BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian dalam arti luas terdiri dari lima sub sektor, yaitu tumbuhan pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Sebagian besar hasil pertanian ialah materi makanan terutama beras yang dikonsumsi sendiri dan seluruh hasil perkebunan ialah ekspor. Wilayah pedesaan yang bercirikan pertanian sebagai basis ekonomi sedangkan wilayah perkotaaan yang tidak lepas dari acara ekonomi baik yang sifatnya industri, perdagangan maupun jasa mengalami kontradiksi luar biasa di dalam rata-rata pertumbuhan pembangunan. Dengan kemajuan yang dicapai sektor pertanian tumbuhan pangan, maka pembangunan sektor industri yang didukung sektor pertanian juga semakin maju. Terdapat beberapa pengertian Usaha Tani yaitu :
- Menurut Bachtiar Rivai (1980) usahatani adalah organisasi dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian.
- Menurut A.T.Mosher (1966) usahatani adalah sebagian dari permukaan bumi di mana seorang petani, sebuah keluarga tani atau tubuh perjuangan lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak.
- Menurut J.P.Makeham dan R.L.Malcolm (1991) usahatani (farm management) adalah cara bagaimana mengelola kegiatan-kegiatan pertanian.
Untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional dari produksi dalam negeri nampaknya masih sangat sulit untuk direalisasikan lantaran kompleksnya hambatan dan perkara yang dihadapi dalam perjuangan tani untuk mencapai peningkatan produksi. Permasalahan-permasalahan dalam pengembangan pertanian akhir-akhir ini disadari sebagi faktor yang memilih keberhasilan adopsi teknologi di tingkat petani. Diantara banyak sekali permasalahan yang ada, kelembagaan merupakan salah satu faktor yang perlu dicermati untuk mengetahui kelembagaan yang perlu mendapatkan prioritas berkaitan dengan upaya meningkatkan perjuangan tani. Permasalahan umum yang dihadapi petani di lahan pertanian cukup kompleks yang menimbulkan rendahnya skala produksi dan mutu hasil diperoleh petani
1.2 Rumusan masalah
- Masalah apa saja yang dihadapi dalam usahatani ?
- Faktor – Faktor apa saja yang sanggup mensugesti keberhasilan usahatani ?
- Bagaimana solusi perkara yang dihadapi dalam usahatani ?
- Seperti apa contoh perkara yang terjadi di lapangan beserta solusi bagi pelaksana usahatani ?
1.3 Tujuan
- Untuk mengindetifikasi permasalahan usahatani di Desa Bayaserta
- Untuk mengetahui Faktor – Faktor yang sanggup mensugesti keberhasilan usahatani
- Untuk mengetahui alternatif pemecahannya dalam sistem usahtani di Desa Baya,
- Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan yaitu berkembangnya sistim agribisnis di pedesaan dan meningkatnya pendapatan dan kesejateraan petani.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Permasalahan dalam Usaha Tani
Usahatani merupakan satu-satunya ujung tombak pembangunan nasional yang mempunyai kiprah penting. Upaya mewujudkan pembangunan nasional bidang pertanian (agribisnis) masa mendatang merupakan sejauh mungkin mengatasi perkara dan hambatan yang hingga sejauh ini belum bisa diselesaikan secara tuntas sehingga memerlukan perhatian yang lebih serius. Satu hal yang sangat kritis ialah bahwa meningkatnya produksi pertanian (agribisnis) atau ourput selama ini belum disertai dengan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani secara signifikan dalam usahataninya. Petani sebagai unit agribisnis terkecil belum bisa meraih nilai tambah yang rasional sesuai skala usahatani terpadu (integrated farming system). Oleh lantaran itu problem membangun kelembagaan (institution) di bidang pertanian dalam pengertian yang luas menjadi semakin penting, supaya petani bisa melaksanakan kegiatan yang tidak hanya menyangkut on farm bussiness saja, akan tetapi juga terkait erat dengan aspek-aspek off farm agribussinessnya (Tjiptoherijanto, 1996).
Jika ditelaah, walaupun telah melampaui masa-masa kritis krisis ekonomi nasional, ketika ini sedikitnya kita masih melihat beberapa kondisi yang dihadapi dalam usahatani petani kita di dalam menyebarkan kegiatan perjuangan produktifnya, yaitu :
- Kecilnya skala Usaha Tani.
Di Indonesia, masih sangat kecil sekali Usaha tani, sehingga mengakibatkan kurangnya efisien produksi. Hal-hal yang harus ditempuh untuk mengatasi hal tersebut yaitu melalui pendekatan kolaborasi kelompok (Adiwilaga, 1982).
- Langkanya permodalan untuk pembiayaan usahatani.
Kemampuan petani untuk membiayai usahataninya sangat terbatas sehingga produktivitas yang dicapai masih di bawah produktivitas potensial. Mengingat keterbatasan petani dalam permodalan tersebut dan rendahnya aksesibilitas terhadap sumber permodalan formal, maka dilakukan pengembangkan dan mempertahankan beberapa absorpsi input produksi biaya rendah (Low cost production) yang sudah berjalan ditingkat petani. Selain itu, penanganan pasca panen dan pemberian kredit lunak serta santunan pribadi dari masyarakat kepada petani sebagai pembiaayan perjuangan tani memang sudah sepantasnya terealisasi (Fadholi, 1981).
- Kurangnya Rangsangan.
Perasaan ketidakmerataan dan ketidakadilan jalan masuk pelayanan usahatani kepada penggagas usahatani (access to services) sebagai akhir kurang diperhatikannya rangsangan bagi penggagas usahatani tersebut dalam tumbuhnya lembaga-lembaga sosial (social capital). Kurangnya rangsangan mengakibatkan tidak adanya rasa percaya diri (self reliances) pada petani pelaku usahatani akhir kondisi yang dihadapi. Sebaiknya, untuk menghasilkan output menyerupai yang diharap, penggagas usahatani menyerupai petani berhak menerima pengetahuan atau rangsangan yang lebih terhadap tumbuhnya lembaga-lembaga yang merupakan salah satu jalan usahatani sanggup berkembang dan berjalan dengan baik (Fadholi, 1981).
- Masalah Transformasi dan Informasi.
Pelayanan publik bagi pembiasaan transformasi dan isu terutama untuk petani pada kenyataannya sering memperlihatkan suasana yang mencemaskan. Di satu pihak memang terdapat kenaikan produksi, tetapi di lain pihak tidak sanggup dihindarkan akan terjadinya pencemaran lingkungan, yaitu terlemparnya tenaga kerja ke luar sektor pertanian yang tidak tertampung dan tanpa keahlian dan ketrampilan lain. Dapat juga terjadi ledakan hama tumbuhan lantaran terganggunya keseimbangan lingkungan dan sebagainya akhir dari kurangnya isu mengenai hal tersebut. Sedangkan untuk mengatasi perkara transformasi dan isu harga lantaran belum adanya kemitraan, maka diusahakan pemecahannya melalui temu perjuangan atau kemitraan antara petani dengan pengusaha yang bergerak di bidang pertanian serta penanganan pemasaran melalui Sub Terminal Agribisnis (STA). Khusus untuk pembelian gabah petani sesuai harga dasar setiap tahun dicairkan dana talangan kepada Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP) (Fadholi, 1981).
- Luasan Usaha yang Tidak Menguntungkan.
Secara klasik sering diungkapkan bahwa penyebab utama ketimpangan pendapatan dalam pertanian ialah ketimpangan pemilikan tanah. Hal ini ialah benar, lantaran tanah tidak hanya dihubungkan dengan produksi, tetapi juga mempunyai kekerabatan yang erat dengan kelembagaan, menyerupai bentuk dan birokrasi dan sumber-sumber santunan teknis, juga pemilikan tanah mempunyai kekerabatan dengan kekuasaan baik di tingkat lokal maupun di tingkat yang lebih tinggi. Luas lahan sawah cendrung berkurang setiap tahunnya akhir adanya alih fungsi lahan yang besarnya rata-rata 166 Ha per tahun. Pemilikan lahan sawah yang sempit dan setiap tahunnya yang cendrung mengalami pengurangan maka peningkatan produksi pertanian dilaksanakan melalui perjuangan intensifikasi dan diversifikasi pertanian (Fadholi, 1981).
- Belum Mantapnya Sistem dan Pelayanan Penyuluhan.
Peran penyuluh pertanian dalam pembangunan masyarakat pertanian sangatlah diperlukan. Dalam arti bahwa kiprah penyuluh pertanian tersebut bersifat ‘back to basic’, yaitu penyuluh pertanian yang mempunyai kiprah sebagai konsultan pemandu, fasilitator dan perantara bagi petani. Dalam perspektif jangka panjang para penyuluh pertanian tidak lagi merupakan aparatur pemerintah, akan tetapi menjadi milik petani dan lembaganya. Untuk itu maka secara gradual dibutuhkan pengembangan kiprah dan posisi penyuluh pertanian yang antara lain meliputi diantaranya penyedia jasa pendidikan (konsultan) termasuk di dalamnya konsultan agribisnis, perantara pedesaan, pemberdaya dan pembela petani, petugas profesional dan mempunyai keahlian spesifik (Fadholi, 1981).
- Lemahnya Tingkat Teknologi.
Produktifitas tenaga kerja yang relatif rendah (productive and remmunerative employment) merupakan akhir keterbatasan teknologi, keterampilan untuk pengelolaan sumberdaya yang effisien. Sebaiknya dalam pengembangan komoditas usahatani diharapkan perbaikan dibidang teknologi. Seperti contoh teknologi budidaya, teknologi penyiapan sarana produksi terutama pupuk dan obat-obatan serta pemacuan kegiatan diversifikasi perjuangan yang tentunya didukung dengan ketersediaan modal (Fadholi, 1981).
- Aspek sosial dan ekonomi, yang berkaitan dengan kebijakan bagi petani
Permasalahan sosial yang juga menjadi perkara usahatani di Indonesia yaitu masalah-masalah pembangunan pertanian di negara-negara yang sedang berkembang bukan semata-mata lantaran ketidaksiapan petani mendapatkan inovasi, tetapi disebabkan oleh ketidakmampuan perencana jadwal pembangunan pertanian menyesuaikan program-program itu dengan kondisi dari petani-petani yang menjadi “klien” dari program-program tersebut. Kemiskinan ialah suatu konsep yang sangat relatif, sehingga kemiskinan sangat kontekstual. Agar santunan menjadi lebih efektif untuk memperkuat perekonomian petani-petani miskin, pertama-tama haruslah menemukan di mana akar permasalahan itu terletak, disamping akar permasalahan itu sendiri (Kasryno, 1984).
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usahatani
Menurut Fadholi (1991), faktor-faktor yang mensugesti keberhasilan usahatani digolongkan menjadi dua, yaitu :
2.2.1. Faktor intern (faktor-faktor pada usahatani itu sendiri), yang terdiri dari :
- Petani Pengelola
Petani ialah setiap orang yang melaksanakan perjuangan untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan hidupnya di bidang pertanian dalam arti luas yang meliputi perjuangan tani pertanian, peternakan, perikanan, dan pemungutan hasil laut. Petani tersebut bertanggung jawab tehadap pengelolaan usahatani yang ia lakukan, apabila petani sanggup melaksanakan pengelolaan secara baik maka usahatani yang ia lakukan juga sanggup berkembang dengan baik, dan sebaliknya. Pengelolaan usahatani itu juga tergantung dari tingkat pendidikan petani sendiri dan bagaimana cara ia memanfaatkan banyak sekali faktor produksi yang ada untuk dipakai secara efektif dan efisien supaya mendapatkan laba yang maksimal. Makara disini petani berperan penting sebagai pengambil keputusan dan kebijakan dari usahatani yang dilakukan.
- Tanah Usahatani
Tanah sebagai harta produktif ialah potongan organis rumah tangga tani. Luas lahan usahatani memilih pendapatan, taraf hidupnya, dan derajat kesejahteraan rumah tangga tani. Tanah berkaitan erat dengan keberhasilan perjuangan tani dan teknologi modern yang dipergunakan. Untuk mencapai laba perjuangan tani, kualitas tanah harus ditingkatkan. Hal ini sanggup dicapai dengan cara pengelolaan yang hati-hati dan penggunaan metode terbaik.
Pentingnya faktor produksi tanah, bukan saja dilihat dari segi luas atau sempitnya lahan, tetapi juga segi yang lain, contohnya aspek kesuburan tanah, macam penggunaan lahan (tanah sawah, tegalan, dan sebagainya) dan topografi (tanah dataran pantai, rendah dan dataran tinggi).
Kemampuan tanah untuk pertanian penilaiannya didasarkan kepada:
- Kemampuan tanah untuk ditanami dengan banyak sekali jenis tanaman. Makin banyak tumbuhan makin baik.
- Kemampuan untuk berproduksi. Makin tinggi produksi per satuan luas makin baik.
- Kemampuan untuk berproduksi secara lestari, makin sedikit pengawetan tanah makin baik.
- Tenaga Kerja
Tenaga kerja ialah energi yang di curahkan dalam suatu proses kegiatan untuk menghasilkan suatu produk. Pembicaraan mengenai tenaga kerja dalam pertanian di Indonesia harus dibedakan ke dalam problem tenaga kerja dalam usahatani kecil-kecilan (usahatani pertanian rakyat) dan problem tenaga kerja dalam perusahaan pertanian yang besar-besar yaitu perkebunan, kehutanan, peternakan dan sebagainya.
Dalam usahatani skala kecil sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri atas ayah sebagai kepala keluarga, istri dan belum dewasa petani. Anak-anak berumur 12 tahun contohnya sudah sanggup merupakan tenaga kerja yang produktif bagi usahatani. Tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani ini merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dalam uang. Peran anggota keluarga tani dalam mengelola kegiatan usahatani bersama sanggup mengurangi biaya pengeluaran untuk membayar tenaga kerja sewa.
Berbeda dengan usahatani dalam skala besar, tenaga kerja memegang peranan yang penting lantaran tenga kerja yang ada mempunyai skill/keahlian tertentu dan berpendidikan sehingga bisa menjalankan usahatani yang ada dengan baik, tentu saja dengan seorang pengelola (manager) yang juga mempunyai keahlian dalam menyebarkan usahatani yang ada.
- Modal
Seringkali dijumpai adanya pemilik modal besar yang bisa mengusahakan usahataninya dengan baik tanpa adanya santunan kredit dari pihak lain. Golongan pemilik modal yang berpengaruh ini sering ditemukan pada petani besar, petani kaya dan petani cukupan, petani komersial atau pada petani sejenisnya. Sebaliknya, tidak demikian halnya pada petani kecil. Golongan petani yang diklasifikasikan sebagai petani yang tidak bermodal berpengaruh yaitu petani kecil, petani miskin, petani tidak cukupan dan petani tidak komersial. Karena itulah mereka memerlukan kredit usahatani supaya mereka bisa mengelola usahataninya dengan baik.
Kredit perjuangan tani ialah kredit modal kerja yang disalurkan melalui koperasi/KUD dan LSM, untuk membiayai perjuangan tani dalam intensifikasi tumbuhan padi, palawija dan hortikultura. Kredit jadwal ini dirancang untuk membantu petani yang belum bisa membiayai sendiri perjuangan taninya. Sistem penyaluran kredit ini dirancang sedemikian rupa supaya sanggup diakses secara gampang oleh petani, tanpa agunan dan mekanisme yang rumit.
Bila tidak ada pinjaman yang berupa kredit perjuangan tani ini, maka mereka sering menjual harta bendanya atau sering mencari pihak lain untuk membiayai usahataninya itu.
- Tingkat Teknologi
Kemajuan dan pembangunan dalam bidang apa pun tidak sanggup dilepaskan dari kemajuan teknologi. Revolusi pertanian didorong oleh penemuan mesin-mesin dan cara-cara gres dalam bidang pertanian. Demikian pula “Revolusi Hijau” mulai tahun 1969/1970 disebabkan oleh penemuan teknologi gres dalam bibit padi dan gandum yang lebih unggul dibanding bibit-bibit yang dikenal sebelumnya.
Teknologi gres yang diterapkan dalam bidang pertanian selalu dimaksudkan untuk menaikkan produktivitas apakah ia produktivitas tanah, modal atau tenaga kerja. Dengan penggunaan teknologi yang lebih maju dari sebelumnya maka usahatani yang dilakukan sanggup lebih efektif dan efisien, sehingga sanggup memperoleh laba maksimal dengan produktivitas yang tinggi.
Dalam menganalisa peranan teknologi gres dalam pembangunan pertanian kadang kala dipakai dua istilah lain yang bahwasanya berbeda namun sanggup dianggap sama dan sering dipertukarkan lantaran keduanya memperlihatkan pada soal yang sama yaitu perubahan teknik (technical change) dan penemuan (innovation). Istilah perubahan teknik terperinci memperlihatkan unsur perubahan suatu cara baik dalam produksi maupun dalam distribusi barang-barang dan jasa-jasa yang menjurus ke arah perbaikan dan peningkatan produktivitas. Inovasi berarti pula suatu penemuan gres yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya. Inovasi selalu bersifat baru.
Namun, teknologi juga sanggup menjadi hambatan usahatani lantaran sulitnya penerimaan petani terhadap teknologi gres dikarenakan ketidakpercayaannya pada teknologi tersebut, dan juga lantaran faktor budaya dari petani itu sendiri yang enggan mendapatkan teknologi maupun inovasi.
Teknologi mempunyai sifat sebagai berikut :
a) Tingkat laba relatif dari penemuan tersebut. Semakin tinggi tingkat laba relatif semakin cepat pula teknologi tersebut diterima oleh masyarakat.
b) Tingkat kesesuaian dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Semakin tinggi tingkat kesesuaian dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, semakin cepat pula penemuan tersebut di terima.
c) Tingkat kerumitan (complexity) dari penemuan yang akan disebarkan. Semakin tinggi tingkat kerumitan dari inovasi, semakin sulit diterima masyarakat.
d) Tingkat gampang diperagakan (triability) dari penemuan yang akan disebarkan. Semakin tinggi tingkat kemudahan diperagakan dari penemuan yang akan disebarkan, semakin gampang penemuan itu diterima masyarakat.
e) Tingkat kemudahan dilihat dari akibatnya (observability). Semakin tinggi tingkat observability semakin gampang penemuan tersebut diterima oleh masyarakat.
- Kemampuan Petani Mengalokasikan Penerimaan Keluarga
Hasil dari usahatani skala keluarga merupakan penerimaan keluarga yang sanggup dipakai untuk memenuhi kebutuhan keluarga tersebut dan juga menyambung kembali keberlangsungan usahatani mereka. Jika seorang petani sanggup mengelola penerimaan usahataninya dengan baik maka kebutuhan keluarganya dan usahataninya sanggup tercukupi, sebaliknya jikalau tidak bisa mengelola dan mengalokasikan penerimaan keluarga dari hasil usahatani maka kebutuhannya tidak sanggup tercukupi dengan baik.
- Jumlah Keluarga
Jumlah keluarga bekerjasama dengan banyak sedikitnya potensi tenaga kerja yang tersedia di dalam keluarga. Dalam usahatani skala kecil sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani sendiri yang terdiri atas ayah sebagai kepala keluarga, istri dan belum dewasa petani. Semakin banyak jumlah keluarga produktif yang bisa membantu usahatani maka biaya tenaga kerja pun semakin banyak berkurang. Dan biaya tersebut sanggup dialokasikan untuk keperluan lain.
2.2.2. Faktor ekstern (faktor-faktor di luar usahatani), antara lain :
- Tersedianya Sarana Transportasi dan Komunikasi
Sarana transportasi dalam usahatani tentu saja sangat membantu dan mensugesti keberhasilan usahatani, contohnya dalam proses pengangkutan saprodi dan alat-alat pertanian, begitu juga dengan distribusi hasil pertanian ke wilayah-wilayah tujuan pemasaran hasil tersebut, tanpa adanya transportasi maka proses pengangkutan dan distribusi akan mengalami kesulitan.
Begitu pula dengan ketersediaan sarana komunikasi, pentingnya interaksi sosial dan komunikasi baik antara petani dan petani, petani dan kelembagaan, serta petani dan masyarakat diantaranya sanggup meningkatkan kualitas SDM petani, menyebarkan pola kemitraan, menyebarkan kelompok tani melalui peningkatan kemampuan dari aspek budidaya dan aspek agribisnis secaa keseluruhan, memperkuat dan melaksanakan pembinaan terhadap seluruh komponen termasuk petani melalui peningkatan fasilitas, kolaborasi dengan swasta, pelayanan kredit dan pelatihan. Jika sarana komunikasi dalam berusahatani kurang mencukupi maka perkembangan usahatani dan petani yang menjalankan kurang maksimal lantaran ruang lingkup interaksi sosialnya sempit.
- Aspek-Aspek Yang Menyangkut Pemasaran Hasil dan Bahan-Bahan Usahatani (harga hasil, harga saprodi dan lain-lain)
Harga hasil produksi usahatani mensugesti laba yang didapat, semakin tinggi hasil produksi dan semakin mahal harganya maka laba dari usahatani pun semakin tinggi pula, namun harga saprodi juga mensugesti penerimaan hasil secara keseluruhan Karena harga saprodi merupakan modal utama dalam berusahatani entah itu harga alat-alat pertanian, bahan-bahan utama menyerupai benih, bibit, pupuk, dan obat-obatan dan sebagainya. Maka perhitungan, analisis dan pengelolaan/pengalokasian dana yang baik akan mensugesti hasil yang didapat dalam berushatani.
- Fasilitas Kredit
Kredit ialah modal pertanian yang yang diperoleh dari pinjaman. Pentingnya peranan kredit disebabkan oleh kenyataan bahwa secara relatif memang modal merupakan faktor produksi non-alami (buatan manusia) yang persediannya masih sangat terbatas terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Lebih-lebih lantaran kemungkinan yang sangat kecil untuk memperluas tanah pertanian.
Perlunya akomodasi kredit :
ü Pemberian kredit usahatani dengan bunga yang ringan perlu untuk memungkinkan petani melaksanakan inovasi-inovasi dalam usahataninya.
ü Kredit itu harus bersifat kredit dinamis yang mendorong petani untuk memakai secara produktif dengan bimbingan dan pengawasan yang teliti.
ü Kredit yang diberikan selain merupakan santunan modal juga merupakan perangsang untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk dan bersedia berpartisipasi dalam jadwal peningkatan produksi
ü Kredit pertanian yang diberikan kepada petani tidak perlu hanya terbatas pada kredit usahatani yang pribadi diberikan bagi produksi pertanian tetapi harus pula meliputi kredit-kredit untuk kebutuhan rumah tangga (kredit konsumsi).
Adapun lembaga-lembaga kredit yang ada di Indonesia bagi masyarakat tani sanggup digolongkan sebagia berikut :
ü Bank yang meliputi Bank Desa, Lumbung Desa dan Bank Rakyat Indonesia
ü Perusahaan Negara Pegadaian
ü Koperasi-Koperasi Desa dan Koperasi Pertanian (Koperta)
Dengan adanya akomodasi kredit dari pemerintah kepada para petani maka diharapkan usahatani sanggup terus dilakukan dan dikembangkan tanpa adanya kesulitan modal tapi dengan kredit bunga ringan.
- Sarana Penyuluhan Bagi Petani
Penyuluh memperlihatkan jalan kepada petani untuk mendapatkan kebutuhan isu ihwal cara bertani atau teknologi gres untuk meningkatkan produksi, pendapatan dan kesejahteraannya. Selain itu, penyuluh juga memperlihatkan pendidikan dan bimbingan yang kontinyu kepada petani.
Dalam proses peningkatan teknologi dan penyebaran penemuan pada masyarakat, penyuluh berfungsi sebagai pemrakarsa yang kiprah utamanya membawa gagasan-gagasan baru. Beberapa peranan yang harus dilakukan penyuluh supaya proses peningkatan teknologi dan penyebaran penemuan sanggup berjalan efektif ialah :
a) Menumbuhkan kebutuhan untuk berubah.
b) Membangun kekerabatan untuk perubahan. Hubungan ini tentunya harus terbina diantara target perubahan (klien) dan penyuluh.
c) Diagnosa dan klarifikasi perkara yang dihadapi oleh klien. Gejala-gejala dari perkara yang dihadapi haruslah diketahui dan dirumuskan menjadi maslah bersama target perubahan.
d) Mencari alterntif pemecahan masalah. Selain itu tujuan dari perubahan harus juga ditetapkan dan tekad untuk bertindak harus ditumbuhkan.
e) Mengorganisasikan dan menggerakkan masyarakat ke arah perubahan.
f) Perluasan dan pemantapan perubahan.
g) Memutuskan kekerabatan antara klien dan penyuluh untuk perubahan itu. Hal itu diharapkan untuk mencegah timbulnya perilaku kertergantungan masyarakat pada penyuluh
Penyuluh disini bersifat membantu supaya kebutuhan isu yang bekerjasama dengan pertanian sanggup tesalurkan dengan baik ke petani-petani, serta untuk meningkatkan teknologi dan penemuan petani tradisional menjadi lebih modern.
Menurut Soekartawi (2002), untuk mendukung keberhasilan pengembangan dan pembangunan petani, aspek yang akan berperan ialah :
- Aspek sumberdaya (faktor produksi)
- Aspek kelembagaan
- Aspek penunjang pembangunan pertanian
Bila uraian tersebut di atas dikaji/ditelaah lebih mendalam, maka keberhasilan usahatani tidak terlepas dari :
1. Syarat mutlak (syarat pokok pembangunan pertanian), yang terdiri dari :
- Pasaran untuk hasil-hasil usahatani
- Teknologi yang selalu berubah
- Tersedianya bahan-bahan produksi dan peralatan secara local
- Perangsang produksi bagi para petani
- Pengangkutan (transportasi)
2. Faktor pelancar pembangunan pertanian, yang terdiri dari :
- Pendidikan pembangunan
- Kredit produksi
- Kegiatan bersama-sama oleh para petani
- Perbaikan dan ekspansi tanah/lahan pertanian
- Perencanaan nasional untuk pembangunan pertanain
(Mosher, 1965)
2.3 Contoh Pengalaman di Lapangan Mengenai Masalah dalam Usaha Tani dan Solusinya.
Sebagian dari wilayah Kabupaten Lombok Timur tepatnya di Kecamatan Sembalun yang terletak di sekitar kaki Gunung Rinjani termasuk zone agroekologi lahan kering dataran tinggi dengan ketinggian antara 700 – 1300 mdpl. Mengingat kondisi tersebut maka hambatan yang sering dihadapi oleh petani di wilayah tersebut adalah aspek sosial ekonomi usahatani tumbuhan padi, yang menjadi dasar pertimbangan untuk dikaji lebih jauh dan bagaimana upaya atau solusi pemecahannya. Tujuan pengkajian ialah untuk mengetahui hambatan sosial ekonomi dan upaya pemecahannya. Kendala sosial ekonomi usahatani padi yang terjadi antara lain yaitu :
- Biaya pengolahan tanah usahatani padi relatif mahal.
Pengolahan tanah di desa Sajang dilakukan dengan memakai tenaga ternak sapi. Biaya pengolahan tanah relatif mahal yaitu mencapai Rp 50.000/pasang/hari. Untuk membajak lahan 1 ha membutuhkan 6 pasang sapi selama 2 (dua) hari. Sehingga apabila ditotal maka jumlah biaya pengolahan tanah untuk lahan 1 ha sebesar Rp 600.000 belum termasuk biaya makan dan minum. Tiap satu pasang sapi minimal membutuhkan 2 (dua) orang tenaga manusia. Tingginya biaya pengolahan tanah disebabkan semakin terbatasnya tenaga kerja ternak sapi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka alternatif pemecahan masalah ialah pola kemitraan sapi dengan pola kadasan kepada penggarap sekaligus sanggup dipakai sebagai tenaga olah tanah.
- Biaya modal perjuangan relatif tinggi.
Modal perjuangan petani untuk tumbuhan pangan diketahui relatif sangat terbatas. Keterbatasan modal tersebut mengakibatkan petani meminjam modal kepada rentenir, bank rontok (pelepas uang) dan pengijon. Petani tidak mempunyai jalan masuk kepada forum keuangan baik forum formal maupun non formal. Lembaga keuangan non formal pedesaan menyerupai koperasi tani, koperasi simpan pinjam, dan sebagainya masih belum ada. Lembaga keuangan formal yang memperlihatkan skim kredit pertanian kepada petani juga belum ada. Keadaan tersebut dengan terpaksa petani harus mengambil kredit kepada rentenir dan pelepas uang untuk modal usahataninya meskipun dengan bunga yang tinggi. Akibatnya biaya modal perjuangan relatif tinggi.
Salah satu solusi perkara tersebut ialah membangun kelembagaan non formal dari kelompok yang sudah ada dengan kesepakatan atau sebagai dasar untuk mengikat para petani untuk andil dalam pengembangan modal usaha.
- Ketersediaan isu alternatif usahatani yang menguntungkan relatif terbatas.
Secara umum petani tidak mempunyai kemampuan untuk memilih pilihan usahatani pangan yang menguntungkan. Hal tersebut disebabkan lantaran ketersediaan isu alternatif usahatani tumbuhan pangan yang menguntungkan relatif terbatas. Keterbatasan tersebut disebabkan oleh kemampuan petani, isu penemuan dan perencanaan pola tanam pada usahatani tumbuhan pangan yang lemah. Peluang pengembangan tumbuhan pangan dengan memanfaatkan sumberdaya air hujan yang terbatas melalui penerapan pola tanam belum dimanfaatkan petani. Akibatnya seni administrasi ketahanan pangan rumahtangga petani sangat lemah.
Solusi menghadapi permasalaha tersebuut yaitu dengan membangun forum pendataan bisnis pertanian di pedesaan sehingga dengan adanya forum ini sanggup menyiapkan segala isu yang dibutuhkan oleh petani.
- Biaya transportasi komoditi pertanian dan input relatif mahal.
Biaya pemasaran hasil komoditi pertanian relatif mahal. Tingginya biaya pemasaran ini disebabkan ketersediaan jalan usahatani sangat terbatas. Kondisi jalan desa sebagian besar rusak, sarana transportasi relatif terbatas. Prasarana dan saranan transportasi yang terbatas mengakibatkan biaya angkut saprodi dan hasil usahatani relatif mahal. Sementara sarana pasar desa yang sanggup meningkatkan dinamika pemasaran hasil pertanian belum tersedia. Sarana produksi di kota kecamatan Sembalun. Demikian halnya hasil pertanian dari desa Sajang sebagian besar dijual ke pasar kecamatan Sembalun. Biaya angkut saprodi maupun hasil pertanian bervariasi antara Rp 5.000 – Rp 10.000/kw tergantung jarak tempuh. Sedangkan biaya angkut input dari rumah ke lahan usahatani dan biaya angkut hasil pertanian dari lahan ke rumah rata-rata Rp. 5.000/kw.
Langkah untuk mengatasi perkara di atas ialah dengan membangun jalan usahatani dari hutan cadangan pangan (HCP) ke desa sehingga biaya angkut hasil pertanian sanggup ditekan dan harga jual hasil pertanian sanggup ditingkatkan dengan adanya jalan pintas tersebut.
- Kemampuan petani untuk mengakses forum keuangan formal sangat terbatas.
Kemampuan petani untuk mengakses forum keuangan formal sangat terbatas. Hal ini disebabkan mekanisme yang sulit dan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki petani sehingga tidak ada jaminan yang sanggup dipakai sebagai agunan untuk meminjam uang di bank. Selain itu kepercayaan bank kepada petani relatif rendah. Hal ini disebabkan adanya sebagian petani yang menganggap apabila diberi pinjaman pemerintah maka pinjaman tersebut dianggap sebagai pemberian yang tidak harus dikembalikan.
Untuk mengatasi anggapan petani tersebut ialah dengan menumbuh-kembangkan penemuan modal sosial. Sedangkan untuk mengatasi kesulitan mengakses forum keuangan formal maka alternatif pemecahannya ialah dengan membangun kelembagaan non formal di pedesaan.
2.4 Contoh Pengalaman di Lapangan Mengenai keberhasilan dalam Usahatani
Desa Junrejo Kabupaten Malang terdapat seseorang yang merintis usahanya dalam bidang pertanian mulai dari posisi yang sangat bawah. Kebanyakan orang perjuangan dalam pertanaian hanya memandang bahwa, ketika kita menjadi buruh tani maka selamanya akan menjadi buruh tani. Namun hal itu tidak terjadi pada Pak Badu, dia merintis usahanya dengan memulai menjadi buruh tani bagi tuannya. Uang hasil jerih payahnya disisihkan bertahap sehingga dia mulai membeli sepetak tanah hanya luasan yang sangat kecil. Namun dengan berjalannya waktu dia tidak lagi menjadi buruh tani, melainkan menjadi petani yang sukses. Beliau ketika ini memeliki tanah seluas lebih dari satu hektar. Beliau ketika ini mempunyai komoditas yang bermacam – macam dan dengan terpola dia menjualnya di pasar Batu. Hal ini juga didorong dari kemajuan teknologi yang mendorong semakin meningkatkan keuntungannya. Keberhasilannya juga tidak lepas dari dorongan keluarganya.
BAB III
KESIMPULAN
- Permasalahan dalam Usaha Tani
- Kecilnya skala Usaha Tani.
- Kurangnya Rangsangan
- Aspek sosial dan ekonomi, yang berkaitan dengan kebijakan bagi petani
- Langkanya permodalan untuk pembiayaan usahatani
- Masalah Transformasi dan Informasi
- Luasan Usaha yang Tidak Menguntungkan
- Belum Mantapnya Sistem dan Pelayanan Penyuluhan
- Lemahnya Tingkat Teknologi
- Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usahatani
2.1. Faktor intern (faktor-faktor pada usahatani itu sendiri)
- Petani Pengelola
- Tanah Usahatani
- Tenaga Kerja
- Modal
- Tingkat Teknologi
- Kemampuan Petani Mengalokasikan Penerimaan Keluarga
- Jumlah Keluarga
2.2. Faktor ekstern (faktor-faktor di luar usahatani)
- Tersedianya Sarana Transportasi dan Komunikasi
- Aspek-Aspek Yang Menyangkut Pemasaran Hasil dan Bahan-Bahan Usahatani (harga hasil, harga saprodi dan lain-lain)
- Fasilitas Kredit
- Sarana Penyuluhan Bagi Petani
DAFTAR PUSTAKA
Adiwilaga, Anwas. 1982. Ilmu Usahatani. Bandung : Penerbit Alumni.
Fadholi, Hermanto. 1981. Bahan Bacaan Pengantar Ekonomi Pertanian. Bogor : Pendidikan Guru Kejuruan Pertanian Fakultas Politeknik Pertanian Bogor
Kasryno, Faisal. 1984. Prospek Pengembangan Ekonomi Pedesaan Indonesia. Jakarta : Yayaysan Obor Indonesia.
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Teori dan Aplikasi. Edisi Revisi. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Tjiptoherijanto, Prijono, 1996. Sumber Daya Manusia dalam Pembangunan Nasional. Jakarta : Lembaga Penerbit FEUI
Yuswita, Effy. Dkk. 2010. Modul 2 Kuliah Usahatani. Malang : Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Pertanian
Referensi: https://justkie.wordpress.com
0 Komentar untuk "Makalah, Duduk Kasus Dan Faktor Keberhasilan Dalam Perjuangan Tani"