Al-Farabi, Perihal Ilmu Filsafat



     
Filsafat Kenabian Al-Farabi
Agama Islam yakni agama wahyu dan semua ajarannya yang dibawa oleh Nabi bersumber dari wahyu, bukan darinya. “Dan ia tidak berbicara berdasarkan keinginannya, tapi dari wahyu yang telah diwahyukan kepadanya, diajarnya oleh Jibril” (QS. An-Najm: 3-7). Dari itu, setiap filosof Islam harus memperhatikan hal ini dan berupaya untuk menyelaraskan pemikirannya dengan aliran Islam yang berdasarkan wahyu.
Al-Farabi yakni filosof Islam pertama yang mengkaji duduk perkara Kenabian (nubuwwah) dan telah berhasil menciptakan teori pemaduan antara agama dengan falsafah, dan yang merupakan bab terpenting dalam madzhabnya.
Dalam pemikiran Al-Farabi, filosof, kepala negara, raja, pembuat undang-undang dan imam yakni sama pengertiannya. Agar seseorang sanggup mencapai martabat ini disyaratkan kemampuannya mencapai tingkat “akal mustafad”, sehingga ia sanggup bekerjasama dengan budi aktif (‘aql fa’al) yakni budi ke sepuluh yang juga disebut jibril. Lewat budi ini, Allah memberikan wahyu-Nya kepada orang tersebut. Artinya, budi aktif meneruskan wahyu itu kepada budi pasif (‘aql munfa’il) melalui budi mustafad dan selanjutnya kepada dengan khayal (quwwah mutakhayyilah). Wahyu yang melimpah kepada budi pasif, maka orangnya disebut failasuf sedangkan yang melimpah kepada daya khayal ia disebut Nabi.
Nabi dan filosof yakni dua tokoh yang sangat layak menjadi kepala negara utama alasannya yakni keduanya telah bisa bekerjasama dengan budi aktif yang merupakan sumber aturan dan aturan yang diharapkan bagi kehidupan masyarakat. Namun demikian, filosof tidak sejajar tingkatannya dengan Nabi alasannya yakni setiap Nabi yakni filosof dan tidak setiap filosof itu Nabi. Setiap Nabi mempunyai keistimewaan yang melebihi filosof.

      Filsafat Kenegaraan Al-Farabi
Manusia yakni makhluk sosial yang berhajat kepada masyarakat untuk kolaborasi dalam lapangan pengkidupan, mereka tidak sanggup mencapai kemakmuran dan ketentraman melainkan dengan adanya suyatu pemerintahan. Uncuk mencapai hal itu Al-Farabi menulis sebuah buku yang diberina nama Ara’u Ahli Al-Madinah Al-Fadhilah. Dalam soal filsafat ini Al-Farabi umumnya sesuai dengan filsafat Plato.
Dalam buku tersebut Al-Farabi memperbandingkan antara penduduk negara yang utama itu dengan tubuh manusia, di mana antara satu sama lain terdapat korelasi dekat dan bekerja berdasarkan fungsinya masing-masing demi untuk mencapai kesejahteraan bersama yaitu seluruh tubuh. Makara untuk mencapai kemakmuran bersama perlu adanya kerja yang teratur sesuai kesanggupan masing-masing.
Untuk mengurus negara yang utama itu diharapkan seorang pemimpin yang cakap, tepat moral, intelektual, berani mengambil keputusan yang tepat, tidak tamak dengan harta dan menerima limpahan ilmu dari Tuhan.
Pemimpin negara yang sanggup memenuhi persyaratan dan tugas-tugas di ataslah yang sanggup menjadikan negaranya menjadi negara utama. Sebaliknya apabila negara dipimpin oleh orang yang tidak mencukupi persyaratan di atas jadilah negara itu menjadi negara tidak sempurna.

         Pola Pikir Tasawuf Al-Farabi
Al-Farabi sebagai seorang filosuf telah menghimpun aneka macam konsepsi di mana sendiri-sendirinya menjadi suatu mata rantai yang saling berkaitan. Dalam hal ini kita bisa melihat teori sufi yang merupakan bab dari pandangan filosofis Al-Farabi. Bukti yang paling berpengaruh dalam duduk perkara ini yakni adanya korelasi yang berpengaruh untuk menghubungkan tasawuf dengan teor-teori Al-Farabi yang lain, baik psikologis, moral, maupun politik.
Sebagai ciri khas dari teori tasawuf yang dikatakan Al-Farabi yakni pada asas rasional. Tasawuf Al-Farabi bukanlah tasawuf spiritual semata yang hanya berlandaskan kepada perilaku menerangi jism dan menjauh dari segala kelezatan guna mensucikan jiwa dan meningkat menuju derajat-derajat ksempurnaan, tetapi tasawufnya yakni tasawuf yang berdasarkan pada studi. Sedangkan kesucian jiwa menurutnya tidak akan tepat apabila hanya melalui jalur tubuh dan amal-amal badaniyah semata, tetapi secara esensial juga harus melalui jalur budi dan tindakan-tindakan pemikiran. Dengan demikian meski sudah mempunyai keutamaan alamiyah jasmaniah, tetapi harus ada keutamaan-keutamaan rasional teoritis. Apabila perbuatan yang pertama merupakan kebaikan, maka perbuatan yang kedua sebagai raja kebaikan. Karena budi insan dalam merombak jalan peningkatan dan perkembangannya melampaui fase-fase yang satu dengan yang lain saling menopang.
Faktor internal yang mempengaruhi tasawuf Al-Farabi yakni dari fitrah di mana ia tumbuh dan berkembang memungkinkan kecenderungan terhadap tasawuf. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi tasawufnya yakni di masanya telah banyak tersebar pikiran-pikiran tasawuf yang berasal di India, Persia, Yuani, dan sebagainya. Di samping itu ia juga bergaul dengan tokoh-tokoh tasawuf besar ibarat Al-Junaid populer dengan teori Ittihad (kesatuan insan dengan Tuhan). Al-Hallaj murid Al-Junaid yang populer dengan teori Hulul (bertempatnya Tuhan pada manusia, inkarnasi), di mana saya (manusia) dan Engkau (Tuhan) sanggup bersatu sepenuhnya).
Kebahagiaan berdasarkan Al-Farabi yakni kalau jiwa insan menjadi tepat di dalam wujud di mana ia tidak membutuhkan dalam eksistensinya kepada suatu materi. Hal itu dengan cara ia harus berada di dalam globalisasi esensi yang terpisah dengan bahan ia harus infinit dalam kondisi itu, hanya saja tingkatannya berada di bawah budi fa’al. tetapi ia bisa mencapai hal itu melalui tindakan-tindakan kehendak yang terdiri atas tindakan psikis dan tindaan fisik. Ia tidak cocok dengan tindakan apapun, tetapi dengan tindakan-tindakan terbatas dan tertentu yang benar-benar terbatas. Hal itu dikarenakan di antara tindakan kehendak it ada tindakan yang bisa menghambat kebahagiaan. Kebahagiaan yakni kebahagiaan yang dicari alasannya yakni dirinya sendiri, sama sekali tidak dicari kapan pun juga untuk dipergunakan dalam meraih sesuatu yang lain yang mungkin diraih oleh manusia. Tindakan-tindakan yang berkhasiat di dalam mencapai kebahagiaan yakni tindakan baik, keadaan dan talenta yang menjadikan tindakan-tindakan ini, yaitu keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaan ini bukan bukan kebaikan alasannya yakni dirinya sendiri, tetapi alasannya yakni hal-hal yang ditarik dari suatu kebahagiaan. Dan perbuatan-perbuatan yang menghalangi kebahagiaan ini yakni kejelekan dan perbuatan jelek, sementara aneka macam kondisi dan talenta yang menjadikan perbuatan-perbuatan ini yakni segala kekurangan, kerendahan, dan kehinaan.

         Logika
Sebagian besar karya Al-Farabi dipusatkan kepada studi wacana logika. Tetapi al ini hanya terbatas pada penulisan kerangka organ dalam versi yang dikenal oleh para sarjana Arab pada ketika itu. Al-Farabi menyatakan bahwa seni logika umumnya memperlihatkan yang besar dan mengarahkan insan secara eksklusif kepada kebenaran dan menjauhkan dari kesalahan-kesalahan. Menurutnya, logika mempunyai kedudukan yang gampang dimengerti, sebagaimana korelasi antara tata bahasa dengan kata-kata dan ilmu Matra dengan sya’ir. Ia menekankan praktek dan penggunaan aspek logika dengan memperlihatkan bahwa pemahaman sanggup diuji lewat aturan-aturannya, sebagaimana dimensi, volume, dan massa ditentukan oleh ukuran.
Logika sanggup membantuk kita untuk membedakan yang benar dan yang salah dan memperoleh cara yang benar dalam berpikir atau dalam memperlihatkan orang lain kepada cara ini. Al-Farabi juga memperlihatkan dari mana kita mulai berpikir dan bagaimana mengarahkan pikiran itu kepada kesimpulan-kesimpulan akhir. Dalam berpidato dan berdialog, atau dalam Geometri dan ilmu Hitung, logika tak pernah sanggup dikesampingkan, sebagaimana dalam mempelajari sejumpah puisi atau pidato, orang tak sanggup mengesampingkan tata bahasa. Seni logika berdasarkan pendapat umum bukanlah sekedar hiasan tak berhuna, alasannya yakni ia tak sanggup digantikan dengan kemampuan ilmiah.

Referensi :



           Yunasril, Perkembangan Pemikiran Falsafi Dalam Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
           Abu, Sejarah Filsafat Islam, Jakarta: CV. Ramadhani, 1991.
            Ahmadi, M.A, Rosali, Seluk-Beluk Filsafat Islam, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1994.

Related : Al-Farabi, Perihal Ilmu Filsafat

0 Komentar untuk "Al-Farabi, Perihal Ilmu Filsafat"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)