Etika Bertamu

Untuk orang yang mengundang:

Hendaknya mengundang orang-orang yang bertaqwa, bukan orang yang fasiq. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah kau erat kecuali dengan seorang mu`min, dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang bertaqwa”. (HR. Ahmad dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
 
Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan mengabaikan orang-orang fakir. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersbda: “Seburuk-buruk kuliner ialah kuliner pengantinan (walimah), alasannya yang diundang hanya orang-orang kaya tanpa orang-orang faqir.” (Muttafaq’ alaih).
 
Undangan jamuan hendaknya tidak diniatkan berbangga-bangga dan berfoya-foya, akan tetapi niat untuk mengikuti sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam dan membahagiakan teman-teman sahabat.
 
Tidak memaksa-maksakan diri untuk mengundang tamu. Di dalam hadits Anas Radhiallaahu anhu beliau menuturkan: “Pada suatu ketika kami ada di sisi Umar, maka beliau berkata: “Kami dihentikan memaksa diri” (membuat diri sendiri repot).” (HR. Al-Bukhari)
 
Jangan anda membebani tamu untuk membantumu, alasannya hal ini bertentangan dengan kewibawaan.
 
Jangan kau menampakkan kejemuan terhadap tamumu, tetapi tampakkanlah kegembiraan dengan kahadirannya, bermuka anggun dan berbicara ramah.
 
Hendaklah segera menghidangkan kuliner untuk tamu, alasannya yang demikian itu berarti menghormatinya.
 
Jangan tergesa-gesa untuk mengangkat kuliner (hida-ngan) sebelum tamu simpulan menikmati jamuan.
 
Disunnatkan mengantar tamu sampai di luar pintu rumah. Ini menawarkan penerimaan tamu yang baik dan penuh perhatian.

Bagi tamu :

Hendaknya memenuhi seruan dan tidak terlambat darinya kecuali ada udzur, alasannya hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam mengatakan: “Barangsiapa yang diundang kepada walimah atau yang serupa, hendaklah beliau memenuhinya”. (HR. Muslim).

Hendaknya tidak membedakan antara seruan orang fakir dengan seruan orang yang kaya, alasannya tidak memenuhi seruan orang faqir itu merupakan pukulan (cambuk) terhadap perasaannya.

Jangan tidak hadir sekalipun alasannya sedang berpuasa, tetapi hadirlah pada waktunya, alasannya hadits yang bersumber dari Jabir Shallallaahu alaihi wa Sallam menyebutkan bahu-membahu Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda:”Barangsiapa yang diundang untuk jamuan sedangkan beliau berpuasa, maka hendaklah beliau menghadirinya. Jika beliau suka makanlah dan jikalau tidak, tidaklah mengapa. (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al-Albani).

Jangan terlalu usang menunggu di ketika bertamu alasannya ini memberatkan yang punya rumah juga jangan tergesa-gesa tiba alasannya menciptakan yang punya rumah kaget sebelum semuanya siap.

Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa untuk tinggal lebih dari itu.

Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurang apa saja yang terjadi pada tuan rumah.

Hendaknya mendo`akan untuk orang yang mengundangnya seusai menyantap hidangannya. Dan di antara do`a yang ma’tsur ialah :

“Orang yang berpuasa telah berbuka puasa padamu. dan orang-orang yang baik telah memakan makananmu dan para malaikan telah bershalawat untukmu”. (HR. Abu Daud, dishahihkan Al-Albani).

“Ya Allah, ampunilah mereka, belas kasihilah mereka, berkahilah bagi mereka apa yang telah Engkau karunia-kan kepada mereka. Ya Allah, berilah makan orang yang telah memberi kami makan, dan berilah minum orang yang memberi kami minum”.

Related : Etika Bertamu

0 Komentar untuk "Etika Bertamu"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)