Teori Perkembangan Muka Bumi

Kita tentu sering mendengar bahkan mencicipi adanya fenomena alam yang berafiliasi dengan pergerakan muka bumi. Fenomena alam tersebut antara lain gempa bumi, tanah longsor, dan penurunan permukan tanah. Berbagai fenomena alam yang terjadi itu menunjukkan bahwa permukaan bumi bersifat labil.
Contoh fenomena di atas menunjukkan adanya dinamika yang terjadi di permukaan bumi. Dinamika ini terjadi akhir adanya acara tenaga endogen dan tenaga eksogen dari waktu ke waktu. Permukaan bumi sendiri mengalami perubahan bentuk lantaran terjadinya deformasi lapisan batuan penyusun kulit bumi.
Terhadap adanya geiakan lapisan kulit bumi tersebut banyak hebat yang mengemukakan teorinya, antara lain berikut ini.

1. Teori Kontraksi
teori kontraksi
Teori kontraksi (Contraction Theory/Theory of a Shrinking Earth) dikemukakan oleh James Dana di AS tahun 1847 dan Elie de Baumant di Eropa tahun 1852. Mereka beropini bahwa kerak bumi mengalami pengerutan lantaran terjadinya pendinginan di potongan dalam bumi akhir konduksi panas. Pengerutan- Dengerutan itu menimbulkan bumi manjadi tidak rata. Keadaan itu dianggap sama menyerupai buah apel, yaitu kalau potongan dalamnya mengering kulitnya akan mengerut.

Teori yang dikemukakan oleh kedua hebat itu menerima banyak kritikan. Kritikan itu antara lain menyatakan bahwa bumi tidak akan mengalami penurunan suhu yang sangat irastis sehingga menimbulkan terbentuknya oegunungan tinggi dan lembah-lembah di permukaan bumi. Di dalam bumi juga terdapat banyak unsur radioaktif yang selalu memancarkan panasnya sehingga ada suplemen nanas bumi. Selain itu, reaksi-reaksi kimia antarmineral di dalam bumi dan pergeseran- pergeseran kerak bumi akan menimbulkan panas.



2.  Teori Laurasia-Gondwana
Teori Laurasia-Gondwana
Eduard Zuess dalam bukunya The Face of the Earth (1884) dan Frank B. Taylor (1910) mengemukakan teorinya bahwa pada mulanya terdapat dua benua di kedua kutub bumi. Benua-benua tersebut diberi nama Laurentia (Laurasia) dan Gondwana. Kedua benua itu kemudian bergerak secara perlahan ke arah ekuator sehingga terpecah-pecah membentuk benua-benua menyerupai sekarang.

Amerika Selatan, Afrika, dan Australia dahulu menyatu dalam Gondwanaland, sedangkan benua- benua lainnya menyatu dalam Laurasia. Teori Laurasia-Gondwana diyakini oleh banyak hebat lantaran bentuk pecahan-pecahan benua tersebut apabila digabungkan sanggup tersambung dengan tepat. Namun, penyebab pecahnya benua-benua tersebut belum sanggup ditemukan.



3. Teori Apungan Benua (Continental Drift Theory)
Teori Apungan Benua (Continental Drift Theory)
Teori apungan benua dikemukakan oleh Alfred Lothar Wegener tahun 1912 dalam bukunya The Origin of the Continent’s and Oceans. Wegener mengemukakan teori wacana perkembangan bentuk permukaan bumi berafiliasi dengan pergeseran benua. Menurut Wegener, di permukaan bumi pada awalnya hanya terdapat sebuah benua besar yang disebut Pangea (dalam bahasa Yunani berarti keseluruhan bumi), serta sebuah samudra berjulukan Panthalasa. Benua tersebut kemudian bergeser secara perlahan ke arah ekuator dan barat mencapai posisi menyerupai sekarang.

Teori apungan benua diperkuat dengan adanya kesamaan garis pantai antara Amerika Selatan dan Afrika, serta kesamaan lapisan batuan dan fosil-fosil pada lapisan di kedua kawasan tersebut.

Gerakan tersebut berdasarkan Wegener disebabkan oleh adanya rotasi bumi yang menghasilkan gaya sentrifugal sehingga gerakan cenderung ke arah ekuator, sedangkan adanya gaya tarik-menarik antara bumi dan bulan menghasilkan gerak ke arah barat. Gerakan ke arah barat tersebut terjadi menyerupai halnya pada dikala terjadinya gelombang pasang, yaitu akhir revolusi bulan yang bergerak dari arah barat ke timur. Akan tetapi, sekitar tahun 1960-an muncul kritik terhadap teori itu yang mempertanyakan kemungkinan massa benua yang sangat besar dan berat sanggup bergeser di atas lautan yang keras.

4. Teori konveksi
Teori konveksi
Teori konveksi mengemukakan bahwa terjadi aliran konveksi ke arah vertikal di dalam lapisan astenosfer yang agak kental. Aliran tersebut kuat hingga ke kerak bumi yang ada di atasnya. Aliran konveksi yang merambat ke dalam kerak bumi mengakibatkan batuan kerak bumi menjadi lunak. Gerak aliran dari dalam menimbulkan permukaan bumi menjadi tidak rata.

Salah seorang pengikut teori konveksi yaitu Harry H. Hess dari Princenton University. Pada tahun 1962 dalam bukunya History of the Ocean Basin, Hess mengemukakan pendapatnya wacana aliran konveksi yang hingga ke permukaan bumi di mid oceanic ridge (punggung tengah laut). Di puncak mid oceanic ridge tersebut lava mengalir terus dari dalam kemudian tersebar ke kedua sisinya dan membeku membentuk kerak bumi baru.

5. Teori Pergeseran Dasar Laut
Teori Pergeseran Dasar Laut
Robert Diesz, seorang Ahli Geologi dasar bahari Amerika Serikat menyebarkan teori konveksi yang dikemukakan Hess. Penelitian topografi dasar bahari yang dilakukannya menemukan bukti-bukti gres wacana terjadinya pergeseran dasar bahari dari arah punggung dasar bahari ke kedua sisinya.

Penyelidikan umur sedimen dasar bahari Tiendukung teori tersebut, yaitu makin jauh dari punggung dasar bahari umurnya makin tua. Hal itu rerarti ada gerakan yang arahnya dari punggung dasar laut. Beberapa teladan punggung dasar bahari yaitu cost Pacific Rise, Mid Atlantic Ridge, Atlantic Indian Ridge, dan Pacific Atlantic Ridge.

6. Teori Lempeng Tektonik
Teori lempeng tektonik dikemukakan oleh hebat geofisika Inggris, Me Kenzie dan Robert Parker. Kedua hebat itu memberikan teori yang menyempurnakan teori-teori sebelumnya, menyerupai pergeseran benua, pergeseran dasar laut, dan teori konveksi sebagai satu kesatuan konsep yang sangat berharga dan diterima oleh para hebat geologi.

Kerak bumi dan litosfer yang mengapung di atas lapisan astenosfer dianggap satu lempeng yang saling berhubungan. Aliran konveksi yang keluar dari punggung bahari menyebar ke kedua sisinya, sedangkan di potongan lain akan masuk kembali ke lapisan dalam dan bercampur dengan materi di lapisan itu. Daerah tempat masuknya materi tersebut merupakan patahan (transform fault) yang ditandai dengan adanya palung bahari dan pulau vulkanis.

Teori Lempeng Tektonik
Pada dikala ini di permukaan bumi terdapat enam lempeng utama.

 Lempeng Eurasia, daerahnya mencakup Eropa, Asia, dan kawasan pinggirannya termasuk Indonesia.
Lempeng Amerika, daerahnya mencakup Amerika Utara, Amerika Selatan, dan setengah potongan barat Lautan Adantik.
Lempeng Afrika, daerahnya mencakup Afrika, setengah potongan timur Lautan Atlantik, dan potongan barat Lautan Hindia.
Lempeng Pasifik, daerahnya mencakup seluruh lempeng di Lautan Pasifik.
Lempeng India-Australia, daerahnya mencakup lempeng Lautan Hindia serta subkontinen India di- Australia potongan barat.
Lempeng Antartika, daerahnya mencakup kontinen Antartika dan lempeng Lautan Antartika.
Pergerakan lempeng tektonik sanggup menimbulkan bentukan-bentukan di permukaan bumi yang berbeda-beda. Keragaman bentukan tersebut dipengaruhi oleh arah dan kekuatan gerak lempeng. Ada 3 kemungkinan kekutan pergerakan 2 lempeng, yaitu sama-sama kuat, sama-sama lemah, dan yang satu kuat, sedangkan yang lain lemah.
Batas lempeng-lempeng tektonik ditandai oleh adanya bentukan-bentukan alam akhir acara lempeng itu sendiri. Batas lempeng tektonik sanggup dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu batas konvergen, batas divergen, dan batas sesar mendatar.

Sekian materi yang diberikan seputar Materi Lengkap Tentang Teori Teori Perkembangan Bentuk Permukaan Bumi, biar sanggup membantu dan menambah wawasan para pembaca khusus nya dalam pelajaran Geografi. Semoga artikel ini bermanfaat, hingga bertemu dipostingan selanjutnya…

Related : Teori Perkembangan Muka Bumi

0 Komentar untuk "Teori Perkembangan Muka Bumi"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)