Masalah Kelahiran & Perjanjian Yang Kuasa Dg Nabi Ibrahim

Dari semenjak dulu terdapat kontradiksi pendapat dalam agama antara kaum Ismail (keturunan Nabi Ismail) dan kaum Israel (keturunan Nabi Ishaq) mengenai hak berdasarkan kelahiran dan perjanjian Tuhan dengan Nabi Ibrahim. Para pembaca Alkitab dan Al Qur'an sudah mafhum dengan ceritera wacana Nabi besar Ibrahim dan kedua anak laki-lakinya Ismail dan Ishaq. Ceritera wacana usul Nabi Ibrahim dari Ur di Kaldea, dan ceritera wacana keturunannya sampai meninggalnya cucunya Jusuf di Mesir, tertulis dalam buku Genesis (pasal xi.-1). Dalam garis keturunannya menyerupai tertulis dalam Genesis, Ibrahim yaitu yang keduapuluh dari Nabi Adam, dan satu zaman dengan raja Nimrod yang membangun Menara Babilon. 
Walaupun tidak tertulis dalam Injil, ceritera awal wacana Nabi Ibrahim di Ur dari Kaldea dicatat oleh pakar sejarah Yahudi Joseph Flavius dalam "Antiquities" dan juga dibenarkan oleh Al Qur'an. Tetapi Alkitab dengan terang menceriterakan kepada kita bahwa ayah Nabi Ibrahim yang berjulukan Terah yaitu seorang penyembah berhala (Jos. xxiv. 2, 14). Ibrahim memperlihatkan cinta dan gairahnya terhadap Tuhan ketika memasuki kuil dan memusnahkan semua berhala dan gambar-gambar yang ada di dalamnya, dan ia yaitu prototipe sejati dari keturunannya yang populer Nabi Muhammad saw. Ibrahim keluar tanpa luka dan dengan gemilang dari nyala api di mana ia dilemparkan atas perintah Nimrod. Beliau meninggalkan tanah kelahirannya menuju ke Haran bersama ayah dan kemenakannya Nabi Lot. Beliau berumur tujuh puluh lima tahun ketika ayahnya meninggal di Haran. Dalam kepatuhan dan penyerahan diri mutlak kepada usul suci, ia meninggalkan negerinya dan memulai perjalanannya yang panjang dan bermacam-macam ke tanah Kanaan, ke Mesir dan Arabia. Isterinya Sarah mandul; namun Tuhan menyatakan kepadanya bahwa ia ditakdirkan menjadi ayah dari banyak bangsa, bahwa semua wilayah yang akan ia jelajahi akan diwariskan kepada keturunannya, dan bahwa,"melalui benihnya seluruh bangsa di bumi akan diberkati"!Janji yang indah dan unik dalam sejarah agama ini dihadapi dengan keyakinan yang tak tergoyahkan oleh Ibrahim yang tidak punya anak cucu, tidak punya anak pria (pada ketika itu - Pent.). Pada ketika ia dibimbing keluar melihat ke langit pada malam hari dan diberitahu Allah bahwa keturunannya akan sebanyak bintang di langit, dan tak terhitung menyerupai halnya pasir yang di pantai laut, Ibrahim mempercayainya. Dan keyakinan kepada Tuhan inilah yang "dianggap sebagai istiqomah (lurus)" menyerupai tertulis dalam Kitab-Kitab Suci.

Seorang gadis Mesir miskin yang berbudi berjulukan Hagar yaitu budak dan pembantu perempuan Sarah. Atas proposal dan izin dari tuannya (Sarah) pembantu perempuan itu dikawini oleh Nabi Ibrahim, dan dari perkawinan itu lahirlah Ismail, menyerupai telah diberitahukan oleh Malaikat. Ketika Ismail berumur tiga belas tahun, Allah mengutus malaikatNya lagi dengan membawa wahju bagi Ibrahim.; kesepakatan yang sama diulangi lagi kepada Ibrahim; ritual khitan secara resmi dilembagakan dan segera dijalankan. Ibrahim yang berumur sembilan puluh tahun, Ismail, dan semua pembantu pria mereka dikhitan; dan "Perjanjian" antara Tuhan dan Ibrahim dengan anak pria satu-satunya dibentuk dan ditutup, seperti dilakukan dengan darah khitan. Itu yaitu semacam perjanjian yang dibentuk antara Langit dan Tanah Yang Dijanjikan dalam eksklusif Ismail sebagai keturunan tunggal dari Bapak Bangsa yang tidak mempersekutukan Tuhan dengan apapun. Ibrahim berikrar setia dan patuh kepada Penciptanya, dan Tuhan berjanji untuk selamanya menjadi Pelindung dan Tuhan dari keturunan Ismail.

Kemudian, ketika Ibrahim berumur sembilan puluh sembilan tahun dan Sarah berumur sembilan puluh tahun, kita dapati bahwa dia juga mengandung seorang anak pria yang mereka namakan Ishaq sesuai dengan kesepakatan Yang Maha Suci.

Karena tidak ada kronologi disebutkan dalam Genesis, kita diberitahu bahwa setelah kelahiran Ishaq, Ismail dan ibunya ditolak dan diusir oleh Ibrahim dengan cara yang paling kejam, hanya sebab Sarah menghendaki demikian. Ismail dan ibunya menghilang di padang pasir, sebuah mata air memancar keluar ketika anak muda ini pada titik janjkematian sebab kehausan; ia meminumnya dan terselamatkan. Tak ada gosip apapun lagi wacana Ismail dalam Genesis kecuali bahwa ia mengawini seorang perempuan Mesir, dan ketika Ibrahim wafat ia hadir bersama dengan Ishaq untuk menguburkan ayahnya yang wafat.

Dan selanjutnya Genesis menceriterakan wacana Ishaq dan dua orang anak laki-lakinya, dan perginya Yakub ke Mesir, dan berakhir dengan janjkematian Yusuf.

Peristiwa penting lainya dalam sejarah Ibrahim sebagaimana ditulis dalam Genesis (xxii,) yaitu "putera tunggalnya" yang dijadikan korban bagi Tuhan, tetapi ia digantikan dengan seekor kambing jantan yang diberikan oleh malaikat. Sebagaimana Al Qur'an menyebutkannya: "Sesungguhnya itulah cobaan yang nyata" bagi Ibrahim (Q. 37:106) namun cintanya kepada Tuhan melampaui segala kasih sayang lainnya, "Allah telah menimbulkan Ibrahim sebagai temanNya" (Al Qur'an)

Demikianlah ceritera singkat wacana Ibrahim dalam hubungannya dengan pokok pembicaraan kita "Hak berdasarkan kelahiran dan Perjanjian Allah dengan nabi Ibrahim".

Ada tiga hal yang menonjol yang setiap orang beriman yang sesungguhnya kepada Tuhan menerimanya sebagai kebenaran. Hal pertama ialah bahwa Ismail yaitu anak sah dari Ibrahim, anaknya yang pertama lahir, dan sebab itu tuntutannya terhadap hak berdasarkan kelahiran yaitu adil sekali dan sah. Hal kedua ialah bahwa Perjanjian Allah dengan Nabi Ibrahim telah dibentuk antara Tuhan dan Nabi Ibrahim serta juga anak pria tunggalnya Ismail sebelum Ishaq dilahirkan. Perjanjian itu dan forum khitan tidaklah akan berharga atau berarti kecuali jikalau kesepakatan yang diulang-ulang dalam firman Tuhan: "Melalui dirimu seluruh bangsa di bumi akan diberkati," dan terutama ungkapan, Benih "yang akan keluar dari mangkok, dia akan mewarisimu" (Genesis xv.4). Janji ini terpenuhi ketika Ismail dilahirkan (Genesis xvi.), dan Ibrahim merasa bahagia bahwa kepala pembantunya Eliezer tidak lagi akan menjadi pewarisnya. Konsekuensinya ialah kita harus mengakui bahwa Ismail yaitu pewaris yang sesungguhnya dan sah atas keluhuran spiritual dan hak istimewa Nabi Ibrahim. Perogatif bahwa "melalui Ibrahim seluruh generasi di bumi akan diberkati," begitu sering diulang meskipun dalam bentuk yang berbeda, yaitu warisan berdasarkan pada hak kelahiran, dan warisan bagi Ismail. Warisan yang Ismail berhak berdasarkan hak kelahirannya bukan tenda di mana Ibrahim tinggal atau unta tertentu yang biasa dia naiki, tetapi untuk menaklukkan dan menduduki selamanya semua wilayah yang membentang dari sungai Nil ke sungai Efrat yang didiami oleh kira-kira sepuluh bangsa yang berbeda (xvii, 18-21). Tanah itu tidak pernah ditundukkan oleh keturunan Ishaq, tetapi oleh keturunan Ismail. Ini ialah pemenuhan secara faktual dan harfiah terhadap satu dari kondisi-kondisi yang ada dalam Perjanjian.

Hal ketiga yaitu bahwa Ishaq juga dilahirkan secara abnormal dan diberkati khusus oleh Yang Maha Kuasa, bahwa untuk kaumnya dijanjikan tanah Kanaan dan dengan bergotong-royong telah diduduki mereka di bawah Josua. Tiada seorang Muslim pernah berpikir untuk mengurangi arti kedudukan suci dan kenabian Ishaq dan puteranya Yakub, sebab meremehkan atau merendahkan seorang Nabi yaitu tidak agamawi. Bila kita bandingkan Ismail dan Ishaq, tidak sanggup lain kita harus mengagumi dan menghormati mereka berdua sebagai Utusan suci Tuhan. Sesungguhnya, orang Israel dengan Hukum dan Kitab-Kitab Sucinya, mempunyai sejarah keagamaan yang unik dalam Dunia Lama. Sebenarnyalah mereka insan yang dipilih oleh Tuhan. Meskipun orang Israel telah sering membangkang terhadap Tuhan, dan jatuh ke penyembahan berhala, namun mereka telah memperlihatkan banyak nabi kepada dunia dan orang-orang lurus pria maupun perempuan.

Sejauh ini tidak sanggup ada kontroversi yang sesungguhnya antara keturunan Ismail dan orang-orang Israel. Karena jikalau dengan "keberkatan" dan "hak berdasarkan kelahiran" itu dimaksudkan hanya beberapa milik material dan kekuasaan, maka kontradiksi itu akan telah terselesaikan menyerupai hal itu telah diselesaikan melalui pedang dan kenyataan yang sudah mapan yaitu pendudukan Tanah Yang Dijanjikan oleh orang Arab. Agaknya ada persoalan kontradiksi yang fundamental antara dua bangsa yang kini keberadaannya hampir empat ribu tahun; dan hal itu ialah persoalan Mesiah dan Nabi Muhammad. Bagi orang Yahudi tidak ada pemenuhan ramalan mesiah pada diri Nabi Isa ataupun pada diri Nabi Muhammad. Orang-orang Yahudi telah selalu iri hati terhadap Ismail, sebab mereka tahu dengan baik bahwa dengan Ismaillah Perjanjian itu telah dibentuk dan dengan dikhitannya Ismail Perjanjian itu telah disempurnakan dan ditutup, dan dari rasa permusuhannyalah bahwa para penulis atau para doktor aturan mereka telah mengkorupsi dan menyisipkan banyak bab-bab dalam Kitab Suci mereka. Menghapus nama "Ismail" dari ayat kedua, keenam, dan ketujuh dari pasal Genesis xxii dan menyisipkan nama "Ishaq" sebagai gantinya, serta membiarkan sebutan "anak tunggalmu" yang berarti mengingkari keberadaan Ismail dan melanggar Perjanjian antara Tuhan dan Ismail. Hal itu secara terang dinyatakan oleh Tuhan: "Karena engkau telah mengorbankan anak pria tunggalmu, Aku akan menambah dan menjiplak keturunanmu menyerupai banyaknya bintang dan pasir di pantai," yang kata "menggandakan" juga digunakan oleh malaikat kepada Hagar di padang pasir: Aku akan menjiplak keturunanmu menjadi tak terhitung, dan bahwa Ismail akan menjadi "orang yang banyak keturunan" (Genesis xv.12). Kini orang Nasrani telah menterjemahkan kata yang sama dari bahasa Ibrani, yang juga berarti "subur" atau "banyak" dari kata kerja para - yang sama dengan kata dalam bahasa Arab wefera - dalam versi mereka menjadi "keledai yang jalang"! Tidakkah ini memalukan dan tidak religius menyebut Ismail dengan "keledai binal" yang Tuhan sendiri menyebutnya sebagai subur atau banyak? Sangat terang bahwa Kristus sendiri menyerupai ditulis dalam Alkitab Barnabas telah tidak menyetujui orang-orang Yahudi yang berkata bahwa Utusan Agung yang mereka sebut "almasih" akan tiba dari garis keturunan Raja Daud, menyampaikan kepada orang-orang Yahudi itu bahwa dia mustahil anak keturunan dari Raja Daud, sebab Daud sendiri menyebutnya "Tuannya" dan kemudian menunjukan lebih lanjut bagaimana nenek moyang mereka telah merubah Kitab_Kitab Suci , dan bahwa Perjanjian itu telah dibentuk bukan dengan Ishaq, tetapi dengan Ismail yang diambil untuk dikorbankan kepada Tuhan, dan bahwa Ismail yang dimaksudkan dalam ungkapan sebagai "anak pria tunggalmu" dan bukan Ishaq. Paul yang mengaku diri pengikut Jesus Kristus mempergunakan beberapa kata yang tidak pantas mengenai Hagar (Galatia vi, 21-23 dan di beberapa ayat lainnya) dan Ismail dan terang-terangan bertentangan dengan tuannya (Jesus). Orang ini dengan segala caranya yang sanggup dia lakukan berusaha untuk menyimpangkan dan menyesatkan orang-orang Nasrani yang sebelumnya biasa dia aniaya sebelum dia berpindah agama ke Kristen; dan saya mewaspadai sekali bahwa Jesusnya Paul yaitu Jesus putera Maryam yang berdasarkan tradisi Nasrani digantung pada sebuah pohon kira-kira satu era sebelum Kristus, sebab kepalsuan almasihnya. Pada kenyataannya Paul sipengikut sebagaimana dia di hadapan kita yaitu penuh dengan kepercayaan yang bertentangan baik dengan semangat dari Perjanjian Lama maupun dengan aliran Nabi yang sederhana Jesus dari Nazareth. Paul yaitu seorang Pharisee yang bias dan spesialis hukum. Sesudah dia berpindah agama ke Nasrani sepertinya dia menjadi lebih fanatik daripada sebelumnya. Kebenciannya terhadap Ismail dan claimnya atas hak berdasarkan kelahiran menciptakan Paul lupa atau mengabaikan Hukum Musa yang melarang seseorang untuk menikahi saudara perempuannya sendiri di bawah bahaya siksa eksekusi utama. Kalau Paul mendapat ide dari Tuhan, maka dia akan menyanggah kitab Genesis sebagai penuh dengan kepalsuan ketika Genesis menyampaikan sebanyak 2 kali (Genesis xii. 10-20 dan xx. 2-18) bahwa Ibrahim yaitu suami dari saudara perempuannya sendiri, atau bahwa dia akan menyatakan bahwa Nabi yaitu seorang pendusta! (Tuhan melarang). Namun Paul mempercayai kata-kata Kitab itu, dan kesadarannya tidak menyiksanya sedikitpun ketika dia melukiskan Hagar sebagai padang pasir Sinai yang tandus dan menggambarkan Sarah sebagai Jeruzalem di langit! (Galatia iv. 25-26). Pernahkah Paul membaca anatema dari Torah:

"Terkutuklah barang siapa yang tidur dengan saudara perempuannya, puteri ayahnya, atau puteri ibunya. Dan semua orang berkata: Amin"? (Deuteronomy xxvii. 22).

Adakah aturan insan atau aturan suci yang akan menganggap lebih sah seseorang yang yaitu anak pria pamannya dan bibinya sendiri daripada dia yang ayahnya seorang dari Kaldea dan ibunya dari Mesir? Adakah sesuatu yang akan anda katakan yang bertentangan dengan Hagar yang lurus dan religius? tentu saja tidak, sebab dia yaitu isteri Nabi dan ibu dari seorang Nabi, dan dia sendiri mendapat kehormatan mendapatkan wahju Illahi.

Tuhan yang telah menciptakan perjanjian dengan Ismail telah pula memperlihatkan aturan wacana aturan kewarisan, yaitu: Bila seorang pria mempunyai dua orang isteri, yang seorang dicintainya dan yang lain diabaikan, dan masing-masing mempunyai seorang anak laki-laki, dan bila anak pria dari isteri yang diabaikan itu yang pertama lahir, maka anak pria itu, dan bukan anak pria dari isteri yang dicintai, yang berhak menyandang hak berdasarkan kelahiran. Dengan sendirinya yang pertama lahir akan mewarisi dua kali dari saudara laki-lakinya (Deuteronomy xxi. 15-17). Tidakkah aturan ini cukup terang untuk membungkam semua mereka yang mempermasalahkan tuntutan yang adil dari Ismail mengenai hak berdasarkan kelahiran?

Sekarang marilah kita bicarakan persoalan hak berdasarkan kelahiran ini sesingkat yang sanggup kita lakukan. Kita mengetahui bahwa Ibrahim yaitu seorang kepala nomad dan juga seorang Nabi Tuhan, dan ia biasa hidup di dalam sebuah tenda dan mempunyai sejumlah besar ternak dan kekayaan yang banyak. Orang-orang nomad ini tidak mewarisi tanah dan tempat gembalaan, tetapi pangeran itu memilih untuk masing-masing anak laki-lakinya beberapa klan atau suku bangsa tertentu sebagai kawulanya dan warganya. Aturannya ialah yang termuda mewarisi perapian dari tenda orang tuanya, sementara yang lebih bau tanah , kecuali bila tidak pantas, menggantikannya di dingklik kepemimpinan. Jenghiz Khan penakluk agung dari Mongol digantikan oleh Oghtai, anak laki-lakinya yang tertua, yang memerintah di Pekin sebagai Khaqan, tetapi anak laki-lakinya yang termuda tetap tinggal bersama perapian ayahnya di Qaraqorum di Mongolia. Hal yang sama terjadi pada dua anak pria Ibrahim pula. Ishaq, yang termuda di antara keduanya, mewarisi tenda ayahnya dan menjadi menyerupai ayahnya, seorang nomad yang hidup di tenda-tenda. Namun Ismail dikirim ke Hijaz untuk menjaga Rumah Tuhan yang bersama dengan Ibrahim telah dibangunnya sebagaimana disebutkan dalam Al Qur'an. Di sinilah ia menetap, menjadi Nabi dan pangeran di antara suku-suku bangsa Arab yang mempercayainya. Di Mekka atau Bekka itulah Ka'aba menjadi sentra dari ibadah yang disebut haji. Ismail itulah yang telah membangun agama yang bergotong-royong berTuhan Satu dan telah pula melembagakan khitan.

Keturunannya segera bertambah dan berlipat ganda sebanyak bintang di langit. Dari semenjak ketika awal Nabi Ismail sampai kebangkitan Nabi Muhammad, orang-orang Arab dari Hijaz, Yemen dan lain-lainnya yaitu orang-orang merdeka dan tuan di negerinya sendiri. Kerajaan Roma dan Persia tidak berdaya untuk menaklukkan bangsa Ismail. Meskipun kemudian penyembahan berhala diperkenalkan, namun nama Allah, Ibrahim, Ismail dan beberapa nama Nabi lainnya tidaklah mereka lupakan. Bahkan Esau, anak tertua Ishaq, meninggalkan perapian ayahnya sebab saudara laki-lakinya Yakub dan menetap di Edom, di mana dia menjadi ketua dari orang-orangnya dan segera bercampur baur dengan orang-orang Arab Ismail yang yaitu baik sebagai pamannya maupun mertuanya. Ceritera wacana Esau menjual hak berdasarkan kelahirannya kepada Yakub untuk ditukar dengan sepiring pottage yaitu kecerdikan kancil yang dicantumkan untuk membenarkan perlakuan jelek terhadap Ismail. Dituduhkan bahwa "Tuhan membenci Esau dan menyayangi Yakub ketika kembar dua ini masih dalam kandungan ibunya; dan bahwa "saudara yang lebih bau tanah akan melayani adiknya" (Genesis xxv. Romawi ix.12-13). Namun abnormal untuk mengatakannya, goresan pena lain mungkin dari sumber lain, memperlihatkan bahwa persoalan itu justru yaitu kebalikan dari ramalan itu. Karena dalam pasal 33 Genesis terang mengakui bahwa Yakub melayani Esau, di hadapannya Yakub sujud tujuh kali dan mengatakan: "Tuanku" dan menyatakan dirinya sebagai "budakmu".

Dicatat juga dalam Alkitab bahwa Ibrahim mempunyai beberapa anak pria lainnya dari Keturah dan selir-selir, kepada siapa ia memperlihatkan hadiah atau pinjaman dan mengirimkannya ke Timur. Semua ini menjadi suku bangsa yang besar dan kuat. Dua belas anak pria Ismail disebutkan namanya dan di gambarkan masing-masing menjadi pangeran dengan kota dan kelompoknya atau tentaranya sendiri-sendiri (Genesis xxv.). Demikian pula belum dewasa Keturah, dan lain-lainnya, dan begitu juga keturunan Esau disebutkan nama-namanya.

Bila kita perhatikan jumlah keluarga Yakub ketika dia pergi ke Mesir yang hampir tidak melebihi tujuh puluh orang, dan ketika dia disambut oleh Esau dengan kawalan sebanyak empat ratus pasukan berkuda yang bersenjata, dan suku-suku bangsa Arab yang besar lengan berkuasa di bawah dua belas Amir dari keluarga Ismail, dan ketika Utusan Allah yang terakhir memproklamirkan agama Islam, semua suku bangsa Arab secara serempak menyambutnya dan mendapatkan agamaNya dan menyerahkan seluruh tanah yang dijanjikan kepada keturunan Nabi Ibrahim, pastilah kita buta bila tidak melihat bahwa Perjanjian itu telah dibentuk dengan Ismail dan kesepakatan itu telah terpenuhi dalam diri eksklusif Nabi Muhammad saw.

Sebelum mengakhiri artikel ini saya ingin meminta perhatian dari para siswa Injil, terutama mereka dari "HigherBiblical Criticism" mengenai kenyataan bahwa apa yang disebut sebagai Ramalan dan Pasal-Pasal wacana Al Masih termasuk dalam suatu propaganda yang menguntungkan Dinasti David setelah janjkematian raja Suleiman ketika kerajaannya terbagi menjadi dua. Kedua Nabi besar Ilyas dan Elisha yang berkembang dengan baik (ajarannya) di kerajaan Samaria atau Israel bahkan tidak menyebut nama Daud atau Suleiman. Jeruzalem sudah bukan lagi sentra agama untuk sepuluh suku bangsa dan tuntutan Daud untuk berkuasa terus ditolak.

Namun nabi Yesaya dan lain-lainnya yang terikat dengan Kuil di Jeruzalem dan Rumah Daud telah meramal kedatangan Nabi Besar dan berdaulat.
apa yang anda pikirkan wacana artikel di atas ?

Related : Masalah Kelahiran & Perjanjian Yang Kuasa Dg Nabi Ibrahim

0 Komentar untuk "Masalah Kelahiran & Perjanjian Yang Kuasa Dg Nabi Ibrahim"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)