Pemanfaatan Alat Peraga Dalam Pembelajaran Pengenalan Berdiri Geometri Sederhana Di Kelas I Sd

Pemanfaatan Alat Peraga dalam Pembelajaran Pengenalan Bangun Geometri Sederhana di Kelas I SD




Oleh P. Sarjiman [PGSD FIP Universitas Negeri Yogyakarta].

Abstract

This research was focused on: (1) using visual aids as a media of understanding  simple geometrical shape at the first grade of the elementary school, (2) how the process of teaching/learning, and (3) how the students’ response towards  the teaching/ learning.


To answer the problem was carried out a Classroom Action Research  in the elementary school of Jelaban Sentolo. The subject of the research were the students of the first grade of that elementary school consisting of 31 students. Before the real action was carried out, there was a pre test, and the mean score as the result of the test was 43. The  CAR consisted of 4 steps in each cycle, namely: (1) planning,  (2) action , (3) observation, and (4) reflection. The data were collected by a test, observation and questionare. The data were  analized by using qualitative descriptive.

This CAR was carried out in three cycles. In the first cycle, the teaching / learning was not in accordance with the hope, because the teacher had not given motivation and guidance to the discussion group well. The result of the  test was only 50,4. The students’ response had not been good, and the students’ eagerness in the teaching learning had not been in accordance with the hope. So was the case of the second cycle; though the teaching /learning had been running well,  the result of the test score was only 62. The observation result showed that  the teacher had not fully been able to tackle the students. Many of them had not  actively taken part in the teaching /learning process.  In the third cycle, the result of the test had been higher compared with the stated criterion,  the mean- score was 71. Most of the students took part in the discussion at each own group actively. They felt happy with the teaching /learning carried out. Besides, the teacher had been confidence in managing  the run of the teaching learning.

Key words: Knowing, simple geometrical shape,  the first grade of elementary
school.

Pendahuluan

Pembelajaran matematika masih menjadi kasus bagi sebagian besar anak Indonesia tak terkecuali siswa kelas 1 SDN Jelaban Sentolo.  Hal tersebut  membawa pengaruh juga pada kualitas pendidikan secara keseluruhan.  Dalam hal ini tentu guru lah yang pribadi bertanggung jawab lantaran sebagai ujung tombak dan sekaligus yang berhadapan pribadi dengan siswa SD.

Marsigit (1996:1) menyatakan, ahli-ahli pendidikan telah menyadari bahwa mutu pendidikan sangat tergantung kepada kualitas guru dan praktik pembelajarannya, sehingga peningkatan kualitas pembelajaran merupakan warta fundamental bagi peningkatan mutu pendidikan secara nasional. Untuk menunjang  kualitas pendidikan,  salah satu di antaranya  perlu  pembenahan dalam mata pelajaran Matematika, lantaran mata pelajaran itu merupakan ilmu dasar penting yang bersifat universal. Khusus topik pembelajaran matematika perihal geometri sangat penting untuk dikuasai, lantaran selain ilmu tersebut untuk bekal studi lebih lanjut, juga sangat aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Orang memakai ilmu tersebut dari hal-hal yang sederhana menyerupai pengkonstruksian aneka macam bentuk mebel, materi bangunan dan membangunnya pemukiman itu sendiri hingga teknologi tinggi menyerupai space technology. Situasi pasca gempa yang telah melanda kota Yogyakarta dan sekitarnya, memerlukan ilmu geometri dalam recoverynya terutama dalam pengkonstruksian kembali bangunan-bangunan baik pemukimam maupun gedung pemerintah.  Dengan demikian pembelajaran geometri sangat perlu disajikan dalam bentuk yang seefektif mungkian sehingga benar-benar berdampak pada pemahaman dan peningkatan penguasaan siswa dalam bidang geometri.

Namun demikian, kondisi ini belum tercipta di SD. N Jelaban, Sentolo, Kulonprogo. Pada waktu peneliti membimbing mahasiswa PPL di SD tersebut,mengamati bahwa tidak sedikit guru yang tidak memanfaatkan alat peraga sebagai media untuk memahamkan siswa dalam pembelajaran konsep matematika.    Siswa selalu mengeluh dan mengalami kesulitan kalau dihadapkan pada soal matematika khususnya materi bangkit geometri serta sebagai akibanya prestasinya rendah, rata-rata nilai matematika belum pernah melebihi 6 pada rentang skor antara 0-10.

Perlu disadari bahwa keefektifan pembelajaran pengenalan bangkit geometri sederhana sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam  motivasi, menarik perhatian, dan keaktifan siswa dalam  mengikuti proses pembelajaran  di kelas. Artinya, apabila siswa mempunyai motivasi rendah, perhatian , partisipasi aktif dan  kemandirian berguru siswa kurang, pembelajaran pengenalan bangkit geometri tidak akan bermakna lagi. Untuk menyiasatinya salah satu cara yaitu memanfaatkan alat peraga untuk memahamkan siswa perihal konsep bangkit geometri sederhana.

Sesuai dengan penelitian tindakan kelas yang berupaya melaksanakan kajian pada suatu objek yang berskala sempit tetapi urgensinya ingin memperbaiki kualitas pembelajaran, maka dalam penelitian ini, peneliti bermaksud melihat peranan alat  peraga dalam  meningkatkan pemahaman siswa perihal bangkit geometri sederhana di kelas I  SDN  Jelaban  Sentolo.

Mengacu kepada fakta-fakta menyerupai terurai di depan, dalam  penelitian tindakan ini dirumuskan permasalahan penelitian menyerupai berikut ini.  Apakah penggunaan alat peraga dalam pembelajaran Matematika khususnya pengenalan bangkit geometri sederhana di SD sanggup memotivasi siswa,  mengaktifkan  dan sekaligus meningkatkan prestasi berguru siswa? Sesuai dengan hakikat penelitian tindakan kelas yang bermaksud memperbaiki proses berguru mengajar, maka yang akan dicapai melalui penelitian ini adalah:  (1) memotivasi siswa biar sanggup berguru lebih agresif dengan pemanfaatan alat peraga; (2) mengaktifkan siswa baik mental maupun fisik dengan memanipulasi alat peraga sehingga pembelajaran lebih efektif; (3) meningkatkan prestasi berguru siswa.

Pemanfaatan media pembelajaran dalam proses pembelajaran dirasa penting lantaran penerima didik dalam mendapatkan pengalaman berguru atau mendalami materi-materi pelajarannya masih banyak memerlukan benda-benda, kejadian-kejadian yang sifatnya konkret, gampang diamati, pribadi diamati, sehingga pengalaman-pengalaman tersebut akan lebih gampang dipahami, lebih mengesan dan daya ingatnya lebih tahan lama. Piaget (dalam Bower & Hilgard, 1981) mengemukakan bahwa perkembangan kognitif anak usia SD adalah  dalam tahap operasional konkret. Sehubungan dengan itu, supaya pembelajaran berhasil dengan baik, sebaiknya guru mempergunakan media pembelajaran ( alat peraga ).

Alat peraga dan peragaan perlu mendasarkan pada realita budaya yang terjadi pada kehidupan anak setempat. Benda-benda sebagai ilustrasi konsep matematika didasarkan pada hasil budaya setempat. Dengan demikian, pemahaman siswa perihal konsep matematika tidak akan terlepas dari kehidupan nyata yang mereka hadapi sehari-hari. Selain siswa akan benar-benar paham perihal konsep yang dimaksud, mereka akan bisa berkreasi dalam mengaplikasikan konsep matematika pada kehidupan nyata. Menurut J. Bruner ( dalam Hudojo Herman, 1998), klarifikasi konsep matematika dimulai dengan benda sesungguhnya (enactive), diteruskan  dengan gambar benda (iconic), dan dilanjutkan dengan penggunaan simbol (symbolic). Para hebat dan praktisi sering melontarkan pendapatnya bahwa siswa SD terutama kelas rendah akan lebih kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan pengetahuan yang mereka peroleh dalam kehidupan nyata. Terkait dengan hal ini, di USA muncul pendidikan matematika yang dikenal sebagai Mathematics in Contex dan di Belanda dikenal dengan Realistic Mathematic Education ( Sujadi R,1999/2000:100).

Sudjana (2000:100) menyampaikan bahwa penggunaan media dalam proses pembelajaran mempunyai nilai: (1) sanggup meletakan dasar-dasar untuk berpikir, (2) sanggup memperbesar minat dan perhatian, (2) menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan, dan (3) membantu berkembangnya efisiensi dan pengalaman berguru yang lebih sempurna.  Media peragaan yang baik yang ada dalam pembelajaran matematika sanggup memperjelas konsep, sehingga sanggup menarik perhatian siswa. .

Faktor-faktor yang menghipnotis dalam proses pembelajaran sesungguhnya cukup banyak. Faktor tersebut antara lain: (a) dari diri siswa itu sendiri, (b) guru (penguasaan materi, pemilihan metode mengajar yang tepat), (c) alat, maupun proses pembelajaran itu sendiri. Dalam proses pembelajaran, pemilihan dan penggunaan metode pembelajaran merupakan hal yang paling menentukan. Demikian pula perihal prestasi berguru mengenal bangkit geometri sederhana, yang dicapai siswa tergantung pada alat peraga pembelajaran dan penguatan yang digunakan guru.  Dalam hal ini  pentingnya  kemampuan guru untuk menentukan dan mempergunakan alat peraga. 
Berdasarkan kajian teori di atas, pada penelitian tindakan ini sanggup dirumuskan hipotesis tindakan: prestasi berguru pada mata pelajaran Matematika khususnya mengenal bangkit geometri sederhana sanggup ditingkatkan dengan memakai alat peraga. 


Metode Penelitian

Pemilihan sekolah sebagai setting penelitian dilakukan secara porpososif dan SDN Jelaban Sentolo khususnya kelas 1 sebagai pilihannya lantaran SD tersebut yang mengalami permasalahan dalam pembelajaran matematika pada materi geometri. Model penelitian tindakan kelas ini memakai model yang dikemukakan oleh Kemmis dan Mc. Tagart (1998:13). Prosedur dan langkah-langkah penelitian mengikuti prinsip dasar yang berlaku dalam penelitian tindakan. Desain penelitian tindakan terdiri dari empat komponen yang merupakan proses daur ulang (siklus) mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan  refleksi, serta diikuti perencanaan ulang kalau masih diperlukan.  Guru sebagai pelaksana tindakan perlu mengerti pembelajaran pengenalan bangkit geometri sesuai dengan karakteristik anak usia kelas I SD; oleh lantaran itu, ia harus memahami langkah-langkah pembelajaran dan pemanfaatan alat peraga dalam memahamkan anak perihal bangkit geometri sederhana.  Tes awal  dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana penguasaan siswa perihal bangkit geometri sederhana.
. Guru kelas mengelola jalannya pembelajaran , berinteraksi dengan siswa dan peneliti  membantu kalau benar-benar diperlukan. Dalam perjuangan ke arah perbaikan, perencanaan yang telah disusun bersifat fleksibel dan siap dilakukan perubahan sesuai dengan apa yang terjadi di dalam proses pelaksanaan di lapangan.

Monitoring dilaksanakan  dengan tujuan: (1) untuk mengetahui kesesuaian antara pelaksanaan dengan planning tindakan; (2) untuk mengetahui seberapa pelaksanaan tindakan yang sedang berlangsung, dengan cita-cita akan menghasilkan perubahan sesuai yang diinginkan.  Monitoring dilaksanakan oleh peneliti dan kepala sekolah serta  ditambah guru piket. Teknik dan alat pemantauan memakai (a) teknik pengamatan partisipatif dengan memakai instrumen pengamatan untuk guru dan untuk siswa, (b) teknik interview bebas dengan guru dan siswa. (c) pemanfaatan data dokumen menyerupai daftar hadir, hasil karya dan kiprah siswa.

Data kualitatif yang diperoleh selama monitoring, diadakan interpretasi dan diskusi untuk mendapatkan komitmen dan kesimpulan sebagai materi perencanaan selanjutnya. Data kualitatif diperkuat dengan data kuantitatif hasil tes sesudah tindakan dilaksanakan.  Refleksi berfungsi sebagai sarana untuk mengadakan koreksi dan validasi data. Refleksi dilaksanakan mulai dari tahap inovasi masalah, perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Daftar permasalahan yang muncul di lapangan selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk mengadakan perancanaan ulang.  Perlu tidaknya   tindakan lanjutan dilaksanakan, didasarkan pada data kualitatif dari hasil refleksi  dan data kuantitatif yang merupakan tes hasil belajar. Penelitian dilarang jika   data kualitatif sudah memperlihatkan baik (sesuai dengan harapan) dan data kuantitatif  sudah mencapai rata-rata 7,0.  Dalam  penelitian tindakan ini , siswa  kelas I SDN Jelaban Sentolo menjadi subjek penelitian, lantaran siswa tersebut yang mengalami permasalahan dalam memahami konsep-konsep matematika khususnya bangkit geometri sederhana. Data  dalam penelitian ini dikumpulkan dengan instrumen pemantau proses pembelajaran dan instrumen pemantau reaksi siswa selama pembelajaran. Di samping itu,  data ditambah dengan interview secara insidental. Data yang terkumpul merupakan data kualitatif, sedangkan data kuantitatif dikumpulkan dengan instrumen tes hasil belajar. Data kuantitatif dianalisis dengan teknik statistik deskriptif, yaitu dengan mencari mean, nilai terendah dan nilai tertinggi. Data kualitatif dianalisis dengan teknik interpretatif disertai diskusi , serta rata-rata rating  pendapat



Hasil Penelitian 

Sebelum dilaksanakan  tindakan yang sesungguhnya, peneliti mengadakan tes awal, dengan instrumen tes yang telah disusun sebelumnya. Soal tes didasarkan pada GBPP, dan materi yang telah diberikan guru, sehingga mempunyai validitas isi (content validity).   Tingkat kemampuan kelas 1 dalam menuntaskan soal – soal tentang  pengenalan bangkit geometri sederhana memperlihatkan rata-rata (mean ) 43 pada rentang skor antara 0 hingga 100, dengan skor tertinggi 80 dan terendah 23. Sebagian besar dari mereka belum menguasai ciri-ciri bangkit ruang.

Sebelum tindakan gotong royong dimulai, guru sebagai pelaksana tindakan perlu menguasai  metode pembelajaran pengenalan bangkit geometri sederhana dengan peragaan benda faktual yang diteruskan semi faktual dan karenanya bentuk abstrak.  Sebelum  tindakan yang gotong royong dilaksanakan, terlebih dulu diadakan diskusi dengan guru dan diselipkan metode pembelajaran pengenalan bangkit geometri sederhana dengan memanfaatkan alat peraga dengan nuansa kooperatif.

Setelah instruksi dicapai dan guru kelas 1 mengerti dan memahami instruksi dari peneliti, perihal langkah-langkah pembelajaran, planning pelaksanaan pembelajaran yaitu dua hari berikutnya.  Pada tahap awal penyusunan rancangan tindakan, guru mendiskusikan isi planning pembelajaran, yaitu perihal pokok bahasan, sub. pokok bahasan  serta tujuan yang akan dicapai dalam proses pembelajaran. Kegiatan guru dan siswa juga dibahas dalam rancangan tersebut. Lembar kegiatan digunakan untuk memandu siswa dalam proses pembelajaran, berisi perihal (1) kegiatan yang dilaksanakan siswa dalam proses pembelajaran, (2) materi yang harus didiskusikan siswa dalam proses pembelajaran dan (3) materi yang harus dipecahkan dalam kelompok.

Perencanaan tindakan selalu disusun sewaktu akan melaksanakan tindakan. Pembelajaran direncanakan untuk menyajikan pengenalan bangkit geometri sederhana dalam 1 kali pertemuan (2x 30 menit).   Media yang digunakan pada kesempatan ini yaitu :  bentuk bangkit datar dan  bangkit ruang yang terbuat dari kertas karton.  Di samping itu,  disediakan juga peragaan bangun-bangun tersebut terbuat dari plastik dan kayu serta kawat.

Pelaksanaan tindakan pada siklus 1 ini pada hakikatnya untuk menolong siswa mengenali ciri-ciri bangkit geometri sederhana, yaitu: segitiga, segiempat, bola, kubus balok dan tabung. Pada awalnya guru bercerita dan menunjuk benda-benda yang telah dikenal siswa baik yang ada di dalam maupun di luar kelas terutama yang berbentuk segitiga, segiempat, bola, tabung dan kubus, sehingga siswa diharapkan  benar-benar tertarik terhadap situasi pembelajaran. Hal itu pun dikaitkan pula dengan mainan belum dewasa khususnya anak sebaya dengan siswa kelas 1. Setelah siswa kelihatan tertarik, mereka diperlihatkan alat peraga bangkit datar segitiga dan segiempat yang terbuat dari plastik dan sebagian lagi terbuat dari kertas karton, serta  terbuat dari kawat. Satu per satu guru menceritakan namanya untuk setiap bangkit sambil menunjukkannya bangkit tersebut.  Guru menganggap bahwa  siswa sudah memahami dan sekaligus mengenal bangun-bangun geometri yang ditunjukkan. Dengan perkiraan demikian, selanjutnya, guru membagikan lembar kerja siswa kepada masing-masing kelompok. Lembar kerja siswa dikerjakan secara berkelompok, sehingga mereka mendiskusikan nama- nama gambar bangkit yang diberikan. Setelah semua soal terjawab dan terpecahkan, guru pribadi mencocokkannya pekerjaan siswa dengan menukar hasil pekerjaan tersebut antar kelompok.  Terjadilah perdebatan dan diskusi di antara mereka dalam mempertahankan tanggapan dari kelompoknya masing-masing. Sebagian  besar dari mereka, saling mempertahankan pendapat kelompoknya masing-masing.  Dengan tuntunan guru ke arah kebenaran nama-nama bangkit geometri, karenanya masing –masing kelompok mengakui bahwa yang benar memang benar dan yang salah memang seharusnya salah. Setelah guru menganggap siswa sudah mendapatkan semua tanggapan yang sudah ditentukan, karenanya guru memperlihatkan pekerjaan yang berupa tes selesai pembelajaran kepada siswa.  Tes selesai tersebut dikerjakan secara individual untuk mengukur keberhasilan pada siklus pertama.  Setelah waktu telah selesai, guru mengumpulkan pekerjaan siswa dan sekaligus menutup pelajaran.  Hari berikutnya, sesudah guru selesai mengoreksi pekerjaannya, peneliti bersama kepala sekolah, guru sebagai pelaksana pembelajaran, dan guru jaga sebagai pemonitor proses pembelajaran, setuju untuk mengadakan pertemuan serta diskusi untuk merefleksi proses pembelajaran yang gres saja dilaksanakan.  Berdasarkan data hasil tes yang gres saja dikoreksi guru, nilai rata-rata hasil tes selesai memperlihatkan rata-rata gres 50,4. Di samping itu, hasil monitoring terhadap siswa memperlihatkan bahwa motivasi siswa mempelajari pengenalan bangkit geometri sederhana masih dalam kategori kurang. Masih banyak siswa yang belum berkonsentrasi dan terlibat aktif dalam pembelajaran. Siswa juga belum menerima kesempatan untuk memahami ciri-ciri bangkit yang dikaitkan dengan namanya. Belum kelihatan secara nyata siswa bisa memahami nama-nama bangkit dengan ciri-ciri bangkit yang tersedia khususnya bangkit ruang dan bangkit datar segiempat.

Hasil tes selesai memperlihatkan capaian prestasi masih rendah. Guru masih kelihatan canggung dan belum sepenuhnya bisa mengendalikan kelas serta membimbing di dalam kelompok diskusi. Pengelolaan waktu pun juga belum sesuai dengan perencanaan.   Pada waktu siswa diberi kesempatan untuk bekerja secara kelompok dalam mengerjakan LKS, tidak sedikit siswa yang berdiskusi sendiri dan tidak mendiskusikan materi pembelajaran. Dari kenyataan yang sanggup ditangkap, dan komitmen hasil diskusi, sanggup disimpulkan bahwa perlu adanya perencanaan pembelajaran ulangan. Dengan kata lain, siklus yang kedua masih perlu diadakan, dengan memperhatikan hal-hal menyerupai berikut ini.

1. Guru lebih terampil dalam membimbing siswa dan  memanfaatkan alat peraga.
2. Guru lebih terampil di dalam mengelola kelas, terutama dalam memotivasi dan
mengaktifkan dalam bekerja secara kooperatif pada waktu mengerjakan LKS.
3. Guru perlu tegas dalam merespon reaksi dan tanggapan siswa.
4. Siswa perlu diberi ksempatan yang cukup untuk mengingat-ingat kaitan antara   nama bangkit geometri sederhana dan ciri-ciri bangkit tersebut.
5. Hasil tes selesai diusahakan untuk ditingkatkan dengan memperhatikan ciri-ciri bangkit datar segiempat dan bangkit ruang yang belum dikuasai siswa.

Pelaksanaan siklus II yaitu ahad berikutnya, tepatnya hari selasa, 9,  Agustus 2005. Guru  terlebih dahulu menyusun planning pembelajaran baru, lantaran pelaksanaan secara keseluruhan juga mencakup perencanaan, tindakan (action) yang diikuti dengan monitoring dan diakhiri dengan refleksi. Pada siklus II ini direncanakan masih menyajikan materi perihal pengenalan bangkit geometri sederhana dengan menekankan materi yang belum sepenuhnya dikuasai siswa, terutama bangkit ruang, yaitu tabung dan kubus.  Seperti pada siklus I, waktu yang direncanakan  yaitu (2 x 30 menit) sesuai dengan yang disediakan dalam jadwal.

Pelaksanaan tindakan pada siklus II ini merupakan perjuangan untuk membantu siswa di dalam memahami lebih mendalam perihal ciri-ciri bangkit geometri sederhana dengan namanya.  Dengan begitu, karenanya diharapkan prestasi siswa menjadi semakin meningkat.   Pada tahap apersepsi, siswa masih diajak berdiskusi perihal bangkit datar segiempat yang telah dipelajari sebelumnya serta nama-nama bangkit ruang yaitu kubus, bola dan tabung.  Setelah mereka mengingat nama-nama bangkit tersebut, dimulailah membentuk kelompok dengan tiap kelompok terdiri dari 6 orang anak, lantaran banyaknya siswa ada 32 orang.   Berdasarkan pengalaman pada siklus1, guru lebih menekankan pada siswa untuk sanggup memanipulasi alat peraga lebih intensif. Siswa dipersilahkan saling memegang dan menukar bangkit datar tersebut. Setelah siswa cukup memegang-megang dan meraba-raba bangun-bangun datar tersebut, guru mengambil satu per satu sambil menyebutkan nama bangkit datar tadi seraya mendemonstrasikan ciri-ciri yang ada pada bangkit tersebut. Misalnya, pada waktu mengambil bangkit jajargenjang, ia memperlihatkan cirinya bahwa segiempat tersebut mempunyai dua pasang sisi yang sejajar. Setelah itu, guru membagikan bangkit ruang, menyerupai halnya pada bangkit datar, pada bangkit ruang pun, siswa diberi kesempatan untuk memegang-megang dan meraba-raba serta membanding-bandingkannya terutama bangkit yang sama tetapi terbuat dari materi yang berbeda, masing-masing  dari plastik dan dari kawat. Setelah dianggap cukup, guru mengambil satu persatu bangkit ruang tersebut dan menyebutkan namanya serta dikala itu pula guru memperlihatkan ciri-ciri bangkit yang disebutkan namanya tadi. Sewaktu siswa sudah tidak ada yang menanyakan dan mempersoalkan perihal nama dan ciri-ciri bangkit sederhana, guru pribadi membagikan Lomba Kompetensi Siswa untuk dikerjakan di dalam kelompok.  Seperti pada siklus 1, pada siklus 2 juga sering terjadi perdebatan seru di dalam menentukan tanggapan dari persoalan-persoalan yang ada pada LKS.  Waktu memperlihatkan telah usai, sehingga guru meminta masing-masing kelompok untuk melaporkan hasil diskusinya dan sekaligus mencocokkanya. Antara kelompok satu dan yang lainnya, terkadang berbeda jawabannya, sehingga pada waktu setiap kelompok melaporkan hasilnya, tidak jarang terjadi perdebatan antar kelompok, dan itulah merupakan suatu proses pembelajaran. Namun demikian, guru bisa mengarahkan ke tanggapan yang benar dan disepakati bersama. Setelah dirasa tidak ada siswa yang mempersoalkan dan menanyakan perihal soal-soal yang ada di LKS, guru meminta siswa untuk duduk pada daerah duduknya masing-masing. Soal tes selesai tindakan pribadi dibagikan kepada siswa dan siswa mengerjakannya secara individual. Karena waktunya segera habis, maka pekerjaaan siswa dikoreksi guru di rumah. Hasil tes yang dicapai dari tindakan ke dua ini, rata-ratanya yaitu 62 dengan skor terendah 43 dan tertinggi 86 pada rentang skor antara 0 – 100. Hasil observasi perihal pengelolaan pembelajaran oleh guru dan respon siswa terhadap pembelajaran masih belum sesuai cita-cita dengan indikator sebagai berikut ini.

1. Guru belum sepenuhnya bisa mengendalikan siswa dalam proses pembelajaran.
2. .Masih banyak siswa yang tidak terlibat dalam menentukan tanggapan sewaktu diskusi dan menuntaskan soal-soal pada LKS.
3. Sebagian lagi ada yang aktif tetapi tidak mediskusikan materi perihal bangkit geometri sederhana.
4. Walaupun sebagian siswa sudah tertarik dan agresif di dalam mengikuti pembelajaran, namun masih ada juga beberapa siswa yang hirau saja atau berpura-pura aktif.

Dari hasil pengamatan sanggup disimpulkan bahwa siswa belum bekerja sungguh sungguh dalam mengidentifikasi dan mengenali bangkit geometri sederhana. Berdasarkan data hasil tes selesai tindakan, hasil obervasi baik proses pembelajaran maupun tingkah laris siswa serta dari hasil diskusi peneliti observer dan kepala sekolah, maka diambil kesimpulan bahwa masih perlu adanya perencanaan ulang untuk lebih meningkatkan kualitas pembelajaran dan prestasi siswa.

Pada siklus 3 ini pada hakikatnya ditekankan pada materi yang belum dikuasai siswa. Bangun tersebut yaitu kubus, silinder dan sebagian bangkit datar segiempat, yaitu jajar genjang, layang-layang dan trapezium.  Perencanaan dan langkah-langkah pembelajaran relatif sama dengan siklus 1 dan 2. Perbedaan yang mencolok yaitu pada metode pembelajarannya. Kali ini guru pribadi membagikan alat peraga yang sudah pernah dikenali siswa sebelumnya. Masing-masing kelompok diminta menyebutkan nama dari tiap-tiap bangkit yang dibagikannya, satu per satu. Jika nama bangkit tidak sesuai dengan bendanya, gres ditawarkan ke kelompok lain  untuk membenarkannya, dan begitu seterusnya. Karena ada nuansa persaingan antarkelompok, maka masing-masing anggota kelompok tetap memperhatikan, pada waktu  kelompok lain menyebutkan nama dan memperlihatkan bangkit yang dimaksud. Siklus ke tiga ini guru cenderung hanya mengecek apakah siswa sudah benar-benar paham nama bangkit dengan ciri-cirinya atau belum. Setelah hampir seluruh siswa diminta untuk memperlihatkan bangkit tertentu dengan namanya, pribadi guru memberi kiprah LKS, lantaran dirasa siswa sudah menguasai materi pengenalan bangkit geometri sederhana. Setelah dicocokkan, hampir seluruh kelompok mengerjakan benar untuk setiap soal.  Setelah siswa dianggap menguasai materi, dan tidak ada lagi yang  bertanya,  serta  siswa telah menduduki daerah duduknya masing-masing ,  guru membagikan soal tes hasil berguru dengan guru meminta siswa untuk mengerjakannya secara individual, tidak diperbolehkan berafiliasi dalam bentuk apa pun. Dengan demikian, para siswa kelihatan berkonsentrasi benar dalam mengejakan tes serta mereka mematuhi perintah guru, sehingga mereka benar-benar mengerjakannya sendiri. Di samping itu, sebagian besar dari mereka sudah memahami dan menguasai materi pembelajaran, lantaran hanya merupakan materi ulangan.   Sebelum waktu tes yang disediakan usai, sebagian besar dari mereka telah selesai mengerjakannya, sehingga guru berhasil mengumpulkan pekerjaan siswa 5 menit sebelum waktu yang telah ditentukan. Segera guru menutup pelajaran sambil memotivasi siswa supaya tetap berguru dan berlatih dengan lebih tekun.  Sehari berikutnya, peneliti, guru kelas sebagai pelaksana pembelajaran, serta guru jaga sebagai pengamat  setuju untuk mengadakan pertemuan guna membahas pelaksanaan pembelajaran yang gres saja dilaksanakan. Masing-masing diharapkan menyiapkan data yang telah terkumpul baik data kuantitatif yang berupa hasil tes  maupun data kualitatif yang merupakan hasil pengamatan dari para pengamat.

Dari hasil tes, observasi dan wawancara secara insidental, serta diskusi antara peneliti, kepala sekolah, guru pelaksana pembelajaran serta guru jaga, maka sanggup disimpulkan hal-hal menyerupai berikut ini.

1. Hasil tes selesai sudah memperlihatkan rata-rata  sesuai dengan yang diharapkan, yaitu dengan rata-rata skor  71,  pada rentang skor antara 0 – 100.
2. Hampir semua siswa pada kelompoknya masing-masing, sudah aktif berdiskusi perihal materi bangkit datar segitiga dan segiempat serta bangkit ruang sederhana.
3. Karena secara tidak pribadi mereka sanggup saling mendapatkan dan memberi (take and gave) informasi dan pengetahuan, mereka sangat semangat dan antusias dalam berdiskusi.
4. Mereka merasa bahagia bisa menyebutkan nama bangkit geometri tertentu yang diikuti dengan  ciri-cirinya serta mengaitkannya dalam kehidupan sehari-hari.
5. Guru sudah kelihatan mantap dalam  mengelola dan mengendalikan jalannya pembelajaran.
Dengan pertimbangan data yang tersedia dan hasil diskusi antara peneliti, kepala sekolah dan guru jaga,  diputuskan bahwa tidak perlu lagi diadakan  perencanaan dan tindakan lanjutan.



Pembahasan

Sebelum melaksanakan pembelajaran sebagai wujud penelitian tindakan, diadakan tes awal untuk mengetahui kemampuan siswa perihal bangun-bangun geometri sederhana yang telah mereka pernah pelajari. Dari hasil tes awal ini diperoleh informasi bahwa siswa belum menguasai materi (belum benar-benar mengenal) nama-nama dan ciri-ciri dari masing-masing  bangkit geometri sederhana.  Rata-rata hasil tes awal itu hanya 43, pada rentang skor antara 0-100.   Kurangnya pemahaman siswa terhadap materi bangkit geometri sederhana ini, diduga besar lengan berkuasa disebabkan oleh proses pembelajaran yang telah berlangsung selama ini. Seperti telah terditeksi oleh peneliti sebelumnya, proses pembelajaran selama ini yaitu mengunakan system komando, di mana siswa kurang diberi kesempatan untuk mengenali sendiri ciri-ciri bangkit yang dipelajari, dan mereka lebih banyak disuruh menghafal.  Pembelajaran yang hanya dengan menghafal pada bidang studi matematika tidak akan tertanam pada memory siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Ausubel (Bell, 1978: 131) bahwa berguru hanya dengan mendapatkan informasi tidak akan melibatkan mental siswa dalam berpikir dan tidak akan melahirkan penemuan. Siswa seharusnya dilibatkan untuk menginternalisasikan materi ke dalam struktur kognitifnya, sehingga suatu dikala sanggup mengungkapkan kembali dan menggunakannya. Jika hanya melalui hafalan, siswa tidak sanggup mengaitkan informasi yang diperoleh ke dalam struktur kognitifnya, sehingga informasi ini tidak sanggup diendapkan dan hanya mengingat fakta-fakta yang sederhana ( Ausubel dalam Hudojo, 1988: 62).

Pada siklus 1 , langkah-langkah pembelajaran belum sesuai dengan planning pembelajaran, di samping guru belum terampil dalam penyampaian pembelajaran, guru juga belum bisa memotivasi siswa dalam mengenal dan memberi nama sesuai dengan ciri-ciri bangkit yang dimaksud. Pelaksanaan diskusi belum berjalan sesuai dengan harapan, lantaran siswa belum termotivasi dengan baik. Jika siswa termotivasi untuk menguasai ciri-ciri bangkit geometri sederhana beserta namanya, siswa akan memusatkan perhatiannya terhadap aspek yang relevan dalam pembelajaran. (Dahar, 1996: 174).

Pelaksanaan siklus ke dua sudah lebih manis disbanding sikluis 1, walaupun masih juga ada siswa yang tidak berpartisipasi aktif di dalam pembelajaran serta tidak tahu yang harus diperbuat. Walaupun masih ada beberapa siswa yang berbincang-bincang dan bersenda gurau, namun  secara keseluruhan pembelajaran sudah berjalan lebih baik. Hal tersebut lantaran siswa sudah memahami apa yang harus dikerjakan biar mereka sanggup menguasai materi pembelajaran.  Hasil tes selesai pun sudah memperlihatkan peningkatan yang cukup siginifikan.

Pada siklus III, pelaksanaan kegiatan pembelajaran sudah sesuai dengan rencana. Hal ini disebabkan selain merupakan pengulangan pembelajaran, guru juga sudah benar-benar mengerti bagaimana ia bertindak sebagai perwujudan pelaksanaan  pembelajaran dengan  peragaan benda konkret.. Pada siklus ini, semua materi tak terkecuali bangkit datar segiempat, dan  bangkit ruang silinder serta kubus sudah tidak lagi menjadi kasus bagi tiap-tiap kelompok. Diskusi kelompok juga  cukup hidup, walaupun siswa yang termasuk kategori kurang, tetap menangkap ciri-ciri bangkit dan sekaligus namanya yang diperoleh dari temannya sendiri. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Vigotsky (Nur, 1998:7), bawa unsur kunci perubahan kognitif yaitu pemfokusan pada hakikat sosial dalam berguru dan penguasaan kelompok sejawat untuk memodelkan cara berpikir yang sesuai dan saling mengemukakan serta menantang miskonsepsi di antara mereka sendiri.

Pembelajaran guru yang dimulai dari benda faktual ( benda sesungguhnya), menuju ke gambar (semi konkret) dan gres ke abnormal (menggunakan simbol ) sudah memenuhi asas berguru dari dari Bruner ( Orton, 1992: 49), yaitu  inactive, iconic, symbolic.  


Kesimpulan 

Dari data yang terpapar, temuan penelitian yang telah terurai dan pembahasan pada belahan sebelumnya, maka sanggup ditarik kesimpulan menyerupai berikut ini.
1. Pembelajaran pengenalan bangkit geometri sederhana dengan peragaan benda faktual bisa meningkatkan pemahaman dan sekaligus prestasi siswa perihal pengetahuan bangkit geometri sederhana.
2. Pembelajaran pengenalan bangkit geometri sederhana  di SDN Jelaban Sentolo ini mempunyai karakteristik  menyerupai berikut ini.

Peneliti, bersama-sama guru kelas sebagai pelaksana pembelajaran menyediakan aneka macam alat peraga untuk membantu siswa dalam mengenal bangkit geometri sederhana. Siswa dibuat di dalam kelompok-kelompok diskusi. Setiap kelompok terdiri dari aneka macam macam kemampuan. Setiap kali siswa belum bisa memahami ciri bangkit geometri tertentu guru berusaha memperlihatkan dan menjelaskannya dengan aneka macam macam cara.

Dengan metode penyajian alat peraga dalam pembelajaran yang disertai cooperatif learning di dalam kelompok, karenanya guru berhasil membelajarkan siswa dalam mengenal bangkit geometri sederhana dengan ciri-cirinya sendiri  yang diikuti namanya.
Walaupun pada awal pembelajaran (siklus I) siswa dalam kelompok masih ada yang berdiskusi perihal permainan, sepak bola dan sebagainya, namun pada siklus II, membaik dan pada siklus III, mereka sudah serius berdiskusi perihal materi pembelajaran dan tidak ada lagi di antara mereka yang hanya bengong, melamun dengan tatapan kosong. Siswa merasa bahagia dan agresif dalam mengikuti pembelajaran dengan penggunaan alat peraga.


Saran

1. Mengingat pembelajaran pengenalan geometri sederhana sanggup dijelaskan dengan peragaan yang menghasilkan kualitas yang memuaskan, maka model pembelajaran ini sanggup dijadikan alternatif pembelajaran.
2. Model pembelajaran ini dibutuhkan guru yang inovatif dan kreatif dan guru yang telah melaksanakannya perlu mengimbaskan kepada guru lain.



Daftar Pustaka

Bell, F. H (1978). Teaching and Learning Mathematics in Secondary Schools. An Introduction to theory and Methods. Second Edition. Boston: Allyn and Bacond.
Bower, G.H & Hilgard. (1975). Theories of Leraning. New York.  Mc. Graw. Hill.
Dahar, R.W.1996. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Hudojo, H. (1988). Pembelajaran Matematika berdasarkan Pandangan Konstruktivistik. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika, Malang: PROGRAM PASCASARJANA IKIP Malang.
Hudojo, H. (1998). Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan Konstruktivistik. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional. Pendidikan Matematika Malang: PROGRAM PASCASARJANA IKIP MALANG.
Kemmis, S & Taggart, R. (1990). The Action Reseacrh Planner. Deakin University.
Biodata
P. Sarjiman, lahir di Sleman tahun 1954,  lulus Sarjana  (1980) pada jurusan Bahasa Inggris dari FKSS IKIP Yogyakarta. Tahun 1995, ia lulus Sarjana Pendidikan Matematika dari IKIP Malang dan tahun 1999 memperoleh  Magister Pendidikan pada kegiatan studi PEP dari IKIP Yogyakarta. Pada tahun 2005, ia memperoleh  Magister Pendidikan Matematika SD dari Universitas Negeri Malang.

Related : Pemanfaatan Alat Peraga Dalam Pembelajaran Pengenalan Berdiri Geometri Sederhana Di Kelas I Sd

0 Komentar untuk "Pemanfaatan Alat Peraga Dalam Pembelajaran Pengenalan Berdiri Geometri Sederhana Di Kelas I Sd"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)