Materi Cpns Wacana Demokrasi Indonesia

Demokrasi berasal dari ancaman Yunani, 'demos' yang berarti 'rakyat' dan 'kratos/kratein' yang berarti 'kekuasaan'.

Definisi singkat dari demokrasi ialah pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.

Negara Demokrasi ialah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jikalau ditinjau dari sudut organisasi, berarti suatu pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau asas persetujuan rakyat lantaran kedaulatan berada di tangan rakyat.

Gagasan ihwal demokrasi sudah muncul semenjak periode ke-5 SM, pada masa Yunani Kuno, tetapi model demokrasi tersebut tidak bertahan lama.

Setelah runtuhnya demokrasi di Yunani, bangsa Eropa hidup dalam sistem monarki diktatorial dalam waktu yang lama.

Pada tahun 1643-1715, Raja Louis XIV berkuasa dan absolutisme di Prancis mencapai puncak kejayaanya. Ciri pemerintahannya adalah:

  1. memerintah tanpa undang-undang dan kepastian hukum
  2. memerintah tanpa dewan legislatif
  3. memerintah tanpa anggaran yang pasti
  4. memerintah tanpa dibatasi oleh kekuasaan apapun

Pada tahun 1775-1783, Revolusi Amerika /perang kemerdekaan Amerika mendorong orang Prancis menjadi pasukan sukarelawan di bawah Jenderal Lafayette membantu Amerika Serikat.

Prancis terpengaruh paham liberalisme. Muncul tokoh penentang absolutisme:

  1. John Locke (1632-1704) yang menganjurkan adanya undang-undang di kerajaan. Manusia punya hak merdeka, hak hidup, hak memilih, dan hak memiliki
  2. Montesqieu (1689-1755) yang populer dengan teori Trias Politica (Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif) dalam bukunya L'Espirit des Lois
  3. J.J. Russeau (1712-1778) penganjur demokrasi (semboyan, "dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat") dalam bukunya Du Contract Social.

Paham demokrasi kembali muncul sebagai reaksi penentangan terhadap kekuasaan raja yang diktatorial tersebut.

Pada periode ke-19 hingga awal periode ke-20, usaha-usaha untuk membatasi kekuasaan penguasa biar tidak menjurus ke arah kekuasaan diktatorial telah menghasilkan aliran Rule of Lawa (kekuasaan hukum).

Unsur-unsur rule of law itu meliputi:
  1. Berlakunya supremasi aturan (hukum menempati kedudukan tertinggi; semua orang tunduk pada hukum) sehingga tidak ada kesewenang-wenangan
  2. Perlakuan yang sama di depan aturan bagi setiap warga negara
  3. Terlindunginya hak-hak insan oleh Undang-Undang Dasar serta keputusan-keputusan pengadilan

Pada konferensi International Commission of Jurists (organisasi internasional para jago hukum) di Bangkok tahun 1965 dinyatakan bahwa syarat-syarat suatu Negara dan pemerintahan yang demokratis di bawah rule of law ialah adanya:

  1. Perlindungan secara konstitusional atas hak-hak warga negara
  2. Badan kehakiman atau peradilan yang bebas dan tidak memihak
  3. Pemilihan umum yang bebas
  4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat
  5. Kebebasan untuk berorganisasi dan beroposisi
  6. Pendidikan kewarganegaraan

Demokrasi sanggup diartikan sebagai bentuk atau prosedur sistem pemerintahan sebuah negara dalam upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara.

Demokrasi memberi penghargaan yang setinggi-tingginya kepada rakyat untuk mengambil tugas dalam pembuatan kebijakan publik.

Salah satu pilar demokrasi ialah prinsip trias politica yang membagi kekuasaan tiga politik Negara (legislative, direktur dan yudikatif).

Indonesia merupakan salah satu Negara yang menjunjung tinggi demokrasi, untuk lingkup asia tenggara Indonesia sering dipandang sebagai Negara terbaik dalam menjalankan demokrasinya.

Demokrasi meliputi kondisi social, ekonomi dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.

Demokrasi di Indonesia tidak lepas dari alur periodesasi sejarah politik di Indonesia dari masa Orde Lama, Orde Baru hingga demokrasi pada masa Reformasi yang mengalami perkembangan.

1. Sistem Presidensial
Sistem presidensial menekankan pentingnya pemilihan presiden secara pribadi sehingga presiden terpilih mendapat mandat secara langsung  dari rakyat.

Dalam sistem presidensial kekuasaan direktur (kekuasaan menjalankan pemerintahan) sepenuhnya berada di tangan presiden

2. Sistem Parlementer
Sistem demokrasi parlementer menerapkan model kekerabatan yang menyatu antara kekuasaan direktur dan legislatif.

Kepala direktur ialah berada di tangan seorang perdana menteri.

Adapun kepala Negara ialah berada pada seorang ratu, contohnya di Negara Inggris atau ada pula yang berada pada seorang presiden, contohnya di india.

Sistem demokrasi yang mendasar pada prinsip filosifi Negara dibedakan menjadi dua, yakni:

  1. Demokrasi perwakilan liberal. Demokrasi ini didasarkan pada filsafat kenegaraan bahwa insan ialah sebagai makhluk individu yang bebas. Oleh lantaran itu, dalam sistem demokrasi ini kebebasan individu sebagai dasar mendasar dalam pelaksanaan demokrasi.
  2. Demokrasi satu partai dan komunisme. Demokrasi ini berkembang di Rusia, Cina, Vietnam, dan lainnya. Kebebasan formal berdasarkan demokrasi liberal akan menghasilkan kesenjangan kelas yang semakin lebar dalam masyarakat, dan jadinya kapitalislah yang menguasai negara.
Perkembangan demokrasi di Indonesia dibagi menjadi empat periode:

  1. Periode 1945 - 1959, masa demokrasi parlementer. Demokrasi pada masa ini menonjolkan peranan parlemen serta partai-partai besar.
  2. Periode 1959 - 1965, masa demokrasi terpimpin. Pada masa ini banyak aspek yang menyimpang dari demokrasi konstitusional dan lebih menampilkan beberapa aspek dari demokrasi rakyat.
  3. Periode 1966 - 1998, masa demokrasi Pancasila era Orde Baru. Pada masa ini merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial.
  4. Periode 1999 - sekarang, masa demokrasi Pancasila era Reformasi. Demokrasi pada masa ini berakar pada kekuatan multipartai yang berusaha mengembalikan perimbangan antarlembaga negara, antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Kekuatan di Tangan Rakyat
  1. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV yang berbunyi →"...Maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.."
  2. Pokok pikiran dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 →"Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan" (pokok pikiran III).
  3. UUD 1945 Pasal 1 ayat (1) → "Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik"
  4. UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) → "kedaulatan ialah di tangan rakyat dan dilakukan berdasarkan Undang-Undang Dasar"

Jadi, kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat dan realisasinya diatur dalam UUD. Sebelum dilakukan amandemen kekuasaan tertinggi dilakukan oleh MPR.


Implementasi demokrasi pada masa pemerintahan sesudah kemerdekaan gres terbatas pada interaksi politik diparlemen dan berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan.

Walaupun tidak banyak catatan sejarah yang menyangkut perkembangan demokrasi pada masa sesudah kemerdekaan, akan tetapi pada periode tersebut telah diletakkan hal-hal mendasar.

  1. Pemberian hak-hak politik secara menyeluruh.
  2. Presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi dictator.
  3. Dengan maklumat Wakil Presiden, maka ada kesempatan terbentuknya sejumlah partai politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi system kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik indonesia.

Semenjak dikeluarkannya maklumat wakil presiden No. X 3 november 1945, yang menyerukan pembentukan partai-partai politik.

Partai politik memainkan peranan sentral dalam kehidupan politik dan proses pemerintahan.

Persaingan antar kepentingan dan kekuatan politik mengalami perkembangan dan semakin nampak jelas.

Pergulatan politik ditandai oleh tarik menarik antara partai politik di dalam bulat kekuasaan dengan kekuatan politik / partai politik di luar lingkungan kekuasaan.

Kegiatan partisipasi politik di masa orde usang atau atau dikala diberlakukannya demokrasi parlementer (1945-1959) berjalan dengan hingar bingar, terutama melalui jalan masuk partai politik yang mengakomodasikan ideologi dan nilai primordialisme (paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa semenjak kecil) yang tumbuh di tengah masyarakat.

Saat diterapkannya demokrasi parlementer juga sering disebut masa kejayaan demokrasi di Indonesia, alasannya ialah hampir seluruh elemen demokrasi sanggup ditemukan dalam perwujudan kehidupan politik di Indonesia.

Lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat vital dalam proses politik yang berjalan.

Perwujudan kekuasaan parlemen ini diperlihatkan dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepada pihak pemerintah yang menjadikan kabinet harus meletakkan jabatannya.

Sejumlah masalah jatuhnya kabinet dalam periode ini merupakan pola faktual dari tingginya akuntabilitas pemegang jabatan dan politisi.

Terdapat sekitar 40 partai yang terbentuk dengan tingkat otonomi yang tinggi dalam proses rekruitmen baik pengurus, atau pimpinan partainya maupun para simpatisannya.

Dalam perkembangan demokrasi di era orde usang atau dikala diberlakukannya demokrasi parlementer (1945-1959) salah satu hal yang dikecewakan ialah masalah presiden (soekarno) yang hanya sebagai simbolik semata begitu juga tugas militer.

Akhirnya massa ini mengalami kehancuran sesudah terjadinya perpecahan antar elit dan antar partai politik.

Perpecahan antar elit politik ini diperparah dengan konflik tersembunyi antar kekuatan parpol dengan Soekarno dan militer, serta adanya ketidakmampuan setiap kabinet dalam merealisasikan programnya dan mengatasi potensi perpecahan regional.

Keadaan ini dimanfaatkan oleh Soekarno untuk merealisasikan nasionalis ekonomi, dan diberlakukanya UU Darurat pada tahun 1957, maka sebuah masa demokrasi parlementer (1945-1959) telah usai dan demokrasi terpimpin kini telah dimulai.

Secara umum, terdapat 3 poin penting yang menjadi penyabab gagalnya pelaksanaan demokrasi parlementer (1945-1959) di indonesia, ialah sebagai berikut:

  1. Persamaan kepentingan antara presiden Soekarno dengan kalangan Angkatan Darat, yang sama-sama tidak suka dengan proses dan kondisi politik yang berjalan.
  2. Dominannya politik aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan konflik
  3. Basis sosial ekonomi yang masih sangat lemah

Setelah gagalnya demokrasi parlementer dan diteruskan oleh demokrasi terpimpin maka periode demokrasi terpimpin ini secara dini dimulai dengan terbentuknya Zaken Kabinet pimpinan Ir. Juanda pada 9 April 1957, dan menjadi tegas sesudah Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Karakteristik yang utama dari demokrasi terpimpin ialah: menggabungkan sistem kepartaian, dengan terbentuknya DPR-GR peranan forum legislatif dalam sistem politik nasional menjadi sedemikian lemah, Basic Human Right menjadi sangat lemah, masa demokrasi terpimpin ialah masa puncak dari semangat anti kebebasan pers, sentralisasi kekuasaan semakin mayoritas dalam proses kekerabatan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Akibat dari demokrasi terpimpin ialah kekuasaan menjadi tersentral di tangan presiden, dan secara signifikan diimbangi dengan tugas PKI dan Angkatan Darat.

Kekuatan-kekuatan Suprastruktur dan infrastruktur politik dikendalikan secara hampir penuh oleh presiden.

Dengan ambisi yang besar PKI mulai memperluas kekuatannya sehingga terjadi perebutan kekuasaan oleh PKI yang jadinya gagal di penghujung September 1965.

Dari uraian diatas sanggup di simpulkan menjadi beberapa poin penting dalam perkembangan demokrasi Orde Lama, antara lain:

1. Stabilitas politik secara umum memprihatinkan.
Ditandai dengan kuantitas konflik politik yang amat tinggi. Konflik kebanyakan bersifat ideologis dan primordial dalam masa 20 tahun pasca merdeka.

2. Stabilitas pemerintah dalam 20 tahun bereda dalam kedaan memprihatinkan.
Mengalami 25 pergantian kabinet, 20 kali pergantian kekuasaan direktur dengan rata-rata satu kali pergantian setiap tahun.

3. Perangkat kelembagaan yang memprihatinkan.
Ketidaksiapan aparatur pemerintah dalam proses politik menjadikan birokrasi tidak terurus.

4. Krisis ekonomi.
Pada masa demokrasi parlementer krisis dikarenakan kabinet tidak sempat untuk merealisasika aktivitas ekonomi lantaran pergantian kekuasaan yang kerap terjadi. Masa demokrasi terpimpin mengalami krisis ekonomi lantaran kegandrungannya terhadap revolusi serta urusan internasional sehingga kurang diperhatikannya sektor ekonomi dalam negeri.

Wajah demokrasi mengalami pasang surut sejalan dengan perkembangan tingkat ekonomi, poltik dan, ideologi.

Tahun-tahun awal pemerintahan Orde Baru ditandai oleh adanya kebebasan politik yang besar.

Presiden Soeharto yang menggantikan Presiden Soekarno sebagai Presiden ke-2 RI, menerapkan model Demokrasi yang berbeda lagi, yaitu disebut Demokrasi Pancasila (Orde baru)

Penamaan Demokrasi Pancasila juga bertujuan untuk menegaskan klaim bahu-membahu model demokrasi inilah yang sejatinya sempurna dengan ideologi negara Pancasila.

Dalam masa yang tidak lebih dari tiga tahun ini, kekuasaan seakan-akan akan didistribusikan kepada rakyat.

Oleh lantaran itu kalangan elit politik, pencetus dan organisasi sosial politik yang siap menyambut pemilu 1971, tumbuh gairah besar untuk berpartisipasi mendukung program-program pembaruan pemerintahan baru.

Awal Orde gres memberi impian gres pada rakyat terutama dalam pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V.

Namun usang kelamaan perkembangan yang terlihat ialah semakin lebarnya kesenjangan antara kekuasaan negara dengan masyarakat.

Orde Baru mewujudkan dirinya sebagai kekuatan yang besar lengan berkuasa dan relatif otonom, sementara masyarakat semakin terasingkan dari lingkungan kekuasaan dan proses pembuatan kebijakan. Kedaan ini tidak lain ialah akhir dari:

  1. Intervensi negara secara berlebihan terhadap perekonomian dan pasar yang memperlihatkan keleluasaan lebih kepada negara untuk mengakumulasikan modal dan kekuatan ekonomi.
  2. Kemenangan mutlak Partai Golkar dalam pemilu yang memberi legitimasi politik yang besar lengan berkuasa kepada negara.
  3. Dijalankannya regulasi-regulasi politik semacam birokratisasai, depolitisasai, dan institusionalisasi.
  4. Dipakai pendekatan keamanan
  5. Tersedianya sumber biaya pembangunan, baik dari eksploitasi minyak bumi dan gas serta dari derma luar negeri, dan jadinya sukses menjalankan kebijakan pemenuhan kebutuhan pokok rakya sehingga menyumbat gejolak masyarakat yang potensinya muncul lantaran alasannya ialah struktural.

Menurut M. Rusli Karim, rezim Orde Baru ditandai oleh dominannya peranan ABRI, birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik, pembatasan tugas dan fungsi partai politik, campur tangan pemerintah dalam problem partai politik dan publik, monolitisasi ideologi negara, dan inkorporasi forum nonpemerintah.

Berakhirnya masa Orde Baru, melahirkan era gres yang disebut masa reformasi. OrdeBaru berakhir pada dikala Presiden Soeharto menyerahkan kekuasaan kepada Wapres B.J.Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.

Sejak berakhirnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya Presiden Soeharto, maka indonesia memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan terhadap hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku sebelumnya.

Kebijakan reformasi ini diawali dengan di amandemennya Undang-Undang Dasar 1945 (bagian Batangtubuhnya) alasannya ialah dinilai sebagai sumber utama kegagalan tatanan kehidupan kenegaraan di masa Orde Baru.

Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, terutama yang berkaitan dengan kelembagaan negara, khususnya perubahan terhadap aspek pembagian kekuasaan dan aspek sifat kekerabatan antar lembaga-lembaga negara, akhir amandemen tersebut sehingga dengan sendirinya terjadi perubahan terhadap model demokrasi yang dilaksana-kan dibandingkan dengan model Demokrasi Pancasila di era Orde Baru.

Saat masa pemerintahan Habibie mulai nampak beberapa indicator kedemokrasian di Indonesia. Pertama, diberikannya ruang kebebasan pers sebagai ruang publik untuk berpartisipasi dalam kebangsaan dan kenegaraan.

Kedua, diberlakunya system multi partai dalam pemilu tahun 1999.

Demokrasi yang diterapkan Negara kita pada era reformasi ini ialah Demokresi Pancasila, tentu saja dengan karakteristik yang berbeda dengan Demokresi Pancasila yang diterapkan pada masa orde gres dan sedikit menyerupai dengan demokrasi perlementer tahun 1950-1959.

Perbaikan ke arah positif Perkembangan Demokrasi pada masa Reformasi ini sanggup tercermin dalam beberapa hal, diantaranya ialah sebagai berikut:

  1. Pemilu yang dilaksanakan tahun 1999 jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya serta pelaksanaan pemilu sesudah tahun 1999 juga berjalan demokratis dan lebih baik daripada pelaksanaan pemilu sebelum 1999.
  2. Sebagian besar hak dasar bisa terjamin menyerupai adanya kebebasan menyatakan pendapat.
  3. Pola rekruitmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka.
  4. Rotasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat hingga pada tingkat desa.

Perkembangan demokrasi masa reformasi yang menuju ke arah positif sanggup terlihat dari akreditasi Freedom House pada Tahun 2006 yang memasukkan negara Republik Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga sesudah Amerika dan India. Pujian-pujian atas perkembangan demokrasi juga terus mengalir dari banyak sekali kalangan.

Namun dibalik perkembangan demokrasi yang menuju ke arah positif, penerapan demokrasi oleh sebagian kalangan dianggap tidak memperlihatkan kesejahteraan tetapi justru melahirkan pertikaian dan pemiskinan.

Rakyat yang seharusnya diposisikan sebagai penguasa tertinggi, ironisnya justru sering dipinggirkan.

Kondisi jelek diperparah oleh elite politik dan pegawanegeri penegak aturan yang memperlihatkan aksi-aksi blunder.

Banyak sikap wakil rakyat yang tidak mencerminkan aspirasi pemilihnya, bahkan opini publik sengaja disingkirkan guna mencapai aneka kepentingan sesaat.

Banyak kasus-kasus yang amat mencederai perasaan rakyat gampang ditampilkan dan mengundang kemarahan publik.

Kondisi ini dikuatkan dengan pernyataan Jusuf Kalla (mantan Wapres) yang menyampaikan bahwa demokrasi cuma cara, alat atau proses, dan bukan tujuan.

Demokrasi boleh di nomor duakan di bawah tujuan utama peningkatan dan pencapaian kesejahteraan rakyat.

Oleh karenanya di tengah eforia demokrasi, kita semua harus berhati-hati akan kepentingan sempit yang sangat mungkin menjadi penumpang gelap.

selain itu sinkronisasi antara demokrasi dengan pembangunan nasional haruslah sejalan bukan malah sebaliknya demokrasi yang ditegakkan hanya untuk pemenuhan kepentingan partai dan kelompok tertentu saja.

Jadi, demokrasi yang kita terapkan kini haruslah mengacu pada sendi-sendi bangsa Indonesia yang berdasarkan filsafah bangsa yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta bertujuan untuk mensejahterakan kehidupan bangsa indonesia secara umum.

Related : Materi Cpns Wacana Demokrasi Indonesia

0 Komentar untuk "Materi Cpns Wacana Demokrasi Indonesia"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)