"Surat an-Nisa menyebutkan, Tuhan melarang bunuh diri, tapi dalam surat al-Baqarah, Tuhan menyuruh bunuh diri." Inilah pola ayat al-Qur'an yang bertentangan. Demikian goresan pena di selebaran gelap yang dilaporkan Nurichim Mundrianto dari kampung Sayangmulyo, Wonosobo Jawa Tengah pada tim FAKTA.
Menafsirkan ayat al-Qur'an dengan mempreteli sebagian dan membuang sebagian yaitu kaidah tafsir orang kafir. mereka beriman pada sebagian dan kafir pada bab yang lain. Allah menyebut sebagai kafir sejati dan mendapatkan siksa yang menghinakan, azaban muhinan (QS an-Nisa:150-151).
Surah an-Nisa 29 yaitu "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kau membunuh dirimu, bersama-sama Allah yaitu Maha Penyayang kepadamu." Ayat ini sangat relevan bagi kemashlahatan insan di seluruh dunia, alasannya yaitu selaras dengan hak asasi manusia.
Sedangkan suraj al-Baqarah 54 berbunyi, "Dan (ingatlah), saat Musa berkata kepada kaumnya : Hai kaumku, bersama-sama kau telah menganiaya dirimu sendiri alasannya yaitu kau telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kau dan bunuhlah dirimu. Hal itu yaitu lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu, maka Allah akan mendapatkan taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi maha Penyayang."
Ayat ini merupakan peringatan bagi manusia, wacana jejahatan bangsa Yahudi pada masa Nabi Musa as. Karena mereka durhaka pada Allah, yakni menyembah patung anak sapi saat Musa berada di bukit Tursina. Maka, Allah menghukum mereka dengan perintah bunuh diri massal.
Dalam bunuh diri yang mengakibatkan tewasnya sekitar 3000 orang durhaka itu, terdapat 3 pengertian.
Pertama, kaum Nabi Musa yang beriman membunuh orang yang menyembah berhala,
Kedua, orang yang menyembah patung saling membunuh.
Ketiga, mereka membunuh diri sendiri.
Menurut para mufassir, dalam sejrah agama samawi, perintah bunuh diri massal dalam rangka bertaubat, hanya terjadi pada bangsa Yahudi. taubat menyerupai ini dimaksudkan untuk membersihkan masyarakat dari orang - orang durhaka, sehingga dibutuhkan masyarakat menjadi higienis dan baik.
Perintah bunuh diri dalam surah al-Baqarah ini, tak sanggup disebut kontradiktif dengan larangan bunuh diri dalam surah an-Nisa. Karena, perintah ini tak ditujukan pada semua manusia, tapi pada kondisi tertentu yang terjadi sekali sepanjang sejarah, sebagai hukuman pelanggaran dan dosa bangsa Yahudi.
Hukuman pada bangsa Yahudi ini, selaras dengan ketentuan Allah untuk mengazab negeri yang penduduknya durhaka dan mengolok-ook Nabi dengan azab yang keras sebelum selesai zaman (QS al-Isra 58, al-An'am 10 dan al-A'raf 94).
Hukuman bunuh diri dalam surah al-Baqarah ini, sama sekali tak boleh diterapkan pada orang Mukmin atau dilakukan tanpa alasan yang dibenarkan. karena, melanggar surah an-Nisa 93 dan surah al-Isra 33.
Penulis selebaran ini, tak akan menuding al-Qur'an kontradiktif, kalau ia memahami Alkitab (Bibel). Dalam Alkitab disebutkan,
Menafsirkan ayat al-Qur'an dengan mempreteli sebagian dan membuang sebagian yaitu kaidah tafsir orang kafir. mereka beriman pada sebagian dan kafir pada bab yang lain. Allah menyebut sebagai kafir sejati dan mendapatkan siksa yang menghinakan, azaban muhinan (QS an-Nisa:150-151).
Surah an-Nisa 29 yaitu "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kau membunuh dirimu, bersama-sama Allah yaitu Maha Penyayang kepadamu." Ayat ini sangat relevan bagi kemashlahatan insan di seluruh dunia, alasannya yaitu selaras dengan hak asasi manusia.
Sedangkan suraj al-Baqarah 54 berbunyi, "Dan (ingatlah), saat Musa berkata kepada kaumnya : Hai kaumku, bersama-sama kau telah menganiaya dirimu sendiri alasannya yaitu kau telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kau dan bunuhlah dirimu. Hal itu yaitu lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu, maka Allah akan mendapatkan taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi maha Penyayang."
Ayat ini merupakan peringatan bagi manusia, wacana jejahatan bangsa Yahudi pada masa Nabi Musa as. Karena mereka durhaka pada Allah, yakni menyembah patung anak sapi saat Musa berada di bukit Tursina. Maka, Allah menghukum mereka dengan perintah bunuh diri massal.
Dalam bunuh diri yang mengakibatkan tewasnya sekitar 3000 orang durhaka itu, terdapat 3 pengertian.
Pertama, kaum Nabi Musa yang beriman membunuh orang yang menyembah berhala,
Kedua, orang yang menyembah patung saling membunuh.
Ketiga, mereka membunuh diri sendiri.
Menurut para mufassir, dalam sejrah agama samawi, perintah bunuh diri massal dalam rangka bertaubat, hanya terjadi pada bangsa Yahudi. taubat menyerupai ini dimaksudkan untuk membersihkan masyarakat dari orang - orang durhaka, sehingga dibutuhkan masyarakat menjadi higienis dan baik.
Perintah bunuh diri dalam surah al-Baqarah ini, tak sanggup disebut kontradiktif dengan larangan bunuh diri dalam surah an-Nisa. Karena, perintah ini tak ditujukan pada semua manusia, tapi pada kondisi tertentu yang terjadi sekali sepanjang sejarah, sebagai hukuman pelanggaran dan dosa bangsa Yahudi.
Hukuman pada bangsa Yahudi ini, selaras dengan ketentuan Allah untuk mengazab negeri yang penduduknya durhaka dan mengolok-ook Nabi dengan azab yang keras sebelum selesai zaman (QS al-Isra 58, al-An'am 10 dan al-A'raf 94).
Hukuman bunuh diri dalam surah al-Baqarah ini, sama sekali tak boleh diterapkan pada orang Mukmin atau dilakukan tanpa alasan yang dibenarkan. karena, melanggar surah an-Nisa 93 dan surah al-Isra 33.
Penulis selebaran ini, tak akan menuding al-Qur'an kontradiktif, kalau ia memahami Alkitab (Bibel). Dalam Alkitab disebutkan,
"Tuhan membunuh Er, anak sulung Yehuda" (Kejadian 38:7)
"Tuhan membunuh Onan, adiknya Er, anak Yehuda" (Kejadian 39:10)
"Tuhan membunuh tiap-tiap anak sulung di tanah Mesir" (Keluaran 12:29, 13:15)
"Tuhan membunuh raja Saul" (I Tawarikh 10:13-14), dan lainnya.
Jika kecerdikan penulis selebaran digunakan untuk menafsirkan ayat Alkitab di atas, berarti Tuhan telah melanggar larangan-Nya sendiri. "Jangan membunuh" (Keluaran 20:13, Ulangan 5:17, Matius 5:21, Matius 19:18, Markus 10:19, dan Lukas 18:20). Jika begitu, apakah Tuhan harus dieksekusi mati? "Siapa yang membunuh seseorang manusia, ia harus dieksekusi mati" (Imamat 24:21, Imamat 24:17).
Memberikan hukuman pada pelanggar hukum, termasuk huuman mati yaitu tindakan benar asal sesuai dengan aturn yang berlaku, Maka, saat Tuhan menghukum mati Er, anak sulung Yehuda, yaitu tindakan yang benar, untuk menghukum Er yang berbuat jahat di mata Tuhan. Hukuman mati terhadap Onan yang melaksanakan onani pun sanggup dimaklumi kalau onani dalam Alkitab dianggap perbutan jahat.
Kenapa Tuhan tidak menghukum mati Yehuda yang telah melaksanakan freesex dengan Tamar, menantunya, sampai hamil (Kejadian 38:2-24). Dari hubungan di luar nikah inilah, silsilah Yesus diturunkan (Matius 1:3, Lukas 3:33). Padahal Tuhan berfirman, "Bila seorang pria tidur dengan menantu perempuan, pastilah keduanya dieksekusi mati, mereka telah melaksanakan suatu perbuatan keji, maka darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri," (Imamat 20:12).
"Bila seorang pria berzina dnegan isteri orang lain, yakni berzina dengan osteri sesamanya manusia, pastilah keduanya dieksekusi mati, baik pria maupun wanita yang berzinah itu" (Imamat 20:10).
Onan dieksekusi mati alasannya yaitu onani, padahal tidak ada ayat yang menyatakan, orang yang onani harus dieksekusi mati. Sedangkan Yehuda dan menantunya yang melaksanakan skandal seks tidak dieksekusi mati, padahal Alkitab menyatakannya dengan tegas. Apakah Alkitab memandang dosa onani jauh lebih berat daripada zina? Apakah ini tak disebut kontradiktif? Silakan penulis selebaran ini menjawabnya dengan jujur.
"Tuhan membunuh Onan, adiknya Er, anak Yehuda" (Kejadian 39:10)
"Tuhan membunuh tiap-tiap anak sulung di tanah Mesir" (Keluaran 12:29, 13:15)
"Tuhan membunuh raja Saul" (I Tawarikh 10:13-14), dan lainnya.
Jika kecerdikan penulis selebaran digunakan untuk menafsirkan ayat Alkitab di atas, berarti Tuhan telah melanggar larangan-Nya sendiri. "Jangan membunuh" (Keluaran 20:13, Ulangan 5:17, Matius 5:21, Matius 19:18, Markus 10:19, dan Lukas 18:20). Jika begitu, apakah Tuhan harus dieksekusi mati? "Siapa yang membunuh seseorang manusia, ia harus dieksekusi mati" (Imamat 24:21, Imamat 24:17).
Memberikan hukuman pada pelanggar hukum, termasuk huuman mati yaitu tindakan benar asal sesuai dengan aturn yang berlaku, Maka, saat Tuhan menghukum mati Er, anak sulung Yehuda, yaitu tindakan yang benar, untuk menghukum Er yang berbuat jahat di mata Tuhan. Hukuman mati terhadap Onan yang melaksanakan onani pun sanggup dimaklumi kalau onani dalam Alkitab dianggap perbutan jahat.
Kenapa Tuhan tidak menghukum mati Yehuda yang telah melaksanakan freesex dengan Tamar, menantunya, sampai hamil (Kejadian 38:2-24). Dari hubungan di luar nikah inilah, silsilah Yesus diturunkan (Matius 1:3, Lukas 3:33). Padahal Tuhan berfirman, "Bila seorang pria tidur dengan menantu perempuan, pastilah keduanya dieksekusi mati, mereka telah melaksanakan suatu perbuatan keji, maka darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri," (Imamat 20:12).
"Bila seorang pria berzina dnegan isteri orang lain, yakni berzina dengan osteri sesamanya manusia, pastilah keduanya dieksekusi mati, baik pria maupun wanita yang berzinah itu" (Imamat 20:10).
Onan dieksekusi mati alasannya yaitu onani, padahal tidak ada ayat yang menyatakan, orang yang onani harus dieksekusi mati. Sedangkan Yehuda dan menantunya yang melaksanakan skandal seks tidak dieksekusi mati, padahal Alkitab menyatakannya dengan tegas. Apakah Alkitab memandang dosa onani jauh lebih berat daripada zina? Apakah ini tak disebut kontradiktif? Silakan penulis selebaran ini menjawabnya dengan jujur.
0 Komentar untuk "Hukuman Mati Dalam Al-Qur'an Dan Bibel"