Sejarah Xi Serpihan 4 Perkembangan Paham-Paham Gres Dan Munculnya Pergerakan Nasional Indonesia


Nasionalisme berasal dari kata nation (Inggris) dan natie (Belanda), yang berarti bangsa. Bangsa yaitu sekelompok masyarakat yang mendiami wilayah tertentu dan mempunyai hasrat serta kemampuan untuk bersatu, lantaran adanya persamaan nasib, cita-cita, dan tujuan.

Pengertian nasionalisme yang dihubungkan dengan perasaan kebangsaan telah dijelaskan oleh pemikir-pemikir menyerupai Joseph Ernest Renan (1823-1892) dan Otto Bouwer (1882-1939).

J.Ernest Renan yang menganut aliran nasionalisme yang didasarkan faktor kemanusiaan, mengemukakan bahwa munculnya suatu bangsa lantaran adanya kehendak untuk bersatu (satu bunyi persatuan).

Sedangkan Otto Bouwer mengungkapkan bahwa perasaan kebangsaan timbul lantaran persamaan perangai dan tingkah laris dalam memperjuangkan persatuan dan nasib bersama.

Keduanya beropini bahwa nasionalisme timbul lantaran faktor kemanusiaan, tetapi keduanya memberikan tekanan yang berbeda. Pertama, J. Ernest Renan menekankan faktor persamaan nasib, sedangkan Otto Bouwer menggariskan faktor persamaan nasib.

Kedua, dengan perbedaan tekanan maka kesimpulan perihal nasionalisme juga berbeda. Menurut J. Ernest Renan, suatu bangsa timbul lantaran dorongan kemauan (contohnya bangsa Amerika Serikat); sedangkan Otto Bouwer, suatu bangsa timbul lantaran pengalaman penderitaan, kesengsaraan, dan kepahitan hidup yang sama. Contoh menyerupai nasionalisme di negara-negara Asia dan Afrika; timbul akhir persaman nasib sebagai bangsa yang terjajah.

Hans Kohn (1986), menyatakan bahwa nasionalisme yaitu suatu paham yang beropini bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Slamet Mulyana (1986) menyatakan bahwa nasionalisme yaitu manifestasi kesadaran berbangsa dan bernegara atau semangat bernegara.

Sejarawan Indonesia, Sartono Kartodirdjo menjelaskan nasionalisme sebagai
fenomena historis timbul sebagai tanggapan terhadap kondisi-kondisi historis, politis, ekonomi, dan sosial tertentu.

Nasionalisme dalam taraf pembentukannya menyerupai masa-masa Pergerakan Nasional dihubungkan dengan unsur-unsur subjektif. Unsur-unsur itu sanggup dilihat dengan adanya istilah-istilah: group counsciousness, we-sentiment, corporate will dan majemuk fakta mental lainnya. Pada taraf ini nasionalisme belum memasukkan unsur-unsur objektif menyerupai territorial (wilayah), negara, bahasa, dan tradisi bersama.

Nasionalisme (dalam arti modern) untuk pertama kalinya muncul di Eropa pada era ke-18. Lahirnya paham nasionalisme ini diikuti dengan terbentuknya negara-negara nasional atau negara kebangsaan.

Pada mulanya terbentuknya negara kebangsaan dilatarbelakangi oleh fakor-faktor objektif seperti: persamaan keturuan, bahasa, adat-istiadat, tradisi, dan agama. Akan tetapi kebangsaan yang dibuat atas dasar paham nasionalisme lebih menekankan kamauan untuk hidup bersama dalam negara kebangsaan.

Sejalan dengan ini maka, rakyat Amerika Serikat tidak menyatakan bahwa mereka harus seketurunan untuk membentuk suatu negara, alasannya yaitu disadari bahwa penduduk Amerika Serikat terdiri atas banyak sekali suku bangsa, asal-usul, adat-istiadat, dan agama yang berbeda.

Di Eropa nasionalisme lahir dalam masa peralihan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri. Proses peralihan ini terjadi pada era ke-18 yang didahului dengan lahirnya paham liberalisme dan kapitalisme.

Lahirnya paham liberalisme dan kapitalisme, lantaran imbas Revolusi Industri dan Revolusi Perancis. Dengan demikian timbulnya nasionalisme di Eropa lantaran adanya imbas Revolusi Industri dan Revolusi Perancis.

Dengan semangat persaingan bebas dari paham liberalisme dan dibesarkan dalam masyarakat yang bercorak industri-kapitalis, maka nasionalisme yang demikian kesannya tumbuh menjadi suatu aliran yang penuh emosi dan sentimen.

Dengan kata lain, tumbuh menjadi chauvinisme. Dengan demikian nasionalisme Eropa pada waktu itu melahirkan imperialisme, yaitu nafsu untuk mencari tanah jajahan sebanyak mungkin.

Oleh lantaran itu, imperialisme dan kolonialisme bekerjsama yaitu anak putrinya politik perindustrian (colonialism is the daughter of industrial policy). Bertitik tolak dari inilah, kesannya negara-negara Eropa bermetamorfosis menjadi negara imperialis, yang saling berlomba untuk mencari dan mendapat tanah jajahan di luar daerahnya dengan target negara-negara Asia dan Afrika.

Maksud dari nasionalisme Asia dan Afika yaitu aliran yang mencerminkan bangunnya bangsa-bangsa Asia dan Afrika sebagai reaksi terhadap imperialisme dan kolonialisme bangsa-bangsa Barat. Dengan demikian nasionalisme di Asia dan Afrika merupakan gerakan yang menentang imperialisme dan kolonialisme bangsa-bangsa Barat.

Adapun faktor-faktor yang mendorong timbulnya Nsionalisme Asia dan Afrika yaitu sebagian berikut.

  1. Adanya penjajahan bangsa-bangsa Barat yang mengakibatkan penderitaan dan kesengsaraan.
  2. Adanya kenangan kejayaan masa lampau sebagai negara yang pernah mengalami kejayaan, menyerupai Indonesia masa kejayaan Sriwijaya dan Majapahit.
  3. Munculnya kaum intelektual yang kemudian menjadi penggerak dan pemimpin pergerakan nasional.
  4. Adanya kemenangan Jepang atas Rusia tahun 1905, yang mendorong bangsa-bangsa Asia dan Afrika untuk bangun melawan penjajahan bangsa- bangsa Barat.

a. Pergerakan
Maksud dari "pergerakan" di sini meliputi segala macam agresi dengan memakai "organisasi modern" untuk menentang penjajahan dan mencapai kemerdekaan.

Dengan organisasi ini menunjuk bahwa agresi tersebut disusun secara teratur, dalam arti ada pemimpinnya, anggota, dasar dan tujuan yang ingin dicapai. Penggunaan organisasi modern ini memperlihatkan adanya perbedaan dengan yang terjadi sebelumnya, yakni usaha dalam melawan penjajah sebelum tahun 1908.

b. Nasional
Istilah "nasional" menunjuk sifat dari pergerakan, yakni semua agresi dengan organisasi modern yang meliputi semua aspek kehidupan, menyerupai ekonomi, sosial, politik, budaya, dan kultural. Adapun tujuannya yaitu melawan penjajahan untuk digantikan dengan kekuasaan yang dipegang oleh bangsa Indonesia sendiri.

Istilah Nasional dalam hal ini oleh Sartono Kartodirdjo (1990) diartikan sebagai kata sifat dari suatu "nation" yang memperlihatkan kumpulan individu-individu yang dipersatukan oleh ikatan politik, bahasa, kultural dan sebagainya.

c. Indonesia
Nama "Indonesia" yang dipakai berfungsi sebagai simbolis di dalam sejarah pergerakan nasional dan dengan makin majunya pergerakan nasional, maka sebutan "Indonesia" merupakan keharusan.
Berdasarkan keterangan di atas sanggup mengerti bahwa Sejarah Pergerakan Nasional yaitu pecahan dari Sejarah Indonesia yang meliputi kurun waktu sekitar 40 tahun, yakni dimulai semenjak lahirnya Budi Utomo sebagai organisasi nasional yang pertama hingga dengan terbentuknya bangsa Indonesia 1945 yang ditandai oleh Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Tidak sanggup dipungkiri bahwa Sejarah Pergerakan Nasional sebagai fenomena historis yaitu hasil dari perkembangan faktor ekonomi, sosial, politik, kultural dan religius dan di antara faktor-faktor itu saling terjadi interelasi (saling terkait).

Sejarah Pergerakan Nasional yang dimulai dari berdirinya Budi Utomo (BU) hingga dengan mencapai kemerdekaan 1945, sanggup dibagi menjadi beberapa masa, yakni :
1) Masa Awal Perkembangan, yang ditandai dengan berdirinya organisasi menyerupai : Budi Utomo (BU), Sarekat Islam ( SI), dan Indische Partij ( IP).
2) Masa Radikal, ditandai dengan berdirinya Partai Komunis Indonesia ( PKI), Partai Nasional Indonesia ( PNI) dan Perhimpunan Indonesia ( IP).
3) Masa Bertahan, ditandai dengan berdirinya Fraksi Nasional, Petisi Sutardjo, dan Gabungan Politik Indonesia ( GAPI).

3. Latar Belakang
Lahirnya Pergerakan Nasional Indonesia tidak terlepas dari peristiwa- insiden di Benua Asia ketika itu. Adapun faktor-faktornya yaitu sebagai berikut:
a. Faktor Intern
1) Adanya penjajahan yang menjadikan penderitaan dan kesengsaraan, sehingga mengakibatkan tekad untuk menentang penjajahan tersebut.
2) Adanya kenangan akan kejayaan masa lampau, menyerupai zaman Sriwijaya dan Majapahit.
3) Munculnya kaum intelektual yang kemudian menjadi pemimpin pergerakan nasional.
b. Faktor Ekstern
1) Adanya All Indian National Congress 1885 dan Gandhiisme di India.
2) Adanya Gerakan Turki Muda 1908 di Turki.
3) Adanya kemenangan Jepang atas Rusia (1905), yang menyadarkan dan membangkitkan bangsa-bangsa Asia untuk melawan bangsa - bangsa Barat.
4) Munculnya paham-paham gres di Eropa dan Amerika yang masuk ke Indonesia, seperti: liberalisme, demokrasi, nasionalisme; yang kesemuanya mempercepat lahirnya Nasionalisme Indonesia.


Organisasi Budi Utomo (BU) didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 oleh para mahasiswa STOVIA di Jakarta, dengan Sutomo sebagai ketuanya. Terbentuknya organisasi tersebut atas ide dr. Wahidin Sudirohusodo yang sebelumnya telah berkeliling Jawa untuk memperlihatkan idenya yakni membentuk Studiefounds. Gagasan Studiesfounds yang bertujuan untuk menghimpun dana guna memberikan beasiswa bagi pelajar yang berprestasi namun tidak bisa melanjutkan studinya tidak terwujud dan muncullah BU.

Tujuan BU yaitu memajukan pengajaran dan kebudayaan. Tujuan tersebut ingin dicapai dengan usaha-usaha sebagai berikut.
a. Memajukan pengajaran.
b. Memajukan pertanian, peternakan, dan perdagangan.
c. Memajukan teknik dan industri.
d. Menghidupkan kembali kebudayaan.
Dilihat dari tujuannya, BU bukan merupakan organisasi politik melainkan organisasi pelajar dengan pelajar STOVIA sebagai intinya. Sampai menjelang kongresnya yang pertama di Yogyakarta telah berdiri tujuh cabang BU, yakni di Jakarta, Bogor, Bandung, Magelang, Yogyakarta, Surabaya, dan Ponorogo.
Untuk mengonsolidasi diri (dengan dihadiri 7 cabangnya), BU mengadakan kongres pertama yang diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 3-5 Oktober 1908. Kongres memutuskan hal-hal sebagai berikut.
a. BU tidak ikut dalam mengadakan acara politik.
b. Kegiatan BU terutama ditujukan pada bidang pendidikan dan kebudayaan.
c. Ruang gerak BU terbatas pada kawasan Jawa dan Madura.
d. Memilih R.T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar sebagai ketua.
e. Yogyakarta ditetapkan sebagai pusat organisasi.

Sampai dengan simpulan tahun 1909, telah berdiri 40 cabang BU dengan jumlah anggota mencapai 10.000 orang. Akan tetapi dengan adanya kongres tersebut sepertinya terjadi pergeseran pimpinan dari generasi muda ke generasi tua.

Banyak anggota muda yang menyingkir dari barisan depan dan anggota BU kebanyakan dari golongan priyayi dan pegawai negeri. Dengan demikian maka sifat "proto nasionalisme" dari para pemimpin yang tampak pada awal berdirinya BU, terdesak ke belakang. Strategi perjuangannya, BU pada dasarnya bersifat kooperatif.

Mulai tahun 1912, dengan tampilnya Notodirjo sebagai ketua mengganti- kan R.T. Notokusumo, BU ingin mengejar ketinggalannya. Akan tetapi hasilnya tidak begitu besar, lantaran pada ketika itu telah muncul organisasi-organisasi nasional lainnya menyerupai Sarekat Islam (SI), dan Indiche Partij (IP).

Namun demikian BU tetap mempunyai andil dan jasa yang besar dalam sejarah Pergerakan Nasional yakni telah membuka jalan dan memelopori gerakan kebangsaan Indonesia. Itulah sebabnya, maka pada tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional yang kita peringati setiap tahun hingga sekarang.

Tiga tahun sesudah berdirinya BU, yakni tahun 1911 berdirilah Sarekat Dagang Islam (SDI) di Solo oleh H. Samanhudi, seorang pedagang batik dari Laweyan Solo. Organisasi SDI berdasar pada dua hal, yakni :
a. Agama, yakni agama Islam.
b. Ekonomi, yakni untuk memperkuat diri dari pedagang Cina yang berperan sebagai leveransir (seperti kain putih, malam, dan sebagainya).
Atas prakarsa H.O.S. Cokroaminoto, nama SDI kemudian diubah menjadi Sarekat Islam (SI), dengan tujuan untuk memperluas anggota dan tidak hanya terbatas pada pedagang saja. Berdasarkan Akte Notaris pada tanggal 10 September 1912 , ditetapkan tujuan SI sebagai berikut.
a. Memajukan perdagangan.
b. Membantu para anggotanya yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha (permodalan).
c. Memajukan kepentingan rohani dan jasmani penduduk asli.
d. Memajukan kehidupan agama Islam.

Melihat tujuannya, SI tidak tampak adanya acara politik. Akan tetapi SI dengan gigih selalu memperjuangkan keadilan dan kebenaran terhadap penindasan dan pemerasan oleh pemerintah kolonial.

Dengan demikian, di samping tujuan ekonomi juga ditekankan adanya saling membantu di antara anggota. Itulah sebabnya dalam waktu singkat, SI berkembang menjadi organisasi massa yang pertama di Indonesia. SI merupakan gerakan nasionalis, demokratis, dan hemat serta berasaskan Islam dengan haluan kooperatif.

Mengingat perkembangan SI yang begitu pesat, maka timbullah kekhawatiran dari pihak Gubernur Jenderal Indenberg, sehingga permohonan SI sebagai organisasi nasional yang berbadan aturan ditolak, dan hanya diperbolehkan berdiri secara lokal. Pada tahun 1914 telah berdiri 56 SI lokal yang diakui sebagai tubuh hukum.

Pada tahun 1915 berdirilah Sentral Sarekat Islam (SSI) yang berkedudukan di Surabaya. Tugasnya ialah membantu menuju kemajuan dan kolaborasi antar- SI lokal. Pada tanggal 17-24 Juni 1916 diadakan kongres SI nasional pertama di Bandung, yang dihadiri oleh 80 SI lokal dengan anggota 360.000 orang anggota.

Dalam kongres tersebut telah disepakati istilah "nasional", dimaksudkan bahwa SI menghendaki persatuan dari seluruh lapisan masyarakat Indonesia menjadi satu bangsa.

Sifat SI yang demokratis dan berani serta berjuang terhadap kapitalisme untuk kepentingan rakyat kecil, sangat menarik perhatian kaum sosialis kiri yang tergabung dalam Indische Social Democratische Vereeniging (ISDV) pimpinan Sneevliet (Belanda), Semaun, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin (Indonesia). Itulah sebabnya dalam perkembangannya SI pecah menjadi dua kelompok, yakni: a Kelompok nasionalis religius (nasionalis keagamaan) yang dikenal dengan SI Putih, dengan asas usaha Islam di bawah pimpinan H.O.S.
Cokroaminoto.
b. Kelompok ekonomi dogmatis yang dikenal dengan nama SI Merah, dengan haluan sosialis kiri di bawah pimpinan Semaun, dan Darsono.

Indische Partij ( IP ) didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912 oleh Tiga Serangkai, yakni Douwes Dekker (Setyabudi Danudirjo), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara).
Organisasi ini mempunyai impian untuk menyatukan semua golongan yang ada di Indonesia, baik golongan Indonesia orisinil maupun golongan Indo, Cina, Arab, dan sebagainya. Mereka akan dipadukan dalam kesatuan bangsa dengan semangat nasionalisme Indo-nesia.
Cita-cita IP banyak disebarluaskan melalui surat kabar De Expres. Di samping itu juga disusun jadwal kerja

Hindia (Indonesia).

sebagai berikut.
a. Menyerapkan impian nasional

b. Memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan baik di bidang pemerintahan maupun kemasyarakatan.
c. Memberantas usaha-usaha yang membangkitkan kebencian antara agama yang satu dengan yang lain.
d. Memperbesar imbas pro-Hindia di lapangan pemerintahan.
e. Berusaha untuk mendapat persamaan hak bagi semua orang Hindia.
f. Dalam hal pengajaran, kegunaannya harus ditujukan untuk kepentingan ekonomi Hindia dan memperkuat mereka yang ekonominya lemah.

Melihat tujuan dan cara-cara mencapai tujuan menyerupai tersebut di atas, maka sanggup diketahui bahwa IP berdiri di atas nasionalisme yang luas menuju Indonesia merdeka.

Dengan demikian sanggup dikatakan bahwa IP merupakan partai politik pertama di Indonesia, dengan haluan kooperasi. Dalam waktu yang singkat telah mempunyai 30 cabang dengan anggota lebih kurang 7.000 orang, yang kebanyakan orang Indo.

Oleh lantaran sifatnya yang progresif, menyatakan diri sebagai partai politik dengan tujuan yang tegas yakni Indonesia merdeka; maka pemerintah kolonial menolak untuk memberikan tubuh hukum, dengan alasan IP bersifat politik dan hendak mengancam ketertiban umum.

Namun demikian para pemimpin IP masih terus mengadakan propaganda untuk membuatkan gagasan- gagasannya. Satu hal yang sangat menusuk perasaan pemerintah Hindia Belanda yaitu goresan pena Suwardi Suryaningrat yang berjudul "Als ik een Nederlander was" (Seandainya Saya Seorang Belanda), yang isinya berupa sindiran terhadap ketidakadilan di kawasan jajahan.

Oleh lantaran kegiatannya sangat mencemaskan pemerintah Belanda, pada bulan Agustus 1913 ketiga pemimpin IP dijatuhi eksekusi buang dan mereka menentukan negeri Belanda sebagai tempat pembuangannya.

Dengan dibuangnya ketiga pemimpin IP, maka acara IP makin menurun. Selanjutnya IP berganti nama menjadi Partai Insulinde dan pada tahun 1919 berubah lagi menjadi National Indische Partij (NIP).

NIP tidak pernah mempunyai imbas yang besar di kalangan rakyat dan kesannya hanya merupakan perkumpulan orang-orang terpelajar.

Muhammadiyah didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912.

Asas perjuangannya ialah Islam dan kebangsaan Indonesia, sifatnya nonpolitik. Muhammadiyah bergerak di bidang keagamaan, pendidikan dan sosial, menuju kepada tercapainya kebahagiaan lahir batin. Tujuan Muhammadiyah yaitu sebagai berikut.

a. Memajukan pendidikan dan pengajaran berdasarkan agama Islam.
b. Mengembangkan pengetahuan ilmu agama dan cara-cara hidup berdasarkan agama Islam.
Untuk mencapai tujuan tersebut, usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah yaitu sebagai berikut.
a. Mendirikan sekolah-sekolah yang berdasarkan agama Islam (dari Taman Kanak-kanak hingga dengan Perguruan Tinggi).
b. Mendirikan poliklinik-poliklinik, rumah sakit, rumah yatim, masjid, dan sebagainya.
c. Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan keagamaan.

Muhammadiyah berusaha untuk mengembalikan pemikiran Islam sesuai dengan Quran dan Hadis. Itulah sebabnya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran agama Islam secara modern dan memperteguh keyakinan perihal agama Islam, sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya.

Kegiatan Muhammadiyah juga telah memerhatikan pendidikan perempuan yang dinamakan Aisyiah, sedangkan untuk kepanduan disebut Hizbul Wathon (HW).

Sejak berdirinya di Yogyakarta (1912), Muhammadiyah terus mengalami perkembangan yang pesat. Sampai tahun 1913, Muhammadiyah telah mempunyai 267 cabang yang tersebar di Pulau Jawa.

Pada tahun 1935, Muhammadiyah sudah mempunyai 710 cabang yang tersebar di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi.

Gerakan cowok Indonesia, bekerjsama telah dimulai semenjak berdirinya BU, namun semenjak kongresnya yang pertama kiprahnya telah diambil oleh golongan renta (kaum priyayi dan pegawai negeri).; sehingga para cowok kecewa dan keluar dari organisasi tersebut.

Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 7 Maret 1915 di Jakarta berdiri Tri Koro Dharmo, oleh R. Satiman Wiryosanjoyo, Kadarman, dan Sunardi. Tri Koro Dharmo yang diketui oleh R. Satiman Wiryosanjoyo merupakan organisasi cowok pertama yang anggotanya terdiri atas para siswa sekolah menengah yang berasal dari Jawa dan Madura.

Tri Koro Dharmo artinya "tiga tujuan mulia" yakni sakti, budi, dan bakti. Tujuan perkumpulan ini yaitu sebagai berikut.
a. Mempererat tali persaudaraan antarsiswa-siswi bumi putra pada sekolah menengah dan akademi kejuruan.
b. Menambah pengetahuan umum bagi para anggotanya.
c. Membangkitkan dan mempertajam peranan untuk segala bahasa dan budaya.

Tujuan tersebut di atas bekerjsama gres merupakan tujuan perantara, adapun tujuan yang bekerjsama yaitu menyerupai apa yang termuat dalam majalah Tri Koro Dharmo yakni mencapai Jawa Raya dengan jalan memperkokoh rasa persatuan antara pemuda-pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali dan Lombok.

Oleh lantaran sifatnya yang masih "Jawa sentris", maka para cowok di luar Jawa (tidak berbudaya Jawa) kurang senang. Untuk menghindari perpecahan, pada kongresnya di Solo pada tanggal 12 Juni 1918 namanya diubah menjadi Jong Java (Pemuda Jawa).

Sesuai dengan anggaran dasarnya, Jong Java ini bertujuan untuk mendidik para anggotanya supaya kelak sanggup menyumbangkan tenaganya untuk membangun Jawa Raya dengan jalan mempererat persatuan, menambah pengetahuan, dan rasa cinta pada budaya sendiri.

Sejalan dengan munculnya Jong Java, pemuda-pemuda di kawasan lain juga membentuk organisasi-organisasi seperti: Jong Sumatra Bond, Pasundan, Jong Minahasa, Jong Ambon, Jong Selebes, Jong Batak, Pemuda Kaum Betawi, Sekar Rukun, Timorees Verbond dan lain-lain.

Pada dasarnya semua organisasi itu masih bersifat kedaerahan tetapi semuanya mempunyai
impian ke arah kemajuan Indonesia, khususnya memaju- kan budaya dan kawasan masing-masing.

Sekembalinya dari tanah pembuangannya di negeri Belanda (1919), Suwardi Suryaningrat memfokuskan perjuangannya dalam bidang pendidikan.

Pada tanggal 3 Juli 1922 Suwardi Suryaningrat (lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara) berhasil mendirikan perguruan

Perkembangan Paham Baru dan Munculnya Pergerakan Nasional Indonesia

Dengan berdirinya Taman Siswa, Suwardi Suryaningrat memulai gerakan gres bukan lagi dalam bidang politik melainkan bidang pendidikan, yakni mendidik angkatan muda dengan jiwa kebangsaan Indonesia berdasarkan akar budaya bangsa.

Sekolah Taman Siswa dijadikan sarana untuk memberikan paham ideo- logi yaitu nasionalisme kebudayaan, perkembangan politik, dan juga dipakai untuk mendidik calon-calon pemimpin bangsa yang akan datang.

Dalam hal ini, sekolah merupakan wahana untuk meningkatkan derajat bangsa melalui pengajaran itu sendiri.

Selain pengajaran bahasa (baik bahasa ajaib maupun bahasa Indonesia), pendidikan Taman Siswa juga memberikan pelajaran sejarah, seni, sastra (terutama sastra Jawa dan wayang), agama, pendidikan jasmani, dan keterampilan (pekerjaan tangan) merupakan acara utama akademi Taman Siswa.

Pendidikan Taman Siswa dilakukan dengan sistem "Among" dengan pola berguru "asah, asih dan asuh".

Dalam hal ini diwajibkan bagi para guru untuk bersikap dan berlaku "sebagai pemimpin" yakni di depan memberi contoh, di tengah sanggup memberikan motivasi dan di belakang sanggup memberikan pengawasan yang berpengaruh.

Prinsip pengajaran inilah yang kemudian dikenal dengan pola kepemimpinan: "Ing ngarsa sung tulodho, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani". Pola kepemimpinan ini hingga kini masih menjadi ciri kepemimpinan nasional.

Berkat jasa dan perjuangannya yakni mencerdaskan kehidupan menuju Indonesia merdeka, maka tanggal 2 Mei (hari kelahiran Ki Hajar Dewantara) diangkat sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Di samping itu "Tut Wuri Handayani" sebagai semboyan terpatri dalam lambang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Benih-benih paham Marxisme dibawa masuk ke Indonesia oleh orang Belanda yang berjulukan B.J.F.M. Sneevliet.

Atas dasar paham Marxisme inilah kemudian pada tanggal 9 Mei 1914 di Semarang, Sneevliet tolong-menolong dengan J.A. Brandsteder, H.W. Dekker, dan P. Bersgma berhasil mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV). Ternyata ISDV tidak dapat

berkembang, maka Sneevliet melaksanakan infiltrasi (penyusupan) kader-kadernya ke dalam tubuh SI dengan menjadikan anggota-anggota ISDV sebagai anggota SI, dan sebaliknya anggota-anggota SI menjadi anggota ISDV.

Dengan cara ini Sneevliet dan kawan-kawannya telah mempunyai imbas yang kuat di kalangan SI, lebih-lebih sesudah berhasil mengambil alih beberapa pemimpin SI seperti

Semaun dan Darsono. Mereka inilah yang dididik secara khusus untuk menjadi tokoh-tokoh Marxisme tulen.

Akibatnya SI cabang semarang yang sudah berada di bawah imbas ISDV, makin terang warna Marxisnya, dan selanjutnya terjadilah perpecahan dalam tubuh SI.

Pada tanggal 23 Mei 1923 ISDV diubah menjadi Partai Komunis Hindia dan selanjutnya pada bulan Desember 1920 menjadi Partai Komunis Indonesia; dengan susunan pengurus sebagai berikut: Semaun (Ketua), Darsono (Wakil Ketua), Bersgma (Sekretaris) dan Dekker (Bendahara).

PKI makin aktif dalam percaturan politik, dan untuk menarik massa dalam propaganda PKI menghalalkan segala cara, dan tidak segan-segan untuk memakai kepercayaan rakyat kepada ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadis bahkan juga ramalan Jayabaya dan Ratu Adil.

Kemajuan yang diperolehnya ternyata menciptakan PKI lupa diri, sehingga merencanakan suatu petualangan politik.

Pada tanggal 13 November 1926 PKI melancarkan pemberontakan di Jakarta dan disusul di daerah-daerah lain menyerupai Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Di Sumatra Barat pemberontakan PKI dilancarkan pada tanggal 1 Januari 1927. Dalam waktu yang singkat semua pemberontakan PKI tersebut berhasil ditumpas. Akhirnya ribuan rakyat ditangkap, dipenjara dan dibuang ke Tanah Merah, Digul Atas, dan Irian Jaya.

Algemene Studie Club di Bandung yang didirikan oleh Ir. Soekarno pada tahun 1925 telah mendorong para pemimpin lainnya untuk mendirikan partai politik yakni Partai Nasional Indonesia ( PNI).

PNI didirikan di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 oleh 8 pemimpin, yakni dr. Cipto Mangunkusumo, Ir. Anwari, Mr. Sartono, Mr. Iskak, Mr. Sunaryo, Mr. Budiarto, Dr. Samsi, dan Ir. Soekarno sebagai ketuanya.

Kebanyakan dari mereka yaitu bekas anggota Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda yang gres kembali ke tanah air.

Keradikalan PNI telah tampak semenjak awal berdirinya. Hal ini terlihat dari anggaran dasarnya, bahwa tujuan PNI yaitu Indonesia merdeka, dengan taktik perjuangannya nonkooperasi.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka PNI berasaskan pada: (a) self help, yakni prinsip menolong diri sendiri, prinsip "percaya pada diri sendiri"; artinya memperbaiki keadaan politik, ekonomi, dan sosial budaya yang telah rusak oleh penjajah, dengan kekuatan sendiri; (b) non- kooperatif, yakni tidak mengadakan kolaborasi dengan pemerintah Belanda, dan (c) marhaenisme, yakni mengentaskan massa dari kemiskinan dan kesengsaraan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, PNI telah memutuskan jadwal kerja sebagaimana dijelaskan dalam kongresnya yang pertama di Surabaya tahun 1928, yakni sebagai berikut.

a. Usaha Politik, yakni memperkuat rasa kebangsaan (nasionalisme) dan kesadaran atas persatuan bangsa Indonesia, memajukan pengetahuan sejarah kebangsaan, mempererat kolaborasi dengan bangsa-bangsa Asia, dan menumpas segala rintangan bagi kemerdekaan diri dan kehidupan politik.

b. Usaha Ekonomi, yakni memajukan perdagangan pribumi, kerajinan, mendirikan bank-bank dan koperasi.

c. Usaha Sosial, yaitu memajukan pengajaran yang bersifat nasional, meningkatkan derajat kaum wanita, memerangi pengangguran, memajukan transmigrasi, memajukan kesehatan rakyat antara lain dengan mendirikan poliklinik .

Untuk menyebarluaskan gagasannya, PNI melaksanakan propaganda- propaganda baik lewat surat kabar menyerupai Banteng Priangan di Bandung dan Persatuan Indonesia di Jakarta, maupun lewat para pemimpin khususnya Ir. Soekarno sendiri.

Dalam waktu singkat, PNI telah berkembang dengan pesatnya sehingga mengakibatkan kekhawatiran di pihak pemerintah Belanda. Pemerintah kemudian memberikan peringatan kepada pemimpin PNI biar menahan diri dalam ucapannya, propagandanya, dan tindakannya.

Dengan munculnya informasi bahwa PNI pada awal tahun 1930 akan mengadakan pemberontakan maka pada tanggal 29 Desember 1929, Pemerintah Hindia Belanda mengadakan penggeledahan secara besar-besaran dan menangkap empat pemimpin PNI, yaitu Ir. Soekarno, Maskun, Gatot Mangunprojo, dan Supriadinata. Mereka kemudian diajukan ke pengadilan di Bandung.

Dalam pengadilan Ir. Soekarno mengadakan pembelaan yang termuat dalam judul "Indonesia Menggugat".

Atas dasar tindakan melanggar pasal "karet" 153 bis dan pasal 169 KUHP, mereka dianggap mengganggu ketertiban umum dan menentang kekuasaan Belanda, kesannya mereka dijatuhi eksekusi penjara dan dipenjarakan di Penjara Sukamiskin Bandung.

Sementara itu pimpinan PNI dipe- gang oleh Mr. Sartono, dan dengan per- timbangan demi keselamatan; maka pada tahun 1931 oleh pengurus besar- nya PNI dibubarkan.

Hal ini menimbul- kan pro dan kontra. Mereka yang pro pembubaran, mendirikan partai gres de- ngan nama Partai Indonesia (Partindo) di bawah pimpinan Mr. Sartono. Kelom- pok yang kontra, ingin tetap melestarikan nama PNI, namun bukan lagi Partai

Nasional Indonesia melainkan Pendidi- kan Nasional Indonesia ( PNI-Baru) di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta dan Sutan Syahrir.

Munculnya gerakan perempuan dirintis oleh R.A. Kartini yang kemudian dikenal sebagai pencetus pergerakan perempuan Indonesia.

R.A. Kartini bercita-cita untuk mengangkat derajat kaum perempuan Indonesia melalui pendidikan. Cita-citanya tersebut tertulis dalam surat-suratnya yang kemudian berhasil dihimpun dalam sebuah buku yang berjudul "Habis Gelap Terbitlah Terang". Cita-cita R.A. Kartini ini diteruskan oleh Dewi Sartika.

Semasa Pergerakan Nasional, maka muncul gerakan perempuan yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial budaya. Organisasi-organisasi yang ada antara lain:

a. Putri Mardika di Jakarta (1912) dengan tujuan membantu keuangan bagi wanita-wanita yang akan melanjutkan sekolahnya. Tokohnya antara lain: R.A. Saburudin, R.K. Rukmini, dan R.A. Sutinah Joyopranata.

b. Kartini Founds, yang didirikan oleh Ny. T.Ch. Van Deventer (1912) dengan tujaun mendirikan "Sekolah-sekolah Kartini" bagi kaum wanita, menyerupai di Semarang, Jakarta, Malang, dan Madiun.

c. Kerajian Amai Setia, di Gedang Sumatra Barat oleh Rohana Kudus (1914). Tujuannya meningkatkan derajat kaum perempuan dengan cara memberi pelajaran membaca, menulis, berhitung, mengatur rumah tangga, menciptakan kerajinan dan cara pemasarannya.

d. Aisyiah, merupakan organisasi perempuan Muhammadiyah didirikan oleh Ny. Hj. Siti Walidah Ahmad Dahlan (1917). Tujuannya untuk memajukan pen- didikan dan keagamaan kaum wanita.

e. Organisasi Kewanitaan lain yang berdiri cukup banyak, antara lain: Pa- wiyatan Wanito di Magelang (1915), Wanito Susilo di Pemalang ( 1918), Wanito Rukun Santoso di Malang, Budi Wanito di Solo, Putri Budi Sejati di Surabaya ( 1919), Wanito Mulyo di Yogyakarta (1920), Wanito Utomo dan Wanito Nasrani di Yogyakarta (1921) dan Wanito Taman Siswa ( 1922).

Organisasi perempuan juga muncul di Sulawesi Selatan dengan nama Goron- talosche Mohammadaanche Vrouwenvereeniging. Di Ambon di kenal dengan nama Ina Tani, yang condong ke politik.

Sejalan dengan berdirinya organisasi wanita, muncul juga surat kabar perempuan yang bertujuan untuk menyebarluaskan pengetahuan kewanitaan.

Surat kabar organisasi perempuan antara lain Putri Hindia di Bandung, Wanito Sworo di Brebes, Sunting Melayu di Bukittinggi, Esteri Utomo di Semarang, Suara Perempuan di Padang, Perempunan Bergolak di Medan dan Putri Mardika di Jakarta.

Puncak gerakan perempuan yaitu dengan diselenggarakannya Kongres Perempuan Indonesia I tanggal 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, yang menghasilkan bentuk perhimpunan perempuan berskala nasional dan berwawasan kebangsaan yakni Perikatan Perempuan Indonesia ( PPI ).

Dalam Kongres Wanita II di Jakarta pada tanggal 28-31 Desember 1929 PPI diubah menjadi Perikatan Perhimpunan Isteri Indonesia ( PPII).

Kongres Wanita I merupakan awal dari bangkitnya kesadaran nasional di kalangan perempuan Indonesia, maka tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai "Hari Ibu"

Perhimpunan Indonesia (PI) merupakan penjelmaan dari Indische Vereeniging yang didirikan oleh mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang sedang berguru di negeri Belanda pada tahun 1908. Mereka itu antara lain, Sutan Kesayangan, R.N. Notokusumo, R.P. Sastrokartono, R. Husein Jayadiningrat, dan Notodiningrat.

Pada mulanya hanya bersifat organisasi sosial yang berjuang untuk mengurus kepentingan bersama orang-orang Indonesia yang berada di negeri Belanda. Kedatangan tiga tokoh Indische Partij di negeri Belanda tahun 1913 ( sebagai orang buangan), unsur politik mulai masuk dalam tubuh Indische Vereeniging.

Setelah Perang Dunia I, jumlah mahasiswa Indonesia yang berguru ke negeri Belanda makin banyak. Hal ini makin memengaruhi perkembangan Indische Vereeniging, semangat nasionalisme makin kuat sehingga sifat organisasi sosial beralih ke organisasi politik. Mereka tidak hanya sekadar menuntut ilmu, akan tetapi juga harus berjuang memikirkan nasib bangsanya.

Pada tahun 1922, nama Indische Vereeniging diubah menjadi Indonesische Vereeniging dan kemudian pada tahun 1925 menjadi Perhimpunan Indonesia. Majalah mereka yang terbit semenjak tahun 1916 dengan nama Hindia Putra diganti menjadi Indonesia Merdeka (1924). Dengan perubahan itu maka terjadi pula perubahan dasar pemikiran dan orientasi pergerakan mereka. Gerakan mereka menjadi radikal dan dengan tegas menginginkan Indonesia merdeka.

Untuk mempertegas dasar perjuangannya, pada tahun 1925 PI mengeluarkan anggaran dasarnya sebagai berikut.
1. PI akan berjuang untuk memperoleh suatu pemerintahan untuk Indonesia yang hanya bertanggung jawab kepada rakyat Indonesia.
2. Kemerdekaan penuh bagi Indonesia akan dicapai dengan agresi bersama dan serentak oleh rakyat Indonesia.
3. Untuk itu sangat dibutuhkan persatuan nasional yang murni di antara seluruh rakyat Indonesia dalam menentang penjajahan Belanda yang telah merusak kehidupan bangsa Indonesia.

Sejak itu tindakannya meningkat, di samping bersifat nasional-demokratis juga menjadi anti kolonial. Untuk itu dasar perjuangannya disebarluaskan dan dipropagandakan yakni mengadakan korelasi dengan pergerakan nasional yang ada di Indoensia, baik eksklusif maupun tidak langsung.

Selain itu juga mengadakan korelasi dengan organisasi internasional. Itulah sebabnya PI juga bekerja sama dengan perhimpunan-perhimpunan dan tokoh-tokoh cowok serta mahasiswa yang berasal dari negara-negara jajahan Asia-Afrika yang mempunyai impian yang sama dengan Indonesia.

Untuk mendapat perhatian dunia dan mencari derma usaha Indonesia, maka PI ikut serta dalam organisasi internasional menyerupai Liga Demokrasi Internasional di Paris (1926), Liga Penentang Imperialis dan Kolonialis di Brussel (1927), Kongres Wanita Internasional di Swiss (1927), dan juga Liga Komintern di Berlin (1927).

Aktivitas PI di Eropa dan pengaruhnya yang makin kuat di Indonesia mulai dicurigai oleh pemerintah kolonial Belanda.

Atas tuduhan menghasut untuk memberontak terhadap pemerintah, pada pada tanggal 10 September 1927 keempat tokoh PI yaitu: Moh. Hatta, Nasir Datuk Pamuncak, Abdulmajid Joyodiningrat dan Ali Sastroamijoyo ditangkap dan diadili. Di dalam investigasi sidang pengadilan di Den Haag pada bulan Maret 1928, mereka terbukti tidak bersalah kemudian dibebaskan. Selanjutnya gerak PI terus diawasi dengan ketat.

Di tanah air imbas PI sangat kuat dan berdasarkan ide dari usaha PI maka berdirilah Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) tahun 1926 di Jakarta, dan Partai Nasional Indonesia (PNI) tahun 1927 di Bandung.


Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).

Kesadaran akan pentingnya persatuan dan kesatuan untuk mencapai kemerdekaan, dimulai oleh tokoh-tokoh pergerakan nasional. Atas prakarsa Ir. Soekarno (PNI) dan dr. Sukiman ( SI) yang tergabung dalam Komite Persatuan Indonesia, maka pada tanggal 17 Desember 1927 lahirlah Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) di Bandung. PPPKI merupakan federasi (gabungan) dari banyak sekali macam organiasi.


Perkembangan Paham Baru dan Munculnya Pergerakan Nasional Indonesia

Organisasi yang tergabung dalam PPPKI yaitu PNI, SI, BU, Pasundan, Sumatranen Bond, Kaum Betawi, Indonesische Studie Club dan Algemene Studie Club.

Adapun tujuan PPPKI ialah sebagai berikut.
a Untuk menyamakan arah agresi kebangsaan dari banyak sekali organisasi atau perkumpulan.
b Menghindari perselisihan antaranggota yang hanya akan melemahkan dan merugikan perjuangan.
c Memperkuat dan memperbaiki organisasi serta melaksanakan kolaborasi dalam perjuangan.
Pada tahun 1933 Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia diubah namanya menjadi Persatuan Perhimpunan- Perhimpunan Politik Kemerdekaan Indonesia.

Dengan terbentuknya PPPKI ini diharapkan akan terjadi interaksi ke arah persatuan antaranggota banyak sekali jenis organisasi dengan ideologi, asas atau dasar, tujuan, haluan dan perilaku yang berbeda. Itulah sebabnya perselisihan-perselisihan tidak sanggup dihindarkan.

PPPKI kemudian tidak mempunyai kekuasaan, banyak organisasi yang keluar dan kesannya bubar (1935).

Usaha untuk menuju persatuan dan kesatuan antarorganisasi cowok ditempuh dengan cara melaksanakan kongres yang kemudian dikenal dengan Kongres Pemuda Indonesia. Kongres Pemuda I dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 30 April - 2 Mei 1926, oleh sebuah komite dengan susunan sebagai berikut.

Ketua : M. Tabrani Wakil Ketua : Sumarto Sekretaris : Jamaludin
Bendahara : Suwarso
Pembantu : Bahder Johan, Sumarto, Yan Toule Soulehuwiy, dan Paul Pinontuan, Hamami, dan Sanusi Pane

Tujuan kongres yaitu untuk menanamkan semangat kolaborasi antarperkumpulan cowok untuk menjadi dasar persatuan Indonesia dalam arti yang lebih luas.

Usaha menggalang persatuan dan kesatuan dalam Kongres Pemuda I ini belum terwujud, lantaran rasa kedaerahan masih kuat.

Sementara itu para pelajar di Jakarta dan Bandung melihat adanya dua kepentingan yang bertentangan dalam penjajahan, yang mereka sebut sebagai antitese kolonial yang sangat merugikan pihak Indonesia.

Antitese ini akan dihapus apabila penjajahan sudah lenyap. Untuk itu, maka para pelajar dari banyak sekali kawasan pada bulan September 1926 mendirikan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) di Jakarta. PPPI bertujuan memperjuangkan Indonesia merdeka.

Pada tahun 1928 alam politik di Indonesia sudah dipenuhi oleh jiwa persatuan. Rasa kebangsaan dan impian Indonesia merdeka telah menggema di jiwa para cowok Indonesia.

Atas inisiatif PPPI, maka diadakan Kongres Pemuda II di Jakarta, yang dihadiri oleh utusan organisasi-organisasi cowok dan berhasil diikrarkan sumpah yang dikenal dengan nama Sumpah Pemuda. Kongres Pemuda II diselenggarakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928, dengan susunan Panitia Penyelenggara sebagai berikut.

Ketua : Sugondo Joyopuspito (dari PPPI). Wakil Ketua : Joko Mursid (dari Jong Java).
Sekretaris : Muh. Yamin (dari Jong Sumatranen Bond) Bendahara : Amir Syarifuddin ( dari Jong Batak Bond)
Anggota : Johan Mohammad (dari Jong Islamieten Bond), Senduk (dari Jong Selebes), J. Leimena (dari Jong Ambon), Rohyani (dari Pemuda Kaum Betawi).

Maksud dan tujuan Kongres Pemuda II ialah :
a. Hendak melahirkan impian perkumpulan Pemuda Indonesia.
b. Membicarakan problem pergerakan Pemuda Indonesia.
c. Memperkuat perasaan kebangsaan dan memperteguh persatuan Indonesia. Isi Sumpah Pemuda ialah:
Pertama : Kami putra dan putri Indonesia bertumpah darah satu, Tanah Indonesia.
Kedua : Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.
Ketiga : Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.

Pada Kongres tersebut dikumandangkan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman, dan dikibarkan Bendera Merah Putih yang dipandang sebagai bendera pusaka bangsa Indonesia. Peristiwa Sumpah cowok pada tanggal 28 Oktober 1928 merupakan salah satu puncak Pergerakan Nasional, maka hingga kini insiden bersejarah ini diperingati sebagai hari Sumpah Pemuda.

Partai Indonesia Raya (Parindra)
Usaha penyatuan antarperhimpunan pergerakan nasional terwujud dengan berdirinya Partai Indonesia Raya (Parindra). Parindra merupakan hasil fusi dari Budi Utomo (BU) dengan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) dalam kongres fusinya tanggal 24-26 Desember 1935 di Solo.

Sebagai ketua terpilih dr. Sutomo ( PBI), dan Wakil Ketua, Wuryaningrat ( BU) dengan kantor pusat di Surabaya.

Organisasi lain yang kemudian bergabung ke dalam Parindra ialah Sarekat Minahasa, Sarekat Ambon, Perkumpulan Kaum Betawi, Sarekat Selebes, dan Sarekat Sumatra.
Tujuan Parindra ialah Indonesia Raya. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan usaha-usaha sebagai berikut.

a. Memperkokoh semangat persatuan kebangsaan.
b. Terus berjuang untuk memperoleh suatu pemerintahan yang berdasarkan demokratis dan nasionalisme.
c. Berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat baik bidang ekonomi maupun sosial.
Pada ketika berdirinya Parindra telah mempunyai 53 cabang dengan 2.425 orang anggota, dan pada tahun 1936 naik menjadi 57 cabang dengan 3.425 orang anggota. Dalam kongresnya yang pertama di Jakarta pada tanggal 14-18 Mei 1937, Parindra mengambil perilaku moderat ("luwes") tidak bersikap kooperatif dan juga non- kooperatif. Sikap moderat dinilai sangat fleksibel dan lebih menguntungkan, dengan situasi dan kondisi serta kepentingan bangsa. Dengan perilaku moderat, Parindra sanggup mendudukkan wakilnya di dalam Volkrsraad, yaitu Muh. Husni Tamrin.

Usaha Parindra lebih banyak dicurahkan dalam pembangunan terutama di bidang ekonomi dan sosial, antara lain sebagai berikut.
a. Mendirikan poliklinik-poliklinik.
b. Mendirikan Rukun Tani untuk membantu dan memajukan kaum tani.
c. Membentuk sarekat-sarekat kerja.
d. Menganjurkan swadesi dalam bidang ekonomi, ditempuh dengan mendirikan bank-bank yang berpusat pada Bank Nasional Indonesia di Surabaya.
e. Membentuk Rukun Pelayaran Tani (Rupelin), untuk membantu dan memajukan pelayaran dari bangsa Indonesia.

f. Mendirikan organisasi cowok berbentuk kepanduan dengan nama Surya Wirawan.
Akibat kegagalan Petisi Sutardjo, Parindra kemudian mengambil prakarsa untuk menggalang persatuan politik menunju pembentukan tubuh konsentrasi nasional, yang disebut Gabungan Politik Indonesia ( GAPI).

Gagasan dari petisi ini dicetuskan oleh Sutardjo Kartohadikusumo, Ketua Persatuan Pegawai Bestuur (Pamong Praja) Bumiputera (PPBB). Usulan ini didasarkan pada pasal 1 Undang-Undang Dasar Kerajaan Belanda yang berbunyi bahwa Kerajaan Nederland (Belanda) meliputi wilayah Nederland, Hindia Belanda, Suriname Curasao.

Menurut pendapat Sutardjo keempat wilayah itu di dalam kerajaan Nederland mempunyai derajat yang sama. Usulan ini mendapat derma oleh Ratu Langi (Sulawesi/Kristen), Datuk Tumenggung (Sumatra/Islam), Alatas (Arab/Islam), I.J. Kasimo (Jawa/Katolik), dan Ko Kwat Tiong (Cina/Budha). Dukungan ini berdasarkan Sutardjo mencerminkan keinginannya bahwa undangan petisi ini didukung oleh banyak sekali golongan dan agama yang ada di Indonesia.

Usul Petisi yang kemudian dikenal dengan nama "Petisi Sutardjo", diajukan pada tanggal 15 Juli 1936 kepada pemerintah Belanda.

Isi petisi ialah permohonan supaya diselenggarakan suatu musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan Belanda di mana anggota-anggotanya mempunyai hak yang sama.

Tujuannya ialah untuk menyusun suatu planning yang isinya yaitu pemberian kepada Indonesia suatu pemerintahan yang berdiri sendiri dalam batas pasal 1 Undang-Undang Dasar Kerajaan Belanda.

Berdasarkan keputusan Kerajaan Belanda No. 40 tanggal 16 Nopember 1938, petisi Sutardjo yang diajukan atas nama Volksraad ditolak oleh Ratu Belanda. Alasan penolakannya antara lain "bahwa Indonesia belum matang untuk memikul tanggung jawab memerintah diri sendiri". Penolakan ini sangat mengecewakan para pemimpin Pergerakan Nasional.

Bangsa Indonesia makin sadar akan pentingnya membentuk wadah persatuan untuk menghadapi tekanan pemerintah Belanda.

Hal ini muncul dari kalangan organisasi Islam dengan nama Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI). MIAI didirikan di Surabaya pada tanggal 25 September 1937, atas prakarsa tokoh-tokoh Muhammadiyah ( K.H. Mansur) dan N.U. (K.H. Wachid Hasyim).

MIAI merupakan tubuh federasi organisasi-organisasi Islam, antara lain Muhammadiyah, NU, PSII, PII, Persatuan Ulama Indonesia, Al Washiliyah, Al Islam dan Wasmusi (Wartawan Muslimin Indonsia) dengan K.H. Wachid Hasyim sebagai ketua. Tujuan MIAI yaitu untuk mempererat korelasi antarorganisasi Islam Indonesia dan kaum Islam di luar Indonesia serta menyatukan suara-suara untuk membela keluhuran Islam.

Gabungan Politik Indonesia ( GAPI)
Suatu gagasan untuk membina kolaborasi di antara partai-partai politik dalam bentuk federasi, muncul lagi pada tahun 1939 tepatnya pada tanggal 21 Mei 1939 yakni dengan terbentuknya Gabungan Politik Indonesia (GAPI) oleh Muh. Husni Thamrin.

GAPI merupakan campuran dari Parindra, Gerindo, PSII, Persatuan Partai Katolik, Persatuan Minahasa, Pasundan dan Partai Islam Indonesia (PII). Alasan yang mendorong dan mempercepat terbentuknya federasi, ialah:
a. Kegagalan Petisi Sutardjo.
b. Sikap pemerintah kolonial yang kurang memerhatikan kepentingan bangsa Indonesia.
c. makin gawatnya situasi internasional sebagai akhir perkembangan fasisme.

Dalam GAPI ditegaskan bahwa masing-masing partai tetap mempunyai kemerdekaan penuh terhadap jadwal kerjanya masing-masing dan apabila timbul perselisihan antarpartai, GAPI bertindak sebagai penengah.

Di dalam konferensi yang pertama pada tanggal 4 Juli 1939 dicanangkan tuntutan GAPI "Indonesia Berparlemen". Maksudnya menuntut adanya suatu Dewan Perwakilan Rakyat yang berdasarkan sendi-sendi demokratis.

Sementara itu di Eropa telah meletus Perang Dunia II. GAPI mengingatkan adanya ancaman besar yang akan mengancam pemerintah Hindia Belanda dan masyarakat Indonesia.

Oleh lantaran itu, GAPI mengeluarkan suatu pernyataan yang dikenal dengan nama Manifest GAPI ( 20 September 1939). Isinya mengajak kolaborasi rakyat Indonesia dan Belanda untuk menghadapi ancaman fasisme.

Hal ini sanggup terealisasi apabila Belanda memberikan hak-hak gres dalam pemerintahan kepada bangsa Indonesia berdasarkan hakikat demokrasi. Untuk mencapai tujuan yang dicita- citakan, GAPI menyelenggarakan Kongres Rakyat Indonesia yang pertama di Jakarta pada tanggal 25 Desember 1939.

Kongres mengambil keputusan antara lain:
a. Kongres Rakyat Indonesia menjadi tubuh tetap.
b. Aksi Indonesia Berparlemen dilanjutkan melalui panitia-panitia setempat yang telah dibuat di seluruh kawasan di bawah pimpinan GAPI.
c. Menetapkan bendera Merah Putih dan lagu Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu persatuan Indonesia serta peningkatan bahasa Indonesia bagi rakyat Indonesia.

Pada bulan Agustus 1940, negeri Belanda telah dikuasai oleh Jerman dan Indonesia dinyatakan dalam keadaan darurat perang, GAPI kembali mengeluarkan resolusi menuntut adanya perubahan ketatanegaraan. Isi resolusi yaitu mengganti Volksraad dengan Parlemen sejati yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat dan mengubah fungsi kepala-kepala departemen menjadi menteri yang bertanggung jawab kepada Parlemen tersebut.

Untuk menanggapi resolusi GAPI, tanggal 14 September 1940 dibuat Komisi Visman yang bertugas untuk menyidik dan mempelajari perubahan- perubahan ketatanegaraan. Hasilnya sia-sia alasannya yaitu Komisi Visman tidak melaksanakan kiprah sebagaimana mestinya.

Sementara itu situasi makin gawat dan rakyat kesannya tergoda oleh propaganda Jepang yang bersemboyan "pembebasan bangsa-bangsa Asia dari penjajahan bangsa-bangsa Barat". Demikianlah situasi korelasi antara nasionalisme Indonesia dengan kolonialisme Belanda ketika tentara Jepang memasuki Indonesia.

Related : Sejarah Xi Serpihan 4 Perkembangan Paham-Paham Gres Dan Munculnya Pergerakan Nasional Indonesia

0 Komentar untuk "Sejarah Xi Serpihan 4 Perkembangan Paham-Paham Gres Dan Munculnya Pergerakan Nasional Indonesia"

DUKUNG KAMI

SAWER Ngopi Disini.! Merasa Terbantu Dengan artikel ini? Ayo Traktir Kopi Dengan Cara Berbagi Donasi. Agar Kami Tambah Semangat. Terimakasih :)