Perjuangan Rakyat Melawan Penjajah Belanda


Bangsa Belanda pernah menguasai Indonesia lebih dari 300 tahun. Dalam kurun waktu itu, berkali-kali rakyat Indonesia mengadakan perlawanan. Pada cuilan ini kita akan membahas ihwal kedatangan Bangsa Belanda ke Indonesia, bentuk-bentuk penindasan Bangsa Belanda, dan usaha menentang penjajahan Bangsa Belanda.
    
    1.   Kedatangan Bangsa Belanda
Bangsa Eropa mulai mencari barangbarang kebutuhan sehari-hari, ibarat buah-buahan, rempah-rempah, wol, porselin , dan lain-lain dari negara-negara di luar Eropa. Indonesia, populer sebagai tempat penghasil rempah-rempah. Rempah- rempah yang dihasilkan bangsa Indonesia digunakan sebagai materi obatobatan, penyedap makanan, dan pengawet makanan. Maka, berlomba-lombalah Bangsa Eropa untuk mendapat rempah-rempah dari Indonesia. Bangsa Belanda hingga ke Indonesia pada tanggal 22 Juni 1596. Armada Belanda berhasil mendarat di Banten, Jawa Barat. Pada awalnya, kedatangan Bangsa Belanda disambut baik oleh Sultan Banten. Kegiatan perdagangan menjadi ramai. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Bangsa Belanda bermetamorfosis serakah dan kasar. Sikap itu mengakibatkan mereka dimusuhi dan diusir dari Banten.  


2. Penindasan lewat VOC
Dua tahun sehabis kedatangan pertama, bangsa Belanda tiba lagi ke Indonesia. Kali ini mereka bersikap baik dan ramah. Belanda sanggup diterima kembali di Indonesia. Banyak pedagang Belanda tiba ke Indonesia. Hal ini mengakibatkan terjadinya persaingan dagang dan pertikaian di antara mereka. Akibatnya, harga rempah-rempah tidak terkendali. Untuk
menghindari pertikaian yang lebih parah pada tanggal 20 Maret 1602 dibuat Perkumpulan Dagang Hindia Timur atau Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Mula-mula acara VOC hanya berdagang. Akan tetapi, lama-kelamaan VOC berusaha menguasai perdagangan (monopoli). Untuk mewujudkan maksud itu VOC membentuk tentara, mencetak mata uang sendiri, dan mengadakan perjanjian dengan raja-raja setempat.
Di Maluku VOC melaksanakan Pelayaran Hongi (patroli laut) untuk mengawasi rakyat Maluku biar tidak menjual rempah-rempah mereka kepada pedagang lain. Untuk mempertahankan harga, VOC juga memerintahkan penebangan sebagian pohon rempah-rempah milik rakyat. VOC memperlihatkan sanksi berat kepada rakyat yang melanggar aturan monopoli itu.
Pusat-pusat perdagangan yang dikuasai VOC yakni Ambon, Jayakarta, dan Banda. Pusat perdagangan Jayakarta direbut Belanda pada masa Gubernur Jenderal J.P. Coen. Ia mengganti nama Jayakarta menjadi Batavia. Coen kemudian membangun kota Batavia dengan gaya Belanda. Kantor VOC yang semula ada di Ambon dipindahkan ke Batavia. VOC bisa berdiri dalam waktu yang sangat lama. Pada Tanggal 31 Desember 1799, VOC dibubarkan. VOC dibubarkan lantaran sebab-sebab berikut ini :

  1. Pejabat-pejabat VOC melaksanakan korupsi dan hidup mewah.
  2. VOC menanggung biaya perang yang sangat besar.
  3. Kalah bersaing dengan pedagang Inggris dan Prancis.
  4. Para pegawai VOC melaksanakan perdagangan gelap.
Pada tanggal 1 Januari 1800, kekuasaan VOC di Indonesia digantikan eksklusif oleh pemerintah Kerajaan Belanda. Semua hutang VOC ditanggung oleh Kerajaan Belanda. Sejak ketika itu, Indonesia diperintah lansung oleh pemerintah Belanda. Pemerintahan Kerajaan Belanda atas wilayah Indonesia ini berlansung hingga tahun 1942. Pemerintah Belanda di Indonesia dinamakan Pemerintahan Hindia Belanda.


3. Penindasan lewat kerja paksa, penarikan pajak, dan tanam paksa
Pada tahun 1806, Napoleon Bonaparte berhasil menaklukkan Belanda. Napoleon mengubah bentuk negara Belanda dari kerajaan menjadi republik. Napoleon ingin memberantas penyelewengan dan korupsi serta mempertahankan Pulau Jawa dari Inggris. Ia mengangkat
Herman Willem Daendels menjadi Gubernur Jenderal di Batavia. Untuk menahan serangan
Inggris, Daendels melaksanakan tiga hal, yaitu :

  1. menambah jumlah prajurit,
  2. membangun pabrik senjata, kapal-kapal baru, dan pos-pos pertahanan,
  3. membangun jalan raya yang menghubungkan pos satu dengan pos lainnya.
Daendels memberlakukan kerja paksa tanpa upah untuk membangun jalan. Kerja paksa ini dikenal dengan nama kerja rodi. Rakyat dipaksa membangun Jalan Raya Anyer-Panarukan yang panjangnya sekitar 1.000 km. Jalan ini juga dikenal dengan nama Jalan Pos. Selain untuk membangun jalan raya, rakyat juga dipaksa menanam kopi di kawasan Priangan untuk pemerintah Belanda. Banyak rakyat Indonesia yang menjadi korban kerja rodi. Untuk mendapat dana biaya perang pemerintah kolonial Belanda menarik pajak dari rakyat. Rakyat diharuskan membayar pajak dan menyerahkan hasil bumi kepada pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1811, Daendels dipanggil ke Belanda. Ia digantikan oleh Gubernur Jenderal Janssens. Saat itu pasukan Inggris berhasil mengalahkan Belanda di kawasan Tuntang, bersahabat Salatiga, Jawa Tengah. Gubernur Jenderal Janssens terpaksa menandatangani Perjanjian Tuntang. Berikut ini isi Perjanjian Tuntang : 

  1. Seluruh wilayah jajahan Belanda di Indonesia diserahkan kepada Inggris.
  2. Adanya sistem pajak/sewa tanah.
  3. Sistem kerja rodi dihapuskan.
  4. Diberlakukan sistem perbudakan.
Inggris berkuasa di Indonesia selama lima tahun (1811-1816). Pemerintah Inggris mengangkat Thomas Stamford Raffles menjadi Gubernur Jenderal di Indonesia. Pemerintah memberlakukan sistem sewa tanah yang dikenal dengan nama landrente. Rakyat yang menggarap tanah diharuskan menyewa dari pemerintah. Pada tahun 1816, Inggris menyerahkan wilayah Indonesia kepada Belanda. Pemerintah Belanda menunjuk Van Der
Capellen sebagai gubernur jenderal. Van Der Capellen mempertahankan monopoli
perdagangan yang telah dimulai oleh VOC dan tetap memberlakukan kerja paksa.

  1. Pada tahun 1830, Van Der Capellen diganti Van Den Bosch. Bosch mendapat kiprah mengisi kas Belanda yang kosong. Ia memberlakukan tanam paksa atau cultuur stelsel untuk mengisi kas pemerintah yang kosong. Van Den Bosch menciptakan aturanaturan untuk tanam paksa sebagai berikut.Rakyat wajib menyediakan 1/5 dari tanahnya untuk ditanami tanaman yang laris di pasaran Eropa.
  2. Tanah yang digunakan untuk tanamam paksa bebas dari pajak.
  3. Hasil tanaman diserahkan kepada Belanda.
  4. Pekerjaan untuk tanam paksa tidak melebihi pekerjaan yang diharapkan untuk menanam padi.
  5. Kerusakan-kerusakan yang tidak sanggup dicegah oleh petani menjadi tanggungan Belanda.
  6. Rakyat Indonesia yang bukan petani harus bekerja 66 hari tiap tahun bagi pemerintah Hindia Belanda.
Kenyataannya, ada banyak penyelewengan dari ketentuan itu. Misalnya, tanah yang harus disediakan oleh petani melebihi luas tanah yang telah ditentukan, rakyat harus menanggung kerusakan hasil panen, rakya harus bekerja lebih dari 66 hari, dan lain-lain. Akhirnya ketentuanketentuan yang diatur dalam tanam paksa tidak berlaku sama sekali.
Pemerintah Belanda semakin bertindak sewenang-wenang. Tanam paksa mengakibatkan penderitaan luar biasa bagi rakyat Indonesia. Hasil pertanian menurun. Rakyat mengalami kelaparan. Akibat kelaparan banyak rakyat yang mati. Sebaliknya, tanam paksa ini memberikan
keuntungan yang melimpah bagi Belanda. Namun, masih ada orang Belanda yang peduli terhadap nasib rakyat Indonesia. Di antaranya yakni Douwes Dekker. Ia mengecam tanam paksa melalui bukunya yang berjudul Max Havelaar, dengan nama samaran Multatuli. Max Havelaar menceritakan penderitaan bangsa Indonesia sewaktu dilaksanakan tanam paksa.
Max Havelaar menggegerkan seluruh warga Belanda. Timbul perdebatan jago ihwal tanam paksa di negeri Belanda. Akhirnya, Parlemen Belanda me-mutuskan untuk menghapus tanam paksa secepatnya.

4. Perlawanan menentang penjajahan Belanda
Monopoli perdagangan, kerja paksa, penarikan pajak, sewa tanah, dan tanam paksa menimbulkan banyak kerugian dan menciptakan sengsara rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia tidak tahan lagi. Rakyat Indonesia melaksanakan perlawanan memperjuangkan martabat dan kemerdekaannya. Dari seluruh penjuru tanah air timbul perlawanan terhadap penjajah Belanda. Perhatikan peta perlawanan-perlawanan yang terjadi pada Gambar 6.6 di halaman 136 atas! Kita akan membahas beberapa di antaranya.


a. Perlawanan terhadap VOC
Pada ketika VOC berkuasa di Indonesia terjadi beberapa kali perlawanan. Pada tahun 1628 dan 1629, Mataram melancarkan serangan besar-besaran terhadap VOC di Batavia. Sultan Agung mengirimkan ribuan prajurit untuk menggempur Batavia dari darat dan laut. Di Sulawesi Selatan VOC mendapat perlawanan dari rakyat Indonesia di bawah pimpinan Sultan Hassanuddin. Perlawanan terhadap VOC di Pasuruan Jawa Timur dipimpin oleh Untung Suropati. Sementara Sultan Ageng Tirtayasa mengobarkan perlawanan di kawasan Banten.


b. Perlawanan Pattimura (1817)
Belanda melaksanakan monopoli perdagangan dan memaksa rakyat Maluku menjual hasil rempah-rempah hanya kepada Belanda, menentukan harga rempah-rempah secara semena-mena, melaksanakan pelayaran hongi, dan menebangi tanaman rempahrempah milik rakyat. Rakyat Maluku berontak atas perlakuan Belanda. Dipimpin oleh Thomas Matulessi yang nantinya terkenal dengan nama Kapten Pattimura, rakyat Maluku melaksanakan perlawanan pada tahun
1817. Pattimura dibantu oleh Anthony Ribok, Philip Latumahina, Ulupaha, Paulus Tiahahu, dan seorang pejuang wanita Christina Martha Tiahahu. Perang melawan Belanda meluas ke banyak sekali kawasan di Maluku, ibarat Ambon, Seram, Hitu, dan lain-lain.
Belanda mengirim pasukan besarbesaran. Pasukan Pattimura terdesak dan bertahan di dalam benteng. Akhirnya, Pattimura dan kawan-kawannya tertawan. Pada tanggal 16 Desember 1817, Pattimura dieksekusi gantung di depan Benteng Victoria di Ambon.


c. Perang Padri (1821-1837)
Perang Padri bermula dari kontradiksi antara kaum susila dan kaum agama (kaum Padri). Kaum Padri ingin memurnikan pelaksanaan agama Islam. Gerakan Padri itu ditentang oleh kaum adat. Terjadilah bentrokan- bentrokan antara keduanya. Karena terdesak, kaum susila minta santunan kepada Belanda. Belanda bersedia membantu kaum susila dengan imbalan sebagian wilayah Minangkabau. Pasukan Padri dipimpin oleh Datuk Bandaro. Setelah ia wafat diganti oleh Tuanku Imam Bonjol. Pasukan Padri dengan taktik perang gerilya, berhasil mengacaukan pasukan Belanda. Karena kewalahan, Belanda mengajak berunding. Pada tahun
1925 terjadi gencatan senjata. Belanda mengakui beberapa wilayah sebagai kawasan kaum Padri. Perang Padri meletus lagi sehabis Perang Diponegoro berakhir. Tahun 1833 terjadi pertempuran jago di kawasan Agam. Tahun 1834 Belanda mengepung pasukan Bonjol. Namun pasukan Padri sanggup bertahan hingga dengan tahun 1837. Pada tanggal 25 Oktober 1837, benteng Imam Bonjol sanggup diterobos. Beliau tertangkap dan ditawan.


d. Perang Diponegoro (1925-1830)
Perang Diponegoro berawal dari kekecewaan Pangeran Diponegoro atas campur tangan Belanda terhadap istana dan tanah tumpah darahnya. Kekecewaan itu memuncak ketika Patih Danureja atas perintah Belanda memasang tonggak-tonggak untuk menciptakan rel kereta api melewati makam leluhurnya. Dipimpin Pangeran Diponegoro, rakyat Tegalrejo menyatakan perang melawan Belanda tanggal 20 Juli 1825. Diponegoro dibantu oleh Pangeran Mangkubumi sebagai penasehat, Pangeran Ngabehi Jayakusuma sebagai panglima, dan Sentot Ali Basyah Prawiradirja sebagai panglima perang. Pangeran Diponegoro juga didukung oleh para ulama dan bangsawan. Daerah-daerah lain di Jawa ikut berjuang melawan Belanda. Kyai Mojo dari Surakarta mengobarkan Perang Sabil. Antara tahun 1825-1826 pasukan Diponegoro bisa mendesak pasukan Belanda. Pada tahun 1827, Belanda mendatangkan santunan dari Sumatra dan Sulawesi. Jenderal De Kock menerapkan taktik perang benteng stelsel. Taktik ini berhasil mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro. Banyak pemimpin pasukan Pangeran Diponegoro gugur dan tertangkap. Namun demikian, pasukan Diponegoro tetap gigih. Akhirnya, Belanda mengajak berunding. Dalam perundingan
yang diadakan tanggal 28 Maret 1830 di Magelang, Pangeran Diponegoro ditangkap Belanda. Beliau diasingkan dan meninggal di Makassar.

e. Perang Banjarmasin (1859-1863)
Penyebab perang Banjarmasin yakni Belanda melaksanakan monopoli perdagangan
dan mencampuri urusan kerajaan. Perang Banjarmasin dipimpin oleh Pangeran Antasari.
Beliau didukung oleh Pangeran Hidayatullah. Pada tahun 1862 Hidayatullah ditahan Belanda dan dibuang ke Cianjur. Pangeran Antasari diangkat rakyat menjadi Sultan. Setelah itu perang meletus kembali. Dalam perang itu Pangeran Antasari luka-luka dan wafat.
f. Perang Bali (1846-1868)

Penyebab perang Bali yakni Belanda ingin menghapus aturan tawan karang dan memaksa Raja-raja Bali mengakui kedaulatan Belanda di Bali. Isi aturan tawan karang yakni kerajaan berhak merampas dan menyita barang serta kapal-kapal yang terdampar di Pulau Bali. Raja-raja Bali menolak impian Belanda. Akhirnya, Belanda menyerang Bali. Belanda melaksanakan tiga kali penyerangan, yaitu pada tahun 1846, 1848, dan 1849. Rakyat Bali mempertahankan tanah air mereka. Setelah Buleleng sanggup ditaklukkan, rakyat Bali mengadakan perang puputan, yaitu berperang hingga titik darah terakhir. Di antaranya Perang Puputan Badung (1906), Perang Puputan Kusumba (1908), dan Perang Puputan Klungkung (1908). Salah saut pemimpin perlawanan rakyat Bali yang populer yakni Raja Buleleng dibantu oleh Gusti Ketut Jelantik.

g. Perang Sisingamangaraja XII (1870-1907)
Pada ketika Sisingamangaraja memerintah Kerajaan Bakara, Tapanuli, Sumatera Utara,
Belanda datang. Belanda ingin menguasai Tapanuli. Sisingamangaraja beserta rakyat Bakara mengadakan perlawanan. Tahun 1878, Belanda menyerang Tapanuli. Namun, pasukan
Belanda sanggup dihalau oleh rakyat. Pada tahun 1904 Belanda kembali menyerang tanah Gayo. Pada ketika itu Belanda juga menyerang kawasan Danau Toba. Pada tahun 1907, pasukan Belanda menyerang kubu pertahanan pasukan Sisingamangaraja XII di Pakpak. Sisingamangaraja gugur dalam penyerangan itu. Jenazahnya dimakamkan di Tarutung, kemudian dipindahkan ke Balige.

h. Perang Aceh (1873-1906)
Sejak susukan Suez dibuka pada tahun 1869, kedudukan Aceh makin penting baik dari segi seni administrasi perang maupun untuk perdagangan. Belanda ingin menguasai Aceh. Sejak tahun 1873 Belanda menyerang Aceh. Rakyat Aceh mengadakan perlawanan di bawah pemimpin-pemimpin Aceh antara lain Panglima Polim, Teuku Cik Ditiro, Teuku Ibrahim, Teuku Umar, dan Cut Nyak Dien. Meskipun semenjak tahun 1879 Belanda sanggup menguasai Aceh, namun wilayah pedalaman dan pegunungan dikuasai pejuang-pejuang Aceh. Perang gerilya menciptakan pasukan Belanda kewalahan. Belanda menyiasatinya dengan stelsel konsentrasi, yaitu memusatkan pasukan supaya pasukannya sanggup lebih terkumpul.
Belanda mengirim Dr. Snouck Hurgronje untuk mempelajari sistem kemasyarakatan penduduk Aceh. Dari penelitian yang dibuatnya, Hurgronje menyimpulkan bahwa kekuatan
Aceh terletak pada kiprah para ulama. Penemuannya dijadikan dasar untuk menciptakan siasat perang yang baru. Belanda membentuk pasukan gerak cepat (Marchose) untuk mengejar
dan menumpas gerilyawan Aceh. Dengan pasukan marchose Belanda berhasil mematahkan serangan gerilya rakyat Aceh. Tahun 1899, Teuku Umar gugur dalam pertempuran di Meulaboh. Pasukan Cut Nyak Dien yang menyingkir ke hutan dan mengadakan perlawanan juga sanggup dilumpuhkan.


Dari beberapa perlawanan yang dilakukan oleh rakyat di banyak sekali kawasan pada awalnya mengalami kemenangan tetapi pada kesannya mengalami kekalahan. Hal itu disebabkan lantaran beberapa hal antara lain :
1. Rakyat tidak bersatu, tetapi berjuang secara kedaerahan.
2. Rakyat gampang diadu domba, ingat politik devide et impera (politik sabung domba).
3. Kurangnya persenjataan.


Satuhal yang patut ingat dan diteladani yakni :
1. Semua para jagoan berjuang dengan rela berkorban dan tanpa pamrih
2. Para jagoan mempunyai jiwa dan semangat hidup bersama-sama yang tinggi
3. Perlawanan rakyat memperlihatkan bahwa semua rakyat menolak segala bentuk penjajahan





Related : Perjuangan Rakyat Melawan Penjajah Belanda

0 Komentar untuk "Perjuangan Rakyat Melawan Penjajah Belanda"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)