Perjalanan Politik Reformasi

Semenjak kemunculannya pertama kali kira-kira 5 masa sebelum tarikh Masehi dalam masa Yunani Antik di Kota Athena, demokrasi sudah menimbulkan banyak keraguan. Bukan saja para darah biru yang merasa terancam kedudukannva oleh adanya sistem yang memungkinkan pemerintahan oleh rakyat, tetapi juga para filosof populis ibarat Sokrates bahkan cenderung menolaknva. Menurut filosof ini, demokrasi harus dicegah alasannya sistem ini memberi kemungkinan bahwa suatu negara akan diperintah oleh orang-orang dungu, yang kebetulan mendapat banyak bunyi yang mendukungnya. Sokrates tentulah memahami dengan baik bahwa rakyat tidak selalu memberi sumbangan kepada orang-orang yang dianggap paling mampu, tetapi lebih kepada orang-orang yang mereka sukai. Celakanya, orang-orang yang disukai dan dipilih oleh rakyat, bukanlah selalu orang-orang yang kompeten untuk membela nasib mereka.
Lebih dari 2000 tahun sehabis itu, kecemasan Sokrates terbukti tidak seluruhnya meleset, bahkan juga di Indonesia. Kita di Indonesia ketika ini mengalami secara sangat serius masalah di antara konstituensi dan kompetensi dalam demokrasi. Yaitu apakah mereka yang mengatur kehidupan negara dan masyarakat ialah orang-orang yang didukung oleh konstituensi yang luas, ataukah mereka yang mempunyai kemampuan bekerja yang bail:, dengan sumbangan integritas yang sanggup diandalkan. Berbagai percobaan telah dilakukan dalam politik Indonesia sejak kemerdekaannya untuk mendapat suatu kombinasi ideal atau modus rivendi dari tiga komponen kualifikasi yang diharap sanggup mendorong dan menyebarkan kehidupan demokrasi yang sehat. Ketiga komponen kualifikasi tersebut adalah: 1) kemampuan dan keahlian dalam bekerja, yang kita namakan saja kompetensi, 2) jumlah orang-orang menentukan seseorang untuk mewakili mereka, yang kita namakan konstituensi, dan 3) kesadaran seorang politikus wacana nilainilai dan norma-norma yang dihentikan dilanggar alasannya jikalau dilanggar maka beliau akan berkhianat terhadap prinsip-prinsip usaha politiknya sendiri. Hal terakhir ini dinamakan integritas.
Kompetensi tanpa konstituensi telah melahirkan teknokrasi, yakni seseorang menduduki jabatan politik semata-mata alasannya keahliannya, tanpa perlu mendapat sumbangan dan orang-orang yang bersedia memilihnya. Hal ini kita alami pada masa-masa awal Orde Baru, yang menjadikan pemulihan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi sebagai prioritas nomor satu, dan alasannya itu menunjukkan prioritas politik kepada ahli-ahli ekonomi dalam jabatan-jabatan politik. Mafia Berkelg ialah sebutan pada masa Orde Baru untuk rezim teknokratis dan kabinet ialah penamaan untuk teknokrasi dalam masa pemerintahan Soekarno. Teknokrasi ini masih bisa diterima jikalau para andal yang menjadi politisi tersebut menunjukkan integritas yang meyakinkan.

Related : Perjalanan Politik Reformasi

0 Komentar untuk "Perjalanan Politik Reformasi"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)