Selasa, 16 Desember 2015 saya bersama enam orang mahasiswa lainnya berangkat menuju pendakian Gunung Ungaran. Gunung Ungaran yakni salah satu gunung favorit untuk pendakian para mahasiswa yang tengah liburan atau sekedar menghilangkan kejenuhan akhir skripsi.
Kami menentukan mendaki gunung ini sebab selain medan yang tidak terlalu ekstrem juga tidak banyak dongeng mistis yang berkembang di masyarakat. Jadi, kami pikir Ungaran yakni gunung yang 'aman' untuk pendakian.
Selepas sholat Ashar, kami pribadi menuju pos pendakian mawar yang sanggup ditempuh dari kampus Unnes sekitar 30 menit. Pos mawar yakni pos pendakian pertama, dimana disini banyak terdapat warung makan dan kawasan parkir yang luas untuk para pendaki.
Kami beristirahat sejenak disini untuk melepas lelah sesudah melewati jalanan ekstrem dan berliku-liku sepanjang perjalanan. Setelah menjelang magrib, ketua tim pendakian (Aldan) meminta kami untuk segera berkemas-kemas untuk melanjutkan pendakian.
Awalnya kami kurang setuju, sebab terlalu beresiko jikalau mendaki ketika adzan magrib berkumandang. Namun Aldan tetap ngotot untuk melanjutkan pendakian, alasannya biar tidak kemalaman ketika mendirikan tenda di puncak.
Akhirnya sesudah berdebat alot, kami pun sepakat untuk melanjutkan pendakian. Selama perjalanan, kami membentuk deretan barisan dengan susunan Aldan paling depan sebagai kapten tim, disusul Aku, Rini, Widi, Sesil, Jono, dan Edho.
Ditengah hutan yang sunyi, gelap, dan dingin saya mendengar suara-suara burung yang sedang hinggap di sarangnya. Mereka saling saut menyaut menandakan acara hari ini telah berakhir. Sesekali saya juga menengok ke belakang untuk mengecek keadaan teman-teman dan menghitung satu persatu.
Setelah yakin jumlah rombongan genap tujuh orang, saya pun fokus ke depan untuk mengamati kondisi jalanan yang licin dan berbatu.
Di sela-sela perjalanan, saya mendengar dua orang paling belakang ngedumel sebab masih tidak terima pendapatnya ditolak. Saat ku tengok ternyata dua orang tersebut yakni Jono dan Edho. Mereka berdua tolong-menolong masih ingin bersantai di pos mawar sambil menikmati kopi dan mie instan yang terlanjut di pesan. Namun gara-gara Aldan ngotot ingin lanjut, alhasil kopi dan mie nikmat tersebut belum sempat mereka sentuh namun harus tetap membayarnya.
Jono : "Dancok ik, mie ku gak kemakan"
Edho : "Iya eh, padahal tadi udah bayar yah"
Jono : "Lah, perutku keroncongan kan sekarang"
Edho : "Iya, lidahku juga hambar belum sempet ngopi tadi"
Jono : "Ah sial"
Aku : "Wooyyy kalian berdua, udah ikhlaskan saja"
Jono yang masih sangat kesal, sesekali memaki-maki Aldan sebagai ketua yang tidak becus. Aku yang bangkit sempurna dibelakangnya mencoba untuk menasehati Aldan biar tidak terpancing emosinya.
"Udah Dan,, gak usah didengerin, fokus saja ke jalan"Kata Ku
Semakin Aldan mengacuhkan ucapan Jono, si Jono ini malah makin menjadi jadi. Namun kita ber enam tetap dingin dan tidak menghiraukannya.
"Bruukkk!!!"
"Astaghfirullaah, bunyi apaan itu?".
Seketika kami kaget mendengar bunyi kerikil di depan kita. Namun kita tetap berpikir positif mungkin itu itu hanya bunyi ranting pohon yang jatuh. Kami pun tetap melanjutkan perjalanan.
Selang beberapa meter dari lokasi tadi, tiba-tiba.
"Bruukkkk!!!"
"Anjirrr, bunyi ini lagi?" Kata Ku.
"Eh, siapa sih ini yang lempar-lempar kerikil dari tadi?" Kata Rini.
Kami semua melamun dan ketakutan. Yang kami khawatirkan yakni jikalau tiba-tiba kerikil tersebut jatuh dan mengenai salah satu kepala kita. Ndak kebayang kan betapa bahayanya.
Dalam keheningan tersebut tiba-tiba,
"Hahahahah....hahahaha, dasar penakut semua"Kata Jono.
Rini : "Eh ternyata elu Jon yang dari tadi lempari batu?"
Jono : "Hahahaha...hahaha penakut"
Rini : "Bahaya tau Jon, nanti kalau kena sahabat kita gimana?"
Jono : "Dasar kalian penakut semua"
Aku : " Eh Jon, itu kalau kerikil yang kau lempar melukai penghuni hutan ini gimana?"
Jono : " Penghuni apa?"
Aku : "Itu misal batunya kena dedemit disini, terus mereka gak terima gimana?"
Jono : "Halaahh mana ada dedemit broo!"
Edho : "Wahh wahh sok dukun lu bro. Sini gue hadepin tuh demit"
Aku : "Eh, jaga ucapan kalian!"
Jono : "Nanti kalo demitnya muncul kita telanjangin bareng ya Dho, hahaha"
Edho : "Iya, nanti kita gantung bajunya hahahhaa"
Rini : "Kalian keterlaluan!"
"Sudah, sudah... gak udah pada ribut, kita lanjutin perjalanan!"Kata Aldan.
Kami yang tadinya bersikap biasa saja, alhasil terpancing emosi semua. Suasana perjalanan menjadi kurang nyaman lagi.
Semakin lama, kondisi jalanan semakin licin dan terjal dipenuhi bebatuan. Banyak juga rantin-ranting pohon yang melintang menghalangi jalanan.
Di dalam kesunyian malam, kami semua ikut melamun tak ada canda tawa lagi sebab masih kesal dengan keributan beberapa menit yang lalu. Namun, sesekali saya mendengar bunyi wanita tertawa cekikikan dari kejauhan.
"hihihihihi....hihihihihi...."
Pikirku palingan itu hanya bunyi tim pendaki lain yang ada di depan kita atau dibelakang kita.
Beberapa menit kemudian saya mendengar bunyi itu lagi. Kali ini bukan bunyi cewek tertawa, melainkan ibarat orang menangis.
"Eh, cewek-cewek udah jangan nangis donk, kita kan di gunung lho"Kata Ku.
"Siapa yang nangis Da?" Kata Widi.
"Iya, kita gak ada yang nangis kok." Kata Rini.
Lah, terus barusan bunyi cewek nangis itu siapa? Aku berpikir sambil merinding.
Kita terus melanjutkan perjalanan panjang ini. Namun, gres beberapa meter berjalan tiba-tiba. Kami mendengar bunyi Edho ketawa cekikikan.
"Hahahaha...hahahaha..."
Rini : "Eh Dho, kau ngajak ribut lagi?"
Edho : "Ribut apaan? orang saya diem saja"
Rini : "Itu tadi ketawa-ketawa apaan maksudnya?"
Edho : "Suer deh saya daritadi diem"
Jono : "Suara apaan si? saya gak denger apa-apa?"
Mendengar pernyataan Edho dan Jono, kami semua berhenti dan membisu saling pandang. Jangan-jangan kita dikerjain oleh penghuni hutan ini?
"Kita semua baca ayat dingklik selama perjalanan, jangan usil lagi" Kata Aldan.
Aldan sadar kalau ada yang tidak beres dalam pendakian kali ini.
Aku juga sadar ada makhluk lain yang sedang memperhatikan kita selama perjalanan. Sesekali saya melihat sekelebat bayangan putih melintas di depan kita. Namun saya tetap membisu biar tidak menciptakan teman-teman panik.
Widi : "Eh, jangan colak-colek dong! gak sopan!"
Jono : "Apaan si? dari tadi tanganku megangin tongkat kok"
Widi : "Tadi kau nyolek leherku kan?"
Jono : "Suer, dari tadi saya dan Edho cuman jalan doank"
Widi : "Lah terus siapa dong yang...????"
Ternyata bukan saya saja yang mengalami gangguan. Widi juga diganggu oleh penghuni gunung ini. Dalam gangguang-gangguan tersebut kita mencoba tetap fokus dan terus melanjutkan pendakian.
"Aduh sakitt." Kata Edho
"Kenapa Dho?" Kata Jono
"Ada yang lempar sesuatu ke kepalaku" Kata Edho
"Biji jatuh palingan" Kata Jono
"Assss asssss asstagfirullaahh!!! aapp aappp apppaa apa an tuhh??" Kata Edho
Sambil terbata-bata dan tangannya menunjuk-nunjuk ke arah pohon besar Edho ibarat orang ketakutan sebab melihat sesuatu.
"Nyebut Dhoo...nyebut.." Kata Kami
Kami beristirahat sejenak untuk menenangkan Edho. Ku bacakan surah-surah pendek pada sebotol air mineral kemudian kuminumkan ke Edho. Alhamdulillah, beliau kembali tenang.
"Kenapa Dho?" Widi
"Itu tadi ada raksasa nyeremin banget" Kata Edho
Bersambung..............
0 Komentar untuk "Pengalaman Tersesat Di Gunung Ungaran"