Lagi nyari kisah-kisah horor? Saya punya nih kisah horor orisinil yang dialami tetangga belakang rumahku.
Sewaktu SD, saya mempunyai seorang tetangga yang rumahnya sempurna dibelakang rumahku. Namanya Arul, usianya dikala itu sama denganku yaitu 8 tahun.
Arul bersama keluarganya menempati sebuah rumah bau tanah yang dindinnya terbuat dari papan kayu. Atap rumah sudah banyak yang bolong sehingga jika animo hujan tiba, biasanya mereka tidak sanggup tidur dengan nyenyak alasannya yaitu terkena tetesan air hujan.
Rumah bau tanah ini yaitu warisan dari kakek buyutnya arul yang sudah berusia 70 tahun. Kaprikornus masuk akal saja jika di segala sisi rumah ini banyak yang mengalami kerusakan. Aku sering berkunjung ke rumah ini di siang hari, tetapi jika malam hari saya tak akan berani alasannya yaitu suasanya sangat berbeda.
Suasana malam hari di dalam rumah ini menyerupai halnya film-film horor yang sering ku lihat di televisi, bahkan lebih mengerikan lagi. Saat itu, di lingkungan daerah tinggal masih sangat jarang dijumpai permukiman penduduk. Kalaupun ada, jaraknya sangat berjauhan kira-kira 20-30 meter.
Halaman belakang rumah arul yaitu hutan bambu yang sangat lebat dan di kanan-kirinya tidak ada rumah. Jadi, hanya ada rumahku dan rumah arul. Aku beruntung alasannya yaitu depan rumahku yaitu jalan utama di desa, jadi tidak terlalu menyeramkan. Namun tetap saja ada penghuni-penghuni yang tak kasat mata yang sering mengganggu para pejalan kaki yang kebetulan lewat di depan rumah.
Pintu Menangis
Kembali lagi ke rumah Arul. Arul dan keluarganya sering diganggu dengan suara-suara menakutkan. Suara itu berupa orang-orang yang menangis tersedu-sedu di malam hari. Awalnya Keluarga arul menerka jika bunyi orang menangis di malam hari yaitu suaraku. Karena dikala itu saya memang masih cengeng alasannya yaitu usiaku yang masih anak-anak.
"Mak, malam-malam begini kok ada orang nangis?" Tanya Arul
"Ah, itu paling Huda yang nangis rul." Jawab Ibunya
Suara tangisan ini terus terulang setiap malam. Karena merasa heran, suatu pagi ibunya Arul tiba ke rumahku untuk bertamu ibuku.
Ibu Arul : "Bu, kok tiap malem Huda sering nangis kenapa si?"
Ibuku : "Lah kapan Bu?"
Ibu Arul : "Hampir tiap malem sih Bu."
Ibuku : "Ndak pernah loh Bu. Lha emangnya jam berapa biasanya Bu?"
Ibu Arul : "Sekitar jam 1 malem gitu."
Ibuku : "Huda malah ndak pernah berdiri malem kok."
Ibu Arul : "Lah terus yang nangis siapa ya?"
Ibuku : "Setan mungkin Bu.."
Mendengar ratifikasi ibuku, keluarga Arul merasa heran alasannya yaitu selama ini mereka berpikir bahwa saya lah yang sering menangis dimalam hari. Padahal saya tak pernah menangis dikala malam alasannya yaitu tidurku nyenyak.
Fakta ini menciptakan keluarga Arul semakin ingin tau bahwa siapakah yang bahwasanya sering menangsi dimalam hari? Akhirnya mereka pun menyelidikinya.
Pada malam Jumat Kliwon keluarga Arul sengaja berkumpul di dalam satu kamar. Mereka berjaga hingga larut malam untuk menunggu bunyi tangisan itu muncul, namun sayangnya hingga adzan subuh berkumandang sura itu tak kunjung terdengar. Selang beberapa ahad bunyi tangis itu tak pernah terdengar lagi.
Hingga suatu malam Arul dan adiknya yang masih berusia 6 tahun terbangun tengah malam. Ia terbangun alasannya yaitu mendengar ada bunyi perempuan bau tanah yang sedang menangis. Semakin didengarkan, bunyi itu malah bermetamorfosis bunyi belum dewasa yang menangis dan sesekali cekikikan.
Karena ketakutan, Arul dan adiknya segera lari dan menuju kamar orang tuanya. Ia segera membangunkan ayah dan ibunya.
Arul : "Pak...Pak!! Bangun! Ada bunyi tangis lagi"
Bapak : "Dimana?"
Arul : "Itu dari arah dapur"
Bapak : "Ayo kita kesana!"
Dengan perasaan gemetar dan merinding Arul dan Bapaknya secara pelan-pelan menuju ke dapur. Iya, ternyata memang benar-benar terdengar bunyi tangisan anak-anak. Namun sehabis memasuki ruangan dapur, tiba-tiba bunyi itu menghilang.
Aneh.
Arul dan Bapaknya kemudian berdiri di dapur dan saling pandang satu sama lain. Meereka berdua menunggu bunyi tangis tersebut muncul lagi. Setengah jam menunggu, bunyi itu tak kunjung terdengar lagi.
Akhirnya Arul dan Bapaknya kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat. Namun, gres beberapa menit merebahkan tubuh di atas kasur, tiba-tiba bunyi itu terdengar lagi. Arul pun segera memberi tahu ayahnya lagi.
Lagi-lagi ketika Aruk dan Bapaknya menuju ruangan dapur, bunyi tersebut berhenti, namun ketika mereka kembali ke kamarnya bunyi itu muncul lagi. Bahkan kali ini tidak hanya bunyi tangis. Mereka juga sering mendengar bunyi menyerupai orang yang sedang mengetuk pintu, namun ketika dibukakan ternyata tidak ada orang di luar rumah.
Karena merasa terganggu dengan insiden ini, hasilnya Bapak Arul mencoba tiba ke sesepuh di desa kami. Ternyata berdasarkan klarifikasi sesepuh tersebut, memang benar ada fenomena orang menangis ketika tengah malam.
Suara-suara itu ternyata berasal dari pintu belakang rumah. Usut-punya usut ternyata pintu tersebut terbuat dari kayu yang diambil dari kuburan. Kaprikornus dulunya ada sebuah pohon besar di pemakaman umum. Pohon tersebut kemudian roboh. Akhirnya warga memanfaatkan pohon tersebut untuk dijadikan pintu maupun jendela rumah.
Setelah jadi, pintu maupun jendela tersebut kemudian dijual ke orang lain. Padahal pohon yang tumbang tersebut awalnya yaitu rumah hunian para lelembut. Setelah rumah mereka dipotong-potong dan dijadikan pintu rumah, hasilnya lelembut tersebut menjadi duka dan selalu menangis di malam hari.
Setelah mendapat pencerahan, hasilnya keluarga Arul segera mengganti pintu itu. Dan benar saja sehabis pintunya diganti dan disingkirkan jauh-jauh, mereka tidak pernah mendengar lagi bunyi orang menangis atau bunyi orang yang mengetuk-ngetuk pintu di malam hari.
Selang lima tahun kemudian Arul dan keluarganya pindah dari rumah bau tanah itu. Mereka membangun rumah gres yang lebih layak huni. Sedangkan rumah bau tanah itu dibongkar dan dijadikan tanah lapang.
Sekian kisah yang sanggup saya bagikan untuk kalian. Jangan lupa share and comentnya.
Sewaktu SD, saya mempunyai seorang tetangga yang rumahnya sempurna dibelakang rumahku. Namanya Arul, usianya dikala itu sama denganku yaitu 8 tahun.
Arul bersama keluarganya menempati sebuah rumah bau tanah yang dindinnya terbuat dari papan kayu. Atap rumah sudah banyak yang bolong sehingga jika animo hujan tiba, biasanya mereka tidak sanggup tidur dengan nyenyak alasannya yaitu terkena tetesan air hujan.
Rumah bau tanah ini yaitu warisan dari kakek buyutnya arul yang sudah berusia 70 tahun. Kaprikornus masuk akal saja jika di segala sisi rumah ini banyak yang mengalami kerusakan. Aku sering berkunjung ke rumah ini di siang hari, tetapi jika malam hari saya tak akan berani alasannya yaitu suasanya sangat berbeda.
Suasana malam hari di dalam rumah ini menyerupai halnya film-film horor yang sering ku lihat di televisi, bahkan lebih mengerikan lagi. Saat itu, di lingkungan daerah tinggal masih sangat jarang dijumpai permukiman penduduk. Kalaupun ada, jaraknya sangat berjauhan kira-kira 20-30 meter.
Halaman belakang rumah arul yaitu hutan bambu yang sangat lebat dan di kanan-kirinya tidak ada rumah. Jadi, hanya ada rumahku dan rumah arul. Aku beruntung alasannya yaitu depan rumahku yaitu jalan utama di desa, jadi tidak terlalu menyeramkan. Namun tetap saja ada penghuni-penghuni yang tak kasat mata yang sering mengganggu para pejalan kaki yang kebetulan lewat di depan rumah.
Pintu Menangis
Kembali lagi ke rumah Arul. Arul dan keluarganya sering diganggu dengan suara-suara menakutkan. Suara itu berupa orang-orang yang menangis tersedu-sedu di malam hari. Awalnya Keluarga arul menerka jika bunyi orang menangis di malam hari yaitu suaraku. Karena dikala itu saya memang masih cengeng alasannya yaitu usiaku yang masih anak-anak.
"Mak, malam-malam begini kok ada orang nangis?" Tanya Arul
"Ah, itu paling Huda yang nangis rul." Jawab Ibunya
Suara tangisan ini terus terulang setiap malam. Karena merasa heran, suatu pagi ibunya Arul tiba ke rumahku untuk bertamu ibuku.
Ibu Arul : "Bu, kok tiap malem Huda sering nangis kenapa si?"
Ibuku : "Lah kapan Bu?"
Ibu Arul : "Hampir tiap malem sih Bu."
Ibuku : "Ndak pernah loh Bu. Lha emangnya jam berapa biasanya Bu?"
Ibu Arul : "Sekitar jam 1 malem gitu."
Ibuku : "Huda malah ndak pernah berdiri malem kok."
Ibu Arul : "Lah terus yang nangis siapa ya?"
Ibuku : "Setan mungkin Bu.."
Mendengar ratifikasi ibuku, keluarga Arul merasa heran alasannya yaitu selama ini mereka berpikir bahwa saya lah yang sering menangis dimalam hari. Padahal saya tak pernah menangis dikala malam alasannya yaitu tidurku nyenyak.
Fakta ini menciptakan keluarga Arul semakin ingin tau bahwa siapakah yang bahwasanya sering menangsi dimalam hari? Akhirnya mereka pun menyelidikinya.
Pada malam Jumat Kliwon keluarga Arul sengaja berkumpul di dalam satu kamar. Mereka berjaga hingga larut malam untuk menunggu bunyi tangisan itu muncul, namun sayangnya hingga adzan subuh berkumandang sura itu tak kunjung terdengar. Selang beberapa ahad bunyi tangis itu tak pernah terdengar lagi.
Hingga suatu malam Arul dan adiknya yang masih berusia 6 tahun terbangun tengah malam. Ia terbangun alasannya yaitu mendengar ada bunyi perempuan bau tanah yang sedang menangis. Semakin didengarkan, bunyi itu malah bermetamorfosis bunyi belum dewasa yang menangis dan sesekali cekikikan.
Karena ketakutan, Arul dan adiknya segera lari dan menuju kamar orang tuanya. Ia segera membangunkan ayah dan ibunya.
Arul : "Pak...Pak!! Bangun! Ada bunyi tangis lagi"
Bapak : "Dimana?"
Arul : "Itu dari arah dapur"
Bapak : "Ayo kita kesana!"
Dengan perasaan gemetar dan merinding Arul dan Bapaknya secara pelan-pelan menuju ke dapur. Iya, ternyata memang benar-benar terdengar bunyi tangisan anak-anak. Namun sehabis memasuki ruangan dapur, tiba-tiba bunyi itu menghilang.
Aneh.
Arul dan Bapaknya kemudian berdiri di dapur dan saling pandang satu sama lain. Meereka berdua menunggu bunyi tangis tersebut muncul lagi. Setengah jam menunggu, bunyi itu tak kunjung terdengar lagi.
Akhirnya Arul dan Bapaknya kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat. Namun, gres beberapa menit merebahkan tubuh di atas kasur, tiba-tiba bunyi itu terdengar lagi. Arul pun segera memberi tahu ayahnya lagi.
Lagi-lagi ketika Aruk dan Bapaknya menuju ruangan dapur, bunyi tersebut berhenti, namun ketika mereka kembali ke kamarnya bunyi itu muncul lagi. Bahkan kali ini tidak hanya bunyi tangis. Mereka juga sering mendengar bunyi menyerupai orang yang sedang mengetuk pintu, namun ketika dibukakan ternyata tidak ada orang di luar rumah.
Karena merasa terganggu dengan insiden ini, hasilnya Bapak Arul mencoba tiba ke sesepuh di desa kami. Ternyata berdasarkan klarifikasi sesepuh tersebut, memang benar ada fenomena orang menangis ketika tengah malam.
Suara-suara itu ternyata berasal dari pintu belakang rumah. Usut-punya usut ternyata pintu tersebut terbuat dari kayu yang diambil dari kuburan. Kaprikornus dulunya ada sebuah pohon besar di pemakaman umum. Pohon tersebut kemudian roboh. Akhirnya warga memanfaatkan pohon tersebut untuk dijadikan pintu maupun jendela rumah.
Setelah jadi, pintu maupun jendela tersebut kemudian dijual ke orang lain. Padahal pohon yang tumbang tersebut awalnya yaitu rumah hunian para lelembut. Setelah rumah mereka dipotong-potong dan dijadikan pintu rumah, hasilnya lelembut tersebut menjadi duka dan selalu menangis di malam hari.
Setelah mendapat pencerahan, hasilnya keluarga Arul segera mengganti pintu itu. Dan benar saja sehabis pintunya diganti dan disingkirkan jauh-jauh, mereka tidak pernah mendengar lagi bunyi orang menangis atau bunyi orang yang mengetuk-ngetuk pintu di malam hari.
Selang lima tahun kemudian Arul dan keluarganya pindah dari rumah bau tanah itu. Mereka membangun rumah gres yang lebih layak huni. Sedangkan rumah bau tanah itu dibongkar dan dijadikan tanah lapang.
Sekian kisah yang sanggup saya bagikan untuk kalian. Jangan lupa share and comentnya.
Pemalang, 4 Januari 2020
Penulis
Nurhuda Asrori, S.Pd.
0 Komentar untuk "Misteri Pintu Rumahku Yang Selalu Menangis Dimalam Hari"