Didirikannya pusat kesenian Taman Ismail Marzuki yang didirikan oleh Ali Sadikin, gubernur DKI Jakarta tahun 1970, menjadi pemicu meningkatnya aktivitas, dan kreativitas berteater tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di kota besar seperti Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Medan, Padang, Palembang, Ujung Pandang, dan lain-lain. Taman Ismail Marzuki menerbitkan 67 (enam puluh tujuh) judul lakon yang ditulis oleh 17 (tujuh belas) pengarang sandiwara, menyelenggarakan festival pertunjukan secara teratur, juga lokakarya dan diskusi teater secara umum atau khusus. Tidak hanya Stanislavsky tetapi nama-nama seperti Brecht, Artaud dan Grotowsky juga diperbincangkan.
Di Surabaya muncul bentuk pertunjukan teater yang mengacu teater epik (Brecht) dengan idiom teater rakyat (kentrung dan ludruk) melalui Basuki Rahmat, Akhudiat, Luthfi Rahman, Hasyim Amir (Bengkel Muda Surabaya, Teater Lektur, Teater Mlarat Malang). Di Yogyakarta Azwar AN mendirikan teater Alam. Mohammad Diponegoro dan Syubah Asa mendirikan Teater Muslim. Di Padang ada Wisran Hadi dengan teater Padang. Di Makassar, Rahman Arge dan Aspar Patturusi mendirikan Teater Makassar. Lalu Teater Nasional Medan didirikan oleh Djohan A Nasution dan Burhan Piliang.
Tokoh-tokoh teater yang muncul tahun 1970-an lainnya adalah Teguh Karya (Teater Populer), D. Djajakusuma, Wahyu Sihombing, Pramana Padmodarmaya (Teater Lembaga), Ikranegara (Teater Saja), Danarto (Teater Tanpa Penonton), Adi Kurdi (Teater Hitam Putih). Arifin C. Noor (Teater Kecil) dengan gaya pementasan yang kaya irama dari blocking, musik, vokal, tata cahaya, kostum dan verbalisme naskah. Putu Wijaya (Teater Mandiri) dengan ciri penampilan menggunakan kostum yang meriah dan vokal keras, menampilkan manusia sebagai gerombolan dan aksi. Fokus tidak terletak pada aktor tetapi gerombolan yang menciptakan situasi dan aksi, sehingga lebih dikenalsebagai teater teror. N. Riantiarno mendirikan Teater Koma dengan ciri produksi pementasan yang mengutamakan tata artistik glamor.
Arifin C Noer |
Tokoh-tokoh teater yang muncul tahun 1970-an lainnya adalah Teguh Karya (Teater Populer), D. Djajakusuma, Wahyu Sihombing, Pramana Padmodarmaya (Teater Lembaga), Ikranegara (Teater Saja), Danarto (Teater Tanpa Penonton), Adi Kurdi (Teater Hitam Putih). Arifin C. Noor (Teater Kecil) dengan gaya pementasan yang kaya irama dari blocking, musik, vokal, tata cahaya, kostum dan verbalisme naskah. Putu Wijaya (Teater Mandiri) dengan ciri penampilan menggunakan kostum yang meriah dan vokal keras, menampilkan manusia sebagai gerombolan dan aksi. Fokus tidak terletak pada aktor tetapi gerombolan yang menciptakan situasi dan aksi, sehingga lebih dikenalsebagai teater teror. N. Riantiarno mendirikan Teater Koma dengan ciri produksi pementasan yang mengutamakan tata artistik glamor.
Salah satu pementasan Teater Koma |
0 Komentar untuk "Teater Indonesia Tahun 1970-an"