dalam peperangan tersebut. Jatayu terluka parah melawan Rahwana dan sebelum meninggal dia menceritakan tentang penculikan tersebut kepada Rama.
Pencarian Sita dilakukan oleh Rama dan Leksmana dengan melewati hutan belantara serta pegunungan Nilgiri, tetapi usaha tersebut gagal, Rama tidak mendapatkan jejak Sita. Dalam pencarian tersebut, Rama bertemu dengan seekor kera putih yang bernama Hanuman. Hanuman mengajak Rama untuk menemui rajanya yaitu Sugriwa yang tahtanya telah dirampas oleh kakaknya sendiri yaitu Subali.
Rama membantu Sugriwa untuk mendapatkan kembali tahtanya dengan membunuh Subali yaitu dengan sebuah tembakan panah selagi kedua kera bersaudara itu berperang. Sebagai tanda terima kasih, Sugriwa memberikan bantuannya kepada Rama. Ia memerintahkan tentara keranya untuk mencari Sita ke empat penjuru dunia. Tentara itu pergi ke selatan dengan dipimpin oleh Hanuman, Rama dan Laksmana mengikutinya.Setelah mengalami banyak petualangan serta kunci pencarian didapatkan dari seorang saudara burung Jatayu yang bernama Sempati, mereka sampai ke pantai yang berseberangan dengan Alengka. Dengan loncatan yang berani dengan menyeberangi laut, Hanuman mendarat di Alengka. Akhirnya ia sampai di taman Argasoka dan ia menemukan Sita. Kemudian Hanuman membuat kegaduhan di Alengka. Para raksasa menangkap Hanuman dan membakarnya namun Hanuman dapat membebaskan diri.
Pada akhirnya Rahwana terbunuh oleh Rama dengan sebuah anak panah. Rama dan Sita dipertemukan kembali.
Wiracarita Ramayana di Jawa ada beberapa versi, tetapi yang digunakan dalam garapan sendratari adalah serat atau versi Rama karya Yasadipura. Pemilihan serat atau versi Rama melalui suatu pertimbangan, bahwa karya inilah yang lebih cocok bagi orang Jawa, dan jalan ceriteranya tidak berbelit-belit. Semula Wiracarita yang panjang itu dibagi menjadi 6 episode yaitu:
- Episode 1 hilangnya dewi Sinta
- Episode 2 Anoman duta
- Episode 3 Anoman obong
- Episode 4 Pembuatan jembatan menuju ke Alengka
- Episode 5 Gugurnya Kumbakarna
- Episode 6 Sinta obong
Langendriyan merupakan dramatari yang diangkat dari epos cerita Damarwulan. Dialog yang digunakan dalam Langendriyan diwujudkan dalam bentuk vokal (tembang) yang langsung dibawakan oleh penari.
Di dalam Langendriyan terdapat seorang dalang sebagai pengarah cerita dan sebagai penghidup cerita pada saat-saat tertentu, misalnya saat tegang, saat sedih dan sebagainya. Langendriyan diciptakan oleh Mangkunegara IV pada abad XIX dan terus dipelihara sampai sekarang di kalangan istana.Legenda Damarwulan dihubungkan dengan kerajaan Majapahit ketika kerajaan itu diperintah oleh seorang raja puteri yaitu Dewi Suhita, yang selama pemerintahannya terjadi sebuah perangdengan kerajaan Blambangan. Nama pahlawan Cahaya Bulan serta musuhnya Menak Jingga atau ksatria merah (yang senjata saktinya adalah besi kuning).
Tokoh utama dalam roman Damar Wulan adalah sebagai berikut:
- Prabu Kenya, Raja puteri dari Majapahit (juga dikenalsebagai Ratu Kencana, Kencana Wungu, puteri raja Brawijaya yang meninggal tanpa pewaris laki-laki).
- Patih Logender atau perdana menteri, yaitu seorang pria yang ambisius serta tak sabaran yang menggantikan kakaknya yaitu ayah Damar Wulan, yang mengundurkan diri ke sebuah pertapaan setelah kematian raja Brawijaya.
- Layang Seta dan Layang Kumitir, putera-putera Logender yang sombong dan dengki.
- Dewi Anjasmara, putri Logender yang cantik dan menjadi istri Damar Wulan.
- Damar Wulan, seorang pemuda mempesona yang luar biasa, kemenakan dari perdana menteri, dan dibesarkan di pertapaan kakeknya.
- Menak Jingga Kasatria merah, Raja Blambangan, yang menginginkan sekali memiliki raja puteri.
- Dewi Wahita dan dewi Puyengan dua orang putri rampasan di istana Menak Jingga.
- Sapdopalon dan Nayagenggong, abdi serta penjaga setia Damar Wulan dan bekas pengawal ayahnya.
Cobaan pada Damar Wulan di mulai ketika mengikuti nasehat kakeknya. Ia meninggalkan pertapaan dan mengadakan perjalanan ke istana Majapahit untuk mencari pekerjaan pada jamannya patih Logender. Damar Wulan selalu diperlakukan tidak semestinya. Patih Logender mulai mengetahui keinginan Damar Wulan untuk mengabdi kepadanya, dan ia khawatir Damar Wulan akan menjadi saingan bagi puteranya sendiri, sehingga ia mempekerjakan Damar Wulan sebagai tukang rumput. Walaupun telah dicopoti busana dan perhiasannya yang bagus-bagus, namun ketampanan sang pemotong rumput telah membangkitkan kekaguman yang mendalam bagi rakyat banyak.Desas-desus tentang si tukang rumput yang luar biasa itu terdengar oleh puteri Patih Logender yaitu Anjasmara. Karena mengetahui bahwa Damar Wulan adalah saudara sepupunya, ia mencarinya secara diam-diam, mereka saling jatuh cinta serta menikah secara tidak resmi.
Pada suatu malam saudara Anjasmara mengetahui ketika mereka sedang bercinta, maka mereka mencoba membunuh Damar Wulan tetapi tidak berhasil dan mereka melapor pada orang tuanya. Dengan marah Patih Logender menuntut agar Damar Wulan dihukum di penjara.
Pada suatu ketika bahaya menimpa kerajaan Majapahit. Dalam sepucuk surat Raja Blambangan melamar raja puteri. Lamaran ditolak dan sebagai tantangannya Menak Jingga menantang perang. Tentara Majapahit dikalahkan satu persatu, kerajaan Majapahit terancam oleh pasukan Menak Jingga.Raja Puteri mengumukan bahwa siapa saja yang mampu membunuh Menak Jingga serta membawa kepalanya akan menjadi suaminya. Damar Wulan dipercaya oleh raja puteri untuk melawan Menak Jingga.
Akhirnya Damar Wulan berhasil memenggal kepala Menak Jingga serta mempersembahkan kepala Menak Jingga kepada raja puteri, kemudian Damar Wulan dinobatkan sebagai raja Majapahit dan memperistri raja puteri.
j. Langen Mandrawanara (Yogyakarta)
Secara harfiah kata Langen berarti pertunjukan atau hiburan, Mandra berarti lembut, dan Wanara berarti kera. Langen Mandrawanara merupakan drama tari opera yang membawakan lakon dari wiracarita Ramayana. Kehadiran genre baru ini pada tahun 1890 dipacu oleh adanya larangan mempergelarkan tari yang berasal dari keraton Yogyakarta di luar tembok istana. Adipati Danureja VII mencipta sebuah dramatari yang berbeda dengan wayang wong, baik dari segi teknik tari maupun dialog. Para penari pada tarian ini menggunakan posisi jongkok, sedangkan dialog yang digunakan menggunakan tembang/nyanyian macapat. Langen Mandrawanara hanya menyampaikan cerita dari epos Ramayana.
k. Wayang Wong
Wayang Wong yang secara harfiah berarti pertunjukan teater tari yang penampilannya dibawakan oleh manusia, merupakan dramatari Jawa yang berdialog prosa liris yang usianya sudah sangat tua. Berita tentang adanya pertunjukan wayang wong sudah terekam dalam prasasti Jawa kuna pada tahun 930 yaitu prasasti Wimalasrama. Untuk mendapatkan gambaran tentang bentuk pertunjukannya sulit menduganya. Hanya berdasarkan cerita yang dibawakan oleh Maha Barata dan Ramayana, sebab wiracarita yang dikenal oleh masyarakat Jawa pada waktu itu adalah dua wiracarita. Tradisi pertunjukan ini berlanjut pula pada jaman Majapahit. Ketika kerajaan Majapahit yang masyarakatnya beragama Hindu terdesak oleh kerajaan Islam pada akhir abad 15, banyak bangsawan, seniman, tokoh agama, serta lainnya yang tidak mau memeluk agama Islam, lalu mereka melarikan diri ke Bali atau daerah pegunungan di Tengger bahkan ada yang di lereng Merbabu.
Bersamaan dengan masuknya agama Islam ke Jawa Timur mengalir kebudayaan Jawa kuna, di antaranya Wayang Wong.Di kalangan masyarakat Jawa pertunjukan Wayang Wong yang sampai sekarang masih dipertunjukkan berasal dari pertengahan abad ke 18.
Dramatari Jawa berdialog prosa liris itu semakinberkembang, baik di Yogyakarta dan Surakarta. Wayang Wong gaya Yogyakarta dikatakan merupakan ciptaan Sultan Hamengkubuwono I.
Wayang Wong di Surakarta lahir pada jaman pemerintahan Sri Mangkunagara I. Di lingkungan istana, Wayang Wong digelar di pendapa, sedang di luar istana banyak digelar di panggung procenium dan bahkan telah menggunakan prasarana yang lengkap.
Wayang Wong dari Mangkunagaran, yang semula adalah tari istana, sekarang menjadi sebuah pertunjukan seni komersial. Grup-grup wayang orang seperti Ngesti Pandawa di Semarang, rombongan Sriwedari yang lebih tua di Solo, memanggungkan lakon-lakon tradisional bagi umum.
Produksi-produksi dari asosiasi tari amatir yang kerap kali dilatih oleh para kerabat bangsawan, lebih murni gaya dan yang dipertunjukkan di pendapa, tetap lebih bertahan akan kualitas dibandingkan pertunjukan-pertunjukan istana.
Berikut contoh tari kelompok :
Gambar 59. Tari Gandrung dari Banyuwangi Merupakan bentuk penyajian tari kelompok |
Gambar 60. Sendratari Ramayana pada adegan Rama dihadap oleh Anoman. Merupakan bentuk penyajian tari kelompok |
Gambar 61. Sendra tari Ramyana pada adegan Rama Sita dan Leksmana Merupakan bentuk penyajian tari kelompok |
Gambar 62. Sendratari Ramayana pada adegan Rama Laksaman dan burung Jatayu Merupakan bentuk penyajian tari kelompok. |
Gambar 63. Bentuk penyajian tari kelompok dalam sajian tari Kecak merupakan bentuk penyajian tari kelompok dari Bali |
Gambar 64. Bentuk penyajian tari kelompok dakam sajian garapan tari putri dari Bali |
Gambar 65. Bentuk penyajian tari kelompok dalam sajian Wayang Wong gaya Yogyakarta pada adegan Bathara Endra datang menghadap Bathara Guru di Kahyangan Juggring salaka dalam lakon Mintaraga. |
Gambar 66. Bentuk penyajian tari kelompok dalam sajian Wayang Wong gaya Yogyakarta pada adegan Bathara Guru di Kahyangan Juggring salaka dalam lakon Mintaraga. |
Gambar 67. Bentuk penyajian tari kelompok dalam sajian garapan komposisi tari kreasi baru |
Gambar 68. Bentuk penyajian tari kelompok dalam sajian tari tradisional |
Gambar 69. Bentuk penyajian tari kelompok dalam sajian garapan tari kreasi baru |
0 Komentar untuk "Jenis - Jenis Tari Berdasarkan Bentuk Penyajiannya"